...☘️☘️☘️...
"Adek minum dulu ya, Sayang."
Dengan telaten, Aiziel memberikan gelas minuman yang diberikan Bi Iyah kepada Wulan yang masih menangis sesegukan. Sementara Damar tampak mengelus lembut punggung sang adik yang masih naik turun tak beraturan karena menangis.
"Adek tenang dulu ya, Sayang. Tarik nafas dalam-dalam, lalu hembuskan perlahan. Biar nafas Adek tidak tertahan seperti ini. Jangan menangis lagi ya. Adek terlalu merindukan Mas ya, sampai sesegukan seperti ini." ujar Aiziel seraya menenangkan sang gadis kecil.
"Sepertinya Adek menangis bukan karena itu deh, Mas." jawab Damar yang melihat Aiziel.
"Maksud kamu apa Dik? Kamu cemburu kalau Adek merindukan Mas? Ck, masa kamu cemburu sih sama Mas sendiri!!!" sungut Aiziel yang sedang berusaha memecahkan suasana, terutama suasana hati Wulan.
"Bukan seperti itu maksud Damar, Mas. Untuk apa Damar cemburu, kalau posisi Damar di hati Adek permanen dan tak akan tergantikan. Apalagi digantikan oleh Mas Ziel." sungut Damar balik yang menggoda sang mas sulung.
Aiziel berdecak gemas mendengar semua penuturan Damar yang narsis tingkat tinggi. Dan memancing kedua sudut bibir Wulan untuk tertarik ke atas sehingga senyumnya pun terbit seketika. Manis dan sangat cantik.
"Nah, kalau Adek tersenyum seperti ini 'kan cantik. Jangan menangis lagi ya, gadis kecil kesayangan Mas. Mas tidak akan pergi lagi kok dari kota ini. Mas akan sering main dan mengunjungi Adek ke sini, bahkan Mas akan menginap di sini kalau Damar mengizinkan." ujar Aiziel seraya mengelus kepala Wulan lalu melirik Damar.
"Kenapa harus seizin Damar? Kalau Mas mau menginap di sini, itu terserah Mas!!!" sungut Damar lagi yang melirik tajam Aiziel.
"Iya, iya, deh. Mas kalah sama jagoan kecil Uncle Dhana malam ini." jawab Aiziel yang akhirnya mengalah juga dengan Damar.
Damar pun tersenyum lebar dengan sangat bangga karena merasa menang dari Aiziel. Sementara Wulan yang melihat itu pun ikut terkikik geli sesaat, sebelum akhirnya raut wajah cantiknya itu berubah menjadi sendu.
"Loh, kenapa sedih lagi Dek? Hiburan Mas sama Damar kurang ya? Apa perlu Damar memakai kostum badut tedy bear terlebih dahulu agar Adek tidak bersedih lagi?" tutur Aiziel yang menggoda Damar lagi.
Damar pun mendengus geli seraya melirik tajam mas sulungnya itu. Sementara Aiziel tampak menyeringai gemas melihat Damar. Keributan konyol yang terjadi di antara Aiziel dan Damar pun berakhir karena tangis Wulan yang pecah lagi. Aiziel yang merasa heran pun melirik Damar. Sementara Damar yang melihat lirikan itu pun mengerti dengan maksud tatapan Aiziel.
"Damar... Sebenarnya Adek kenapa sih? Kamu pasti mengetahui sesuatu yang belum Mas ketahui. Adek tidak mungkin menangis tanpa sebab seperti ini." ujar Aiziel yang mengangkat kepalanya dan melihat Damar.
"Memang ada sesuatu yang terjadi sepanjang hari ini, Mas. Semua terjadi secara bertubi-tubi dan membuat Adek sangat terpukul." jawab Damar yang memancing penasaran Aiziel.
"Maksud kamu apa Damar?" tanya Aiziel.
Damar pun menghela nafas panjang seraya memicingkan matanya sejenak. Setelah itu, ia mengangkat kepalanya dan melihat Aiziel yang sejak tadi menatapnya dengan tatapan menuntut penjelasan. Perlahan, Damar pun mulai menceritakan semuanya pada Aiziel. Mulai dari kejadian di sekolah saat sebelum pulang, sang mami yang datang menjemput tapi tidak mau membawa pulang Wulan, dan pertengkaran Dhana dan Mala yang didengar langsung secara tidak sengaja oleh Wulan.
