Demian dan James sudah berada di bandara udara, di sana juga ada Rudi, dia adalah orang yang paling berjuang keras agar Demian dapat terbang ke Indonesia H-2 pernikahan adiknya, yang mana pasti readers taulah bahwa mereka berdua adalah penanggung jawab pernikahan Monalisa.
“Tuan, Pesawat Pribadi yang tuan pesan sudah siap, pilotnya bertanya akan berangkat kapan?” tanya Rudi dengan sangat hati-hati.
“Sekarang” ucapnya datar yang kemudian berjalan meninggalkannya.
“Yang sabar ya bro..” ucap James sembari menepuk punggung Rudi.
Mereka berjalan beriringan memasuki pesawat yang tadi di siapkan oleh Rudi. Demian duduk dengan tenang sedangkan Jems matanya merilik kekanan dank e kiri melihat para pramugari yang memang seksi-seksi.
“Jaga matamu, kau pulang dengan satu mata” ucap Demian datar.
“santai bro, aku hanya melihatnya, tak akan membuat pesawat ini bergoyang. Jika aku ingin, aku akan membokingnya sesampai di Indonesia” ucap James cengengesan.
“Tuan, saya baru saja dapat informasi jika nona Deby dan Felik berada di Hotel Ibis, apakah kita juga akan menginap di sana” tanyanya sembari menyodorkan iped yang berisi foto Deby keluar dari taxi memasuki hotel.
“Pesan kamar di samping kamarnya” ucap Demian tegas. Dirinya berkata tanpa tersenyum, wajahnya terlihat seperti iblis yang menahan amarah.
Karena mereka menggunakan pesawat pribadi, jadi waktu tempuh yang di butuhkan cukup cepat. Pesawat yang di gunakan Demian dan kawan-kawannya hanya membutuhkan waktu lima belas jam untuk sampai di bandara International Soekarno-hatta.
Tak butuh waktu lama, Demian dan James sudah berada di dalam mobil yang memang sudah di siapkan oleh Rudi. Rudi benar-benar sekretaris yang hebat dan dapat di andalkan, tak sia-sia Demian memperkerjakannya.
“Apa alasanmu berbuat seperti ini?” tanya James dengan tiba-tiba setelah keheningan merajai mobil yang mereka tumpangi.
“Apa maksudmu?”Demian menoleh, menatap tajam adiknya yang sedang duduk di sampingnya itu.
“Maksudku, Ada apa sebenarnya, aku bahkan tidak tau apa-apa. Aku hanya tau jika anak itu mirip denganmu. Memangnya jika anak itu mirip denganmu anak itu anakmu?... Ehmmm kenapa kau begitu yakin?” tanya James panjang lebar.
Pertanyaan ini membuat Demian semakin emosi, wajahnya sudah memerah bak udang rebus, Demian menahan amarah yang ingin dirinya ledakkan sekarang juga.
“Apa hubunganku itu bukan urusanmu, tugamu hanya menarik perhatian Felik, untuk masalah yang lain cukup aku yang tau” ucapnya setelah berhasil menahan amarahnya.
“Tapi aku benar-benar penasaran dengan hubunganmu dan designer itu” ucap Jemas lagi.
Sepertinya James memang sedang mencari masalah, pasalanya dirinya sangat tahu bagaimana kakaknya itu ketika marah, sedangkan dirinya terus bertanya seakan ingin tau apa yang sedang terjadi.
Demian tetap diam, dirinya benar-benar tak habis pikir dengan sang adik, sifat ingin taunya itu sangat menyebalkan.
“Tuan sudah sampai, kamar yang tuan pesan juga sudah siap. Nona Deby berada di kamar 308 lantai 22, sedangkan tuan ada di kamar sebelah kirinya” ucap Rudi.
.
.
.
Pagi hari yang cukup indah, Matahari tetap menyinari kota Jakarta yang padat dengan kendaraan di pagi hari. Saat ini tepat pukul delapan pagi, Deby dan Felik sedang turun dari kamarnya menuju ruang makan hotel tersebut.
“uncle?” ucap Felik ketika dirinya menabrak James yng tengan mengambil teh.
“Oh hay, kita ketemu lagi. Kok kamu di sini jagoan, sama siapa kamu di sini. Mamamu kemana?” tanya James basa-basi. James benar-benar hebat. Dirinya mendekati Felik dan merayunya agar mau bermain dengannya.
