Episode 3 ~ Flashback

...🍁🍁🍁...

POV Dhana : 13 tahun yang lalu

Bruk!

"Ahhhhhh... Mas.... Mas tolong!!!"

Suara benda jatuh itu sukses membuyarkan lamunanku saat aku sedang berada di dalam kamar. Ditambah lagi dengan suara teriakan yang tak asing bagiku, membuat langkahku langsung menghambur keluar dari kamar. Pandangan mataku mengedar, mencari asal suara teriakan itu.

Betapa terkejutnya aku saat melihat istriku, Mala yang tergeletak di dekat tangga dengan bersimbah darah di bagian kakinya. Bergegas, aku langsung berlari mendekati istriku yang terlihat sangat kesakitan.

"Sayang... kamu kenapa? Kamu berdarah, kamu pendarahan, Sayang." ujarku panik.

"Tolong, Mas. Sakit..." pekik Mala yang menjerit kesakitan seraya memegangi perutnya.

Panik, takut dan tubuhku gemetar hebat saat melihat darah yang mengalir deras di balik piyama tidur istriku. Mataku nanar menatap lekat wajahnya yang meringis kesakitan dan terus memegangi perutnya.

"Dhana... Mala kenapa Nak?"

Kepanikan diriku yang terlalu hebat membuatku terdiam dan menerawang, tanpa sadar Ibu datang menghampiriku bersama Ayah, Kak Ibel dan Kak Vanny.

"Ya ampun Mala pendarahan, Dhana. Kita harus membawanya ke rumah sakit!!!" seru Kak Ibel yang lebih banyak tau tentang hal ini karena profesinya sebagai dokter kandungan.

"Ayo, Dhana!!! Cepat kamu gendong Mala." timpal Kak Vanny yang tak kalah panik.

Aku pun langsung mengangkat tubuh istriku yang dibantu oleh Ayah. Kami semua berlari ke arah depan hingga masuk ke dalam mobil dan Ayah membawa kami semua ke rumah sakit.

Kulihat wajah istriku yang semakin pucat, darahnya semakin banyak di bawah sana, dan itu membuatku semakin gelisah. Aku takut terjadi sesuatu pada istriku dan kedua anakku yang berada di dalam kandungannya.

"Kamu yang tenang ya, Mala. Jangan panik, tarik nafas yang dalam lalu hembuskan secara perlahan. Lakukan itu berulang kali agar kamu bisa tenang. Ingat! Jangan panik. Kalau kamu panik, darahmu akan semakin deras keluarnya dan itu akan berbahaya."

Kulihat Kak Ibel yang duduk di samping Mala, berusaha menenangkan istriku dengan berbagai macam teori yang Kak Ibel miliki. Sementara Kak Vanny juga ikut berusaha menenangkan Mala seraya mengelus kepalanya dengan lembut. Aku yang panik hanya bisa menggenggam erat tangan istriku, berusaha memberikan kekuatan yang aku miliki saat ini, walaupun kekuatanku sepenuhnya tidak lah kuat sejak melihatnya tergeletak di dekat tangga.

Perjalanan panjang namun singkat karena Ayah melaju dengan kecepatan angin pun berakhir. Kami sampai di rumah sakit dan aku langsung membawa Mala.

"Kamu tunggu di sini ya. Biar Kakak yang masuk untuk menangani istri kamu." ujar kakak ipar sulungku itu dan menenangkan aku yang gelisah.

"Dhana mohon, Kak. Selamatkan Mala dan anak-anak Dhana. Dhana mohon." ucapku seraya memohon pada Kak Ibel.

"Kakak akan berusaha sekuat tenaga untuk kamu, Mala dan keponakan kembar Kakak. Kamu berdo'a ya." ujar Kak Ibel yang penuh kelembutan dan membuatku sedikit tenang.

Aku hanya bisa mengangguk dan berusaha untuk mengulas senyum. Setelah itu Kak Ibel masuk ke dalam UGD dan Kak Vanny masih setia berdiri di sisiku, seraya memegangiku.

"Kita berdo'a untuk Mala ya, Nak. Semoga Mala dan kedua cucu Ayah tidak apa-apa." ujar Ayah yang merangkul bahuku seraya mengusapnya dengan lembut.

"Kak Ibel pasti bisa menyelamatkan Mala, Dhana. Kamu harus percaya sama Kak Ibel." timpal Kak Vanny yang masih memegangi tanganku seraya mengusapnya lembut.

"Istrimu pasti kuat, Sayang. Ibu yakin itu." timpal Ibu yang kata-katanya selalu menjadi pengobat ampuh kegelisahan hatiku.

