...☘️☘️☘️...
Malam yang panjang pun berlalu dengan cepat, hingga pantulan sinar matahari yang tidak terlalu terang itu masuk ke dalam jendela kamar Wulan dan mengusik tidur panjangnya. Sayup-sayup suara angin pagi pun ikut menembus celah jendela kamarnya, membuat Wulan tampak enggan menyingkap selimut tebal dari tubuhnya.
Perlahan, gadis cantik itu membuka mata dan bangkit dari tidurnya. Matanya yang sembap dan tampak hitam di bagian bawah mata tidak bisa ditutupi lagi. Bagaimana tidak sembap, Wulan menangis setelah melihat pertengkaran Dhana dan Mala yang cukup singkat tadi malam. Ditambah lagi dengan perkataan sang mami yang sangat menyayat hati.
Jika aku terus mengingat perkataan Mami, aku pasti akan menangis lagi. Tidak, pagi ini aku tidak boleh menangis karena aku harus pergi ke sekolah. Semangat Wulan. Gumam Wulan dalam hati.
Dengan penuh semangat, Wulan beranjak dari tempat tidur dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.
***
"Pagi semuanya..."
Dengan penuh semangat, Damar yang sudah selesai bersiap untuk berangkat ke sekolah pun turun dan menyapa semua yang duduk di meja makan.
"Pagi, Sayang. Ayo cepat dimakan sarapan kamu. Nanti putra Mami bisa telat loh kalau terlalu santai seperti ini." jawab Mala yang tersenyum manis pada sang putra.
"Ah, Mami terlalu berlebihan. Ini masih jam enam, Mi. Lagi pula Adek juga belum keluar dari kamarnya. Damar akan berangkat sama Adek dan diantar oleh Papi. Iya 'kan Pi?" tutur Damar yang santai tanpa mengindahkan perkataan sang mami lalu menoleh ke arah Dhana.
"Benar, Sayang. Mulai pagi ini sampai seterusnya, Papi yang akan mengantar dan menjemput kalian ke sekolah. Biar Mami kalian tidak perlu capek-capek keluar rumah untuk menjemput kalian." jawab Dhana yang tersenyum pada Damar seraya melirik Mala.
Damar hanya menganggukan kepala dan tersenyum lebar penuh arti pada Dhana seraya menikmati sarapan. Sementara Pak Aidi dan Bu Aini yang mendengar perkataan putranya itu hanya bisa saling pandang, seakan bicara dalam bathin kalau mereka sangat mengerti dengan maksud Dhana.
Rasa kesal di dalam hati Mala terhadap suaminya kini semakin memuncak. Ingin sekali rasanya ia mengeluarkan emosinya saat ini juga walaupun di hadapannya sekarang ada ayah dan ibu mertuanya. Namun Mala tidak ingin bertengkar dengan Dhana di hadapan putranya karena ia takut, kalau Damar akan berbalik membencinya.
Mala yang merasa kesal pun menghela nafas kasar, berusaha mengontrol gejolak hatinya yang ingin meletus saat ini juga. Dengan rasa kesal itu pula, Mala menikmati sarapan pagi yang membuatnya kehilangan nafsu makan. Namun nafsu makan wanita itu semakin ditebas habis, saat matanya tertuju pada sosok gadis yang berjalan ke arah meja makan. Gadis itu tidak hanya berjalan, tapi juga tersenyum ke arahnya.
"Sayang..."
Dhana yang sesekali melirik sang istri saat tengah menikmati sarapan pun menerima tangkapan sinyal yang tidak baik dari raut wajahnya saat melihat ke arah tangga. Dan ternyata dugaan Dhana benar, kalau istrinya itu seperti biasa, sedang memasang wajah masam pada putrinya yang baru turun dari lantai atas.
"Anak Papi sudah rapih ya. Ayo duduk, kamu harus sarapan dulu, Sayang. Setelah itu baru kita berangkat ke sekolah. Papi yang akan mengantar kamu dan Damar ke sekolah." ujar Dhana yang tersenyum pada sang putri tanpa menghiraukan tatapan Mala.
Sekilas Wulan menoleh ke arah Mala yang memilih untuk memalingkan wajahnya. Ia sangat tau apa yang menjadi niat sang papi, dan sejujurnya Wulan merasa tidak enak hati melihat raut wajah sang mami seperti itu. Namun Wulan juga tidak bisa membujuk sang papi jika keputusannya sudah final.
