Episode 18 ~ Teringat Seseorang

...☘️☘️☘️...

"Wa'alaikumsalam..."

Wajah Ibel mendadak sendu saat mengakhiri percakapan dirinya dengan Damar. Karena ia terpaksa harus berbohong pada Damar kalau Aiziel sedang baik-baik saja. Padahal saat ini pria itu tengah bersedih dan menyesali sikap kasarnya pada Aifa'al tadi malam sehingga membuat sang daddy masuk rumah sakit.

"Sudahlah, Kak. Memang lebih baik seperti ini, bukan? Lebih baik Damar dan Wulan tidak tau kalau Kak Ammar masuk UGD karena melihat Ziel dan Al berkelahi. Apalagi kalau Wulan tau siapa penyebab perkelahian di antara Ziel dan Al. Pasti dia akan sedih dan merasa bersalah, Kak." tutur Vanny yang masih setia duduk di samping Ibel di kursi tunggu UGD.

Ibel terdiam seraya membenarkan posisi duduk yang tadinya bersandar kini bertopang dagu. Sementara Vanny berusaha menenangkan Ibel yang masih khawatir dengan kedua putranya. Ia takut kalau keduanya akan bertengkar lagi dan membuat Ammar anfal lagi seperti sekarang.

"Kakak jangan khawatir lagi ya. Kondisi Kak Ammar sudah membaik dan mungkin hari ini dia sudah bisa pulang. Kalau masalah Al, itu kita pikirkan nanti. Vanny yakin kalau Ziel bisa menyelesaikan masalahnya dengan Al." ujar Vanny lagi seraya mengusap lengan Ibel.

"Kakak khawatir sama Al, Van. Dia semakin keras dan sulit diatur. Mas Ammar sering mengeluh sakit kepala karena melihatnya. Kakak takut Al akan semakin keras dan berani menentang daddy-nya, Van." jawab Ibel seraya menoleh ke arah Vanny.

"Kak... Al itu anak yang baik. Dia hanya terpengaruh dengan gaya hidup dan lingkungan yang semakin luas di luar sana. Vanny yakin, suatu saat dia akan berubah. Kakak seperti tidak tau saja, Al tidak jauh berbeda dengan Syahil. Mereka sama-sama bangor dan sulit diatur akhir-akhir ini." ujar Vanny yang masih menenangkan Ibel.

Ibel pun terhenyak saat mendengar perkataan Vanny. Pikirannya yang kalut karena khawatir membuatnya lupa akan satu hal, yaitu Syahil.

"Oh iya, Kakak sampai lupa. Syahil baik-baik saja, bukan? Apakah sikapnya masih seperti dulu? Kamu tau sendiri 'kan kalau Syahil juga tidak menyukai keberadaan Wulan, seperti Al." ujar Ibel yang bergeser dan menghadap Vanny.

Vanny menghela nafas berat jika mengingat kelakuan salah satu putra kembarnya. Tidak berbeda jauh dengan Aifa'al, Syahil pun juga sama. Sama-sama tidak menerima Wulan di tengah-tengah keluarga mereka karena gadis itu cacat. Aifa'al dan Syahil yang masih muda dan sulit mengontrol perasaan, menganggap Wulan sebagai aib di keluarga besar mereka.

Karena di antara mereka hanya Wulan yang berbeda dan tidak bisa bicara. Namun sifat Syahil berbanding terbalik dengan kakaknya yaitu Syahal. Sama seperti Aiziel, Syahal pun juga sangat menyayangi Wulan. Tidak heran apabila Syahal dan Syahil juga sama seperti Aiziel dan Aifa'al, sering bertengkar karena perbedaan pendapat di antara mereka.

"Sudahlah, Kak. Vanny malas sekali jika harus membahas Syahil di saat seperti ini. Semalam saja dia tidak pulang ke rumah. Entah di mana anak itu sekarang. Bahkan sampai saat ini, dia belum menghubungi Vanny. Syahal juga sudah mencarinya tapi belum ketemu juga, Kak." ujar Vanny seraya meremas kuat tangannya sendiri.

Ibel menghela nafas panjang seraya mengelus lengan Vanny. Berusaha menguatkan sang adik ipar yang juga mempunyai masalah. Suasana hening pun tak terelakkan. Ibel dan Vanny yang duduk berdua di depan ruang tunggu terdiam. Sementara Pak Aidi dan Bu Aini memilih untuk masuk ke dalam ruang UGD melihat Ammar.

"Kak Ibel, Kak Vanny..."

Ibel dan Vanny terperanjat di saat seseorang, tiba-tiba datang menghampiri. Mereka pun mendongakkan kepala serentak dan melihat siapa yang datang secara tiba-tiba itu.

