Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta

...☘️☘️☘️...

Tidak terasa, mesin waktu seakan berhenti tepat di angka satu tengah hari. Itu artinya jam pulang sekolah akan tiba. Dan benar saja, tidak berselang lama bel tanda pulang pun terdengar begitu nyaring, membuat para siswa dan siswi berhamburan keluar kelas.

Hal yang sama dilakukan oleh Damar dan Rainar. Kedua pria tampan dan tinggi itu tampak memancarkan wajah kebahagiaan karena pelajaran hari ini telah usai.

"Ternyata seru juga bisa sekolah di sini. Papa memang tidak pernah salah dalam memilih sekolah untuk anak-anaknya." ujar Rainar yang berjalan di samping Damar.

"Pasti dong!!! Mungkin saja Om Ronald mendapatkan informasi tentang sekolah ini dari papiku atau Pakde Ammar. Karena itu kamu bisa sekolah di sini." jawab Damar.

"Bisa jadi sih tapi aku khawatir loh, Mar. Senin depan kita sudah mau ujian naik kelas saja, padahal aku 'kan baru saja masuk. Lalu bagaimana caranya aku bisa mengejar semua materi yang tertinggal agar bisa menjawab pertanyaan saat ujian?" ujar Rainar seraya menggarut kepalanya yang tidak gatal.

"Ah itu bukan masalah besar, adikku 'kan ada." jawab Damar seraya menghentikan langkahnya.

"Tapi aku tidak enak sama Wulan. Nanti dia malah kesulitan membantu aku mengejar materi." ujar Rainar yang mendadak sendu.

"Hei sejak kapan seorang Rainar menyerah tanpa sebab seperti ini? Ayolah, Bro! Wulan tidak seperti itu. Dia anaknya optimis dan penuh semangat kalau masalah pelajaran. Nanti biar aku yang bicara sama adikku dan kita akan membuat kelompok belajar." jawab Damar seraya merangkul bahu sahabatnya.

Rainar yang dirangkul bahunya oleh Damar pun menghela nafas pasrah. Tidak bisa menolak jika seorang Damar sudah kekeuh dengan keputusannya.

"Adek..."

Melihat sang adik yang baru saja keluar dari kelasnya, membuat suara bariton khas sang mas kembar bergema begitu lantang. Hingga membuat yang dipanggil namanya, langsung menoleh tatkala suara lantang itu terdengar.

Seraya mengulas senyum dengan ginsulnya yang super manis itu, Wulan pun berlari kecil mendekati Damar dan Rainar.

"Bagaimana sekolah hari ini? Lancar 'kan Dek?" tanya Damar yang mengacak rambut sang adik.

Wulan mendengus geli tatkala tangan sang mas kembar mengacak rambut panjangnya hingga berantakan. Lalu dengan cepatnya, Wulan menepis tangan Damar yang semakin betah di atas kepalanya itu dan mengangguk cepat. Memberikan respon atas jawaban tadi kalau kegiatan di dalam kelas hari ini lancar.

Melihat anggukan sang adik membuat hati Damar damai dan tenang. Paling tidak, hari ini tidak ada lagi aksi bullying pada sang adik seperti hari-hari sebelumnya.

"Loh, note kecil Adek mana? Kenapa tidak ada tergantung di leher Adek?" tanya Damar.

Seketika pandangan mata Damar tertuju ke arah tali gantungan note kecil sang adik yang biasa digunakan olehnya untuk menjawab setiap pertanyaan orang. Namun kali ini, gantungan cantik itu tampak sendiri tanpa kehadiran note kecil berwarna-warni sebagai temannya bergelayut di leher Wulan.

Wulan yang baru menyadari itu pun menunduk dan melihat note kecilnya. Dan benar saja kalau note kecilnya itu ternyata sudah habis. Bukan hilang atau pun dicuri orang lain. Lalu Wulan yang menunduk pun mendongakkan kepalanya, melihat Damar.

'Note Adek habis, Mas. Adek baru ingat dan saat kita makan siang tadi, itu note lembar terakhir Adek. Adek lupa membawa note itu padahal di dalam laci nakas Adek masih ada kok, Mas'

Dengan bahasa isyarat khusus untuk penyandang tuna rungu-wicara yang pernah ia pelajari di masa kecil, Wulan berusaha memberikan jawaban pada Damar. Sementara Damar yang melihat bahasa isyarat itu hanya mengulas senyum seraya mengelus pucuk kepala sang adik dengan penuh kasih sayang. Damar yang mengerti, namun lain hal dengan Rainar yang tampak bingung dengan bahasa isyarat Wulan.