Aku hanya bisa mengangguk walaupun rasanya sangat berat, tapi aku harus kuat demi Mala dan anak-anakku. Akhirnya kami semua duduk dan menunggu kabar dari Kak Ibel yang masih berada di dalam UGD. Seketika pandangan mataku menerawang, teringat kenangan yang sama saat duduk di depan ruang UGD seperti ini. Namun dengan situasi yang tentunya sangat berbeda. Tiba-tiba aku teringat adikku yang sudah meninggal, tanpa sadar air mataku mengalir begitu saja. Aku takut Mala akan pergi, seperti Dhina yang pergi meninggalkan aku untuk selamanya.

"Dhana, Ayah, Ibu, Vanny... Mala bagaimana? Dia baik-baik saja 'kan?"

Suara bariton itu berhasil menyadarkan aku dari lamunan panjang. Mendengar suara itu, aku langsung menoleh dan melihat Mas Ammar dan Mas Sadha datang menghampiri kami. Sepertinya Kak Vanny yang memberitahu mereka kalau Mala jatuh dan masuk rumah sakit. Padahal aku tau sekali kalau hari ini Mas Sadha maupun Mas Ammar sedang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, tapi mereka tetap datang untuk menguatkan aku.

"Mala masih di dalam UGD, Kak. Kak Ibel sedang berusaha menangani Mala." jawab Kak Vanny yang beranjak dan mendekati Mas Sadha.

"Lalu anak-anak bagaimana Sayang?" tanya Mas Sadha yang sepertinya teringat dengan anak-anak.

"Anak-anak masih di rumah Ibu, Mas. Bi Iyah yang menjaga mereka. Kamu tenang saja ya, karena yang paling penting saat ini adalah kondisi Mala." jawab Kak Vanny yang berusaha menenangkan Mas Sadha.

"Baiklah kalau begitu, semoga Mala tidak apa-apa ya. Kamu harus kuat, Dhana." ujar Mas Sadha seraya mengusap punggungku.

Hanya anggukan yang bisa kuberikan sebagai tanda mengiyakan perkataan Mas Sadha. Hatiku benar-benar tidak tenang karena Kak Ibel yang tak kunjung keluar dari ruang UGD.

Ceklek!

Baru saja aku membicarakan kakak iparku itu di dalam hati, tiba-tiba saja dia keluar dengan tampang panik dan gusar seraya berlari kecil menghampiriku dan keluarga.

"Ada apa Kak? Bagaimana dengan kondisi Mala? Lalu anak-anak Dhana bagaimana?" tanyaku yang bertubi-tubi pada Kak Ibel seakan menuntut jawaban dan enggan memberikan Kak Ibel peluang untuk mengambil nafas terlebih dahulu.

"Bagaimana Sayang? Kondisi Mala dan kedua bayinya baik-baik saja, bukan?" timpal Mas Ammar yang terdengar panik dan tidak sabar mendengar jawaban istrinya.

Kulihat guratan kecemasan di wajah Kak Ibel yang menandakan bahwa ada sesuatu yang tidak baik terjadi pada istri dan anak-anakku di dalam sana. Kak Ibel pun menghela nafas berat seraya meraih bahuku.

"Mala harus segera dioperasi, Dhana. Karena pendarahan hebat yang Mala alami sehingga kami sebagai dokter harus mengambil tindakan operasi secepatnya. Kalau tidak..."

Suara Kak Ibel seperti tertahan, raut wajahnya semakin menyatakan kalau kondisi Mala dan anak-anakku di dalam sana tidak baik.

"Kalau tidak apa Nak? Ayo cepat katakan pada kami semua?" timpal Ibu yang tidak sabar dan semakin khawatir.

"Kalau tidak Mala atau pun anak-anak Dhana tidak bisa selamat, Bu." jawab Kak Ibel yang sukses menambah kegelisahan hatiku.

Jatuh sudah bulir bening dari sudut mataku, kata-kata yang sangat menakutkan itu seakan menghantuiku setelah lama tidak terdengar. Tubuhku mematung, lidahku terasa kelu dan tidak tau harus mengatakan apa lagi. Namun kurasakan tangan lembut Kak Ibel meraih dan menggenggam erat tanganku, berusaha untuk membuatku kuat agar aku bisa mengambil keputusan secepatnya.

"Lakukan saja yang terbaik menurut Kakak. Dhana hanya bisa mengikuti dan berdo'a agar mereka selamat. Tolong, Kak. Tolong selamatkan istri Dhana. Dhana mohon Kak." ujarku yang menggenggam tangan Kak Ibel.