"Mala... kamu di sini?" tanya Ibel yang berdiri dari tempat duduknya dan mengedar matanya.

Ternyata sosok yang datang itu adalah Mala. Wanita itu tampak terengah-engah dan tengah berusaha mengontrol pernafasannya. Ibel pun menoleh ke arah Vanny yang masih duduk dan juga melihat ke arahnya. Mereka heran dengan sikap Mala yang terengah-engah seperti ini.

"Iya, Kak. Ibu menelepon dan memberitahu Mala kalau Mas Ammar masuk rumah sakit. Karena itu Mala langsung ke sini." ujar Mala yang masih terengah-engah karena berlari.

Ibel dan Vanny saling pandang lagi. Sejurus kemudian, Vanny memalingkan wajahnya ke arah lain karena enggan melihat iparnya itu. Melihat itu, Ibel menghela nafas berat seraya menenangkan Mala yang terengah-engah.

"Mas Ammar baik-baik saja, Mala. Dia sudah sadar sejak tadi. Kamu masuk saja ke dalam. Ada Ayah, Ibu, Sadha, Ziel dan Dhana di sana. Mas Ammar pasti senang melihat kamu." ujar Ibel seraya mengusap lembut bahunya.

"Mas Dhana di sini Kak?" tanya Mala yang terkejut dan nafasnya sudah mulai teratur.

"Iya... Dhana ada di dalam. Lebih baik kamu masuk." jawab Ibel yang mengulas senyum.

Mala pun terdiam. Rasa kesal terhadap Dhana kembali menjalar memenuhi hatinya. Pasalnya Dhana tidak memberitahunya tentang Ammar yang masuk rumah sakit, hingga membuatnya tidak enak hati dengan Ibel karena baru datang mengunjungi kakak iparnya itu.

"Kalau begitu Mala masuk dulu ya, Kak." ujar Mala yang mengulas senyum seraya melihat Ibel dan Vanny bergantian.

Ibel yang tersenyum pun mengangguk, berbeda dengan Vanny. Istri Sadha itu sepertinya dingin sekali pada iparnya itu hingga enggan bersikap manis dengan Mala. Melihat anggukan Ibel dan dinginnya sikap Vanny membuat Mala beranjak pergi lalu masuk ke dalam UGD.

"Kak Ibel kenapa sih masih bersikap baik saja pada Mala? Kalau Vanny ada di posisi Kakak, Vanny akan memaki anak itu! Karena sikap dia semua ini terjadi. Keluarga kita yang sejak dulu damai, kini berubah karena kebenciannya pada Wulan. Al dan Syahil juga ikut-ikut meniru sifat buruknya itu. Seharusnya Kakak marah dong!!!" sungut Vanny yang beranjak dari duduknya.

"Sstttt!!! Kamu kok bicara seperti itu? Mala itu juga keluarga kita. Tidak baik menghakimi dan menghujat saudara sendiri. Kalau perkataanmu itu terdengar oleh Dhana, dia bisa sedih. Kamu mau melihat Dhana sedih dan terpuruk lagi?" jawab Ibel seraya meletakkan jari telunjuknya pada bibir Vanny yang bar-bar.

"Kalau tidak memikirkan Dhana, sudah Vanny cincang-cincang anak itu, Kak!!! Adek di sana pasti sedih melihat keluarga kita yang seperti sekarang ini. Anak-anak tidak akur, Dhana dan Mala bertengkar terus. Kita harus bagaimana Kak? Vanny kasihan sama Wulan, terutama Ibu dan Ayah. Mereka pasti stress karena melihat pertengkaran Dhana dan Mala di rumah." tutur Vanny yang terduduk lalu menutupi wajahnya.

Melihat Vanny yang mendadak frustasi seperti ini membuat Ibel tidak tega. Ibel pun ikut duduk kembali seraya menenangkan Vanny.

***

"Bagaimana dengan kondisi Mas Ammar?"

Mala yang sudah berada di dalam pun memilih untuk tetap berdiri di samping bed Ammar. Sementara itu, ia membiarkan sang ibu mertua tetap duduk di kursi yang ada di sisinya. Lalu Pak Aidi, Sadha, Dhana dan Aiziel juga masih berdiri di sisi bed Ammar yang satunya.

"Mas sudah baik-baik saja, Mala. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan." jawab Ammar yang mengulas senyum pada adik ipar bungsunya.

"Syukurlah kalau begitu. Mala terkejut sekali mendengar kabar dari Ibu. Karena itu Mala langsung tancap gas ke sini." ujar Mala yang menoleh sesekali ke arah Bu Aini.