Wulan pun duduk di samping Damar dan mengambil makanannya sendiri. Sesekali gadis kecil itu juga menoleh ke arah sang mami yang selalu saja memalingkan wajahnya, enggan atau bahkan tidak sudi melihat dirinya yang tidak sempurna. Hati Wulan benar-benar sakit, rasanya lebih sakit dibandingkan dengan rasa sakit karena teriris pisau tajam.
Selama apa pun Wulan menatap sang mami, hal itu tidak akan melunakkan hatinya yang terlanjur keras. Mala tetap acuh seakan tidak menganggap keberadaan sang putri. Sesekali Mala hanya menoleh ke arah Damar, mengelus wajah putranya tanpa memperdulikan perasaan sang putri.
Ya Allah... Andaikan tangan lembut Mami juga mengelus kepalaku, wajahku, dan bahuku seperti itu. Pasti hidupku ini akan teramat sangat bahagia. Aku tidak menginginkan apa-apa yang ada di dunia ini, Ya Allah. Aku hanya ingin Mami memeluk tubuhku dan mencium wajahku sebanyak mungkin saat aku berangkat ke sekolah. Aku hanya ingin kasih sayang Mami. Aku hanya ingin Mami. Gumam Wulan dalam hati.
Seraya memasukkan makanan ke dalam mulutnya, Wulan tampak berusaha keras untuk menahan bulir bening yang hendak jatuh. Menelan makanan yang terlihat sangat lezat tapi terasa pahit saat menyentuh lidahnya, bersamaan dengan menelan pahitnya sikap sang mami terhadap dirinya. Hatinya sakit, menjerit keras di dalam tapi tertahan untuk keluar. Wulan tersenyum pilu saat netranya yang hanya bisa melihat perlakuan manis sang mami pada Damar, bukan terhadap dirinya.
Gadis kecil itu berusaha menutupinya dari semua orang. Namun sikap Wulan itu tidak luput dari perhatian Dhana dan Damar. Kedua pria yang berbeda generasi itu saling pandang sendu saat menyadari gerak-gerik Wulan.
"Damar, Wulan... Ayo Nak, kita berangkat sekarang. Papi takut kalian terlambat nanti kalau terlalu lama sarapannya." ujar Dhana.
Tanpa menunggu jawaban dari keduanya, Dhana pun beranjak dan pamit pada orang tuanya, mengambil langkah cepat sebelum air mata sang putri benar-benar jatuh di tempat yang salah. Damar dan Wulan pun mengikuti sang papi, menyalami opa dan oma mereka secara bergantian sebagai tanda bakti serta hormat pada keduanya. Lalu...
"Damar pamit ke sekolah ya, Mi." ujar Damar seraya menyalami tangan sang mami.
"Kamu hati-hati ya, Sayang. Nanti siang Mami akan masak makan siang lagi untuk kamu." jawab Mala seraya mengelus wajah sang putra.
Damar hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum getir, seakan enggan menjawab perkataan sang mami. Setelah pamit, pria yang tak kalah tampan dari Dhana itu pun beranjak, bermaksud untuk memberikan celah pada sang adik yang berdiri di sisinya sejak tadi untuk bisa menyalami tangan sang mami.
Wulan yang saat ini berdiri di depan sang mami pun mengulas senyum, tangannya sudah terulur hendak meraih tangan sang mami. Namun apa yang didapatkan gadis malang itu? Tanpa rasa bersalah, Mala berlenggang pergi meninggalkan ruang makan dan naik terus ke lantai atas. Wulan hanya bisa tersenyum getir, tangan yang sejak tadi terulur seketika jatuh tak berdaya, terasa lemah karena tidak mendapat sambutan yang hangat dari sang mami.
Benar-benar kejam kamu, Mala. Ibu macam apa kamu? Di saat anak sendiri ingin pamit pergi ke sekolah dan mencium tanganmu, tapi kamu malah bersikap seperti anak kecil seperti ini. Ya Allah... Mau sampai kapan putriku harus mengalami hal menyedihkan seperti ini? Aku benar-benar tidak sanggup melihatnya bersedih terus karena kebencian ibunya yang semakin berlarut-larut. Gumam Dhana dalam hati.
Tangan Dhana mengepal kuat, berusaha menenangkan diri agar tidak tersulut emosi karena melihat sikap dingin sang istri pada putrinya. Sama dengan halnya sang papi, Damar pun demikian emosinya. Kalau bukan karena mengingat hari yang masih pagi, mungkin Dhana akan mengejar Mala dan pertengkaran tidak akan bisa terelakkan lagi.
