Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil

...🍁🍁🍁...

"Mas... Mas Ronald kenapa menatap Mala seperti itu?"

Seketika semua mata pun tertuju ke arah Mala yang hanya diam dan tersenyum sejak tadi. Tak terkecuali, Dhana. Namun Dhana yang masih dirundung rasa kesal dan kecewa dengan sikap sang istri memilih untuk memalingkan wajah.

"Ah tidak apa-apa, Am. Mas hanya teringat kenangan kita bersama almarhumah Adek." jawab Dokter Ronald yang mengulas senyum.

Ammar yang mendengar itu pun tersenyum getir seraya mengusap lengan Dokter Ronald. Sementara Pak Aidi, Bu Aini, Sadha, Dhana, Vanny, Ibel, Mala dan Aiziel yang mendengar ikut tersenyum getir.

Suasana hening pun tak terelakkan di dalam ruang UGD itu. Mengenang masa lalu yang sangat rumit membuat mereka lupa kalau Ammar sudah boleh pulang. Lalu...

"Mas Ammar... ayo kita keluar dulu dari sini. Kasihan pasien lain terganggu karena kita." timpal Sadha yang menyikut lengan Ammar.

"Ah, Mas sampai lupa kalau sudah dibolehkan pulang oleh Dokter. Tolong bantu Mas, Sadha." jawab Ammar yang mengerti dengan maksud sang adik tengah.

Sadha pun menghela nafas panjang. Lalu ia tampak melirik Dhana untuk membantunya memapa Ammar sampai keluar dari ruangan UGD. Dhana yang mengerti pun mendekati Ammar lalu mereka memapanya sampai keluar.

"Setelah sampai di rumah kamu harus banyak istirahat, Am. Ibel sudah cerita kok sama Mas. Jangan kamu pikir Mas tidak tau kenapa kamu masuk rumah sakit." ujar Dokter Ronald seraya berjalan di samping Sadha.

"Iya, Mas. Terima kasih atas perhatian Mas. Ammar akan istirahat yang cukup biar bisa dinas lagi bersama Mas Ronald." jawab Ammar.

Dokter Ronald pun mengangguk dan menepuk kecil bahu Ammar yang berjalan.

"Mas... sebaiknya Mas menginap di rumah Ibu saja dulu untuk sementara waktu. Biar Kak Ibel bisa istirahat juga. Kasihan Kak Ibel begadang semalaman di sini karena menjaga Mas." ujar Dhana yang menggandeng tangan Ammar.

"Kenapa kamu mencuri ide Ibu, Dhana? Baru saja Ibu ingin menawarkan itu pada masmu. Tapi kamu sudah bicara lebih dulu." timpal Bu Aini yang menoleh ke arah Dhana.

Dhana pun terkekeh mendengar perkataan sang ibu. Bukan bermaksud lain, Dhana menawarkan itu hanya untuk meramaikan suasana rumah yang sedang tidak nyaman baginya. Pertengkaran dengan sang istri yang tidak pernah habis benar-benar membuatnya frustasi. Namun demi kedua anaknya, Dhana berusaha untuk bertahan, walaupun hatinya menolak.

"Bagaimana kalau Ayah dan Ibu menginap di rumah Kak Ammar saja? Lebih praktis, efisen dan pastinya lebih baik." timpal Vanny seraya mengerlingkan matanya pada Ibel.

Ibel yang melihat gerlingan mata Vanny pun mengerti dengan maksud adik iparnya itu. Sementara Vanny hanya tersenyum lebar, seraya memainkan kedua alisnya pada Ibel.

"Saran Vanny lebih baik, Bu. Ayah sama Ibu menginap di rumah saja. Apalagi besok Ibel harus dinas pagi jadi tidak ada yang menjaga Mas Ammar." timpal Ibel yang tersenyum.

"Kalau Dhana dan Mala mengizinkan, Ibu mau saja menginap di rumah kalian." jawab Bu Aini seraya menoleh ke arah Dhana dan Mala.

"Kenapa harus bertanya pada Mala, Bu? Tentu saja Mala mengizinkan Ibu dan Ayah menginap di rumah Mas Ammar." ujar Mala yang kikuk.

Dhana yang mendengar jawaban istrinya itu pun menghela nafas panjang. Sebenarnya ia merasa keberatan dengan saran Vanny karena dengan begitu, hanya dirinya, Mala, Damar dan Wulan yang akan tinggal di rumah. Sungguh, membuatnya tidak nyaman di saat seperti itu.

"Dhana... kenapa kamu diam Nak? Ayah dan Ibu boleh menginap di rumah masmu 'kan? Paling tidak sampai masmu kembali pulih total." tanya Pak Aidi seraya merangkul bahu sang putra.