"Baiklah, Kakak akan berusaha untuk kalian. Tolong bantu Kakak dengan do'a ya, Dhana." jawab Kak Ibel seraya mengusap kepalaku.

Aku hanya mengangguk dan Mas Ammar yang berdiri di sampingku berusaha untuk menenangkanku. Kak Ibel pun kembali masuk ke ruang UGD dan tidak berselang lama, kakak iparku itu keluar lagi seraya mendorong hospital bed yang istriku pakai.

Air mataku lolos lagi saat melihat kondisinya yang sangat lemah tak sadarkan diri di atas bed. Kami semua mengantar istriku sampai ke ruang operasi dan kami semua hanya bisa menunggu di luar.

***

Dua jam berlalu, tapi Kak Ibel tak kunjung keluar dari ruang operasi dan membuatku semakin gelisah. Tapi aku sangat bersyukur karena aku mempunyai keluarga yang selalu mendukungku, apa pun yang terjadi. Setelah Dhina pergi, keluarga kami seperti dihujani berbagai macam kebahagiaan. Bukan tidak bersyukur, tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku kalau aku sangat merindukan dirinya. Kebahagiaan yang berlimpah seakan menjadi pengganti dan pengobat luka hati kami semua karena kehilangan Dhina.

Sejak menikah dengan Mala, hidupku terasa sangat lengkap dan sempurna. Ditambah lagi dengan kehamilan Mala yang pertama, dan yang menjadi bonusnya adalah, aku dan Mala mendapatkan sepasang anak kembar. Sepertinya kedua anakku kelak akan menjadi titisanku dan juga Dhina.

Ceklek!

Lamunanku buyar lagi saat terdengar suara pegangan pintu yang berbunyi. Mataku langsung menoleh ke arah pintu dan tampak Kak Ibel keluar dengan raut wajah yang pias. Aku tidak mengerti dengan maksud raut wajah Kak Ibel, tapi hatiku berkata kalau sesuatu yang kutakutkan sejak tadi akan terjadi.

"Kak... bagaimana keadaan Mala? Dia baik-baik saja, bukan? Anak-anak Dhana selamat 'kan Kak?" tanyaku yang berusaha menepis rasa takut di hatiku.

Kak Ibel tampak menghela nafas panjang seraya membuka masker yang ia gunakan ketika melangsungkan operasi di dalam sana. Raut wajahnya terlihat berbeda dari yang tadi.

"Sebelumnya Kakak ingin bertanya satu hal sama kamu, Dhana. Apakah kamu dan Mala selalu check up rutin ke rumah sakit untuk melihat perkembangan kedua anak kalian?"

Pertanyaan Kak Ibel membuat hatiku semakin gelisah dan kacau. Kenapa Kak Ibel menanyakan hal yang selama ini memang aku lakukan bersama Mala setiap bulan.

"Tentu saja, Kak. Kenapa Kakak bertanya seperti itu? Anak-anak Dhana tidak apa-apa 'kan Kak?" jawabku yang memberikan pertanyaan balik pada kakak iparku itu.

"Sepertinya ada sesuatu yang belum kamu ketahui tentang kondisi anak-anak kamu, Dhana. Perkembangan mereka tidak stabil dan hal itu menyebabkan salah satu di antara mereka mempunyai berat badan yang kurang dari berat badan bayi normal. Selama dua jam di dalam ruang operasi, Kakak sudah berusaha untuk mengeluarkan kedua anak kamu. Alhamdulillah, mereka selamat walaupun..."

"Walaupun apa Kak?" tanyaku yang semakin gusar dan kacau.

"Karena perkembangan keduanya yang tidak stabil, salah satu anak kamu saat ini harus dimasukkan ke dalam incubator karena berat badannya yang jauh di bawah normal. Sedangkan anak kamu yang satunya lagi, dia sangat sehat dan berat badannya normal." tutur Kak Ibel yang mengulas senyum lega.

Rasa takut dan gelisah yang menghantuiku sejak tadi menguap begitu saja. Anak kembarku telah lahir ke dunia dengan selamat, walaupun ada sedikit masalah dengan kondisi salah satu dari anakku. Namun hal itu tidak terlalu mengganggu pikiranku karena yang terpenting mereka sudah lahir dengan selamat.

"Lalu bagaimana dengan Mala, Sayang?" timpal Mas Ammar yang menanyakan kondisi istriku.

Seharusnya aku yang menanyakan hal itu pada Kak Ibel, tapi karena terlalu lega dan bahagia dengan kehadiran anak-anakku, aku malah melupakan istriku. Lalu kulihat Kak Ibel yang sepertinya berat untuk mengatakan sesuatu seraya menatap Mas Ammar.