"Ya sudah, kalau masih ada di dalam nakas Adek itu artinya kita tidak perlu membelinya lagi 'kan? Kalau begitu kita pulang sekarang ya. Siapa tau saja Papi sudah datang." tutur Damar seraya mengelus kepala Wulan lagi.

Wulan pun mengangguk dan tersenyum lagi. Selain menggunakan bahasa isyarat hanya mengangguk dan menggeleng lah yang bisa ia lakukan untuk menjawab iya atau tidaknya pertanyaan seseorang padanya. Di luar itu, ia menggunakan note agar lebih memudahkan dirinya berkomunikasi dengan orang lain.

Dengan merangkul posesif bahu sang adik, Damar pun berjalan dan diikuti oleh Rainar.

"Damar... Kamu mengerti dengan bahasa isyarat yang Wulan katakan tadi? Jujur nih, aku bingung dan tidak mengerti. Kalau ada waktu, kamu ajarkan aku ya. Biar komunikasi aku dengan Wulan bisa berjalan lancar." ujar Rainar yang berbisik di sisi kiri Damar.

"Boleh tapi ada syaratnya!" jawab Damar yang ikut berbisik seraya merangkul bahu sang adik dan terus berjalan di koridor.

"Apa syaratnya?" tanya Rainar yang heran dan perasaannya mulai tidak enak melihat ekspresi sahabatnya itu.

"Traktir aku dan Wulan makan siang di sekolah selama satu tahun. Syarat itu berlaku setelah kita naik kelas tiga nanti. Bagaimana? Setuju?" jawab Damar yang tersenyum miring menoleh ke arah Rainar.

Rainar mendengus kesal saat mendengar jawaban sahabat tengilnya itu. Bagaimana mungkin mentraktir orang makan selama satu tahun lamanya? Bisa-bisa uang sang papa hanya habis olehnya saja. Jawaban Damar sukses membuat Rainar frustasi sesaat.

"Yang benar saja kamu ini, Mar. Masa satu tahun, bisa bangkrut aku nanti!!!" sungut Rainar yang masih berbisik di telinga Damar.

"Aku hanya bercanda, Nar. Iya, iya, kalau ada waktu aku akan mengajari kamu bahasa itu." jawab Damar yang terkikik geli melihat raut wajah pias sang sahabat.

Rainar mendengus geli lagi seraya merotasi penuh matanya karena jengah pada Damar. Sementara Damar yang masih setia dengan rangkulan tangannya di atas bahu sang adik, hanya mencibir sahabatnya itu.

"Hei anak kembar..."

Langkah Damar, Wulan dan Rainar terhenti seketika saat suara bariton yang tidak asing itu tiba-tiba muncul di hadapan mereka.

"Mau apa lo? tanya Damar dengan tatapan dinginnya melihat lawan bicaranya di depan.

"Santai saja dong, Bro. Gue cuma mau menyapa sahabat karib gue saja kok." jawab sosok pemilik suara bariton itu.

Damar berdecak sinis seraya memalingkan wajahnya, muak melihat lawan bicaranya di depan itu. Sementara Wulan yang melihat sosok yang tidak asing itu terlihat ketakutan. Perlahan, Wulan beranjak dan bersembunyi di belakang tubuh tinggi sang mas kembar. Lalu Rainar yang melihat raut wajah Wulan pun tampak heran. Sesekali ia menoleh ke Wulan dan ke sosok pria di hadapannya itu.

"Gue bilang minggir ya minggir!!! Lo tuli ya? Jangan mengganggu ketenangan orang lain yang sedang berjalan!" tandas Damar yang menatap tajam rivalnya itu.

"Apa lo bilang barusan? Gue tuli? Lo tidak salah bicara 'kan Damar Prasetya Nandala? Atau lo sengaja menyinggung adik lo yang ketakutan itu? Bukannya adik lo yang tuli?" jawab sosok pria itu yang tersenyum miring.

Seketika raut wajah Damar yang tadinya berusaha bersikap santai dan tenang, berubah menjadi tegang dan memerah. Amarahnya mulai memuncak tatkala pria yang ada di hadapannya saat ini menghina sang adik. Bagi seorang Damar, menghina dan menyinggung keterbatasan sang adik adalah mencari masalah besar dengannya. Tidak terkecuali orang itu keluarganya atau bukan, yang penting tidak ada seorang pun yang boleh menghina keterbatasan sang adik apalagi di depannya secara langsung.