"I-iya, Yah. Ayah dan Ibu boleh menginap di rumah Mas Ammar." jawab Dhana yang kikuk.

Melihat raut wajah Dhana yang kikuk dan pias seperti itu membuat Bu Aini tidak tega. Bu Aini yang mengerti dengan gelagat sang putra pun dibuat dilema. Namun Pak Aidi yang melihat perubahan di wajah sang istri pun berusaha menenangkannya. Sementara Mala yang ikut sadar dengan sikap sang suami semakin dibuat jengah dan kesal. Pasalnya saat ini ia dan Dhana tidak saling menyapa, bahkan untuk saling menatap saja enggan karena Dhana yang selalu menghindar.

"Ayah, Ibu... kalau begitu Ronald dinas dulu ya. Ada beberapa orang pasien yang harus Ronald periksa sekarang." ujar Dokter Ronald.

"Iya Nak..." jawab Pak Aidi dan Bu Aini.

Setelah mendapat izin untuk kembali bekerja, Dokter Ronald pun beranjak seraya melihat ke arah Ammar, Sadha dan Dhana. Sepeninggal Dokter Ronald, mereka semua pun berjalan ke arah pintu keluar rumah sakit.

"Al, Syahil..."

Seketika langkah mereka semua yang hendak keluar pun terhenti tatkala berpapasan dengan dua sosok anak muda itu.

"Syahil... dari mana saja kamu, hah?! Kenapa tadi malam kamu tidak pulang?" serkas Vanny yang bergerak maju mendekati putranya itu.

"Syahil menginap di apartment Mas Al, Ma." jawab Syahil yang masih bersikap santai.

"Apa? Lalu kenapa kamu tidak memberitahu Mama atau Papa kalau kamu menginap dan tidak pulang? Kamu tidak memikirkan Mama? Mama cemas memikirkan kamu, Syahil." ujar Vanny seraya memukul dada bidang putranya.

Syahil menyeringai saat mendengar perkataan sang mama. Entah apa yang dipikirkan pria itu saat ini. Dengan penampilannya yang terlihat berantakan, sama seperti Aifa'al membuat pria itu seperti anak yang tidak terurus.

"Ternyata Mama bisa mencemaskan Syahil juga ya, Ma. Syahil kira Mama hanya cemas dengan anak gadis Uncle Dhana yang tidak bisa bicara itu." jawab Syahil yang tersenyum miring.

Perkataan tajam yang keluar dari bibir putra kembar Vanny dan Sadha itu sukses membuat Dhana terperangah tidak menyangka. Lain hal dengan Mala yang hanya mendengus kasar, seakan tidak memperdulikan perkataan Syahil.

"Syahil..."

Suara bariton Sadha yang marah bergema kuat seketika dan memenuhi langit-langit halaman rumah sakit. Dengan penuh emosi, Sadha pun berjalan mendekati istri dan anaknya itu.

"Kamu keterlaluan, Syahil! Apakah kamu tidak punya sopan santun bicara seperti itu tepat di depan uncle kamu sendiri? Papa tidak pernah mengajarkan kamu kurang ajar seperti ini, Nak. Sekarang, ayo minta maaf sama uncle kamu!!!" tandas Sadha seraya menunjuk wajah Syahil.

"Tapi yang dikatakan Syahil benar, Paklik!!!" timpal Aifa'al yang tersenyum miring seraya menoleh ke arah Sadha.

Sadha dan Vanny terperangah saat mendengar perkataan Aifa'al yang seenaknya mendukung Syahil. Sementara Aifa'al yang tersenyum sinis menggiring matanya ke arah Ammar, Ibel, Mala, Dhana dan Aiziel yang berdiri di depan sana.

"Cukup, Al!!! Daddy baru saja keluar dari rumah sakit. Kalau niatmu datang ke sini hanya untuk membuat keributan, lebih baik kamu pergi saja." serkas Aiziel yang terbawa emosi melihat sikap sang adik.

"Ck!!! Seharusnya yang Mas Ziel suruh pergi itu Uncle Dhana dan Anty Mala, bukan Al!!! Karena anak mereka yang cacat itu kita jadi berkelahi, dan karena anak itu juga Daddy jadi anfal lalu masuk ke rumah sakit!!!" tandas Aifa'al seraya menunjuk ke arah Dhana dan Mala.

Sakit, bahkan sangat sakit. Hati Dhana seperti tersayat pisau sembilu saat mendengar Aifa'al berkata seperti itu tentang putrinya. Sementara Pak Aidi, Bu Aini, Ammar dan Ibel pun juga tak kalah terperangah mendengar pengakuan itu.