"Tidak hanya kamu, Ayah, Ibu dan Dhana juga. Karena musibah ini pun mendadak. Jadi tidak ada yang tau." jawab Ammar yang menoleh ke arah Dhana.

Mala hanya mengangguk. Sesekali matanya melirik ke arah Dhana yang masih berdiri dan enggan untuk melihatnya balik. Dhana hanya terdiam, menyilangkan kedua tangan di dada seraya mengalihkan pandangan ke arah lain. Melihat sikap Dhana membuat kekesalan di dalam hati Mala semakin membuncah. Tapi karena ia masih waras dan mengerti dengan peraturan rumah sakit, membuatnya terdiam.

Ammar, Sadha, Pak Aidi dan Bu Aini yang menyadari kecanggungan di antara kedua insan itu pun saling pandang. Mereka tidak merasa heran lagi jika melihat pemandangan yang kurang baik dari pasangan satu itu.

"Permisi semuanya..."

Suara bariton sang dokter yang menangani Ammar pun datang menghampiri bersama seorang suster yang akan membantu proses pemeriksaan lebih lanjut, membuat Pak Aidi, Sadha, Dhana dan Aiziel bergeser ke sisi lain agar sang dokter lebih leluasa memeriksa kondisi pasiennya.

Dokter pun memeriksa kondisi Ammar dengan teliti agar tidak terjadi kesalahan yang akan berakibat tidak baik di kemudian waktu. Namun sejurus kemudian, dokter itu mengulas senyum yang dibalas senyuman pula oleh semuanya.

"Kondisi Dokter Ammar sudah stabil dan saya juga sudah sempat bicara dengan Dokter Ibel di luar. Kalau Dokter Ammar sudah dibolehkan untuk kembali ke rumah dan beristirahat yang cukup. Untuk beberapa hari ke depan ini, saya sarankan agar Dokter Ammar tidak melakukan dinas dulu. Istirahat yang cukup, jangan emosi dan dijaga pola makannya. Darah tinggi Dokter Ammar cukup tinggi di saat pingsan tadi. Jadi jangan stress dan jangan banyak pikiran." ujar sang dokter yang menjelaskan dengan details.

"Baiklah, Dok. Terima kasih atas bantuannya." jawab Ammar yang tersenyum lega karena ia tidak perlu menginap di rumah sakit.

"Sama-sama, Dokter Ammar. Resep obat anda sudah saya berikan pada Dokter Ibel dan saat ini beliau sedang menebus obat itu." ujar sang dokter yang tersenyum ramah.

"Baiklah, terima kasih..." ucap Ammar lagi.

Dokter itu pun hanya mengangguk. Setelah itu ia pergi bersama dengan sang suster. Namun sepeninggal dokter itu, Ibel dan Vanny masuk bersama dengan seseorang. Melihat sosok itu, membuat mata semuanya berbinar seketika.

"Mas Ronald..."

Sosok itu adalah Dokter Ronald. Dokter tampan yang merupakan sahabat sekaligus mas angkat bagi Ammar, Sadha dan Dhana. Dokter yang selama ini banyak membantu keluarga Ammar. Dokter yang sudah menjadi bagian dari mereka semua. Dokter yang selama beberapa tahun ini menetap di kota lain dan akhirnya kembali lagi ke kota besar di mana keluarganya berada.

"Assalamualaikum..."

Dokter Ronald yang tersenyum bahagia pun berjalan menghampiri Pak Aidi dan Bu Aini. Kedua paruh baya yang hampir berusia senja itu semakin berbinar saat Dokter Ronald berdiri di hadapan keduanya.

"Wa'alaikumsalam, Nak. MasyaAllah... kamu sudah kembali ke Jakarta dengan sehat dan selamat. Kamu apa kabar Nak? Sejak kapan kamu sampai di Jakarta? Kenapa kamu tidak memberitahu Ayah atau Ibu?" tutur Pak Aidi yang memeluk erat Dokter Ronald.

Dokter Ronald pun melerai pelukan. Senyum manis pun mengembang di wajahnya seraya melihat kedua orang tua angkatnya itu. Sejak Dhina tiada, Dokter Ronald semakin menjalin hubungan dekat dengan keluarga Ammar dan membuat Pak Aidi serta Bu Aini memintanya untuk tidak memanggil dengan embel-embel om dan tante lagi. Karena mendapat paksaan dan sudah terlalu nyaman dengan keluarga itu, membuat Dokter Ronald tidak punya pilihan.