Sosok pria itu tampak menyeringai tajam seraya melempar tasnya ke sembarang arah. Lalu berjalan maju hendak mendekati Damar.

"Kenapa lo diam? Yang gue bilang barusan benar 'kan? Yang tuli itu adik lo, bukan gue!" ujar pria itu seraya membenarkan kerah baju Damar.

Mata Damar yang merah semakin menatap tajam lawan bicaranya itu. Sementara Rainar yang sejak tadi berdiri di samping Damar, berusaha untuk memberikan jarak di antara kedua pria itu. Lalu Wulan, gadis kecil yang masih ketakutan itu tetap berada di belakang tubuh sang mas kembar.

Damar yang mengerti dengan gelagat sang adik pun juga berusaha melindunginya dari sosok pria bangor itu.

Bugh!

Srek!

Dengan gerakan secepat angin, Damar mendorong pria itu dan mencekam kerah bajunya dengan kuat. Tatapan membunuh setajam elang pun tak luput dari keduanya. Suasana lapangan yang hening seketika menjadi tegang, panas dan mencekam.

"Jangan berani-beraninya lo bicara buruk seperti itu tentang adik gue, Bimantara!!! Gue tidak akan segan-segan untuk menghabisi lo detik ini juga kalau lokasi kita sekarang ini bukan di sekolah!!! Enyah dari hadapan gue dan adik gue, atau lo akan menyesal seumur hidup!!!" tandas Damar yang sangat pelan tapi penuh penekanan.

"Hohoho... Gue jadi takut melihat keganasan sosok Damar yang tampan sekaligus Damar yang suka tebar pesona di sekolah ini. Tapi sayang, keganasan seorang Damar tidak ada artinya karena sebentar lagi gue yang akan menjadi satu-satunya pria yang tampan di sekolah ini. Tidak hanya itu, ketampanan yang gue punya ini akan semakin lengkap saat gue berhasil menjadi ketua osis selanjutnya." jawab sosok pria yang bernama Bimantara.

"Ck!!! Orang tengil dan bangor seperti lo itu tidak pantas menjadi pemimpin rapat osis. Yang ada bendahara osis mengadu terus ke pembina, kalau ketuanya korupsi, memakai uang osis seenak jidatnya di luar kegiatan sekolah. Ya biasa, ketuanya 'kan pemabuk dan gila judi seperti lo!!!" ujar Damar yang menertawakan Bima seraya melihat ke arah Rainar.

Pria yang bernama Bimantara itu tampak mendengus kesal melihat Damar tertawa. Sementara Wulan dan Rainar yang masih setia di sisi Damar, hanya bisa menyaksikan perdebatan kedua anak muda yang sedang memperebutkan posisi sebagai calon ketua osis periode selanjutnya.

"Lo bilang apa? Lo dengar ya, Damar!!! Gue tidak akan membiarkan lo jadi ketua osis!!! Gue akan melakukan apa saja agar lo gagal jadi ketua osis!!! Lo ingat itu!!!" tandas Bima.

"Gue tidak peduli!!! Mau lo jungkir balik buat menggagalkan rencana gue, mau lo ketabrak truk, atau mau lo dimakan gorila sekalipun, gue tidak peduli!!! Terserah lo mau berbuat apa saja yang lo mau!!! Asalkan jangan malu di akhir acara saja nanti." jawab Damar yang sudah terlihat tenang melawan Bima dan tertawa lagi.

Tangan Bima tampak mengepal dengan kuat saat mendengar perkataan Damar. Bima terlihat marah seraya menatap tajam Damar.

"Wah... sepertinya sedang ada pertunjukkan yang menyenangkan ya di lapangan!!!"

Di saat suasana lapangan semakin tegang, tiba-tiba saja muncul lah sosok wanita yang tidak asing lagi bagi seluruh penghuni SMP Jaya Mandiri. Damar, Rainar dan Wulan pun menggiring mata mereka ke arah suara itu. Sementara Bima tampak tersenyum tatkala sosok wanita itu datang menghampirinya dan langsung bergelayut posesif di tangannya.

"Hei Zivana sayang..."

"Hei juga Bima sayang..."