Perasaan gelisah kembali datang dan sukses mengusik ketenangan hatiku yang baru saja merasa lega setelah anak-anakku lahir.

"Mala... Mala koma, Mas!!!"

Kak Ibel hanya menatap lekat wajah Mas Ammar dan enggan untuk menoleh ke arahku. Jawaban Kak Ibel sukses menghujam hatiku dengan pisau yang tak kasat mata. Sakit tapi tidak berdarah.

"Tidak, Kak. Kakak pasti bohong 'kan? Mala tidak mungkin koma, Kak." jawabku seraya berjalan menghampirinya.

"Kakak minta maaf, Dhana. Kakak sudah berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan istri kamu. Awalnya, operasi berjalan dengan sangat lancar dan sesuai dengan ekspektasi, tapi setelah Kakak berhasil mengeluarkan anak kembar kamu yang laki-laki, tiba-tiba saja kondisi Mala drop. Dan akhirnya Mala koma setelah Kakak mengeluarkan anak kamu yang perempuan. Pendarahan yang Mala alami, ditambah lagi dengan perkembangan bayi yang tidak stabil membuat mental Mala drop. Kakak minta maaf, Dhana. Semua ini berada di luar dugaan Kakak. Kakak benar-benar minta maaf."

Runtuh sudah pertahanan air mata dan sisa kekuatan yang aku miliki. Tubuhku terhuyung ke belakang, lemah tak berdaya dan terduduk di kursi tunggu. Ibu memeluk tubuhku dari samping, berusaha menenangkanku.

"Apakah Mala akan sadar Sayang? Maksudku, apakah Mala bisa selamat?" tanya Mas Ammar yang sayup-sayup terdengar di telingaku.

"Aku hanya dokter dan manusia biasa, Mas. Mala bisa selamat atau tidak, aku tidak bisa menjamin itu. Aku tidak ingin memberikan harapan palsu pada Dhana. Kondisi Mala sangat lemah saat dioperasi karena pendarahan hebat. Tapi kalau kita tidak mengambil keputusan untuk mengoperasi Mala, maka nyawa kedua anak Dhana yang akan menjadi taruhannya." tutur Kak Ibel.

Tidak ada yang bisa kulakukan selain berdo'a untuk saat ini. Aku benar-benar takut, bahkan sangat takut untuk kehilangan orang teramat aku cintai untuk yang kedua kalinya. Air mata pun tak bisa kuajak berkompromi, bulir demi bulir terus berjatuhan, membasahi wajahku.

"Jangan ambil istriku, Ya Allah. Jangan Kau ambil istriku seperti Kau mengambil adikku."

.

.

.

.

.

Happy Reading All 😇😇😇

Mari kita flashback sebentar ya, untuk melihat kenapa Mala membenci Wulan padahal Wulan adalah anak kandungnya sendiri.

Ikutin terus ya kisah Wulan 😘 semangat dan salam sayang dari author

Terpopuler

Comments

Maya●●●

Maya●●●

udah aku masukin fav kak..
semangattt

2022-08-29

0

Senajudifa

Senajudifa

aku kok ikut sedih

2022-06-14

0

ZasNov

ZasNov

Memang Mala menderita saat melahirkan dan koma setelahnya..
Tapi itu bukan kesalahan Wulan, kenapa Wulan dibenci karena sesuatu yang bukan kesalahannya..😩
Wulan bahkan sudah menderita sejak dalam kandungan..Kasian banget nasibnya Wulan..😭
Untung saja Papi & Damar sayang sama Wulan...