"Maaf ya, Yah. Baru tiga hari ini Ronald sampai di Jakarta. Jadi belum sempat main ke rumah." jawab Dokter Ronald seraya mengusap lembut bahu sang ayah angkat.

"Paling tidak kamu memberitahu adik-adikmu, Sayang." timpal Bu Aini yang melirik tajam anak angkatnya itu.

"Biar jadi kejutan, Bu." jawab Dokter Ronald yang terkikik geli melihat ekspresi sang ibu.

Pak Aidi dan Bu Aini pun tertawa mendengar jawaban Dokter Ronald yang sudah mereka anggap seperti anak kandung mereka sendiri.

"Ekhheemm... sepertinya Ayah dan Ibu sudah melupakan kita ya, Mas. Mereka hanya sibuk bercengkrama dengan anak angkatnya saja!!!"

Seketika gelak tawa Pak Aidi, Bu Aini dan Dokter Ronald terhenti saat mendapat protes dari sang anak bungsu yang tak lain adalah Dhana. Sementara Ammar, Sadha, Mala, Ibel, Vanny dan Aiziel hanya terkikik geli melihatnya.

"Haduh, ternyata adik bungsu Mas yang sudah tua ini masih bisa cemburu ya. Sini peluk Mas!"

Dhana mendengus geli saat mendengar perkataan Dokter Ronald yang menyebutnya sudah tua. Namun sejurus kemudian, Dhana yang mendapatkan isyarat dari sang mas angkat pun tersenyum dan menghambur ke dalam pelukan Dokter Ronald. Begitu pula dengan Sadha. Rasa rindu yang mendalam setelah sekian tahun tidak bertemu akhirnya terbayar hari ini. Setelah berpelukan dengan Sadha dan Dhana, Dokter Ronald bergerak mendekati Ammar lalu berpelukan erat.

"Kenapa kamu bisa masuk rumah sakit Am?" tanya Dokter Ronald seraya melerai pelukan.

"Biasa, Mas. Terlalu banyak pikiran dan pasien yang harus ditangani akhir-akhir ini. Jadi inilah hasilnya. Untuk kedua kalinya masuk ke rumah sakit dan dirawat." jawab Ammar yang melas.

Dokter Ronald pun menggelengkan kepalanya karena merasa tidak heran lagi dengan sikap sang adik angkat. Sementara yang lain hanya menikmati pemandangan yang menenangkan di antara Ammar dan Dokter Ronald. Seketika mata Dokter tampan itu teralih ke arah Mala yang masih setia berdiri di sisi Ammar. Seutas senyum pun terbit tatkala melihat wajah wanita itu. Rasa rindu pada mending adik angkat yang sudah meninggal rasanya ikut terbayarkan.

Sesekali Dokter Ronald juga menoleh ke arah Sadha dan Dhana. Rasanya benar-benar utuh, seperti di saat mending Dhina masih hidup. Mata Dokter Ronald pun mulai berkaca-kaca. Kepingan demi kepingan kenangan manis dan pahit Dhina yang ikut ia saksikan dengan jelas, seakan berputar kembali tatkala melihat Mala.

"Mas... Mas Ronald kenapa menatap Mala seperti itu?"

.

.

.

.

.

Happy Reading All 😇😇😇

Terpopuler

Comments

ZasNov

ZasNov

Ternyata keluarga yang benci sama Wulan, bukan cuma Mala dan Al..Tapi juga Syahil salah satu anak kembarnya Shada dan Vanny..😣 Asli greget banget..
Kenapa bisa Mala baik sama semua orang, tapi sama anak sendiri bisa jahat kayak gitu..😩
Hmm, Ronald melihat Mala begitu mirip sama Dhina..Tapi tidak dengan sikap Mala yang buruk..😫

2021-12-19

0

triana 13

triana 13

like

2021-11-25

0

Machan

Machan

wajah boleh sama, tapi kelakuan luar biasa beda.