Ew, seakan ingin muntah saat menyaksikan pertunjukkan yang menjijikkan di depan sana. Sepasang kekasih yang sudah lama menjalin hubungan sejak mereka masuk sekolah itu. Mereka adalah Zivana dan Bima, sepasang kekasih budak cinta yang menjadi sorotan penghuni sekolah. Menjadi anak seorang pemilik sekolah tidak pernah menyurutkan niat seorang gadis yang bernama Zivana untuk berpacaran. Apalagi dengan Bima, sosok pria yang terkenal dengan hartanya atau yang lebih tepatnya harta orang tuanya, membuat Zivana jatuh hati pada pria tengil dan bangor itu.

Sesaat Zivana memang sempat menyukai Damar yang terkenal dingin tapi penyayang, bahkan gadis itu juga pernah menyampaikan perasaannya pada Damar di saat ia masih berpacaran dengan Bima. Namun rasa suka yang datang sesaat itu tidak bertahan lama karena Damar menolaknya mentah-mentah. Bukan hanya karena tidak suka, tapi karena Damar sudah mengetahui semua tentang Zivana yang selalu menjadi biang kerok dari pembulian sang adik selama ini.

Damar dan Rainar yang melihat adegan menjijikkan itu pun mempraktekkan teknik muntahnya karena merasa jijik melihat kedua insan di depan mereka saat ini. Sementara Wulan yang melihat Damar hendak muntah dan sangking polosnya malah mengurut tengkuk Damar dan Rainar secara bergantian, seakan membantu mereka untuk muntah sungguhan.

"Adek... Mas bukan mau muntah sungguhan." sungut Damar seraya melirik tajam sang adik yang masih mengurut tengkuk lehernya.

Wulan hanya tersenyum lebar, menampakan deretan gigi putih beserta ginsul manisnya seraya menggarut kepalanya yang tidak gatal karena malu dengan tingkahnya yang kurang peka. Sementara Rainar yang melihat tingkah Wulan yang lucu itu dibuat terkikik gemas.

Seketika gelak tawa sepasang kekasih bucin di depan sana menggelegar, memenuhi seisi alam semesta bahkan angin saja bisa kalah karena tawa mereka yang begitu kerasnya. Sementara Damar yang melihat gelak tawa itu mendengus kesal seraya menatap tajam ke arah dua manusia bangor itu. Lalu Damar menoleh ke arah Wulan dan Rainar, seakan memberi isyarat untuk segera pergi dari sini. Rainar yang mengerti pun mengangguk dan Wulan langsung meraih tangan Damar yang sudah terulur menjangkau tangannya. Lalu...

"Mau pergi ke mana lo? Urusan kita belum selesai, Damar!!!"

.

.

.

.

.

Happy Reading All 😇😇😇

Terpopuler

Comments

Nona Bucin 18294

Nona Bucin 18294

Next semangat updatenya kak 💜😊

2021-12-26

0

Yeni Eka

Yeni Eka

Ampun Damar, masa mau ngajarin Rainar, syaratnya hrs traktir setahun. Bokek dong si Rainar

2021-12-08

0

Yeni Eka

Yeni Eka

Namanya bagus, Bimantara tapi kelakuan kek gitu.