2021-11-24

0

lihat semua
Episodes
1 Episode 1 ~ Aku, Wulan...
2 Episode 2 ~ Bukan Salah Papi
3 Episode 3 ~ Flashback
4 Episode 4 ~ Flashback (2)
5 Episode 5 ~ Flashback (3)
6 Episode 6 ~ Flashback (4)
7 Episode 7 ~ Keluh Kesah Damar
8 Episode 8 ~ Tamu Spesial
9 Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra
10 Episode 10 ~ Amarah Aiziel
11 Episode 11 ~ Masih Kecewa
12 Episode 12 ~ Andaikan saja...
13 Episode 13 ~ Habis Kesabaran
14 Episode 14 ~ Nilai Ulangan Harian
15 Episode 15 ~ Darah Tinggi
16 Episode 16 ~ Niat Damar
17 Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan
18 Episode 18 ~ Teringat Seseorang
19 Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil
20 Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta
21 Episode 21 ~ Kebenaran Baru
22 Episode 22 ~ Siapa Zivana Sebenarnya
23 Episode 23 ~ Rewards Fantastis
24 Episode 24 ~ Lupa Waktu
25 Episode 25 ~ Hilang
26 Episode 26 ~ Lilitan Kain di Balkon
27 Episode 27 ~ Tersesat
28 Episode 28 ~ Naluri
29 Episode 29 ~ Ketoprak Yang Hilang
30 Episode 30 ~ Kesempatan
31 Episode 31 ~ Empat Mata
32 Episode 32 ~ Pulang
33 Episode 33 ~ One Step Closer
34 Episode 34 ~ Firasat
35 Episode 35 ~ Tabrak Lari
36 Episode 36 ~ Bertemu
37 Episode 37 ~ Hukum Cambuk
38 Episode 38 ~ Akhirnya Sadar
39 Episode 39 ~ Geram
40 Episode 40 ~ Kapten Oleng
41 Episode 41 ~ Salah Memilih Orang
42 Episode 42 ~ Apakah Ini Pertanda?
43 Episode 43 ~ Mabuk
44 Episode 44 ~ Partai Pelindung
45 Episode 45 ~ Kotak Buku Lama
46 Episode 46 ~ Kepingan Masa Lalu
47 Episode 47 ~ Memberitahu Papi
48 Episode 48 ~ Gelagat Aneh
49 Episode 49 ~ Brownies Coklat
50 Episode 50 ~ Gelap Mata Lagi
51 Episode 51 ~ Ayah dan Ibu Harus Tau!
52 Episode 52 ~ Dekapan Oma
53 Episode 53 ~ Yang Dirindukan, Datang!
54 Episode 54 ~ Keputusan Dhana
55 Episode 55 ~ Pembagian Raport
56 Episode 56 ~ Bertindak Adil
57 Episode 57 ~ Terkepung
58 Episode 58 ~ Kedatangan Orang Jauh
59 Episode 59 ~ Ide Yang Brilliant
60 Episode 60 ~ Si Kembar Belum Pulang
61 Episode 61 ~ Petunjuk Alat Pelacak
62 Episode 62 ~ Do'a Bapak Paruh Baya
63 Episode 63 ~ Rekaman CCTV
64 Episode 64 ~ Dituduh
65 Episode 65 ~ Kecurigaan Syahil
66 Episode 66 ~ Mempercayai Aifa'al
67 Episode 67 ~ Balada Wanita Dewasa
68 Episode 68 ~ Mata-mata
69 Episode 69 ~ Sakit Parah
70 Episode 70 ~ Kabar Dari Aifa'al
71 Episode 71 ~ Ikut Tertangkap
72 Episode 72 ~ Rencana Penyelamatan
73 Episode 73 ~ Jepitan Rambut
74 Visual dan Sedikit Kabar
75 Episode 74 ~ Terus Mengingkari
76 Episode 75 ~ Teringat Rencana Gibran
77 Episode 76 ~ Pria Asing di Basecamp
78 Episode 77 ~ Misi Berikutnya
79 Episode 78 ~ Kekejaman Bima
80 Episode 79 ~ Pikiran Buruk
81 Episode 80 ~ Nama Lainnya
82 Episode 81 ~ Pertumpahan Darah
83 Episode 82 ~ Licik dan Jahat
84 Episode 83 ~ Ada Bom!!!
85 Episode 84 ~ Rel Kereta Api
86 Episode 85 ~ Posisi Sulit
87 Episode 86 ~ Membentuk Grup
88 Episode 87 ~ Huufff...
89 Episode 88 ~ Tertembak
90 Episode 89 ~ Rasa Bersalah
91 Episode 90 ~ Peringatan Keras
92 Episode 91 ~ Sindrom PTSD
93 Episode 92 ~ Sketsa Rahasia