Plak!

Satu tamparan keras dari sang paklik sukses mendarat di pipi mulus Aifa'al dan membuat semua mata yang tadinya terbelalak, semakin terbuka lebar dengan mulut yang terbuka pula membentuk huruf O besar efek terkejut dengan tindakan spontan Sadha. Melihat itu, Dhana pun bergegas menghampiri sang mas tengah yang sepertinya sudah terbawa emosi karena tidak ingin terjadi sesuatu di luar kendali Sadha.

"Dasar anak kurang ajar!!! Berani sekali kamu bicara seperti itu di depan kami semua, hah!!! Apa ini hasil yang kamu dapatkan selama di sekolah? Apa seperti ini sikap yang daddy-mu ajarkan pada orang yang lebih tua? Apa kamu tidak bisa menjaga perasaan uncle-mu? Apa kamu tidak melihat di sana ada Opa dan Oma? Kamu tidak memikirkan itu, Al!!! Paklik sangat kecewa sama kamu, Al!!!" tandas Sadha yang berusaha mengontrol perasaannya.

Aifa'al tetap bergeming seraya memegang pipinya yang menjadi sasaran tamparan sang paklik siang ini. Sementara Syahil yang berdiri di samping Aifa'al, berusaha menyisakan jarak di antara sang papa dan sepupunya itu.

Dhana yang berdiri di samping kanan Sadha dan memegangi tangannya pun berkaca-kaca. Sementara Vanny yang berdiri di samping kiri Sadha hanya mematung. Matanya basah saat mendengar perkataan pedas yang keluar dari mulut Aifa'al dan juga Syahil tentang Wulan di depan keluarganya seperti ini.

"Dan kamu, Syahil!!! Papa benar-benar kecewa dengan sikap kamu seperti ini. Sekarang juga, cepat kamu minta maaf pada Uncle Dhana!!!" tandas Sadha yang menatap tajam putranya.

"Untuk apa minta maaf, Pa? Uncle Dhana pun tau 'kan dengan kondisi putrinya sendiri yang memang tidak bisa bicara. Papa terlalu egois! Terlalu mementingkan keperluan anak orang lain dibandingkan anak sendiri!!!" jawab Syahil seraya tersenyum miring menatap sang papa.

Emosi Sadha seketika memuncak sampai ke ubun-ubun mendengar perkataan sang putra. Tangannya mengepal kuat dengan mata yang memerah, menatap tajam sang putra kembar yang semakin lama semakin tidak tahu malu.

"Ayo, Mas! Lebih baik kita pergi saja dari sini. Kedatangan kita ke sini tidak diinginkan oleh mereka semua." timpal Syahil seraya menarik tangan Aifa'al yang masih bergeming.

Aifa'al yang masih terdiam pun ditarik oleh Syahil. Matanya yang tajam terus ia tujukan pada sang paklik. Pipinya yang putih sukses memperlihatkan bekas kemerahan akibat dari tamparan keras sang paklik.

"Syahil... kamu mau pergi ke mana lagi Nak? Syahil... pulang, Syahil!!! Syahil..." seru Vanny yang berusaha memanggil putranya.

Vanny yang tadinya terdiam pun tersadar saat melihat putra kembarnya pergi bersama Aifa'al. Sementara Sadha yang melihat itu, melepaskan dirinya dari pegangan Dhana dan menenangkan sang istri.

"Sudahlah, Sayang. Biarkan saja dia pergi." ujar Sadha yang berusaha menenangkan sang istri.

Pak Aidi, Bu Aini, Ammar, Ibel, Aiziel dan Mala yang sejak tadi berdiri di teras rumah sakit pun berjalan mendekati Sadha, Vanny dan Dhana.

"Maaf, Mas. Maaf karena Sadha lepas kendali dan menampar Al di depan Mas dan Kak Ibel." ujar Sadha yang melihat ke arah Ammar, Ibel.

"Seharusnya Mas berterima kasih sama kamu, Sadha. Semoga saja dengan tamparan kamu, Al bisa sadar dengan perkataannya. Jadi tidak perlu minta maaf karena Al itu anak kamu juga." jawab Ammar seraya menepuk bahu Sadha.

Rasa bersalah pun menyelimuti hati Sadha. Ia benar-benar terbawa emosi karena perkataan kasar Aifa'al dan Syahil tentang Wulan. Bahkan tidak terlihat rasa bersalah di wajah kedua pria yang masih remaja itu. Tanpa mereka sadari, kalau perkataan mereka itu sudah melukai hati seseorang.