2021-12-08

0

lihat semua
Episodes
1 Episode 1 ~ Aku, Wulan...
2 Episode 2 ~ Bukan Salah Papi
3 Episode 3 ~ Flashback
4 Episode 4 ~ Flashback (2)
5 Episode 5 ~ Flashback (3)
6 Episode 6 ~ Flashback (4)
7 Episode 7 ~ Keluh Kesah Damar
8 Episode 8 ~ Tamu Spesial
9 Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra
10 Episode 10 ~ Amarah Aiziel
11 Episode 11 ~ Masih Kecewa
12 Episode 12 ~ Andaikan saja...
13 Episode 13 ~ Habis Kesabaran
14 Episode 14 ~ Nilai Ulangan Harian
15 Episode 15 ~ Darah Tinggi
16 Episode 16 ~ Niat Damar
17 Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan
18 Episode 18 ~ Teringat Seseorang
19 Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil
20 Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta
21 Episode 21 ~ Kebenaran Baru
22 Episode 22 ~ Siapa Zivana Sebenarnya
23 Episode 23 ~ Rewards Fantastis
24 Episode 24 ~ Lupa Waktu
25 Episode 25 ~ Hilang
26 Episode 26 ~ Lilitan Kain di Balkon
27 Episode 27 ~ Tersesat
28 Episode 28 ~ Naluri
29 Episode 29 ~ Ketoprak Yang Hilang
30 Episode 30 ~ Kesempatan
31 Episode 31 ~ Empat Mata
32 Episode 32 ~ Pulang
33 Episode 33 ~ One Step Closer
34 Episode 34 ~ Firasat
35 Episode 35 ~ Tabrak Lari
36 Episode 36 ~ Bertemu
37 Episode 37 ~ Hukum Cambuk
38 Episode 38 ~ Akhirnya Sadar
39 Episode 39 ~ Geram
40 Episode 40 ~ Kapten Oleng
41 Episode 41 ~ Salah Memilih Orang
42 Episode 42 ~ Apakah Ini Pertanda?
43 Episode 43 ~ Mabuk
44 Episode 44 ~ Partai Pelindung
45 Episode 45 ~ Kotak Buku Lama
46 Episode 46 ~ Kepingan Masa Lalu
47 Episode 47 ~ Memberitahu Papi
48 Episode 48 ~ Gelagat Aneh
49 Episode 49 ~ Brownies Coklat
50 Episode 50 ~ Gelap Mata Lagi
51 Episode 51 ~ Ayah dan Ibu Harus Tau!
52 Episode 52 ~ Dekapan Oma
53 Episode 53 ~ Yang Dirindukan, Datang!
54 Episode 54 ~ Keputusan Dhana
55 Episode 55 ~ Pembagian Raport
56 Episode 56 ~ Bertindak Adil
57 Episode 57 ~ Terkepung
58 Episode 58 ~ Kedatangan Orang Jauh
59 Episode 59 ~ Ide Yang Brilliant
60 Episode 60 ~ Si Kembar Belum Pulang
61 Episode 61 ~ Petunjuk Alat Pelacak
62 Episode 62 ~ Do'a Bapak Paruh Baya
63 Episode 63 ~ Rekaman CCTV
64 Episode 64 ~ Dituduh
65 Episode 65 ~ Kecurigaan Syahil
66 Episode 66 ~ Mempercayai Aifa'al
67 Episode 67 ~ Balada Wanita Dewasa
68 Episode 68 ~ Mata-mata
69 Episode 69 ~ Sakit Parah
70 Episode 70 ~ Kabar Dari Aifa'al
71 Episode 71 ~ Ikut Tertangkap
72 Episode 72 ~ Rencana Penyelamatan
73 Episode 73 ~ Jepitan Rambut
74 Visual dan Sedikit Kabar
75 Episode 74 ~ Terus Mengingkari
76 Episode 75 ~ Teringat Rencana Gibran
77 Episode 76 ~ Pria Asing di Basecamp
78 Episode 77 ~ Misi Berikutnya
79 Episode 78 ~ Kekejaman Bima
80 Episode 79 ~ Pikiran Buruk
81 Episode 80 ~ Nama Lainnya
82 Episode 81 ~ Pertumpahan Darah
83 Episode 82 ~ Licik dan Jahat
84 Episode 83 ~ Ada Bom!!!
85 Episode 84 ~ Rel Kereta Api
86 Episode 85 ~ Posisi Sulit
87 Episode 86 ~ Membentuk Grup
88 Episode 87 ~ Huufff...
89 Episode 88 ~ Tertembak
90 Episode 89 ~ Rasa Bersalah
91 Episode 90 ~ Peringatan Keras
92 Episode 91 ~ Sindrom PTSD
93 Episode 92 ~ Sketsa Rahasia