Melihat sang cucu yang terdiam di tempat, membuat hati Bu Aini terasa perih, seakan tersayat pisau sembilu. Di saat suasana pagi seperti ini, seharusnya ada setitik semangat untuk Wulan. Tapi sepertinya setitik itu tidak akan menjadi nyata jika Mala terus-terusan membenci putrinya sendiri.
Pak Aidi yang duduk di samping sang istri pun meraih tangannya lalu mengangguk, seakan meminta sang istri untuk menenangkan hati sang cucu yang selalu saja mendapatkan perlakuan dingin dari ibunya. Bu Aini pun mengerti dengan maksud sang suami, lalu ia beranjak dan merangkul bahu Wulan yang hampir tidak stabil.
"Sayang... Kenapa melamun Nak? Ayo berangkat ke sekolah. Lihat tuh, Papi dan Damar sudah menunggu kamu." ujar Bu Aini yang merangkul bahu Wulan dan memutar tubuhnya melihat ke arah Dhana serta Damar.
Wulan yang lesu dan masih sedih hanya mengangguk pelan. Lalu ia meraih note kesayangannya yang bertengger cantik di lehernya dan menuliskan sesuatu.
'Adek berangkat ke sekolah dulu ya, Oma. Do'akan Adek untuk menjalani hari ini dan bisa melewatinya dengan lancar. Adek titip Mami ya, Oma. Adek sayang Oma dan Opa'
Tangan Wulan pun terulur setelah merobek selembar note yang baru saja ia lukis indah dengan kata-kata singkat. Senyum Bu Aini mengembang saat membaca tulisan karya sang cucu lalu menciumnya dengan sayang.
"Oma juga sayang Adek."
Wulan tersenyum lebar setelah mendengar bisikan sang oma yang membuat semangat dalam dirinya kembali berkobar. Setelah itu, Wulan melangkah lebar, menghampiri sang papi dan mas kembarnya yang melihatnya sejak tadi. Lalu mereka berangkat.
Bu Aini pun menghela nafas panjang saat matanya masih tertuju pada anak dan kedua cucunya yang sedang berjalan keluar rumah.
"Sudahlah, Sayang. Mereka sudah pergi dan jangan melamun terus. Ayo sini, duduk lagi lalu temani suamimu ini sarapan." ujar Pak Aidi yang menggoda sang istri.
"Ck, kamu ini ada-ada saja Mas. Kita itu sudah tua. Jangan terlalu menggodaku seperti anak muda. Ingat umur, Sayang!!!" jawab Bu Aini yang duduk kembali di meja makan.
"Menggoda istri sendiri tidak harus pandang usia, Sayang. Ayo makan lagi. Sarapan kamu belum habis loh itu." ujar Pak Aidi, berusaha menghibur istrinya yang sedih karena Wulan.
Bu Aini menggelengkan kepala mendengar perkataan sang suami. Lalu keduanya pun melanjutkan sarapan berdua.
Drrrrttt...
Saat Pak Aidi dan Bu Aini sedang menikmati sarapan berdua, tiba-tiba Pak Aidi merasakan ponselnya yang bergetar dari dalam sakunya. Tanpa berpikir lagi, Pak Aidi langsung meraih benda pipih nan cerdas itu. Dahi Pak Aidi mengerut seketika saat mendapati nama seseorang di layar ponselnya dan langsung mengangkatnya.
"Assalamualaikum Sadha... Iya ada apa Nak?"
Ternyata Pak Aidi mendapat panggilan dari putra tengahnya. Mereka pun berbicara namun seketika wajah Pak Aidi mendadak pias. Mata pria paruh baya itu terbelalak seketika saat mendengar kabar dari sang putra yang berada di seberang sana. Tangan Pak Aidi melemah tak berdaya, terkulai hingga ponselnya terjatuh dan mengejutkan Bu Aini yang sejak tadi asyik menyantap makanan.
"Ada apa Mas? Kenapa wajahmu menjadi tegang seperti ini?" tanya Bu Aini seraya mengguncang tubuh sang suami.
Guncangan tangan sang istri membuatnya tersadar dari lamunan pendek setelah mendengar kabar yang datang dari Sadha. Pak Aidi menggiring matanya ke arah sang istri yang sejak tadi menuntut penjelasan lebih lanjut darinya. Matanya memerah dan tumpukan air pun juga terlihat jelas di sana, membuat hati seorang Bu Aini tidak tenang.