"Dhana, Mala... kalian jangan memikirkan perkataan Al dan Syahil tadi ya, Nak." ujar Bu Aini seraya mengusap lembut lengan Dhana.

"Iya, Bu. Mala tidak terlalu mengambil pusing dengan perkataan Al dan Syahil. Mereka 'kan masih remaja, jadi emosi mereka masih labil." jawab Mala yang tersenyum pada sang ibu.

Di saat seperti ini, Mala masih bisa bersikap santai bahkan tidak ada kesedihan di wajah cantiknya karena perkataan Aifa'al dan Syahil. Sementara Dhana tetap bergeming. Seperti ingin marah tapi tidak mungkin, ingin memukul itu semakin tidak mungkin. Semua ini membuat Dhana semakin frustasi.

"Ayah, Ibu, Mas, Kak... Dhana pamit pergi lebih dulu ya. Dhana ingin menjemput anak-anak di sekolah. Assalamualaikum." tutur Dhana yang melihat ke semuanya lalu beranjak pergi.

Tanpa menunggu jawaban salam dari semua keluarganya, Dhana bergegas pergi ke tempat parkir untuk mengambil mobilnya. Sementara yang lainnya masih bergeming melihat Dhana.

"Mala... lebih baik kamu ikuti Dhana. Bahaya kalau dia mengemudi dalam keadaan emosi seperti itu. Dhana pasti kesal karena Al dan Syahil. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa!!!" seru Ibel yang menoleh ke arah Mala.

Mala tetap bergeming di posisinya. Walaupun matanya masih mengekori ke mana suaminya itu pergi, tapi egonya yang tinggi mengalahkan segalanya.

"Sudahlah, Kak. Mas Dhana tidak apa-apa. Dia butuh waktu untuk sendiri. Setelah emosinya reda, Mas Dhana pasti kembali pulang." jawab Mala yang berusaha menenangkan Ibel.

"Tapi Mala..."

Perkataan Ibel terpangkas cepat saat tangan Ammar menyentuh bahunya dari belakang. Karena terkejut, Ibel pun memutar kepalanya dan melihat sang suami yang menggeleng. Seakan memintanya untuk tidak memaksa Mala karena situasi saat ini di antara Dhana dan Mala pun sedang kurang baik. Mengerti dengan maksud tatapan sang suami, Ibel pun melunak dan mengalah.

"Ya sudah, kalau begitusekarang kita pulang ya. Sadha... kamu bawa Vanny pulang lalu istirahat dan Ayah sama Ibu akan ikut masmu pulang ke rumahnya." ujar Pak Aidi yang memecah hening di antara mereka.

"Lalu Mala pulang dengan siapa?" tanya Sadha yang melihat adik iparnya itu.

"Mala naik taksi saja, Mas. Kebetulan Mala ingin singgah di minimarket sebelum pulang." jawab Mala yang entah jujur atau berbohong.

"Ya sudah kalau begitu kami pulang duluan ya, Mala. Kamu hati-hati di jalan!!!" timpal Ammar.

"Iya Mas..."

Ammar pun mengulas senyum sebelum akhirnya mereka semua beranjak dan pulang. Sementara Mala yang masih berdiri di depan halaman rumah sakit tampak mengepalkan tangannya dengan kuat.

"Jadi anak cacat itu yang menjadi penyebab semua ini!!! Dasar anak pembawa sial!!! Anak itu tidak hanya membawa kesialan untukku, tapi juga keluarga besar suamiku!!! Awas saja nanti, akan aku beri pelajaran pada anak sialan itu!!!"

.

.

.

.

.

Happy Reading All 😇😇😇

Terpopuler

Comments

Yeni Eka

Yeni Eka

Al, kamu kena tampar kan, makanya jgn ngomong sembarangan knp kamu menghina Wulan.
Syahil malah km ikut dukung juga, SUNG GUH TER LA LU kata Bang Haji