94 Episode 93 ~ Bram CS Zivana
95 Episode 94 ~ Butuh Waktu
96 Episode 95 ~ Ingin Menyusul Dhina
97 Episode 96 ~ Tidak Ditutupi Lagi
98 Episode 97 ~ Tingkah Pasutri Absurd
99 Episode 98 ~ Terselip Kisah Pilu
100 Episode 99 ~ Harus Berpencar
101 Episode 100 ~ Hancur!!!
102 Episode 101 ~ Memohon
103 Episode 102 ~ Berita Pagi
104 Episode 103 ~ Masih Sama
105 Episode 104 ~ Psikoterapi
106 Episode 105 ~ Tegarlah!!!
107 Episode 106 ~ Imam dan Dhina
108 Episode 107 ~ Video Terakhir
109 Episode 108 ~ Imam Pamit
110 Episode 109 ~ Kunjungan Dimas
111 Episode 110 ~ Kecanggihan Teknologi
112 Episode 111 ~ Luka Tak Kasat Mata
113 Episode 112 ~ Ingin Ke Makam
114 Episode 113 ~ Mimpi kah?
115 Episode 114 ~ Tiger VC Black Moon
116 Episode 115 ~ Yasinan dan Teror (Spesial)
117 Episode 116 ~ Isi Kotak Teror
118 Episode 117 ~ Masuk Sekolah Lagi
119 Episode 118 ~ Kekecewaan Hati
120 Episode 119 ~ Keluhan Black Moon
121 Episode 120 ~ Menolong Wanita Asing
122 Episode 121 ~ Air Mata Penyesalan
123 Episode 122 ~ Namanya Rumi
124 Episode 123 ~ Kalah Cepat
125 Episode 124 ~ Ketulusan Sosok Ibu
126 Episode 125 ~ Berusaha Menyadarkan
127 Episode 126 ~ Pelukan Terhangat
128 Episode 127 ~ Suapan Mami
129 Episode 128 ~ Makan Malam Spesial
130 Episode 129 ~ Anak Muda vc Orang Tua
131 Episode 130 ~ Pencarian
132 Episode 131 ~ Cara Bersyukur
133 Episode 132 ~ Sensitive
134 Episode 133 ~ Jebakan
135 Episode 134 ~ Pukulan Dendam
136 Episode 135 ~ Terluka
137 Episode 136 ~ Mobil di Depan Gerbang
138 Episode 137 ~ Penjelasan
139 Episode 138 ~ Terjebak Sendiri
140 Episode 139 ~ Kertas Kuning
141 Episode 140 ~ Permohonan Rumi
142 Episode 141 ~ Tekad Bram
143 Episode 142 ~ Menyampaikan Pesan
144 Episode 143 ~ Cip
145 Episode 144 ~ Bagi Tugas
146 Episode 145 ~ Iblis Berwujud Manusia
147 Episode 146 ~ Aksi Diam-diam
148 Episode 147 ~ Gedung Kosong
149 Episode 148 ~ Takdir Gadis Bisu
150 Episode 149 ~ Headshot
151 Episode 150 ~ Niat Baik Dhana
152 Episode 151 ~ Acara Perpisahan
153 Episode 152 ~ Acara Perpisahan 2
154 Surat Cinta Author
155 Season 2 {Episode 1 ~ Perjalanan Baru}
156 Season 2 {Episode 2 ~ Trauma Damar}
157 Season 2 {Episode 3 ~ Datang Kembali}
158 Season 2 {Episode 4 ~ Hari yang Baru}
159 Season 2 {Episode 5 ~ Tak Terkendali}
160 Season 2 {Episode 6 ~ Ancaman Lagi}
161 Season 2 {Episode 7 ~ Toko Buku}
162 Season 2 {Episode 8 ~ Arahan Hati}
163 Season 2 {Episode 9 ~ Kacau}
164 Season 2 {Episode 10 ~ Berebut Salah}
165 Season 2 {Episode 11 ~ Sumpah Bima}
166 Season 2 {Episode 12 ~ Masih Berusaha}
167 Season 2 {Episode 13 ~ Berita Baru}
168 Season 2 {Episode 14 ~ CCTV Tersembunyi}
169 Season 2 {Episode 15 ~ Pagi-pagi}
170 Season 2 {Episode 16 ~ Bimbingan}
171 Season 2 {Episode 17 ~ Bertemu}
172 Seaaon 2 {Episode 18 ~ Gejala Aneh}
173 Visual Tokoh Season 2
174 Season 2 {Episode 19 ~ Drop}
175 Season 2 {Episode 20 ~ Takut Terulang}
176 Season 2 {Episode 21 ~ Penyakit Langka}
177 Season 2 {Episode 22 ~ Frustasi}
178 Season 2 {Episode 23 ~ Ujian}
179 Season 2 {Episede 24 ~ Penuh Emosional}
Episodes

