Anindita dilanda kepanikan saat dia tak juga menemukan sosok mungil Ramadhan saat itu, padahal dia sudah berlari ke sana kemari dengan berurai air mata.
" Rama ...! Kamu di mana, Nak?" Anindita terus berteriak memanggil nama Ramadhan.
Anindita kembali ke depan toko emas itu berharap anaknya itu kembali ke sana.
" Masih belum ketemu, Bu?" tanya satpam toko emas itu.
" Belum, Pak." Anindita benar-benar dilanda kekalutan.
" Sebaiknya ibu bikin laporan anak hilang saja ke bagian informasi mall ini. Biar nanti dibuat pengumuman anak hilang. Siapa tahu ada yang menemukan anak ibu." Satpam itu memberikan saran.
" I-iya, di mana bagian informasinya, Pak?"
" Coba saja ibu ke lantai empat, tanyakan orang di sana bagian informasinya di mana?" saran satpam itu kembali
" I-iya, terima kasih, Pak." Anindita ingin melangkah meninggalkan toko emas itu namun suara yang sangat dia hapal dan membuatnya kalang kabut saat ini terdengar memanggilnya.
" Mama ..."
Anindita langsung menolehkan wajah dan memutar tubuhnya saat mendengar suara yang saat ini benar-benar menyejukkan hatinya.
" Rama?" Anindita langsung berlari meraih tubuh Ramadhan yang saat itu juga berlari ke arahnya.
" Rama, Ya Allah. Sayang ... kamu habis ke mana? Mama cemas kamu tadi menghilang," tangis Anindita kembali pecah saat dia merengkuh tubuh anaknya itu.
" Mama nanis?" tanya Ramadhan saat mendengar Anindita menangis ketika Anindita menciumi wajahnya.
" Iya, Mama nangis karena tadi Rama menghilang. Rama pergi nggak bilang sama Mama. Rama habis dari mana, Sayang? Rama jangan pergi jauh-jauh dari Mama. Mama sedih tadi cari-cari Rama." Air mata terus berderai di pipi Anindita.
" Ini anak kamu?" Suara wanita terdengar dari belakang Ramadhan.
Anindita menaikkan pandangannya ke arah suara tadi. Dia melihat wanita sekitar usia empat puluh tahunan berwajah oriental tersenyum kepadanya.
" Anak ini anak kamu?" tanya wanita itu tadi.
" I-iya, Ibu yang menemukan anak saya?" Anindita lalu berdiri dan menggendong Ramadhan di pinggangnya.
" Tidak, saya tidak menemukan anak kamu." Wanita itu menggelengkan kepala. " Justru anak kamulah yang menemukan saya," lanjutnya.
Anindita mengeryitkan keningnya. Dia sama sekali tidak mengerti maksud ucapan wanita itu.
" Maksud Ibu?"
" Anak kamu mengembalikan dompet saya yang sepertinya tadi terjatuh di toko emas. Anak kamu ini mengejar saya sampai keluar, sampai ke toilet." Wanita itu menjelaskan.
Anindita lalu menoleh ke arah anaknya, ada rasa haru di hatinya dengan sikap yang ditunjukkan anaknya itu. Setetes demi setetes air mata kembali mengalir di pipinya.
" Masya Allah, Nak ..." Anindita menghujani ciuman pada pipi chubby Ramadhan.
" Anak kamu masih kecil, tapi dia sudah melakukan hal terpuji seperti itu. Saya salut, kamu pasti mengajari kebaikan terhadap anak kamu ini." Wanita itu sepertinya benar-benar merasa kagum dengan sikap Ramadhan.
" Terima kasih, Bu. Saya hanya mengajarkan sewajarnya yang harus ditanamkan kepada anak saya." Anindita berusaha merendah.
" Siapa nama anak kamu ini?" tanya wanita tadi seraya mengelus pipi Ramadhan yang lembab karena air mata Anindita.
" Ramadhan, Bu." Anindita mengenalkan nama anaknya.
" Ramadhan? Pasti lahirnya bulan puasa, ya?" tebak wanita itu.
Anindita tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. " Iya, Bu."
Wanita itu lantas memperhatikan Anindita yang terlihat repot dengan beberapa tas yang dibawa Anindita. Tas ransel di punggung, tas besar di tangannya juga tas slingbag menyilang di tubuhnya.
" Sepertinya kamu repot sekali. Kamu mau pergi ke mana, nanti saya antar?" tanya wanita itu menawarkan diri.
" Tidak usah, Bu. Terima kasih." Anindita menolak tawaran wanita itu dengan halus.
" Tidak apa-apa, anggap saja sebagai balas jasa terhadap kamu," ucap wanita itu.
" Saya belum tahu akan ke mana, Bu. Saya sedang mencari pekerjaan dan juga kontrakan." Anindita berkata jujur.
" Kamu sedang cari kerja? Wah, sayang usaha saya adanya di Jakarta, padahal saya juga sedang butuh karyawan," ujar wanita itu lagi.
" Kamu mau kalau kerja di Jakarta? Saya punya toko bunga di sana. Di belakang toko ada ruangan tadinya jadi gudang tapi sudah tidak terpakai. Kalau kamu mau nanti saya suruh orang bereskan biar layak pakai untuk jadi tempat tinggal," Wanita itu menawarkan.
" Hmmm ..." Anindita berpikir mempertimbangkan tawaran wanita itu.
" Kamu boleh minta ijin keluarga kamu dulu kalau kamu berminat," lanjut wanita itu.
" Saya tidak punya sanak saudara, Bu."