2021-12-08

0

triana 13

triana 13

lanjut kak

2021-11-25

0

Machan

Machan

yang jahat ma yang jahat harusnya

2021-11-23

0

lihat semua
Episodes
1 Episode 1 ~ Aku, Wulan...
2 Episode 2 ~ Bukan Salah Papi
3 Episode 3 ~ Flashback
4 Episode 4 ~ Flashback (2)
5 Episode 5 ~ Flashback (3)
6 Episode 6 ~ Flashback (4)
7 Episode 7 ~ Keluh Kesah Damar
8 Episode 8 ~ Tamu Spesial
9 Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra
10 Episode 10 ~ Amarah Aiziel
11 Episode 11 ~ Masih Kecewa
12 Episode 12 ~ Andaikan saja...
13 Episode 13 ~ Habis Kesabaran
14 Episode 14 ~ Nilai Ulangan Harian
15 Episode 15 ~ Darah Tinggi
16 Episode 16 ~ Niat Damar
17 Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan
18 Episode 18 ~ Teringat Seseorang
19 Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil
20 Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta
21 Episode 21 ~ Kebenaran Baru
22 Episode 22 ~ Siapa Zivana Sebenarnya
23 Episode 23 ~ Rewards Fantastis
24 Episode 24 ~ Lupa Waktu
25 Episode 25 ~ Hilang
26 Episode 26 ~ Lilitan Kain di Balkon
27 Episode 27 ~ Tersesat
28 Episode 28 ~ Naluri
29 Episode 29 ~ Ketoprak Yang Hilang
30 Episode 30 ~ Kesempatan
31 Episode 31 ~ Empat Mata
32 Episode 32 ~ Pulang
33 Episode 33 ~ One Step Closer
34 Episode 34 ~ Firasat
35 Episode 35 ~ Tabrak Lari
36 Episode 36 ~ Bertemu
37 Episode 37 ~ Hukum Cambuk
38 Episode 38 ~ Akhirnya Sadar
39 Episode 39 ~ Geram
40 Episode 40 ~ Kapten Oleng
41 Episode 41 ~ Salah Memilih Orang
42 Episode 42 ~ Apakah Ini Pertanda?
43 Episode 43 ~ Mabuk
44 Episode 44 ~ Partai Pelindung
45 Episode 45 ~ Kotak Buku Lama
46 Episode 46 ~ Kepingan Masa Lalu
47 Episode 47 ~ Memberitahu Papi
48 Episode 48 ~ Gelagat Aneh
49 Episode 49 ~ Brownies Coklat
50 Episode 50 ~ Gelap Mata Lagi
51 Episode 51 ~ Ayah dan Ibu Harus Tau!
52 Episode 52 ~ Dekapan Oma
53 Episode 53 ~ Yang Dirindukan, Datang!
54 Episode 54 ~ Keputusan Dhana
55 Episode 55 ~ Pembagian Raport
56 Episode 56 ~ Bertindak Adil
57 Episode 57 ~ Terkepung
58 Episode 58 ~ Kedatangan Orang Jauh
59 Episode 59 ~ Ide Yang Brilliant
60 Episode 60 ~ Si Kembar Belum Pulang
61 Episode 61 ~ Petunjuk Alat Pelacak
62 Episode 62 ~ Do'a Bapak Paruh Baya
63 Episode 63 ~ Rekaman CCTV
64 Episode 64 ~ Dituduh
65 Episode 65 ~ Kecurigaan Syahil
66 Episode 66 ~ Mempercayai Aifa'al
67 Episode 67 ~ Balada Wanita Dewasa
68 Episode 68 ~ Mata-mata
69 Episode 69 ~ Sakit Parah
70 Episode 70 ~ Kabar Dari Aifa'al
71 Episode 71 ~ Ikut Tertangkap
72 Episode 72 ~ Rencana Penyelamatan
73 Episode 73 ~ Jepitan Rambut
74 Visual dan Sedikit Kabar
75 Episode 74 ~ Terus Mengingkari
76 Episode 75 ~ Teringat Rencana Gibran
77 Episode 76 ~ Pria Asing di Basecamp
78 Episode 77 ~ Misi Berikutnya
79 Episode 78 ~ Kekejaman Bima
80 Episode 79 ~ Pikiran Buruk
81 Episode 80 ~ Nama Lainnya
82 Episode 81 ~ Pertumpahan Darah
83 Episode 82 ~ Licik dan Jahat
84 Episode 83 ~ Ada Bom!!!
85 Episode 84 ~ Rel Kereta Api
86 Episode 85 ~ Posisi Sulit
87 Episode 86 ~ Membentuk Grup
88 Episode 87 ~ Huufff...
89 Episode 88 ~ Tertembak
90 Episode 89 ~ Rasa Bersalah
91 Episode 90 ~ Peringatan Keras