kenapa mala gak bisa baik ma putrinya

2021-11-23

0

lihat semua
Episodes
1 Episode 1 ~ Aku, Wulan...
2 Episode 2 ~ Bukan Salah Papi
3 Episode 3 ~ Flashback
4 Episode 4 ~ Flashback (2)
5 Episode 5 ~ Flashback (3)
6 Episode 6 ~ Flashback (4)
7 Episode 7 ~ Keluh Kesah Damar
8 Episode 8 ~ Tamu Spesial
9 Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra
10 Episode 10 ~ Amarah Aiziel
11 Episode 11 ~ Masih Kecewa
12 Episode 12 ~ Andaikan saja...
13 Episode 13 ~ Habis Kesabaran
14 Episode 14 ~ Nilai Ulangan Harian
15 Episode 15 ~ Darah Tinggi
16 Episode 16 ~ Niat Damar
17 Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan
18 Episode 18 ~ Teringat Seseorang
19 Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil
20 Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta
21 Episode 21 ~ Kebenaran Baru
22 Episode 22 ~ Siapa Zivana Sebenarnya
23 Episode 23 ~ Rewards Fantastis
24 Episode 24 ~ Lupa Waktu
25 Episode 25 ~ Hilang
26 Episode 26 ~ Lilitan Kain di Balkon
27 Episode 27 ~ Tersesat
28 Episode 28 ~ Naluri
29 Episode 29 ~ Ketoprak Yang Hilang
30 Episode 30 ~ Kesempatan
31 Episode 31 ~ Empat Mata
32 Episode 32 ~ Pulang
33 Episode 33 ~ One Step Closer
34 Episode 34 ~ Firasat
35 Episode 35 ~ Tabrak Lari
36 Episode 36 ~ Bertemu
37 Episode 37 ~ Hukum Cambuk
38 Episode 38 ~ Akhirnya Sadar
39 Episode 39 ~ Geram
40 Episode 40 ~ Kapten Oleng
41 Episode 41 ~ Salah Memilih Orang
42 Episode 42 ~ Apakah Ini Pertanda?
43 Episode 43 ~ Mabuk
44 Episode 44 ~ Partai Pelindung
45 Episode 45 ~ Kotak Buku Lama
46 Episode 46 ~ Kepingan Masa Lalu
47 Episode 47 ~ Memberitahu Papi
48 Episode 48 ~ Gelagat Aneh
49 Episode 49 ~ Brownies Coklat
50 Episode 50 ~ Gelap Mata Lagi
51 Episode 51 ~ Ayah dan Ibu Harus Tau!
52 Episode 52 ~ Dekapan Oma
53 Episode 53 ~ Yang Dirindukan, Datang!
54 Episode 54 ~ Keputusan Dhana
55 Episode 55 ~ Pembagian Raport
56 Episode 56 ~ Bertindak Adil
57 Episode 57 ~ Terkepung
58 Episode 58 ~ Kedatangan Orang Jauh
59 Episode 59 ~ Ide Yang Brilliant
60 Episode 60 ~ Si Kembar Belum Pulang
61 Episode 61 ~ Petunjuk Alat Pelacak
62 Episode 62 ~ Do'a Bapak Paruh Baya
63 Episode 63 ~ Rekaman CCTV
64 Episode 64 ~ Dituduh
65 Episode 65 ~ Kecurigaan Syahil
66 Episode 66 ~ Mempercayai Aifa'al
67 Episode 67 ~ Balada Wanita Dewasa
68 Episode 68 ~ Mata-mata
69 Episode 69 ~ Sakit Parah
70 Episode 70 ~ Kabar Dari Aifa'al
71 Episode 71 ~ Ikut Tertangkap
72 Episode 72 ~ Rencana Penyelamatan
73 Episode 73 ~ Jepitan Rambut
74 Visual dan Sedikit Kabar
75 Episode 74 ~ Terus Mengingkari
76 Episode 75 ~ Teringat Rencana Gibran
77 Episode 76 ~ Pria Asing di Basecamp
78 Episode 77 ~ Misi Berikutnya
79 Episode 78 ~ Kekejaman Bima
80 Episode 79 ~ Pikiran Buruk
81 Episode 80 ~ Nama Lainnya
82 Episode 81 ~ Pertumpahan Darah
83 Episode 82 ~ Licik dan Jahat
84 Episode 83 ~ Ada Bom!!!
85 Episode 84 ~ Rel Kereta Api
86 Episode 85 ~ Posisi Sulit
87 Episode 86 ~ Membentuk Grup
88 Episode 87 ~ Huufff...
89 Episode 88 ~ Tertembak
90 Episode 89 ~ Rasa Bersalah
91 Episode 90 ~ Peringatan Keras
92 Episode 91 ~ Sindrom PTSD
