" Tidak boleh, ya?"
Anindita mengerjapkan matanya saat pendengarannya menangkap suara Arya kembali.
" Oh, maaf ... untuk apa Mas meminta nomer HP saya?" tanya Anindita.
" Supaya saya bisa order dulu kalau mau pesan buket, jadi nggak usah menunggu." Arya memberikan alasan.
" Oh, maaf kalau Mas merasa tidak nyaman harus menunggu lama. Tapi kalau Mas nya mau order via telepon, mas bisa hubungi telepon toko saja dulu, Mas." Anindita memberi saran.
" Sebentar saya ambilkan dulu kartu namanya." Anindita kemudian berjalan ke arah meja kasir dan mengambil kartu nama Alabama Florist lalu menyerahkan kartu itu kepada Arya.
" Oh, oke. Terima kasih ..." ucap Arya.
" Permisi, Mas," Anindita pun kemudian berpamitan meninggalkan Arya yang masih menatap punggungnya hingga menghilang di balik pintu.
Selepas melihat Anindita menghilang, Arya pun kemudian berjalan melangkah keluar toko florist. Dia kemudian menuju ke mobilnya, dan menyalakan mesin mobilnya setelah menaruh buket itu di jok belakang. Dia lalu mengambil uang lembaran seratus ribuan dari dalam dompetnya.
" Pak ...!" Arya mengacungkan uang yang dipegangnya kepada tukang parkir di depan toko bunga itu.
" Haduh, Mas. Uang kecil saja pakainya," ujar petugas parkir saat Arya menyodorkan uang pecahan seratus ribuan itu.
" Ambil saja semua, Pak. Nggak usah dikembalikan," ucap Arya.
" Alhamdulillah, makasih, Mas." Petugas parkir itu langsung menempelkan uang itu di keningnya sebagai ungkapan rasa syukurnya.
" Sama-sama, Pak." Arya menyahuti. " Oh ya, Pak. Hmmm ... karyawan toko bunga itu yang namanya Anin yang punya kecil namanya Ramadhan, kalau kerja anaknya ikut dibawa juga, ya?" tanya Arya mencari informasi tentang Anindita.
" Oh, Mbak Anin? Iya, karena Mbak Anin tinggal di di sana." Petugas parkir itu menunjuk ke arah bangunan kecil di belakang toko.
" Dia tinggal di sana?" Arya terperanjat mengetahui tempat tinggal Anindita.
" Iya, Mas."
" Dengan suaminya?" Arya sengaja memancing pertanyaan itu.
" Mbak Anin sudah nggak punya suami, sudah pisah dengar-dengar sih." Petugas parkir itu kemudian menyeringai. " Kenapa, Mas? Naksir Mbak Anin, ya?" tebaknya kemudian.
Arya yang menyadari keingintahuannya terhadap Anindita mengundang perhatian orang lain hanya mengembangkan senyuman tipisnya.
" Terima kasih infonya, Pak." Arya pun lalu mengendarai mobilnya keluar menjauh dari Alabama Florist.
***
" Mbak Anin ...!"
Anindita yang berjalan dengan menggenggam tangan Ramadhan saat berniat membeli cemilan untuk Ranadhan pun menghentikan langkahnya saat Pak Bondan, tukang parkir yang bertugas di Alabama Florist itu memanggil namanya.
" Ada apa, Pak Bondan?" tanya Anindita.
" Tadi siang ada tamu toko bunga tanya-tanya Mbak Anin, lho."
" Oh ya? Siapa, Pak?" Kening Anindita berkerut mendengar cerita dari Pak Bondan bahwa ada seseorang yang bertanya-tanya tentangnya. Siapa? pikir Anindita.
" Cowok, Mbak. Saya juga nggak kenal. Orangnya ganteng, Mbak. Pakai mobilnya juga keren." Pak Bondan menunjukkan jempolnya.
" Siapa ya, Pak?" Anindita masih berpikir.
" Orangnya rada-rada brewokan, gantenglah pokoknya, Mbak."
Anindita mendesah, sepertinya dia tahu siapa yang bertanya-tanya tentangnya itu.
" Kayanya naksir Mbak Anin deh orang itu, Mbak." Pak Bondan menggoda Anindita.
Anindita tersenyum tipis menanggapi ucapan Pak Bondan.
" Pak Bondan ini ada-ada saja, mana mungkin orang seperti saya ini ditaksir orang kaya dia, Pak." Anindita menepis anggapan Pak Bondan.
" Lho, memang Mbak tahu orangnya?" tanya Pak Bondan.
" Iya, Pak. Orang itu yang pernah menolong Ramadhan yang hampir kejatuhan papan karangan bunga waktu itu. Pak Bondan ingat nggak?"
" Oh, waktu kejadian yang Rama itu saya nggak kerja, Mbak."
" Oh, Pak Bondan nggak ada ya waktu kejadian itu?"
" Iya, Mbak."
" Oh ya sudah, saya keluar dulu, Pak. Saya mau cari cemilan buat Rama nanti malam," pamit Anindita kemudian berjalan ke arah mini market di seberang toko bunga Alabama.