94 Episode 93 ~ Bram CS Zivana
95 Episode 94 ~ Butuh Waktu
96 Episode 95 ~ Ingin Menyusul Dhina
97 Episode 96 ~ Tidak Ditutupi Lagi
98 Episode 97 ~ Tingkah Pasutri Absurd
99 Episode 98 ~ Terselip Kisah Pilu
100 Episode 99 ~ Harus Berpencar
101 Episode 100 ~ Hancur!!!
102 Episode 101 ~ Memohon
103 Episode 102 ~ Berita Pagi
104 Episode 103 ~ Masih Sama
105 Episode 104 ~ Psikoterapi
106 Episode 105 ~ Tegarlah!!!
107 Episode 106 ~ Imam dan Dhina
108 Episode 107 ~ Video Terakhir
109 Episode 108 ~ Imam Pamit
110 Episode 109 ~ Kunjungan Dimas
111 Episode 110 ~ Kecanggihan Teknologi
112 Episode 111 ~ Luka Tak Kasat Mata
113 Episode 112 ~ Ingin Ke Makam
114 Episode 113 ~ Mimpi kah?
115 Episode 114 ~ Tiger VC Black Moon
116 Episode 115 ~ Yasinan dan Teror (Spesial)
117 Episode 116 ~ Isi Kotak Teror
118 Episode 117 ~ Masuk Sekolah Lagi
119 Episode 118 ~ Kekecewaan Hati
120 Episode 119 ~ Keluhan Black Moon
121 Episode 120 ~ Menolong Wanita Asing
122 Episode 121 ~ Air Mata Penyesalan
123 Episode 122 ~ Namanya Rumi
124 Episode 123 ~ Kalah Cepat
125 Episode 124 ~ Ketulusan Sosok Ibu
126 Episode 125 ~ Berusaha Menyadarkan
127 Episode 126 ~ Pelukan Terhangat
128 Episode 127 ~ Suapan Mami
129 Episode 128 ~ Makan Malam Spesial
130 Episode 129 ~ Anak Muda vc Orang Tua
131 Episode 130 ~ Pencarian
132 Episode 131 ~ Cara Bersyukur
133 Episode 132 ~ Sensitive
134 Episode 133 ~ Jebakan
135 Episode 134 ~ Pukulan Dendam
136 Episode 135 ~ Terluka
137 Episode 136 ~ Mobil di Depan Gerbang
138 Episode 137 ~ Penjelasan
139 Episode 138 ~ Terjebak Sendiri
140 Episode 139 ~ Kertas Kuning
141 Episode 140 ~ Permohonan Rumi
142 Episode 141 ~ Tekad Bram
143 Episode 142 ~ Menyampaikan Pesan
144 Episode 143 ~ Cip
145 Episode 144 ~ Bagi Tugas
146 Episode 145 ~ Iblis Berwujud Manusia
147 Episode 146 ~ Aksi Diam-diam
148 Episode 147 ~ Gedung Kosong
149 Episode 148 ~ Takdir Gadis Bisu
150 Episode 149 ~ Headshot
151 Episode 150 ~ Niat Baik Dhana
152 Episode 151 ~ Acara Perpisahan
153 Episode 152 ~ Acara Perpisahan 2
154 Surat Cinta Author
155 Season 2 {Episode 1 ~ Perjalanan Baru}
156 Season 2 {Episode 2 ~ Trauma Damar}
157 Season 2 {Episode 3 ~ Datang Kembali}
158 Season 2 {Episode 4 ~ Hari yang Baru}
159 Season 2 {Episode 5 ~ Tak Terkendali}
160 Season 2 {Episode 6 ~ Ancaman Lagi}
161 Season 2 {Episode 7 ~ Toko Buku}
162 Season 2 {Episode 8 ~ Arahan Hati}
163 Season 2 {Episode 9 ~ Kacau}
164 Season 2 {Episode 10 ~ Berebut Salah}
165 Season 2 {Episode 11 ~ Sumpah Bima}
166 Season 2 {Episode 12 ~ Masih Berusaha}
167 Season 2 {Episode 13 ~ Berita Baru}
168 Season 2 {Episode 14 ~ CCTV Tersembunyi}
169 Season 2 {Episode 15 ~ Pagi-pagi}
170 Season 2 {Episode 16 ~ Bimbingan}
171 Season 2 {Episode 17 ~ Bertemu}
172 Seaaon 2 {Episode 18 ~ Gejala Aneh}
173 Visual Tokoh Season 2
174 Season 2 {Episode 19 ~ Drop}
175 Season 2 {Episode 20 ~ Takut Terulang}
176 Season 2 {Episode 21 ~ Penyakit Langka}
177 Season 2 {Episode 22 ~ Frustasi}
178 Season 2 {Episode 23 ~ Ujian}
179 Season 2 {Episede 24 ~ Penuh Emosional}
Episodes

