...☘️☘️☘️...
"Assalamualaikum, Sayang. Mas datang lagi untuk mengunjungi Adek."
Setelah mengantar Damar dan Wulan tepat di depan sekolah mereka, Dhana yang awalnya hendak ke Cafe memilih untuk memutar balik arahnya. Merasa perlu teman untuk berkeluh kesah, Dhana pun datang ke makan sang adik. Seperti inilah rutinitas seorang Dhana di saat suasana hati sedang tidak enak. Setelah lama tidak berkunjung ke makam sang adik karena disibukkan dengan berbagai macam masalah, baik itu masalah Cafe maupun masalah pribadi. Membuat Dhana tidak mempunyai waktu untuk mengunjungi makam Dhina.
"Adek apa kabar di sana? Mas kangen sekali sama Adek. Maaf ya, akhir-akhir ini Mas tidak sempat datang ke sini untuk melihat makam Adek."
Seutas senyum pun terbingkai di wajah Dhana yang tampan, tangannya terulur meletakkan sebuah bucket bunga mawar merah yang berbungkus kertas berwarna putih kesukaan sang adik di atas pusara. Matanya memanas seketika, kepingan demi kepingan kenangan di masa lalu saat sang adik masih hidup kembali berputar. Jatuh sudah bulir bening dari pelupuk mata Dhana saat kedua tangannya terangkat untuk mengirimkan rangkaian kalam cinta pada sang adik yang sudah tenang di alam sana.
"Mas kangen, Dek. Mas kangen dengan masa kita dulu. Sudah 20 tahun Adek meninggalkan Mas dan keluarga kita, tapi tidak sedikit pun kasih sayang dan rasa rindu ini hilang. Saat ini, anak-anak sudah besar. Anak Mas Ammar, Mas Sadha dan anak Mas. Mereka semua sangat tampan, bahkan melebihi ketampanan ayahnya. Hanya satu di antara mereka yang cantik, yaitu putri Mas. Kecantikannya sama seperti Adek, hati dan jiwanya pun demikian. Apa mungkin putri Mas titisan Adek?"
Seperti orang yang sedang curhat, sesekali Dhana tersenyum dan tertawa walaupun kecil. Namun sesekali wajahnya mendadak sendu, bulir dari telaga bening pun ikut jatuh di saat bersamaan. Diusapnya batu nisan sang adik dengan lembut, seakan tengah mengelus wajah sang adik, membuat senyum Dhana terbit lagi.
"Saat ini Mas sedang bingung, Dek. Masalah Mala tidak kunjung berakhir. Kebencian yang ada di dalam hati Mala terhadap Wulan masih sama dan bahkan semakin parah. Sejak sadar dari koma, Mala benar-benar berubah apalagi terhadap putrinya sendiri. Mas bingung harus dengan cara apa lagi untuk melunakkan Mala. Kasihan Wulan, Dek. Sejak kecil, Wulan belum pernah merasakan hangat dari pelukan ibunya. Mas harus apa Dek? Biar Mala berubah seperti dulu lagi."
Dhana meracau, mengeluarkan semua keluh kesah yang tersimpan di dalam hatinya. Rasa sesak pun kian hadir, membuatnya tidak bisa lagi menahan air mata.
"Kenapa akhir-akhir ini Adek jarang sekali datang ke dalam mimpi Mas? Mas kangen sekali sama Adek dan Mas ingin cerita banyak tentang kehidupan Mas setelah menikah. Tapi sepertinya Adek terlalu senang di sana hingga melupakan Mas di sini."
Dhana yang meracau dan menangis pun mengusap wajahnya sedikit kasar. Namun tiba-tiba, di saat suasana hatinya masih kacau Dhana merasakan ponselnya yang bergetar. Dengan cepat, Dhana meraih ponsel dari saku celananya dan mendapati nama Sadha di sana.
"Assalamualaikum Mas..."
"Wa'alaikumsalam... Dhana kamu di mana?" tanya Sadha di balik telepon dan terdengar panik.