92 Episode 91 ~ Sindrom PTSD
93 Episode 92 ~ Sketsa Rahasia
94 Episode 93 ~ Bram CS Zivana
95 Episode 94 ~ Butuh Waktu
96 Episode 95 ~ Ingin Menyusul Dhina
97 Episode 96 ~ Tidak Ditutupi Lagi
98 Episode 97 ~ Tingkah Pasutri Absurd
99 Episode 98 ~ Terselip Kisah Pilu
100 Episode 99 ~ Harus Berpencar
101 Episode 100 ~ Hancur!!!
102 Episode 101 ~ Memohon
103 Episode 102 ~ Berita Pagi
104 Episode 103 ~ Masih Sama
105 Episode 104 ~ Psikoterapi
106 Episode 105 ~ Tegarlah!!!
107 Episode 106 ~ Imam dan Dhina
108 Episode 107 ~ Video Terakhir
109 Episode 108 ~ Imam Pamit
110 Episode 109 ~ Kunjungan Dimas
111 Episode 110 ~ Kecanggihan Teknologi
112 Episode 111 ~ Luka Tak Kasat Mata
113 Episode 112 ~ Ingin Ke Makam
114 Episode 113 ~ Mimpi kah?
115 Episode 114 ~ Tiger VC Black Moon
116 Episode 115 ~ Yasinan dan Teror (Spesial)
117 Episode 116 ~ Isi Kotak Teror
118 Episode 117 ~ Masuk Sekolah Lagi
119 Episode 118 ~ Kekecewaan Hati
120 Episode 119 ~ Keluhan Black Moon
121 Episode 120 ~ Menolong Wanita Asing
122 Episode 121 ~ Air Mata Penyesalan
123 Episode 122 ~ Namanya Rumi
124 Episode 123 ~ Kalah Cepat
125 Episode 124 ~ Ketulusan Sosok Ibu
126 Episode 125 ~ Berusaha Menyadarkan
127 Episode 126 ~ Pelukan Terhangat
128 Episode 127 ~ Suapan Mami
129 Episode 128 ~ Makan Malam Spesial
130 Episode 129 ~ Anak Muda vc Orang Tua
131 Episode 130 ~ Pencarian
132 Episode 131 ~ Cara Bersyukur
133 Episode 132 ~ Sensitive
134 Episode 133 ~ Jebakan
135 Episode 134 ~ Pukulan Dendam
136 Episode 135 ~ Terluka
137 Episode 136 ~ Mobil di Depan Gerbang
138 Episode 137 ~ Penjelasan
139 Episode 138 ~ Terjebak Sendiri
140 Episode 139 ~ Kertas Kuning
141 Episode 140 ~ Permohonan Rumi
142 Episode 141 ~ Tekad Bram
143 Episode 142 ~ Menyampaikan Pesan
144 Episode 143 ~ Cip
145 Episode 144 ~ Bagi Tugas
146 Episode 145 ~ Iblis Berwujud Manusia
147 Episode 146 ~ Aksi Diam-diam
148 Episode 147 ~ Gedung Kosong
149 Episode 148 ~ Takdir Gadis Bisu
150 Episode 149 ~ Headshot
151 Episode 150 ~ Niat Baik Dhana
152 Episode 151 ~ Acara Perpisahan
153 Episode 152 ~ Acara Perpisahan 2
154 Surat Cinta Author
155 Season 2 {Episode 1 ~ Perjalanan Baru}
156 Season 2 {Episode 2 ~ Trauma Damar}
157 Season 2 {Episode 3 ~ Datang Kembali}
158 Season 2 {Episode 4 ~ Hari yang Baru}
159 Season 2 {Episode 5 ~ Tak Terkendali}
160 Season 2 {Episode 6 ~ Ancaman Lagi}
161 Season 2 {Episode 7 ~ Toko Buku}
162 Season 2 {Episode 8 ~ Arahan Hati}
163 Season 2 {Episode 9 ~ Kacau}
164 Season 2 {Episode 10 ~ Berebut Salah}
165 Season 2 {Episode 11 ~ Sumpah Bima}
166 Season 2 {Episode 12 ~ Masih Berusaha}
167 Season 2 {Episode 13 ~ Berita Baru}
168 Season 2 {Episode 14 ~ CCTV Tersembunyi}
169 Season 2 {Episode 15 ~ Pagi-pagi}
170 Season 2 {Episode 16 ~ Bimbingan}
171 Season 2 {Episode 17 ~ Bertemu}
172 Seaaon 2 {Episode 18 ~ Gejala Aneh}
173 Visual Tokoh Season 2
174 Season 2 {Episode 19 ~ Drop}
175 Season 2 {Episode 20 ~ Takut Terulang}
176 Season 2 {Episode 21 ~ Penyakit Langka}
177 Season 2 {Episode 22 ~ Frustasi}
178 Season 2 {Episode 23 ~ Ujian}
179 Season 2 {Episede 24 ~ Penuh Emosional}
Episodes