Seketika wajah Aiziel memerah, rahangnya mengeras kuat hingga terdengar getaran di dalam mulutnya karena gesekan kuat yang berasal dari rentetan giginya. Tidak hanya itu, mata pria dewasa itu pun juga memanas, tangannya mengepal kuat seakan siap untuk memukul apa saja yang ada di sana.
Melihat raut wajah Aiziel yang emosi tingkat tinggi, membuat Wulan menoleh ke arah mas kembarnya. Dengan cepat, gadis itu meraih note kecilnya lalu menuliskan sesuatu.
'Kenapa Mas menceritakan semuanya pada Mas Ziel? Coba Mas lihat, Mas Ziel langsung emosi seperti itu wajahnya. Ayo, cepat Mas tenangkan Mas Ziel sebelum Mas Ziel emosi dan melakukan hal yang tidak kita inginkan'
Setelah menuliskan kalimat itu, Wulan yang tidak ingin Aiziel bertindak bodoh pun langsung memberikan note itu pada Damar. Mata Damar membulat sempurna membaca kalimat yang dituliskan sang adik. Dan benar, Aiziel yang tersulut emosi pun beranjak dan hendak masuk ke dalam rumah. Sepertinya pria tampan titisan Ammar itu ingin masuk dan melabrak Mala.
"Mas... Mas mau ke mana?" tanya Damar seraya mencegah tangan Aiziel dengan kuat.
"Mami kalian itu benar-benar keterlaluan!!! Bisa-bisanya dia meninggalkan putrinya di sekolah sendirian di siang bolong. Kamu tau 'kan bagaimana kondisi di sekolah itu kalau sudah tengah hari? Bukan hanya sepi, tapi juga banyak preman liar yang berkeliaran di sana. Kalau terjadi sesuatu pada Adek dan tidak ada seorang pun yang tau bagaimana? Apakah mami kamu itu tidak berpikir sampai ke sana, hah?!" tandas Aiziel yang tersulut emosi.
Runtuh sudah pertahanan kesabaran Aiziel. Bak kata pepatah, buah yang jatuh tak akan jatuh jauh dari pohonnya. Sifat Aiziel yang emosional ternyata menurun dari sang daddy dan hal itu sangat terlihat jelas saat wajahnya memerah karena menahan emosi. Sikap Mala terhadap Wulan sungguh menguji kesabaran seorang Aiziel. Apalagi ia sangat mengetahui banyak tentang lokasi sekolah Damar Wulan yang pernah menjadi tempatnya belajar dulu.
"Mas... Tenang dulu!!! Bukan hanya Mas Ziel yang emosi dan marah, Damar juga. Bahkan Papi juga, Mas. Tapi apakah dengan cara ini Mami akan berubah? Tidak, Mas! Mami tidak akan pernah berubah, kalau bukan dari hati kecilnya sendiri. Mas sudah tau semuanya sejak dulu tentang Mami, bukan? Sejak dulu sampai sekarang Mami belum berubah, Mas. Hati Mami keras dan sulit diluluhkan. Hanya waktu yang bisa menyembuhkan hati Mami." tutur Damar yang berusaha menenangkan Aiziel.
Aiziel pun berusaha untuk mengatur deru nafasnya yang tidak beraturan karena emosi. Melihat itu, Wulan pun beranjak dan berdiri di samping Aiziel lalu mengelus lembut tangan kekarnya. Sesekali Aiziel menoleh ke Wulan yang menatapnya penuh arti. Matanya yang berkaca-kaca seraya menatap Aiziel, seakan meminta Aiziel untuk tenang dan tidak emosi seperti ini.
"Kalau Mas emosi dan melabrak Mami di depan Pakde, Bude, Oma, Opa dan Papi, maka Mas Ziel yang akan terkena masalah. Mas akan dimarahi Pakde dan Bude. Damar yakin, Adek tidak menginginkan hal itu terjadi pada Mas Ziel." ujar Damar yang berusaha menenangkan Aiziel lagi seraya melihat ke arah sang adik.
Wulan pun mengangguk cepat, seakan mengiyakan perkataan Damar. Pastinya gadis itu tidak ingin membuat orang yang ada di sekitarnya terkena masalah hanya karena ingin membela dirinya. Melihat anggukan sang adik, membuat hati Aiziel sekaligus Damar terasa perih. Bak dihujam pisau tajam sebanyak beribu kali sehingga membuatnya hancur berkeping-keping.