93 Episode 92 ~ Sketsa Rahasia
94 Episode 93 ~ Bram CS Zivana
95 Episode 94 ~ Butuh Waktu
96 Episode 95 ~ Ingin Menyusul Dhina
97 Episode 96 ~ Tidak Ditutupi Lagi
98 Episode 97 ~ Tingkah Pasutri Absurd
99 Episode 98 ~ Terselip Kisah Pilu
100 Episode 99 ~ Harus Berpencar
101 Episode 100 ~ Hancur!!!
102 Episode 101 ~ Memohon
103 Episode 102 ~ Berita Pagi
104 Episode 103 ~ Masih Sama
105 Episode 104 ~ Psikoterapi
106 Episode 105 ~ Tegarlah!!!
107 Episode 106 ~ Imam dan Dhina
108 Episode 107 ~ Video Terakhir
109 Episode 108 ~ Imam Pamit
110 Episode 109 ~ Kunjungan Dimas
111 Episode 110 ~ Kecanggihan Teknologi
112 Episode 111 ~ Luka Tak Kasat Mata
113 Episode 112 ~ Ingin Ke Makam
114 Episode 113 ~ Mimpi kah?
115 Episode 114 ~ Tiger VC Black Moon
116 Episode 115 ~ Yasinan dan Teror (Spesial)
117 Episode 116 ~ Isi Kotak Teror
118 Episode 117 ~ Masuk Sekolah Lagi
119 Episode 118 ~ Kekecewaan Hati
120 Episode 119 ~ Keluhan Black Moon
121 Episode 120 ~ Menolong Wanita Asing
122 Episode 121 ~ Air Mata Penyesalan
123 Episode 122 ~ Namanya Rumi
124 Episode 123 ~ Kalah Cepat
125 Episode 124 ~ Ketulusan Sosok Ibu
126 Episode 125 ~ Berusaha Menyadarkan
127 Episode 126 ~ Pelukan Terhangat
128 Episode 127 ~ Suapan Mami
129 Episode 128 ~ Makan Malam Spesial
130 Episode 129 ~ Anak Muda vc Orang Tua
131 Episode 130 ~ Pencarian
132 Episode 131 ~ Cara Bersyukur
133 Episode 132 ~ Sensitive
134 Episode 133 ~ Jebakan
135 Episode 134 ~ Pukulan Dendam
136 Episode 135 ~ Terluka
137 Episode 136 ~ Mobil di Depan Gerbang
138 Episode 137 ~ Penjelasan
139 Episode 138 ~ Terjebak Sendiri
140 Episode 139 ~ Kertas Kuning
141 Episode 140 ~ Permohonan Rumi
142 Episode 141 ~ Tekad Bram
143 Episode 142 ~ Menyampaikan Pesan
144 Episode 143 ~ Cip
145 Episode 144 ~ Bagi Tugas
146 Episode 145 ~ Iblis Berwujud Manusia
147 Episode 146 ~ Aksi Diam-diam
148 Episode 147 ~ Gedung Kosong
149 Episode 148 ~ Takdir Gadis Bisu
150 Episode 149 ~ Headshot
151 Episode 150 ~ Niat Baik Dhana
152 Episode 151 ~ Acara Perpisahan
153 Episode 152 ~ Acara Perpisahan 2
154 Surat Cinta Author
155 Season 2 {Episode 1 ~ Perjalanan Baru}
156 Season 2 {Episode 2 ~ Trauma Damar}
157 Season 2 {Episode 3 ~ Datang Kembali}
158 Season 2 {Episode 4 ~ Hari yang Baru}
159 Season 2 {Episode 5 ~ Tak Terkendali}
160 Season 2 {Episode 6 ~ Ancaman Lagi}
161 Season 2 {Episode 7 ~ Toko Buku}
162 Season 2 {Episode 8 ~ Arahan Hati}
163 Season 2 {Episode 9 ~ Kacau}
164 Season 2 {Episode 10 ~ Berebut Salah}
165 Season 2 {Episode 11 ~ Sumpah Bima}
166 Season 2 {Episode 12 ~ Masih Berusaha}
167 Season 2 {Episode 13 ~ Berita Baru}
168 Season 2 {Episode 14 ~ CCTV Tersembunyi}
169 Season 2 {Episode 15 ~ Pagi-pagi}
170 Season 2 {Episode 16 ~ Bimbingan}
171 Season 2 {Episode 17 ~ Bertemu}
172 Seaaon 2 {Episode 18 ~ Gejala Aneh}
173 Visual Tokoh Season 2
174 Season 2 {Episode 19 ~ Drop}
175 Season 2 {Episode 20 ~ Takut Terulang}
176 Season 2 {Episode 21 ~ Penyakit Langka}
177 Season 2 {Episode 22 ~ Frustasi}
178 Season 2 {Episode 23 ~ Ujian}
179 Season 2 {Episede 24 ~ Penuh Emosional}
Episodes

