Ricky terbangun saat ponselnya berbunyi. Dia langsung tersentak saat mendapati nama yang muncul di ponselnya itu. Dia langsung menoleh arlojinya yang kini telah menunjukkan pukul 09.10 menit.
" Hallo, posisi kamu di mana sekarang, Rick?" Suara pria terdengar dari ponselnya.
" Maaf, Pak Dirga. Saya masih ada di Malang."
" Kamu masih di sana? Bukankah aku memintamu untuk menghadiri rapat jam sepuluh nanti?"
" Iya, Pak. Saya mohon maaf karena saya ada sedikit trouble di sini."
" Kamu ada masalah? Masalah apa??"
" Emmm, semalam saya menabrak orang, Pak. Dan saya harus membereskan hal itu terlebih dahulu."
" Lalu bagaimana sekarang? Sudah beres?"
" Iya sudah, Pak."
" Cepatlah kembali ke Jakarta jika semua sudah beres."
" Baik, Pak Dirga."
Setelah Dirga, boss dari Ricky itu selesai meneleponnya, Ricky langsung beranjak ke toilet di kamar hotel tempat dia menginap.
Ricky menghentikan gerakannya menautkan kancing kemejanya saat dia menatap tubuhnya di pantulan kaca. Dia menghela nafas dalam-dalam saat mengingat kejadian semalam.
Apa yang terjadi dengan wanita malang itu? Dan dia sendiri tidak sempat mencari tahu di mana wanita itu tinggal, bahkan dia sendiri tidak tahu di mana tempat kejadian semalam.
" Maafkan aku, Nona ... aku berjanji aku akan mencarimu secepatnya."
***
Anindita termenung di atas ranjangnya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi dengannya esok hari setelah tragedi semalam.
" Ya Allah, kenapa Engkau menderaku dengan masalah seberat ini?" keluh Anindita menangis tersedu seraya memeluk erat lututnya dan menenggelamkan wajahnya di sana.
Ddrrtt ddrrtt
Anindita melirik ponselnya yang berbunyi, nama Koh Leo yang muncul di layar ponselnya. Satu tangan dia megusap air matanya, satu tangannya lagi mengangkat telepon dari Koh Leo.
" Hallo, Koh ..." Anindita menjawab panggilan telepon dari bosnya itu.
" Nin, kata Yahya kamu sakit? Kamu sakit apa? Semalam waktu pulang dari toko kamu kelihatan sehat dan baik-baik saja. Apa terjadi sesuatu semalam, Nin?" tanya Koh Leo khawatir.
" S-saya nggak apa-apa kok, Koh." Anindita berusaha menyangkal.
" Kamu jangan bohong sama Koko, Nin. Yahya bilang mata kamu sembab, kamu habis menangis? Kalau kamu ada masalah kamu cerita saja, jangan dipendam sendiri. Jujur saja semalam waktu kamu pulang, perasaan Koko agak khawatir lihat kamu pulang sendiri lewat jalan gelap dan sepi arah tempat kamu tinggal. Kamu beneran nggak apa-apa ini?" Koh Leo merasa tidak yakin dengan pengakuan Anindita tadi.
" I-iya, Koh. Aku nggak apa-apa." Anindita mencoba meyakinkan bosnya itu. Koh Leo memang dikenal mempunyai sikap yang sangat humble pada pegawainya. Empatinya terhadap karyawan yang sedang ditimpa kemalangan pun sangatlah besar. Tak heran jika usahanya diberkahi hingga semakin lama semakin maju.
" Suara kamu seperti habis nangis. Tadi Yahya bilang lihat mata kamu sembab, sekarang Koko dengar suara kamu terdengar seperti habis menangis. Ada persoalan apa sebenarnya, Nin?" Mendengar perkataan Koh Leo membuat Anindita tak kuat menahan dirinya untuk tidak terisak. Seketika itu juga tangis Anindita langsung pecah.
" Nin, hei ... kamu kenapa?" Koh Leo sampai meninggikan nada bicaranya. Namun tak ada jawaban yang keluar dari mulut Anindita hanya suara Isak tangis saja yang terus terdengar.
" Kamu kenapa, Nin? Ada masalah apa?" Seketika kecemasan melanda di hati Koh Leo, tapi pertanyaannya kembali tak juga mendapatkan jawaban.
" Mi, Mami ... ikut Papi ke tempatnya Anin." Koh Leo memanggil Sandra, istrinya yang baru saja sampai di minimarket milik Koh Leo.
" Ada apa memangnya, Pi?" tanya Sandra.
" Kita cari tahu ke sana sekarang." Koh Leo langsung mengandeng tangan Sandra. " Yahya, Koko mau ke tempatnya Anin dulu, titip toko, ya."
" Anin kenapa, Koh?" Yahya pun langsung nampak gusar saat Koh Leo berkata akan ke rumah Anindita.
" Nanti Koko kabari," sahut Koh Leo. " Koko titip toko," sambungnya.