“Momy… itu momy” ucap Felik dengan wajah polosnya. Felik menunjuk Deby yang tengah makan di kursi paling ujung disamping wanita itu terdapat kaca yang memperlihatkan pemandangan kota Jakarta di pagi hari.
“Kau sudah makan atau belom?” tanya James lagi. James sudah jongkok menyetarakan tingginya dengan tinggi anak berusia hampir lima tahun itu.
“Sudah” jawabnya cepat
“Mau bermain, ingin berenang?” tanya James lagi. Dan di jawab anggukan oleh Felik dengan begitu cepatnya.
“Uncel, aku bilang momy dulu ya” ucap anak kecil itu yang kemudian berlari meninggalkan James menuju sang ibu yang tengah menyesap kopinya.
Felik berlari, kemudian Duduk di depan bangku Deby. Deby yang sedang menyesap Kopi itu tiba-tiba melihat sang anak dengan ekspresi heran.
“Ada apa…?” tanya Deby dengan menatap sang anak.
“Momy aku boleh berenang?” ucapnya meminta izin.
“Tentu sayang, kau boleh tapi setelah momy selesai makan ya” Felik belum selesai menjawab dan sudah di sela dengan James.
“Biarkan dia pergi bersamaku, Kau dapat menikmati sarapanmu” unjarnya dengan tangan mengadah meminta Felik untuk memegangnya.
Deby yang mendengar suara itu langsung menoleh, dirinya seakan tersihir. Bagaimana hal ini dapat terjadi, Bagaimana ada manusia ini di sini? Apa yang dia lakukan? Apa dirinya bersama Demian? Pertanyaan it uterus berputar-pputar dalam kepala Deby.
“Percayalah, aku hanya ingin mengajaknya berenang, Aku tak anak membawanya pergi jauh” ucapnya lanjut.
Felik turun dari kursinya kemudian meraih tangan James dan menggengamnya. Felik sangat senang jika berada di dekat James, dirinya seakan cocok dengan adik sang ayah. James dan Demian berjalan, baru satu langkah dirinya mendengar Deby bicara.
“Apa kau bersamanya?” tanya Deby ragu-ragu. James yang mengerti maksud dari Deby itu segera berbalik menghadap wanita itu.
“Tentu, dia yang ingin bertemu denganmu” ucap James
James tersenyum lebarnya sembari melirik ke kanan, mengisayaratkan Deby jika Demian berada di meja sebelahnya. Deby yang mengerti isyarat itu langsung menoleh, dirinya melihat Demian yang sedang menatapnya dengan tajam.
“Baiklah, kalian berdua dapat bicara dan aku akan mengajak jagoan satu ini bermain”ucap James yang sudah menggendong Felik.
“Uncellll, kita akan berenang bukan?” tanya anak kecil dalam gendongan James.
James dan Felik sudah menghidang, mereka mungkin sudah menuruni lanti untuk sampai di kolam renang. Demian tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dirinya langsung berjalan ke meja Deby.
“Kau menghindar?”tanya Demian to the point.
“Tidak… Aku sama sekali tidak menhindar” ucap Deby dengan kepala tertunduk.
“Jika tidak menghindar kenapa kau berada di Indonesia?” tanya Demian dengan tatapan seakan ingin memangsa Deby.
“Apa urusanmu” Deby berdiri ingin meninggalkan Demian. Belum sempat berjalan Demian sudah lebih dulu mencekal tangannya.
“Duduklah dulu, jangan pergi begitu saja, ada yang perlu aku bicarakan padamu” nada bicara Demian yang begitu tenang membuat Deby menyeritkan dahinya.
Deby duduk lagi di kursinya, dirinya mencoba melepas tangan yang sedari tadi di genggam oleh Demian. Cukup lama mereka terdiam tanpa kata, hingga Demian bertanya mengenai Felik.
“Dia anakku bukan?” tanya Demian dengan mata menatap ke seluruh wajah Deby.
*
*
*
*
*
Jangan lupa follow, like, coment dan vote author ya. Biar authornya tambah semangat☺️🙏🏻💪🏻
Selamat membaca semoga menghibur
Terimakasih untuk para pembaca dan salam dari FAIRUZ😚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Tulip
ya dia anakmu demian
2022-10-30
0