Updated 179 Episodes

1
Episode 1 ~ Aku, Wulan...
2
Episode 2 ~ Bukan Salah Papi
3
Episode 3 ~ Flashback
4
Episode 4 ~ Flashback (2)
5
Episode 5 ~ Flashback (3)
6
Episode 6 ~ Flashback (4)
7
Episode 7 ~ Keluh Kesah Damar
8
Episode 8 ~ Tamu Spesial
9
Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra
10
Episode 10 ~ Amarah Aiziel
11
Episode 11 ~ Masih Kecewa
12
Episode 12 ~ Andaikan saja...
13
Episode 13 ~ Habis Kesabaran
14
Episode 14 ~ Nilai Ulangan Harian
15
Episode 15 ~ Darah Tinggi
16
Episode 16 ~ Niat Damar
17
Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan
18
Episode 18 ~ Teringat Seseorang
19
Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil
20
Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta
21
Episode 21 ~ Kebenaran Baru
22
Episode 22 ~ Siapa Zivana Sebenarnya
23
Episode 23 ~ Rewards Fantastis
24
Episode 24 ~ Lupa Waktu
25
Episode 25 ~ Hilang
26
Episode 26 ~ Lilitan Kain di Balkon
27
Episode 27 ~ Tersesat
28
Episode 28 ~ Naluri
29
Episode 29 ~ Ketoprak Yang Hilang
30
Episode 30 ~ Kesempatan
31
Episode 31 ~ Empat Mata
32
Episode 32 ~ Pulang
33
Episode 33 ~ One Step Closer
34
Episode 34 ~ Firasat
35
Episode 35 ~ Tabrak Lari
36
Episode 36 ~ Bertemu
37
Episode 37 ~ Hukum Cambuk
38
Episode 38 ~ Akhirnya Sadar
39
Episode 39 ~ Geram
40
Episode 40 ~ Kapten Oleng
41
Episode 41 ~ Salah Memilih Orang
42
Episode 42 ~ Apakah Ini Pertanda?
43
Episode 43 ~ Mabuk
44
Episode 44 ~ Partai Pelindung
45
Episode 45 ~ Kotak Buku Lama
46
Episode 46 ~ Kepingan Masa Lalu
47
Episode 47 ~ Memberitahu Papi
48
Episode 48 ~ Gelagat Aneh
49
Episode 49 ~ Brownies Coklat
50
Episode 50 ~ Gelap Mata Lagi
51
Episode 51 ~ Ayah dan Ibu Harus Tau!
52
Episode 52 ~ Dekapan Oma
53
Episode 53 ~ Yang Dirindukan, Datang!
54
Episode 54 ~ Keputusan Dhana
55
Episode 55 ~ Pembagian Raport
56
Episode 56 ~ Bertindak Adil
57
Episode 57 ~ Terkepung
58
Episode 58 ~ Kedatangan Orang Jauh
59
Episode 59 ~ Ide Yang Brilliant
60
Episode 60 ~ Si Kembar Belum Pulang
61
Episode 61 ~ Petunjuk Alat Pelacak
62
Episode 62 ~ Do'a Bapak Paruh Baya
63
Episode 63 ~ Rekaman CCTV
64
Episode 64 ~ Dituduh
65
Episode 65 ~ Kecurigaan Syahil
66
Episode 66 ~ Mempercayai Aifa'al
67
Episode 67 ~ Balada Wanita Dewasa
68
Episode 68 ~ Mata-mata
69
Episode 69 ~ Sakit Parah
70
Episode 70 ~ Kabar Dari Aifa'al
71
Episode 71 ~ Ikut Tertangkap
72
Episode 72 ~ Rencana Penyelamatan
73
Episode 73 ~ Jepitan Rambut
74
Visual dan Sedikit Kabar
75
Episode 74 ~ Terus Mengingkari
76
Episode 75 ~ Teringat Rencana Gibran
77
Episode 76 ~ Pria Asing di Basecamp
78
Episode 77 ~ Misi Berikutnya
79
Episode 78 ~ Kekejaman Bima
80
Episode 79 ~ Pikiran Buruk
81
Episode 80 ~ Nama Lainnya
82
Episode 81 ~ Pertumpahan Darah
83
Episode 82 ~ Licik dan Jahat
84
Episode 83 ~ Ada Bom!!!
85
Episode 84 ~ Rel Kereta Api
86
Episode 85 ~ Posisi Sulit
87
Episode 86 ~ Membentuk Grup
88
Episode 87 ~ Huufff...
89
Episode 88 ~ Tertembak
90
Episode 89 ~ Rasa Bersalah
91
Episode 90 ~ Peringatan Keras
92
Episode 91 ~ Sindrom PTSD
93
Episode 92 ~ Sketsa Rahasia
94
Episode 93 ~ Bram CS Zivana