" Oh begitu, ya sudah kalau begitu ikut kerja sama saya saja." Wanita itu kembali menawarkan.
" I-iya, Bu. Terima kasih ..." Anindita menyahuti.
" Oh ya, nama kamu siapa? Saya Lucy, pegawai saya kebanyakan memanggil Ci Lucy." Lucy memperkenalkan dirinya seraya mengulurkan tangannya.
" Saya Anindita, Ci." Anindita menyambut uluran tangan Lucy.
" Kamu bisa ke Jakarta kapan? Saya hari ini ada perlu ke Surabaya dulu." Lucy lalu mengeluarkan kartu nama dari tas nya dan menyodorkan kepada Anindita.
" Ini kartu nama saya. Kalau kamu naik kereta api pilih tujuan Gambir saja. Kalau sudah sampai cepat hubungi saya, nanti saya suruh orang jemput kamu," ujar Lucy.
" Baik, Bu."
" Panggil Ci Lucy saja."
" Oh iya, terima kasih, Ci Lucy," sahut Anindita.
Anindita bersyukur, dia selalu didekatkan dengan orang-orang yang baik. Meskipun dia baru mengenal sepintas Lucy tapi dia sudah merasa jika wanita itu adalah wanita yang baik seperti Sandra.
***
Sementara itu di bagian lain kota Malang, Ricky sedang berziarah ke makam Alina, wanita yang dia duga sebagai korbannya. Selesai berdoa dan menaruh buket bunga dia berdiri hendak meninggalkan pemakaman.
" lho, Nak Ricky ada di sini?"
Ricky tersentak saat mendengar suara Pak Sholeh, ayah dari Alina tiba-tiba berdiri di belakang Ricky.
" B-Bapak?"
" Nak Ricky habis nyekar ke makamnya Alina?" tanya Pak Sholeh saat melihat buket bunga di makam putrinya itu.
" Iya, Pak." Ricky mengiyakan.
" Saya sering mendengar dari penjaga pemakaman di sini, katanya sering ada pria berpenampilan perlente yang sering nyekar ke makam Alina, apakah itu Nak Ricky?" tanya Pak Sholeh saat kini mereka ada di dalam rumah Pak Sholeh. Selepas berziarah ke makam anaknya, Pak Sholeh mengajak Ricky mampir ke rumahnya.
" Iya, Pak."
" Saya berterima kasih sekali kepada Nak Ricky karena selama ini membantu keluarga kami, sampai selalu rutin mengunjungi makam Alina segala." Pak Sholeh tak hentinya berucap terima kasih.
" Mungkin jika Nak Ricky tidak membantu kami, kami akan kesulitan mengais rejeki."
Sesak yang Ricky rasakan di dadanya saat mendengar ucapan Pak Sholeh. Dia merasa berapa pun bantuan yang dia berikan tak akan sebanding dengan sakit hati keluarga Pak Sholeh karena ditinggal keluarga tercinta.
Ricky menelan salivanya, rasanya sudah saatnya keluarga Alina tahu apa yang diperbuat olehnya kepada gadis itu. Karena meskipun dia selalu mengulurkan santunan, tapi hatinya tidak merasa tenang karena selalu dihantui rasa bersalah. Mungkin jika mengatakan yang sejujurnya pada orang tua Alina, itu sedikit akan memperingan bebannya.
" Sebelumnya saya minta maaf karena saya tidak berani mengatakan tentang hal ini kepada Bapak dan keluarga."
" Saya minta maaf, karena sikap pengecut saya, saya tidak berani mengakui kesalahan yang telah saya buat terhadap anak Bapak."
Pak Sholeh mengeryitkan keningnya tidak memahami apa maksud dari perkataan Ricky tadi.
" Maksud Nak Ricky apa?"
" Saya, saya adalah pelaku pemerkosaan terhadap putri Bapak tiga tahun silam," ucap Ricky dengan wajah tertunduk, dia sungguh tak sanggup menatap wajah dari orang tua Alina.
Pak Sholeh langsung tercengang dengan terbelakak mendengar pengakuan Ricky.
" Saya minta maaf, Pak. Semua itu tidak ada unsur kesengajaan sama sekali. Saya berusaha mencari anak Bapak setelah kejadian itu, tapi saya telat menemukannya." Ricky pun akhirnya menceritakan dengan jelas awal kejadian malam itu begitu juga usahanya dalam pencarian wanita yang menjadi korbannya.
" Saya benar-benar minta maaf, Pak." Suara Ricky terdengar pelan.
" Nak Ricky, apa Nak Ricky akan mengambil semua santunan yang telah Nak Ricky berikan kepada kelurga saya jika Nak Ricky salah mengira orang?" Pak Sholeh merespon cerita Ricky.
Ricky menegakkan wajahnya mendengar pertanyaan Pak Sholeh.
" Maksud Bapak?" Ricky mengeryitkan keningnya.
" Sepertinya Nak Ricky telah salah orang. Wanita yang Nak Ricky maksud itu bukan anak saya. Karena Pemer*kosa anak saya sudah tertangkap beberapa bulan setelah Alina tewas. Kami menemukan buku harian Alina di lemari di kamar nenek dia. Dan pelakunya itu mantan kekasihnya sendiri."
Deg
Seketika itu juga hati Ricky seakan mencelos mengetahui jika selama ini dirinya telah salah mengira orang.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
gia nasgia
Amsyong deh
2025-02-24
0
"ariani's eomoni"
lha......
2023-11-14
0
gia nasgia
Next
2023-07-13
0