Updated 179 Episodes

1
Episode 1 ~ Aku, Wulan...
2
Episode 2 ~ Bukan Salah Papi
3
Episode 3 ~ Flashback
4
Episode 4 ~ Flashback (2)
5
Episode 5 ~ Flashback (3)
6
Episode 6 ~ Flashback (4)
7
Episode 7 ~ Keluh Kesah Damar
8
Episode 8 ~ Tamu Spesial
9
Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra
10
Episode 10 ~ Amarah Aiziel
11
Episode 11 ~ Masih Kecewa
12
Episode 12 ~ Andaikan saja...
13
Episode 13 ~ Habis Kesabaran
14
Episode 14 ~ Nilai Ulangan Harian
15
Episode 15 ~ Darah Tinggi
16
Episode 16 ~ Niat Damar
17
Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan
18
Episode 18 ~ Teringat Seseorang
19
Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil
20
Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta
21
Episode 21 ~ Kebenaran Baru
22
Episode 22 ~ Siapa Zivana Sebenarnya
23
Episode 23 ~ Rewards Fantastis
24
Episode 24 ~ Lupa Waktu
25
Episode 25 ~ Hilang
26
Episode 26 ~ Lilitan Kain di Balkon
27
Episode 27 ~ Tersesat
28
Episode 28 ~ Naluri
29
Episode 29 ~ Ketoprak Yang Hilang
30
Episode 30 ~ Kesempatan
31
Episode 31 ~ Empat Mata
32
Episode 32 ~ Pulang
33
Episode 33 ~ One Step Closer
34
Episode 34 ~ Firasat
35
Episode 35 ~ Tabrak Lari
36
Episode 36 ~ Bertemu
37
Episode 37 ~ Hukum Cambuk
38
Episode 38 ~ Akhirnya Sadar
39
Episode 39 ~ Geram
40
Episode 40 ~ Kapten Oleng
41
Episode 41 ~ Salah Memilih Orang
42
Episode 42 ~ Apakah Ini Pertanda?
43
Episode 43 ~ Mabuk
44
Episode 44 ~ Partai Pelindung
45
Episode 45 ~ Kotak Buku Lama
46
Episode 46 ~ Kepingan Masa Lalu
47
Episode 47 ~ Memberitahu Papi
48
Episode 48 ~ Gelagat Aneh
49
Episode 49 ~ Brownies Coklat
50
Episode 50 ~ Gelap Mata Lagi
51
Episode 51 ~ Ayah dan Ibu Harus Tau!
52
Episode 52 ~ Dekapan Oma
53
Episode 53 ~ Yang Dirindukan, Datang!
54
Episode 54 ~ Keputusan Dhana
55
Episode 55 ~ Pembagian Raport
56
Episode 56 ~ Bertindak Adil
57
Episode 57 ~ Terkepung
58
Episode 58 ~ Kedatangan Orang Jauh
59
Episode 59 ~ Ide Yang Brilliant
60
Episode 60 ~ Si Kembar Belum Pulang
61
Episode 61 ~ Petunjuk Alat Pelacak
62
Episode 62 ~ Do'a Bapak Paruh Baya
63
Episode 63 ~ Rekaman CCTV
64
Episode 64 ~ Dituduh
65
Episode 65 ~ Kecurigaan Syahil
66
Episode 66 ~ Mempercayai Aifa'al
67
Episode 67 ~ Balada Wanita Dewasa
68
Episode 68 ~ Mata-mata
69
Episode 69 ~ Sakit Parah
70
Episode 70 ~ Kabar Dari Aifa'al
71
Episode 71 ~ Ikut Tertangkap
72
Episode 72 ~ Rencana Penyelamatan
73
Episode 73 ~ Jepitan Rambut
74
Visual dan Sedikit Kabar
75
Episode 74 ~ Terus Mengingkari
76
Episode 75 ~ Teringat Rencana Gibran
77
Episode 76 ~ Pria Asing di Basecamp
78
Episode 77 ~ Misi Berikutnya
79
Episode 78 ~ Kekejaman Bima
80
Episode 79 ~ Pikiran Buruk
81
Episode 80 ~ Nama Lainnya
82
Episode 81 ~ Pertumpahan Darah
83
Episode 82 ~ Licik dan Jahat
84
Episode 83 ~ Ada Bom!!!
85
Episode 84 ~ Rel Kereta Api
86
Episode 85 ~ Posisi Sulit
87
Episode 86 ~ Membentuk Grup
88
Episode 87 ~ Huufff...
89
Episode 88 ~ Tertembak
90
Episode 89 ~ Rasa Bersalah
91
Episode 90 ~ Peringatan Keras
92
Episode 91 ~ Sindrom PTSD
93
Episode 92 ~ Sketsa Rahasia
94
Episode 93 ~ Bram CS Zivana