Damar dan Wulan pun masih berusaha menenangkan Aiziel yang masih emosi, walaupun sudah terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Lalu keduanya membawa Aiziel duduk kembali di kursi taman, menjauhi pintu agar semua penghuni rumah tidak mendengar pembicaraan mereka.
"Lalu bagaimana dengan anak-anak yang membuli Adek di sekolah itu? Apa kamu sudah memberitahu guru agar bertindak tegas terhadap siswa-siswi mereka?" ujar Aiziel yang menanyakan perihal pembulian terhadap sang adik.
"Damar sebenarnya juga mau melaporkan hal itu pada guru, Mas. Tapi Adek melarang Damar karena Adek tidak mau Damar juga ikut terkena masalah ini di sekolah." jawab Damar yang tertunduk lemas.
Aiziel pun dibuat terheran-heran dengan sifat Wulan yang seperti ini. Di saat semua orang membuli dirinya, tapi tidak sedikit pun Wulan berniat untuk membalas atau hanya sekedar melaporkan hal itu pada guru untuk memberi efek jera pada teman-temannya itu. Dengan tatapan nanar, Aiziel menatap lekat manik Wulan yang masih berkaca-kaca. Lalu gadis itu tampak meraih note kesayangannya lagi.
'Adek tidak apa-apa kok, Mas. Mas Ziel dan Mas Damar jangan khawatir, Adek bisa kok menjaga diri dari bullying teman-teman di sekolah. Adek bukannya takut melapor hal ini pada guru, tapi Adek tidak mau nama Papi dan Mami tercemar hanya karena Adek. Masalah ini hanya masalah kecil, Mas. Biar waktu yang memberikan pelajaran berharga untuk mereka nantinya. Jadi, Mas Ziel sama Mas Damar jangan khawatir lagi ya'
Tangan mungil Wulan dengan cepatnya merobek selembar note itu lalu memberikan note itu pada Aiziel. Mata Aiziel mengembun seketika saat membaca kalimat singkat itu. Ia benar-benar tidak bisa mengatakan apa pun lagi, jika Wulan sendiri yang membela sang mami bahkan orang-orang yang membulinya.
Tanpa aba-aba, Aiziel pun merengkuh tubuh Wulan masuk ke dalam dekapan tangan kekarnya. Sementara Damar yang melihat itu hanya bisa tersenyum getir. Setidaknya, selain dirinya dengan sang papi, ada Aiziel yang sangat menyayangi Wulan dengan sepenuh hati dan menerima kondisi organ tubuhnya yang tidak sempurna.
"Seperti itulah Adek, Mas. Dia akan tetap membela Mami, walaupun Mami bersikap buruk padanya. Kalau Damar yang berada di posisi Adek saat ini, mungkin Damar tidak akan sekuat dan sesabar Adek, Mas." ujar Damar seraya mengusap lembut punggung Aiziel yang tengah memeluk tubuh Wulan.
Aiziel pun melerai pelukannya lalu menangkup wajah Wulan dengan penuh sayang seraya menatapnya lekat.
"Mas janji akan selalu mendukung Adek. Adek tidak perlu khawatir dengan semua hinaan orang di luar sana, bahkan hinaan dari salah satu dari penghuni rumah ini. Mas yakin, suatu saat nanti orang-orang yang tidak mempunyai hati nurani itu akan sadar kalau Adek itu sangat berharga. Adek harus kuat ya, Sayang. Ada Mas, ada Damar, ada Uncle Dhana, Opa, Oma, Daddy, Mommy, ada Paklik Sadha dan juga Bulik Vanny yang akan selalu mendukung Adek. Kalau Onty Dhina masih hidup, pasti Onty akan mendukung keponakan kesayangannya ini. Walaupun banyak orang yang membenci Adek di luar sana, tapi Adek harus ingat kalau kami semua sayang sama Adek." tutur Aiziel yang berusaha menguatkan Wulan.
Lolos lagi bulir kristal dari pelupuk mata Wulan tanpa izin saat mendengar penuturan Aiziel yang menenangkan jiwa. Lalu Aiziel menyeka air mata itu dengan cepat agar tidak memancing air mata yang lainnya untuk jatuh. Wulan pun mengangguk cepat seakan memberi jawaban kalau dirinya akan kuat seperti yang dikatakan oleh Aiziel.