"Ammar... Ammar masuk rumah sakit, Sayang."
Sendok yang ada di tangan Bu Aini terjatuh seketika saat mendapat kabar itu. Bergegas, ia langsung beranjak, berlari ke arah kamar dan keluar lagi seraya membawa sebuah tas kecil.
"Ayo kita ke rumah sakit sekarang, Mas!"
Tanpa berpikir lagi, Pak Aidi pun beranjak dan mengikuti sang istri yang sudah berlari lebih dulu keluar rumah. Kepanikan yang tiada tara membuat mereka lupa untuk memberitahu Mala atau meninggalkan pesan pada Bi Iyah. Kedua paruh baya itu bergegas pergi tanpa memberi kabar pada siapa pun.
***
"Kalau begitu Papi pergi dulu ya. Kalian harus semangat dan rajin belajar!!!"
Sebelum beranjak pergi, Dhana yang ikut mengantar kedua anak kembarnya sampai di depan gerbang sekolah pun mengulas senyum. Senyum yang akan menjadi percikan semangat untuk kedua anaknya, terutama Wulan.
"Siap, Pi. Damar dan Adek akan semangat dan sepertinya Papi tidak perlu menjemput kami. Biar Damar dan Adek pulang sendiri saja ya, Pi." jawab Damar yang sedang bernegosiasi.
Dhana terdiam sejenak, mempertimbangkan permintaan sang putra untuk pulang berdua saja dengan sang adik. Sementara Damar terlihat komat-kamit saat sang papi terdiam, berdo'a dan berharap kalau sang papi akan memberikan izin karena merasa malas jika harus dijemput terus-terusan seperti anak SD.
"Baiklah, tapi kamu harus menjaga Wulan dengan baik!!! Papi percayakan adik kamu, sepenuhnya sama kamu dan jangan buat Papi kecewa." ujar Dhana yang menekan setiap kata.
"Siap dilaksanakan Baginda Raja Dhana..."
Wulan terkikik geli saat melihat tingkah lucu dari mas kembarnya itu yang hormat dengan tegap pada sang papi. Sementara itu, Dhana hanya menggelengkan kepalanya efek gemas melihat tingkah sang putra.
Setelah puas menertawakan Damar, Wulan bergerak maju untuk mencium tangan Dhana dan diikuti pula dengan Damar. Lalu mereka masuk ke dalam gerbang setelah berpamitan. Sementara Dhana, pria itu juga beranjak pergi meninggalkan kedua anaknya untuk sekolah.
"Mas antar Adek sampai ke kelas ya." ujar Damar seraya merangkul bahu sang adik.
Wulan menggelengkan kepalanya cepat, tanda menolak permintaan sang mas kembar. Lalu gadis itu meraih note kecilnya dan menuliskan sesuatu atas alasan penolakan darinya.
'Tidak perlu, Mas. Mas Damar langsung masuk kelas saja ya. Nanti kita bertemu di kantin saja'
Damar menghela nafas saat matanya dapat menangkap sinyal penolakan dari sang adik, ditambah lagi setelah menerima note tulisan itu. Sebagai bonus, gadis itu tersenyum manis berusaha membujuk Damar yang keras kepala.
"Baiklah, cantik. Nanti kita bertemu di kantin. Hati-hati ya, kalau ada apa-apa hubungi Mas!"
Wulan mengangguk sebagai jawaban untuk Damar yang bisa dikatakan overprotective terhadap dirinya. Setelah mengacak lembut kepala sang adik, Damar dan Wulan berpisah karena kelas mereka yang tidak sama. Wulan masuk ke dalam kelasnya, sementara Damar berjalan menuju kelas.
"Damar..."
.
.
.
.
.
Happy Reading All 😇😇😇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
ZasNov
Jadi penasaran, Mala sebenarnya punya hati ga sih..Apa pas pembagian hati, dia mangkir ya.. Jahat banget jadi ibu kandung.. 😓
Asli deh Mala tuh harus dikasih pelajaran dulu x ya..
Setega itu sama anak sendiri, kasian Wulan, menderita terus..😩
2021-12-07
0
Senja Merona🍂
aaaahhh membayangkan jadi wulan pasti sesek hatinya 😭
2021-11-29
0
Lady Meilina (Ig:lady_meilina)
hy kk aku mmpir slm dari secret lover
2021-11-16
1