Updated 179 Episodes

1
Episode 1 ~ Aku, Wulan...
2
Episode 2 ~ Bukan Salah Papi
3
Episode 3 ~ Flashback
4
Episode 4 ~ Flashback (2)
5
Episode 5 ~ Flashback (3)
6
Episode 6 ~ Flashback (4)
7
Episode 7 ~ Keluh Kesah Damar
8
Episode 8 ~ Tamu Spesial
9
Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra
10
Episode 10 ~ Amarah Aiziel
11
Episode 11 ~ Masih Kecewa
12
Episode 12 ~ Andaikan saja...
13
Episode 13 ~ Habis Kesabaran
14
Episode 14 ~ Nilai Ulangan Harian
15
Episode 15 ~ Darah Tinggi
16
Episode 16 ~ Niat Damar
17
Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan
18
Episode 18 ~ Teringat Seseorang
19
Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil
20
Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta
21
Episode 21 ~ Kebenaran Baru
22
Episode 22 ~ Siapa Zivana Sebenarnya
23
Episode 23 ~ Rewards Fantastis
24
Episode 24 ~ Lupa Waktu
25
Episode 25 ~ Hilang
26
Episode 26 ~ Lilitan Kain di Balkon
27
Episode 27 ~ Tersesat
28
Episode 28 ~ Naluri
29
Episode 29 ~ Ketoprak Yang Hilang
30
Episode 30 ~ Kesempatan
31
Episode 31 ~ Empat Mata
32
Episode 32 ~ Pulang
33
Episode 33 ~ One Step Closer
34
Episode 34 ~ Firasat
35
Episode 35 ~ Tabrak Lari
36
Episode 36 ~ Bertemu
37
Episode 37 ~ Hukum Cambuk
38
Episode 38 ~ Akhirnya Sadar
39
Episode 39 ~ Geram
40
Episode 40 ~ Kapten Oleng
41
Episode 41 ~ Salah Memilih Orang
42
Episode 42 ~ Apakah Ini Pertanda?
43
Episode 43 ~ Mabuk
44
Episode 44 ~ Partai Pelindung
45
Episode 45 ~ Kotak Buku Lama
46
Episode 46 ~ Kepingan Masa Lalu
47
Episode 47 ~ Memberitahu Papi
48
Episode 48 ~ Gelagat Aneh
49
Episode 49 ~ Brownies Coklat
50
Episode 50 ~ Gelap Mata Lagi
51
Episode 51 ~ Ayah dan Ibu Harus Tau!
52
Episode 52 ~ Dekapan Oma
53
Episode 53 ~ Yang Dirindukan, Datang!
54
Episode 54 ~ Keputusan Dhana
55
Episode 55 ~ Pembagian Raport
56
Episode 56 ~ Bertindak Adil
57
Episode 57 ~ Terkepung
58
Episode 58 ~ Kedatangan Orang Jauh
59
Episode 59 ~ Ide Yang Brilliant
60
Episode 60 ~ Si Kembar Belum Pulang
61
Episode 61 ~ Petunjuk Alat Pelacak
62
Episode 62 ~ Do'a Bapak Paruh Baya
63
Episode 63 ~ Rekaman CCTV
64
Episode 64 ~ Dituduh
65
Episode 65 ~ Kecurigaan Syahil
66
Episode 66 ~ Mempercayai Aifa'al
67
Episode 67 ~ Balada Wanita Dewasa
68
Episode 68 ~ Mata-mata
69
Episode 69 ~ Sakit Parah
70
Episode 70 ~ Kabar Dari Aifa'al
71
Episode 71 ~ Ikut Tertangkap
72
Episode 72 ~ Rencana Penyelamatan
73
Episode 73 ~ Jepitan Rambut
74
Visual dan Sedikit Kabar
75
Episode 74 ~ Terus Mengingkari
76
Episode 75 ~ Teringat Rencana Gibran
77
Episode 76 ~ Pria Asing di Basecamp
78
Episode 77 ~ Misi Berikutnya
79
Episode 78 ~ Kekejaman Bima
80
Episode 79 ~ Pikiran Buruk
81
Episode 80 ~ Nama Lainnya
82
Episode 81 ~ Pertumpahan Darah
83
Episode 82 ~ Licik dan Jahat
84
Episode 83 ~ Ada Bom!!!
85
Episode 84 ~ Rel Kereta Api
86
Episode 85 ~ Posisi Sulit
87
Episode 86 ~ Membentuk Grup
88
Episode 87 ~ Huufff...
89
Episode 88 ~ Tertembak
90
Episode 89 ~ Rasa Bersalah
91
Episode 90 ~ Peringatan Keras
92
Episode 91 ~ Sindrom PTSD
93
Episode 92 ~ Sketsa Rahasia
94
Episode 93 ~ Bram CS Zivana