Melihat anggukan itu, berhasil memancing kedua sudut bibir Aiziel dan Damar. Ketiga kakak beradik itu pun hanyut dalam suasana haru di bawah taburan bintang di langit.
***
"Kamu kenapa Dhana? Sejak tadi Mas perhatikan kamu termenung terus. Ada masalah lagi sama istrimu?"
Di teras depan rumah, dua kakak beradik juga tak kalah hanyut dalam pembicaraan mereka malam ini. Ammar yang sedang duduk bersama Dhana seraya mencari udara segar pun dibuat heran saat melihat raut wajah sang adik yang sejak tadi asyik murung dan tidak bersemangat.
Dhana yang termenung jauh pun menghela nafas panjang lalu menoleh ke arah Ammar.
"Masalah apa lagi yang bisa membuat Dhana seperti ini, Mas. Kalau bukan masalah Mala dan Wulan. Mas tau sendiri 'kan bagaimana perubahan sikap Mala sejak dia sadar dari koma? Sampai detik ini sikapnya masih sama dan belum berubah terhadap Wulan. Dhana bingung harus berbuat apa lagi, Mas." tutur Dhana seraya mengacak kasar rambut dan wajahnya.
Melihat betapa kacau dan gusarnya sang adik, membuat hati Ammar sakit sebagai seorang kakak bagi Dhana. Pasalnya, ia belum pernah melihat Dhana segusar ini. Bahkan di saat sang adik bungsu pergi untuk selamanya pun, Dhana tidak sekacau ini.
"Mas sangat mengerti dengan masalah kamu, Dhana. Tapi sebesar apa pun masalah yang sedang kamu hadapi, jangan sampai membuatmu stress dan sakit. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, Dik. Mas perhatikan, 20 tahun yang lalu kamu tidak sekacau ini. Kamu lebih tenang saat itu dan tidak mudah menyerah. Ke mana Dhana yang Mas kenal dulu?" ujar Ammar yang berusaha menguatkan Dhana.
"Masalah 20 tahun yang lalu itu beda, Mas. Masalah ini yang kedua paling rumit setelah masalah kepergian Adek. Masalah kepergian Adek sudah berlalu dan hanya waktu yang bisa menyembuhkan hati Dhana tentang itu. Tapi kalau masalah Dhana kali ini sangat rumit dan berkaitan dengan masa depan Wulan, Mas. Mana bisa Dhana tenang saat melihat Mala bersikap tidak baik pada Wulan. Waktu pun tidak akan bisa menyembuhkan hati Dhana yang terluka karena melihat kebencian Mala pada putrinya sendiri, Mas." tukas Dhana yang mulai tersulut emosi.
"Kamu harus sabar, Dhana. Kita tidak bisa memaksakan diri untuk mengubah sikap Mala terhadap Wulan, kalau tidak dari diri Mala sendiri yang ingin berubah. Perlahan, Dhana. Kamu bisa mengubah kebencian di hati Mala secara perlahan, tanpa harus memaksanya. Hati manusia itu rapuh, Dik. Dan kita tidak bisa memaksanya." ujar Ammar seraya mengusap bahu Dhana.
Dhana menghela nafas kasar seraya mengusap kasar wajahnya yang terlihat frustasi karena perlakuan Mala pada Wulan. Sementara Ammar berusaha menenangkan hati dan pikiran sang adik agar tidak terlalu larut memikirkan masalah ini.
"Daddy... Ayo kita pulang sekarang!"
.
.
.
.
.
Happy Reading All 😇😇😇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
IG: Saya_Muchu
Sudah ku fav ya kak, semangat update, jangan lupa saling support.
2021-12-16
0
ZasNov
Terharu banget sama sikap Aiziel yang penuh kasih sayang sama Wulan 🤗
Dia bahkan emosi dan hampir melabrak Mala, karena begitu menyayangi Wulan
Namun Wulan justru takut Aiziel bermasalah karena dirinya..😣
Wulan sabar dan baik banget, cerdas juga.. Tapi ibunya justru membencinya karena kekurangannya..😩
Papa Dhana aja sampai stres mikirin ini.. Kapan Mala bisa berubah ya...
2021-11-28
0
Machan
tetep semangat karena banyak yang sayang. biarlah mami kamu kek gitu, tapi yang lain kan enggak
2021-11-18
1