95
Episode 94 ~ Butuh Waktu
96
Episode 95 ~ Ingin Menyusul Dhina
97
Episode 96 ~ Tidak Ditutupi Lagi
98
Episode 97 ~ Tingkah Pasutri Absurd
99
Episode 98 ~ Terselip Kisah Pilu
100
Episode 99 ~ Harus Berpencar
101
Episode 100 ~ Hancur!!!
102
Episode 101 ~ Memohon
103
Episode 102 ~ Berita Pagi
104
Episode 103 ~ Masih Sama
105
Episode 104 ~ Psikoterapi
106
Episode 105 ~ Tegarlah!!!
107
Episode 106 ~ Imam dan Dhina
108
Episode 107 ~ Video Terakhir
109
Episode 108 ~ Imam Pamit
110
Episode 109 ~ Kunjungan Dimas
111
Episode 110 ~ Kecanggihan Teknologi
112
Episode 111 ~ Luka Tak Kasat Mata
113
Episode 112 ~ Ingin Ke Makam
114
Episode 113 ~ Mimpi kah?
115
Episode 114 ~ Tiger VC Black Moon
116
Episode 115 ~ Yasinan dan Teror (Spesial)
117
Episode 116 ~ Isi Kotak Teror
118
Episode 117 ~ Masuk Sekolah Lagi
119
Episode 118 ~ Kekecewaan Hati
120
Episode 119 ~ Keluhan Black Moon
121
Episode 120 ~ Menolong Wanita Asing
122
Episode 121 ~ Air Mata Penyesalan
123
Episode 122 ~ Namanya Rumi
124
Episode 123 ~ Kalah Cepat
125
Episode 124 ~ Ketulusan Sosok Ibu
126
Episode 125 ~ Berusaha Menyadarkan
127
Episode 126 ~ Pelukan Terhangat
128
Episode 127 ~ Suapan Mami
129
Episode 128 ~ Makan Malam Spesial
130
Episode 129 ~ Anak Muda vc Orang Tua
131
Episode 130 ~ Pencarian
132
Episode 131 ~ Cara Bersyukur
133
Episode 132 ~ Sensitive
134
Episode 133 ~ Jebakan
135
Episode 134 ~ Pukulan Dendam
136
Episode 135 ~ Terluka
137
Episode 136 ~ Mobil di Depan Gerbang
138
Episode 137 ~ Penjelasan
139
Episode 138 ~ Terjebak Sendiri
140
Episode 139 ~ Kertas Kuning
141
Episode 140 ~ Permohonan Rumi
142
Episode 141 ~ Tekad Bram
143
Episode 142 ~ Menyampaikan Pesan
144
Episode 143 ~ Cip
145
Episode 144 ~ Bagi Tugas
146
Episode 145 ~ Iblis Berwujud Manusia
147
Episode 146 ~ Aksi Diam-diam
148
Episode 147 ~ Gedung Kosong
149
Episode 148 ~ Takdir Gadis Bisu
150
Episode 149 ~ Headshot
151
Episode 150 ~ Niat Baik Dhana
152
Episode 151 ~ Acara Perpisahan
153
Episode 152 ~ Acara Perpisahan 2
154
Surat Cinta Author
155
Season 2 {Episode 1 ~ Perjalanan Baru}
156
Season 2 {Episode 2 ~ Trauma Damar}
157
Season 2 {Episode 3 ~ Datang Kembali}
158
Season 2 {Episode 4 ~ Hari yang Baru}
159
Season 2 {Episode 5 ~ Tak Terkendali}
160
Season 2 {Episode 6 ~ Ancaman Lagi}
161
Season 2 {Episode 7 ~ Toko Buku}
162
Season 2 {Episode 8 ~ Arahan Hati}
163
Season 2 {Episode 9 ~ Kacau}
164
Season 2 {Episode 10 ~ Berebut Salah}
165
Season 2 {Episode 11 ~ Sumpah Bima}
166
Season 2 {Episode 12 ~ Masih Berusaha}
167
Season 2 {Episode 13 ~ Berita Baru}
168
Season 2 {Episode 14 ~ CCTV Tersembunyi}
169
Season 2 {Episode 15 ~ Pagi-pagi}
170
Season 2 {Episode 16 ~ Bimbingan}
171
Season 2 {Episode 17 ~ Bertemu}
172
Seaaon 2 {Episode 18 ~ Gejala Aneh}
173
Visual Tokoh Season 2
174
Season 2 {Episode 19 ~ Drop}
175
Season 2 {Episode 20 ~ Takut Terulang}
176
Season 2 {Episode 21 ~ Penyakit Langka}
177
Season 2 {Episode 22 ~ Frustasi}
178
Season 2 {Episode 23 ~ Ujian}
179
Season 2 {Episede 24 ~ Penuh Emosional}

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!