"Dhana sedang di luar, Mas. Memang kenapa? Mas Sadha baik-baik saja, bukan? Kenapa suara Mas seperti orang yang sedang panik?"
"Mas memang sedang panik, Dhana." jawab Sadha yang terdengar gusar di seberang sana.
Dhana terdiam sejenak, berusaha memahami maksud dari perkataan sang mas tengahnya.
"Mas Sadha panik kenapa? Ada apa Mas?"
"Sebaiknya kamu datang ke sini, Dhana. Karena............" jawab Sadha yang gugup.
"Karena apa Mas? Jangan membuat Dhana takut seperti ini dong! Ada apa? Mas Sadha bicara yang jelas!"
Dhana pun merasa kesal karena Sadha yang panik tak kunjung memberitahunya. Perasaan tidak karuan pun datang, menyelimuti hatinya.
"Mas Ammar... Mas Ammar masuk rumah sakit, Dhana." jawab Sadha yang semakin gugup dan takut.
"Apa?"
Dhana yang terkejut pun langsung beranjak dari duduknya di samping makam sang adik. Tanpa berpikir panjang, ponsel yang masih terhubung pun langsung dimatikan oleh Dhana. Sejurus kemudian, Dhana bergegas pergi dari makam menuju tempat parkir. Lalu Dhana masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Guratan kecemasan pun terlihat jelas di wajah tampan Dhana setelah mendapat kabar buruk dari Sadha tentang mas sulungnya. Dhana pun berusaha tenang dan fokus mengemudi.
"Ya Allah... masalah apa lagi ini?"
***
Suasana di dalam kelas semakin tegang saat guru yang hendak memberitahu nilai ulangan harian pun mulai berjalan ke depan kelas.
"Nilai ulangan yang paling tinggi minggu ini berhasil dicapai oleh Wulan."
Wulan yang sejak tadi tertunduk pun langsung mengangkat kepalanya dan melihat sang guru. Wajahnya berbinar saat mendengar nilai yang berhasil ia dapatkan untuk kesekian kalinya. Sementara Zivana yang mendengar kabar itu membuat wajahnya berubah menjadi masam.
"Selamat ya, Wulan. Untuk yang kesekian kali atau bahkan yang kesekian ratusan kali kamu berhasil mencapai nilai ulangan harian yang paling tinggi. Ibu benar-benar bangga karena mempunyai siswi seperti kamu. Pertahankan ya, Nak. Kamu harus mempertahankan hal ini." tutur guru yang cantik dan lembut itu seraya memberikan kertas ulangan Wulan.
Wulan yang terharu pun mengangguk cepat, seakan merespon perkataan sang guru yang bangga padanya. Lalu Wulan melihat secarik kertas ulangan itu dan benar saja, nilai yang sangat sempurna tercantum indah di kertas itu.
"Paling dia menyontek, Bu. Atau dia membuat jimat biar lancar menjawab semua pertanyaan ulangan." sungut Zivana yang memprovokasi.
"Cukup, Zivana! Seharusnya kamu malu dan berkaca terlebih dahulu sebelum berbicara!!! Kamu itu seharusnya menjadi contoh karena kamu anak pemilik sekolah, tapi nilai ulangan harian kamu minggu ini yang paling rendah!!! Sebagai wali kelas, Ibu kecewa dengan sikap kamu yang tidak mencerminkan sikap sopan dan beretika terhadap sesama. Seharusnya kamu malu karena kalah dari Wulan, padahal dia terbatas. Sementara kamu semuanya bisa. Kamu bisa bicara dan mendengar dengan baik. Ibu harap di ujian nanti nilai kamu akan tinggi, Zivana. Karena kalau tidak, Ibu terpaksa harus meninggalkan kamu di kelas ini." tutur Bu Guru.
Zivana pun mendengus kesal seraya melirik tajam ke arah Wulan. Gadis itu mengerti dan paham apa yang dimaksud oleh sang guru yang sedang mengancam dirinya. Sementara siswa dan siswi lainnya hanya diam, mereka semua mendadak bisu saat sang guru yang terlihat sangat marah dengan sikap Zivana.