Updated 179 Episodes

1
Episode 1 ~ Aku, Wulan...
2
Episode 2 ~ Bukan Salah Papi
3
Episode 3 ~ Flashback
4
Episode 4 ~ Flashback (2)
5
Episode 5 ~ Flashback (3)
6
Episode 6 ~ Flashback (4)
7
Episode 7 ~ Keluh Kesah Damar
8
Episode 8 ~ Tamu Spesial
9
Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra
10
Episode 10 ~ Amarah Aiziel
11
Episode 11 ~ Masih Kecewa
12
Episode 12 ~ Andaikan saja...
13
Episode 13 ~ Habis Kesabaran
14
Episode 14 ~ Nilai Ulangan Harian
15
Episode 15 ~ Darah Tinggi
16
Episode 16 ~ Niat Damar
17
Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan
18
Episode 18 ~ Teringat Seseorang
19
Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil
20
Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta
21
Episode 21 ~ Kebenaran Baru
22
Episode 22 ~ Siapa Zivana Sebenarnya
23
Episode 23 ~ Rewards Fantastis
24
Episode 24 ~ Lupa Waktu
25
Episode 25 ~ Hilang
26
Episode 26 ~ Lilitan Kain di Balkon
27
Episode 27 ~ Tersesat
28
Episode 28 ~ Naluri
29
Episode 29 ~ Ketoprak Yang Hilang
30
Episode 30 ~ Kesempatan
31
Episode 31 ~ Empat Mata
32
Episode 32 ~ Pulang
33
Episode 33 ~ One Step Closer
34
Episode 34 ~ Firasat
35
Episode 35 ~ Tabrak Lari
36
Episode 36 ~ Bertemu
37
Episode 37 ~ Hukum Cambuk
38
Episode 38 ~ Akhirnya Sadar
39
Episode 39 ~ Geram
40
Episode 40 ~ Kapten Oleng
41
Episode 41 ~ Salah Memilih Orang
42
Episode 42 ~ Apakah Ini Pertanda?
43
Episode 43 ~ Mabuk
44
Episode 44 ~ Partai Pelindung
45
Episode 45 ~ Kotak Buku Lama
46
Episode 46 ~ Kepingan Masa Lalu
47
Episode 47 ~ Memberitahu Papi
48
Episode 48 ~ Gelagat Aneh
49
Episode 49 ~ Brownies Coklat
50
Episode 50 ~ Gelap Mata Lagi
51
Episode 51 ~ Ayah dan Ibu Harus Tau!
52
Episode 52 ~ Dekapan Oma
53
Episode 53 ~ Yang Dirindukan, Datang!
54
Episode 54 ~ Keputusan Dhana
55
Episode 55 ~ Pembagian Raport
56
Episode 56 ~ Bertindak Adil
57
Episode 57 ~ Terkepung
58
Episode 58 ~ Kedatangan Orang Jauh
59
Episode 59 ~ Ide Yang Brilliant
60
Episode 60 ~ Si Kembar Belum Pulang
61
Episode 61 ~ Petunjuk Alat Pelacak
62
Episode 62 ~ Do'a Bapak Paruh Baya
63
Episode 63 ~ Rekaman CCTV
64
Episode 64 ~ Dituduh
65
Episode 65 ~ Kecurigaan Syahil
66
Episode 66 ~ Mempercayai Aifa'al
67
Episode 67 ~ Balada Wanita Dewasa
68
Episode 68 ~ Mata-mata
69
Episode 69 ~ Sakit Parah
70
Episode 70 ~ Kabar Dari Aifa'al
71
Episode 71 ~ Ikut Tertangkap
72
Episode 72 ~ Rencana Penyelamatan
73
Episode 73 ~ Jepitan Rambut
74
Visual dan Sedikit Kabar
75
Episode 74 ~ Terus Mengingkari
76
Episode 75 ~ Teringat Rencana Gibran
77
Episode 76 ~ Pria Asing di Basecamp
78
Episode 77 ~ Misi Berikutnya
79
Episode 78 ~ Kekejaman Bima
80
Episode 79 ~ Pikiran Buruk
81
Episode 80 ~ Nama Lainnya
82
Episode 81 ~ Pertumpahan Darah
83
Episode 82 ~ Licik dan Jahat
84
Episode 83 ~ Ada Bom!!!
85
Episode 84 ~ Rel Kereta Api
86
Episode 85 ~ Posisi Sulit
87
Episode 86 ~ Membentuk Grup
88
Episode 87 ~ Huufff...
89
Episode 88 ~ Tertembak
90
Episode 89 ~ Rasa Bersalah
91
Episode 90 ~ Peringatan Keras
92
Episode 91 ~ Sindrom PTSD
93
Episode 92 ~ Sketsa Rahasia
94
Episode 93 ~ Bram CS Zivana