95
Episode 94 ~ Butuh Waktu
96
Episode 95 ~ Ingin Menyusul Dhina
97
Episode 96 ~ Tidak Ditutupi Lagi
98
Episode 97 ~ Tingkah Pasutri Absurd
99
Episode 98 ~ Terselip Kisah Pilu
100
Episode 99 ~ Harus Berpencar
101
Episode 100 ~ Hancur!!!
102
Episode 101 ~ Memohon
103
Episode 102 ~ Berita Pagi
104
Episode 103 ~ Masih Sama
105
Episode 104 ~ Psikoterapi
106
Episode 105 ~ Tegarlah!!!
107
Episode 106 ~ Imam dan Dhina
108
Episode 107 ~ Video Terakhir
109
Episode 108 ~ Imam Pamit
110
Episode 109 ~ Kunjungan Dimas
111
Episode 110 ~ Kecanggihan Teknologi
112
Episode 111 ~ Luka Tak Kasat Mata
113
Episode 112 ~ Ingin Ke Makam
114
Episode 113 ~ Mimpi kah?
115
Episode 114 ~ Tiger VC Black Moon
116
Episode 115 ~ Yasinan dan Teror (Spesial)
117
Episode 116 ~ Isi Kotak Teror
118
Episode 117 ~ Masuk Sekolah Lagi
119
Episode 118 ~ Kekecewaan Hati
120
Episode 119 ~ Keluhan Black Moon
121
Episode 120 ~ Menolong Wanita Asing
122
Episode 121 ~ Air Mata Penyesalan
123
Episode 122 ~ Namanya Rumi
124
Episode 123 ~ Kalah Cepat
125
Episode 124 ~ Ketulusan Sosok Ibu
126
Episode 125 ~ Berusaha Menyadarkan
127
Episode 126 ~ Pelukan Terhangat
128
Episode 127 ~ Suapan Mami
129
Episode 128 ~ Makan Malam Spesial
130
Episode 129 ~ Anak Muda vc Orang Tua
131
Episode 130 ~ Pencarian
132
Episode 131 ~ Cara Bersyukur
133
Episode 132 ~ Sensitive
134
Episode 133 ~ Jebakan
135
Episode 134 ~ Pukulan Dendam
136
Episode 135 ~ Terluka
137
Episode 136 ~ Mobil di Depan Gerbang
138
Episode 137 ~ Penjelasan
139
Episode 138 ~ Terjebak Sendiri
140
Episode 139 ~ Kertas Kuning
141
Episode 140 ~ Permohonan Rumi
142
Episode 141 ~ Tekad Bram
143
Episode 142 ~ Menyampaikan Pesan
144
Episode 143 ~ Cip
145
Episode 144 ~ Bagi Tugas
146
Episode 145 ~ Iblis Berwujud Manusia
147
Episode 146 ~ Aksi Diam-diam
148
Episode 147 ~ Gedung Kosong
149
Episode 148 ~ Takdir Gadis Bisu
150
Episode 149 ~ Headshot
151
Episode 150 ~ Niat Baik Dhana
152
Episode 151 ~ Acara Perpisahan
153
Episode 152 ~ Acara Perpisahan 2
154
Surat Cinta Author
155
Season 2 {Episode 1 ~ Perjalanan Baru}
156
Season 2 {Episode 2 ~ Trauma Damar}
157
Season 2 {Episode 3 ~ Datang Kembali}
158
Season 2 {Episode 4 ~ Hari yang Baru}
159
Season 2 {Episode 5 ~ Tak Terkendali}
160
Season 2 {Episode 6 ~ Ancaman Lagi}
161
Season 2 {Episode 7 ~ Toko Buku}
162
Season 2 {Episode 8 ~ Arahan Hati}
163
Season 2 {Episode 9 ~ Kacau}
164
Season 2 {Episode 10 ~ Berebut Salah}
165
Season 2 {Episode 11 ~ Sumpah Bima}
166
Season 2 {Episode 12 ~ Masih Berusaha}
167
Season 2 {Episode 13 ~ Berita Baru}
168
Season 2 {Episode 14 ~ CCTV Tersembunyi}
169
Season 2 {Episode 15 ~ Pagi-pagi}
170
Season 2 {Episode 16 ~ Bimbingan}
171
Season 2 {Episode 17 ~ Bertemu}
172
Seaaon 2 {Episode 18 ~ Gejala Aneh}
173
Visual Tokoh Season 2
174
Season 2 {Episode 19 ~ Drop}
175
Season 2 {Episode 20 ~ Takut Terulang}
176
Season 2 {Episode 21 ~ Penyakit Langka}
177
Season 2 {Episode 22 ~ Frustasi}
178
Season 2 {Episode 23 ~ Ujian}
179
Season 2 {Episede 24 ~ Penuh Emosional}

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!