Sial!!! Gara-gara anak tuli itu gue jadi terkena marah sama Bu Kinan. Awas saja lo, anak tuli! Akan ada balasan yang setimpal untuk anak yang sok pintar di sekolah ini. Gumam Zivana dalam hati.
Wulan yang melihat tatapan tajam Zivana pun memilih untuk memalingkan wajahnya karena tidak ingin mencari masalah lagi dengan anak itu. Namun walaupun Wulan diam, sepertinya Zivana akan selalu mencari cara lain untuk menjatuhkan Wulan di depan para guru yang sangat membanggakan dirinya.
Setelah membagikan hasil ulangan, Bu Kinan yang mempunyai jadwal mengajar hari ini pun memulai pelajaran.
Bu Kinan, seorang guru sekaligus wali kelas Wulan di sekolah, mempunyai sifat yang baik, lemah lembut dan tentunya tidak pemarah. Ia merupakan salah satu guru favorit di sekolah ini. Dengan usianya yang masih muda, cantik dan baik, membuat Bu Kinan menjadi incaran para guru jomblo yang mengajar di sekolah ini. Namun para guru jomblo yang mengincar Bu Kinan harus gigit jari karena status Bu Kinan yang sudah menjadi milik orang lain.
"Sekarang kalian buka buku pelajaran. Ibu akan menjelaskan tentang...."
Pelajaran hari ini pun berlangsung hikmat, walaupun sesekali terjadi keributan sedang ketika Bu Kinan sedang menerangkan materi. Tapi bukan Bu Kinan namanya jika ia tidak mampu untuk mengontrol para siswa-siswi.
***
Setelah menempuh jarak yang cukup jauh dari makam menuju rumah sakit, akhirnya Dhana pun sampai di pekarangan rumah sakit Pusat. Tanpa berlama-lama lagi, Dhana menghambur keluar dari mobil dan berlari masuk ke dalam rumah sakit. Matanya pun mengedar, mencari keberadaan Sadha yang sempat memberitahu dirinya tentang Ammar.
"Ayah, Ibu..."
Saat Dhana mengedar, bukan Sadha yang ia temukan melainkan ayah dan ibunya. Mereka terlihat sedang duduk di depan ruang UGD bersama dengan Ibel, Aiziel, dan juga Vanny. Lalu Dhana pun berlari mendekati keluarganya.
"Ayah, Ibu, Kak Ibel, Kak Vanny..."
Pak Aidi, Bu Aini, Ibel, Vanny dan Aiziel pun menoleh serentak ke arah Dhana yang baru saja sampai di hadapan mereka. Dhana pun duduk di samping Ibel yang termenung dan terdiam seraya mengepal kedua tangannya.
"Apa yang terjadi Kak? Kenapa Mas Ammar bisa masuk UGD seperti ini?" tanya Dhana seraya mengusap dan merangkul bahu Ibel.
"Darah tinggi Mas Ammar kumat lagi, Dhana. Karena itu Mas Ammar sempat pingsan dan Kakak langsung membawanya ke sini dengan Ziel." jawab Ibel yang terlihat sudah tenang.
"Lalu Mas Sadha di mana? Tadi Mas Sadha yang memberitahu Dhana kalau Mas Ammar masuk rumah sakit." ujar Dhana yang melihat ke arah Pak Aidi, Bu Aini dan Vanny.
"Mas Sadha ada di dalam, Dhana. Lebih baik kamu masuk ke dalam. Kami semua sudah melihat kondisi Kak Ammar tadi. Dia sudah sadar kok. Jadi kamu jangan khawatir lagi." jawab Vanny yang berdiri di samping Aiziel.
Dahi Dhana mengeryit heran tatkala matanya menangkap Aiziel yang hanya diam sejak tadi. Sesekali Bu Aini juga mengusap bahu Aiziel seperti sedang menenangkan cucunya itu. Karena penasaran, Dhana pun menoleh ke arah Vanny, tapi yang dilihat hanya menganggukan kepala seakan menyuruhnya untuk masuk ke dalam ruang UGD dan melihat kondisi Ammar.