95
Episode 94 ~ Butuh Waktu
96
Episode 95 ~ Ingin Menyusul Dhina
97
Episode 96 ~ Tidak Ditutupi Lagi
98
Episode 97 ~ Tingkah Pasutri Absurd
99
Episode 98 ~ Terselip Kisah Pilu
100
Episode 99 ~ Harus Berpencar
101
Episode 100 ~ Hancur!!!
102
Episode 101 ~ Memohon
103
Episode 102 ~ Berita Pagi
104
Episode 103 ~ Masih Sama
105
Episode 104 ~ Psikoterapi
106
Episode 105 ~ Tegarlah!!!
107
Episode 106 ~ Imam dan Dhina
108
Episode 107 ~ Video Terakhir
109
Episode 108 ~ Imam Pamit
110
Episode 109 ~ Kunjungan Dimas
111
Episode 110 ~ Kecanggihan Teknologi
112
Episode 111 ~ Luka Tak Kasat Mata
113
Episode 112 ~ Ingin Ke Makam
114
Episode 113 ~ Mimpi kah?
115
Episode 114 ~ Tiger VC Black Moon
116
Episode 115 ~ Yasinan dan Teror (Spesial)
117
Episode 116 ~ Isi Kotak Teror
118
Episode 117 ~ Masuk Sekolah Lagi
119
Episode 118 ~ Kekecewaan Hati
120
Episode 119 ~ Keluhan Black Moon
121
Episode 120 ~ Menolong Wanita Asing
122
Episode 121 ~ Air Mata Penyesalan
123
Episode 122 ~ Namanya Rumi
124
Episode 123 ~ Kalah Cepat
125
Episode 124 ~ Ketulusan Sosok Ibu
126
Episode 125 ~ Berusaha Menyadarkan
127
Episode 126 ~ Pelukan Terhangat
128
Episode 127 ~ Suapan Mami
129
Episode 128 ~ Makan Malam Spesial
130
Episode 129 ~ Anak Muda vc Orang Tua
131
Episode 130 ~ Pencarian
132
Episode 131 ~ Cara Bersyukur
133
Episode 132 ~ Sensitive
134
Episode 133 ~ Jebakan
135
Episode 134 ~ Pukulan Dendam
136
Episode 135 ~ Terluka
137
Episode 136 ~ Mobil di Depan Gerbang
138
Episode 137 ~ Penjelasan
139
Episode 138 ~ Terjebak Sendiri
140
Episode 139 ~ Kertas Kuning
141
Episode 140 ~ Permohonan Rumi
142
Episode 141 ~ Tekad Bram
143
Episode 142 ~ Menyampaikan Pesan
144
Episode 143 ~ Cip
145
Episode 144 ~ Bagi Tugas
146
Episode 145 ~ Iblis Berwujud Manusia
147
Episode 146 ~ Aksi Diam-diam
148
Episode 147 ~ Gedung Kosong
149
Episode 148 ~ Takdir Gadis Bisu
150
Episode 149 ~ Headshot
151
Episode 150 ~ Niat Baik Dhana
152
Episode 151 ~ Acara Perpisahan
153
Episode 152 ~ Acara Perpisahan 2
154
Surat Cinta Author
155
Season 2 {Episode 1 ~ Perjalanan Baru}
156
Season 2 {Episode 2 ~ Trauma Damar}
157
Season 2 {Episode 3 ~ Datang Kembali}
158
Season 2 {Episode 4 ~ Hari yang Baru}
159
Season 2 {Episode 5 ~ Tak Terkendali}
160
Season 2 {Episode 6 ~ Ancaman Lagi}
161
Season 2 {Episode 7 ~ Toko Buku}
162
Season 2 {Episode 8 ~ Arahan Hati}
163
Season 2 {Episode 9 ~ Kacau}
164
Season 2 {Episode 10 ~ Berebut Salah}
165
Season 2 {Episode 11 ~ Sumpah Bima}
166
Season 2 {Episode 12 ~ Masih Berusaha}
167
Season 2 {Episode 13 ~ Berita Baru}
168
Season 2 {Episode 14 ~ CCTV Tersembunyi}
169
Season 2 {Episode 15 ~ Pagi-pagi}
170
Season 2 {Episode 16 ~ Bimbingan}
171
Season 2 {Episode 17 ~ Bertemu}
172
Seaaon 2 {Episode 18 ~ Gejala Aneh}
173
Visual Tokoh Season 2
174
Season 2 {Episode 19 ~ Drop}
175
Season 2 {Episode 20 ~ Takut Terulang}
176
Season 2 {Episode 21 ~ Penyakit Langka}
177
Season 2 {Episode 22 ~ Frustasi}
178
Season 2 {Episode 23 ~ Ujian}
179
Season 2 {Episede 24 ~ Penuh Emosional}

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!