" Baik, Koh." Yahya menjawab. Sebelum akhirnya Koh Leo dan Sandra pun bergegas menuju tempat tinggal Anindita.
***
" Nin, Anin ... buka pintunya, Nin." Koh Leo menggedor pintu rumah kontrakan Anindita. " Nin, ini Koko sama Cici." Koh Leo terus mengetuk pintu.
" Apa perlu didobrak saja, Pi?" tanya Sandra.
" Jangan, tidak enak dengan tetangga jika harus dobrak rumah orang." Koh Leo tidak setuju dengan ide istrinya itu.
" Lalu gimana, dong? Anin nggak buka-buka pintunya." Sandra mulai cemas. " Kalau Anin bunuh diri gimana, Pi?"
" Jangan sembarang bicara, Mi." tegur Koh Leo.
" Nin, Anin ...! Nin, buka pintunya, Nin ...!" teriak Sandra.
" Jam segini biasanya berangkat kerja orangnya." Seseorang bicara dari arah jalan gang.
" Bapak tahu Anin kerja di mana?" tanya Koh Leo sengaja bertanya seperti itu kepada pria di depan kontrakan Anindita itu.
" Di toko minimarket kalau tidak salah." Pria itu menyahuti.
" Saya pemilik minimarket nya dan hari ini Anin nggak berangkat." Koh Leo menjelaskan.
" Oh, Bapak ini bos nya? Kalau begitu mungkin dia sembunyi karena ditagih uang kontrakan rumah." Orang itu berujar seraya berlalu meninggalkan Koh Leo dan Sandra.
Namun tak lama kemudian pintu ruang tamu rumah kontrakan Anindita terbuka.
" Nin, kamu kenapa?" Sandra langsung menerobos masuk ke dalam saat pintu terbuka dan melihat sosok Anindita yang terlihat sangat kacau. " Badan kamu panas gini, lho. Kita ke dokter saja." Sandra meminta suaminya untuk membawa Anindita ke dokter tapi Anindita menolak.
" Kamu kenapa, Nin? Ada masalah apa?" Koh Leo ikut menanyakan hal yang sama.
Sandra langsung menuntun Anindita untuk duduk di karpet yang ada di ruang tamu.
" Kamu ada masalah apa, Nin?" Sandra mengusap lembut punggung Anindita.
Anindita tak menjawab hanya terdiam seraya terus terisak.
" Nin, apa ada orang yang menyakiti kamu?" tanya Sandra.
" Apa orang yang punya kontrakan ini bersikap kasar menagih uang kontrakan?" Koh Leo menyambung pertanyaan istrinya.
Anindita menggeleng pelan sambil menyeka air matanya.
" Lalu kenapa kamu menangis?" Koh Leo semakin penasaran.
" Saya nggak apa-apa, Koh." Anindita tetap menutupi.
" Kamu jangan bohong, Nin. Tadi kamu ditelpon nangis-nangis. Sebenarnya ada apa? Jangan ditutupi kalau memang kamu ada masalah." Koh Leo tetap mendesak Anindita untuk berkata yang sejujurnya.
" Nin, kita ngobrol di kamar kamu saja, yuk." Sandra membantu tubuh Anindita untuk berdiri.
" Pi, biar Mami saja dulu yang bicara sama Anin." Sandra memilih untuk berbicara empat mata dengan Anindita dan meminta suaminya untuk menunggu di ruang tamu.
" Nin, cerita sama Cici, sebenarnya kenapa kamu seperti ini? Koko bilang semalam kamu pulang sendirian dan dalam keadaan baik-baik saja. Lalu. kenapa sekarang keadaan kamu seperti ini."
Anindita mengigit bibirnya berusaha untuk tidak terus mengeluarkan air mata.
" Nin, biarpun kamu cuma pegawai toko, tapi kami sudah menganggap kalian itu seperti keluarga sendiri. Jadi kamu jangan sungkan sama Cici bicara masalah kamu yang sebenarnya."
" Apa ada orang yang mencelakai kamu, Nin?" Sandra bertanya dengan nada cukup hati-hati.
" Hiks ... hiks ..." tangis Anindita kembali pecah saat mendengar pertanyaan Sandra.
" Nin ..." Sandra menggenggam tangan Anindita yang terasa panas karena demam. " Cerita sama Cici, apa terjadi sesuatu malam itu saat kamu pulang dari toko?" Sandra sendiri merasa berdebar saat menanyakan hal itu. Entah kenapa perasaan tidak nyaman menyeruak di hatinya.
Anindita menelan salivanya dengan menahan rasa sesak di dadanya.
" A-aku, a-aku diperko*sa, Ci." Dengan nada bergetar Anindita mengatakan kemalangan yang menimpa dirinya malam itu.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
gia nasgia
masihan juga jadi Anin, meskipun Ricky nggak ada niat tapi karena pengaruh obat
2025-02-20
0
gia nasgia
Ihhh 🥺🥺
2023-07-13
0
Neng
pas anin ngmng dperkosa ..aku ikut nyesek loh
2022-12-08
1