95
Episode 94 ~ Butuh Waktu
96
Episode 95 ~ Ingin Menyusul Dhina
97
Episode 96 ~ Tidak Ditutupi Lagi
98
Episode 97 ~ Tingkah Pasutri Absurd
99
Episode 98 ~ Terselip Kisah Pilu
100
Episode 99 ~ Harus Berpencar
101
Episode 100 ~ Hancur!!!
102
Episode 101 ~ Memohon
103
Episode 102 ~ Berita Pagi
104
Episode 103 ~ Masih Sama
105
Episode 104 ~ Psikoterapi
106
Episode 105 ~ Tegarlah!!!
107
Episode 106 ~ Imam dan Dhina
108
Episode 107 ~ Video Terakhir
109
Episode 108 ~ Imam Pamit
110
Episode 109 ~ Kunjungan Dimas
111
Episode 110 ~ Kecanggihan Teknologi
112
Episode 111 ~ Luka Tak Kasat Mata
113
Episode 112 ~ Ingin Ke Makam
114
Episode 113 ~ Mimpi kah?
115
Episode 114 ~ Tiger VC Black Moon
116
Episode 115 ~ Yasinan dan Teror (Spesial)
117
Episode 116 ~ Isi Kotak Teror
118
Episode 117 ~ Masuk Sekolah Lagi
119
Episode 118 ~ Kekecewaan Hati
120
Episode 119 ~ Keluhan Black Moon
121
Episode 120 ~ Menolong Wanita Asing
122
Episode 121 ~ Air Mata Penyesalan
123
Episode 122 ~ Namanya Rumi
124
Episode 123 ~ Kalah Cepat
125
Episode 124 ~ Ketulusan Sosok Ibu
126
Episode 125 ~ Berusaha Menyadarkan
127
Episode 126 ~ Pelukan Terhangat
128
Episode 127 ~ Suapan Mami
129
Episode 128 ~ Makan Malam Spesial
130
Episode 129 ~ Anak Muda vc Orang Tua
131
Episode 130 ~ Pencarian
132
Episode 131 ~ Cara Bersyukur
133
Episode 132 ~ Sensitive
134
Episode 133 ~ Jebakan
135
Episode 134 ~ Pukulan Dendam
136
Episode 135 ~ Terluka
137
Episode 136 ~ Mobil di Depan Gerbang
138
Episode 137 ~ Penjelasan
139
Episode 138 ~ Terjebak Sendiri
140
Episode 139 ~ Kertas Kuning
141
Episode 140 ~ Permohonan Rumi
142
Episode 141 ~ Tekad Bram
143
Episode 142 ~ Menyampaikan Pesan
144
Episode 143 ~ Cip
145
Episode 144 ~ Bagi Tugas
146
Episode 145 ~ Iblis Berwujud Manusia
147
Episode 146 ~ Aksi Diam-diam
148
Episode 147 ~ Gedung Kosong
149
Episode 148 ~ Takdir Gadis Bisu
150
Episode 149 ~ Headshot
151
Episode 150 ~ Niat Baik Dhana
152
Episode 151 ~ Acara Perpisahan
153
Episode 152 ~ Acara Perpisahan 2
154
Surat Cinta Author
155
Season 2 {Episode 1 ~ Perjalanan Baru}
156
Season 2 {Episode 2 ~ Trauma Damar}
157
Season 2 {Episode 3 ~ Datang Kembali}
158
Season 2 {Episode 4 ~ Hari yang Baru}
159
Season 2 {Episode 5 ~ Tak Terkendali}
160
Season 2 {Episode 6 ~ Ancaman Lagi}
161
Season 2 {Episode 7 ~ Toko Buku}
162
Season 2 {Episode 8 ~ Arahan Hati}
163
Season 2 {Episode 9 ~ Kacau}
164
Season 2 {Episode 10 ~ Berebut Salah}
165
Season 2 {Episode 11 ~ Sumpah Bima}
166
Season 2 {Episode 12 ~ Masih Berusaha}
167
Season 2 {Episode 13 ~ Berita Baru}
168
Season 2 {Episode 14 ~ CCTV Tersembunyi}
169
Season 2 {Episode 15 ~ Pagi-pagi}
170
Season 2 {Episode 16 ~ Bimbingan}
171
Season 2 {Episode 17 ~ Bertemu}
172
Seaaon 2 {Episode 18 ~ Gejala Aneh}
173
Visual Tokoh Season 2
174
Season 2 {Episode 19 ~ Drop}
175
Season 2 {Episode 20 ~ Takut Terulang}
176
Season 2 {Episode 21 ~ Penyakit Langka}
177
Season 2 {Episode 22 ~ Frustasi}
178
Season 2 {Episode 23 ~ Ujian}
179
Season 2 {Episede 24 ~ Penuh Emosional}

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!