Tanpa berpikir panjang karena hatinya sudah terlanjur penasaran, Dhana pun beranjak dan bergerak masuk ke dalam UGD.
"Mas..."
Suara parau Dhana yang berjalan mendekati tempat tidur, di mana Ammar terbaring dan terlihat masih lemas pun mengejutkan Sadha. Sementara Ammar yang sudah sadar namun masih berbaring hanya mengulas senyumnya.
"Mas... kenapa bisa jadi seperti ini? Baru tadi malam Mas, Kak Ibel dan Ziel datang. Kenapa Mas bisa masuk rumah sakit? Kak Ibel bilang darah tinggi Mas kumat lagi, itu artinya pasti Mas terlalu kelelahan dan kurang beristirahat." ujar Dhana yang meracau seraya mengusap lengan mas sulungnya.
Ammar dan Sadha pun saling pandang saat melihat kekhawatiran di wajah Dhana yang terlihat jelas sekali. Lalu...
"Mas Ammar sudah tidak apa-apa, Dik. Kamu jangan khawatir lagi ya. Mas Ammar hanya butuh banyak istirahat dan tidak ada yang serius kok." ujar Sadha yang menenangkan Dhana seraya mengusap punggungnya.
"Sadha benar, Dhana. Mas baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Oke?" timpal Ammar yang ikut menenangkan Dhana.
Dhana hanya menganggukan kepalanya pelan lalu ia duduk di tepi tempat tidur Ammar yang masih terbaring lemah dengan jarum infus di salah satu punggung tangannya.
"Mas... sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa darah tinggi Mas Ammar bisa kumat, padahal saat datang ke rumah tadi malam Mas terlihat sehat dan baik-baik saja." ujar Dhana heran.
Mendengar pertanyaan sang adik yang sangat penasaran, membuat Ammar merasa tidak enak hati untuk memberitahunya. Ammar pun menoleh sekejap ke arah Sadha yang terlihat menganggukan kepala, seakan mendukung Ammar untuk menceritakan semuanya pada Dhana. Melihat anggukan Sadha, Ammar pun menghela nafas panjang. Lalu...
"Lebih baik kamu tanyakan pada Ziel, Dhana. Darah tinggi Mas yang kumat karena ulahnya dan Al." jawab Ammar yang terdengar lemah.
"Maksud Mas apa? Jangan Mas bilang kalau Mas bertengkar dengan mereka?" ujar Dhana yang tercengang dengan perkataan Ammar.
Ammar menghela nafas panjang lagi seraya menggelengkan kepalanya. Dan pastinya membuat Dhana semakin heran dan bingung.
Sementara Sadha yang sudah tau semuanya dan melihat sang adik kebingungan pun ikut menghela nafas kasar. Tanpa ketiganya sadari, ada sepasang mata yang sedang melihat dan berdiri di ambang pintu ruang UGD.
"Ziel yang bertengkar dengan Al, Uncle!!!"
.
.
.
.
.
Happy Reading All 😇😇😇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
ZasNov
Ternyata Ammar sampai drop karena Aiziel bertengkar sama Aifa'al.. 😥
Akar masalah mereka pasti pembahasan Wulan..
Mungkin Al merasa kasih sayang kakaknya terbagi, tapi tidak seharusnya Al merasa iri pad Wulan..😣
Zivana bener2 nyebelin, harusnya dia bisa jadi contoh di sekolah..
Bukannya malah menyalahgunakan namanya sebagai anak pemilik sekolah, buat ngebully orang lain..😓
Semoga Zivana dapet hukuman atas sikap buruknya..
2021-12-19
0
Senja Merona🍂
ada aja ya anak macam zivana, yg suka resek sm anak seperti wulan
2021-11-29
0
Senja Merona🍂
mungkin mala bisa dirukyah 😤
2021-11-29
0