***
" Sholatullah salamullah ala toha rosulullah
Sholatullah salamullah ala yasin habibillah
Tawassalna bibismillah wabil hadi rosulillah
Wakulimuja hidilillah biahlilbadriya Allah ..."
Anindita menidurkan Ramadhan dengan membacakan sholawat seraya mengelus kening Ramadhan hingga anaknya itu terlelap dengan mimpinya. Dia melihat sudut bibir anaknya itu tersenyum sepertinya anaknya itu mengalami mimpi yang membuatnya bahagia.
" Bahagia selalu ya, Nak. Walaupun hanya ada Mama yang membesarkan kamu." Anindita mencium kening anaknya itu.
Ddrrtt ddrrtt
Anindita langsung mengambil teleponnya, saat ponselnya itu berbunyi.
" Hallo, ada apa, Ci?" tanya Anindita saat mengangkat panggilan telepon bosnya itu.
" Nin, ada pelanggan toko florist yang chat Cici minta nomer telepon kamu, Cici kasih nggak apa-apa, ya!" ungkap Lucy.
" Siapa, Ci?" Walaupun Anindita menebak jika orang yang meminta nomernya itu adalah Arya tapi dia tetap bertanya kepada Lucy.
" Orang yang waktu itu nolongin Rama, kamu ingat nggak?"
Anindita menghela nafas perlahan. Ternyata dugaannya benar, pria itulah yang meminta nomer ponselnya.
" Kalau Cici duga, sepertinya dia suka sama kamu, Nin." Lucy terkekeh.
" Cici bisa saja, nggak mungkinlah, Ci." Anindita mencoba menyangkal.
" Nothing is impossible, Nin. Jangan suka pesimis, jodoh itu siapa yang tahu. Sepertinya orangnya juga baik. So sweet lagi, pakai minta nomer kamu langsung ke Cici, pejuang tangguh nih kayanya." Lucy menggoda Anindita hingga membuat wajah wanita itu merona. Untung saja saat ini dia sedang tak berhadapan langsung dengan Lucy.
" Dia ganteng gitu, Nin. Kalau Cici lihat foto profilnya mirip Tony Stark, lho." Lucy kembali.
" Ya ampun, Ci ..." Anindita ikut terkekeh mendengar Lucy menyamakan Arya dengan aktor Hollywood Robert Downey **. itu.
" Kalau Cici boleh kasih saran, kalau memang ada pria yang coba mendekati kamu, nggak ada salahnya kamu membuka hati kamu untuk pria itu, Nin. Rama butuh sosok ayah, kamu juga butuh seorang pendamping hidup. Jangan menutup hati terus. Mungkin untuk saat ini kamu memang belum merasakan butuh, tapi nanti kamu dan anak kamu akan butuh sosok pria yang akan memimpin kalian melewati kehidupan ke depannya, Nin."
" Nanti jika saatnya Rama sudah mulai sekolah, saat teman-temannya bercerita tentang papa mereka, saat itu mungkin akan terasa berat untuk anakmu."
Anindita menarik nafas yang terasa tercekat. Semua yang dikatakan Lucy memang benar adanya. Itu juga yang kadang terpikirkan namun dia berusaha untuk menepis dengan beranggapan dia akan mampu memberi penjelasan kepada anaknya itu.
" Ya sudah ya, Nin. Cici tutup dulu teleponnya. Takut menghalangi yang lagi mau telepon kamu, nggak bisa-bisa masuk karena kamu lagi telepon sama Cici." goda Lucy kembali.
" Iya, Ci." Anindita baru saja berniat meletakkan kembali ponselnya namun tiba-tiba benda pipih itu kembali berbunyi.
Deretan angka yang terasa asing baginya muncul di layar ponselnya saat ini.
" Assalamualaikum ..." sapa Anindita.
" Waalaikumsalam, Anin ... ini saya Arya."
Deg
Seketika hati Anindita berdebar kencang saat mendengar suara Arya.
" Oh, i-iya ... ada apa, Mas? Apa mau mengajukan komplain tentang pesanan tadi siang?" tanya Anindita mencoba mengalihkan rasa gugupnya saat berbicara dengan pria itu.
" Oh, tidak ... bukan itu. Maaf ya, saya minta nomer kamu ke boss kamu, karena kamu nggak mau kasih ke saya."
Anindita mendesah, sebenarnya di juga merasa kesal nomer teleponnya bisa sampai ke tangan Arya, tapi tidak mungkin dia harus marah kepada Lucy, yang ada dia akan dianggap orang yang tidak tahu terima kasih.
*
*
*
Bersambung ...
Visual Arya
Happy Reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
gia nasgia
sebelas duabelas dgn Ricky
2025-02-24
0
👸 Naf 👸
Haduh babang Aryaa ganteng bangettt 😍😍😍😍
2023-11-07
0
gia nasgia
Waduh bakalan ada diantara dua pilihan sepertinya 🤔🤦
2023-07-13
0