...☘️☘️☘️...
"Jadi kamu bertengkar dengan Al karena membela Wulan?
Dhana benar-benar dibuat terperangah dengan semua cerita keponakan sulungnya itu. Ia tidak menyangka kalau Aiziel akan berkelahi dengan Aifa'al hanya karena membela putrinya. Artinya, yang membuat darah tinggi Ammar naik hingga berakhir di rumah sakit seperti ini karena sang putri. Aiziel yang ditanya hanya menganggukan kepalanya dan membuat Dhana terduduk lesu.
"Dhana... kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Sadha seraya memegangi tubuh sang adik yang hendak terduduk lemas.
Dhana terdiam, rasa bersalah terhadap sang mas sulung pun tiba-tiba memenuhi hatinya. Melihat Dhana yang hanya terdiam, membuat Ammar, Sadha dan Aiziel saling pandang.
"Dhana... kamu kenapa diam saja Dik? Kamu baik-baik saja 'kan? Jangan diam seperti ini dong. Mas jadi cemas melihat kamu diam!!!" ujar Ammar seraya menjangkau tangan sang adik.
"Maaf Mas..."
Dhana yang terdiam hanya mampu mengucap satu kata sebagai permintaan maaf. Ammar dan Sadha pun saling melempar pandangan.
"Karena membela Wulan, Ziel jadi bertengkar dengan Al dan membuat Mas masuk rumah sakit seperti ini. Dhana benar-benar merasa bersalah, Mas. Maaf, kalau kehadiran Wulan membuat anak-anak Mas jadi tidak akur. Semua ini salah Dhana. Dhana yang belum berhasil membuka hati Mala dan membuat Wulan mencari kasih sayang dari orang lain. Sejak dulu Al juga tidak menerima Wulan di tengah-tengah keluarga kita, tapi Ziel sangat menyayanginya. Mungkin itu yang membuat Al marah karena Ziel perhatian pada Wulan." ujar Dhana yang hanya tertunduk sedih, mengingat nasib malang sang putri.
"Dhana... kamu bicara apa sih? Kamu tidak salah, Al yang keterlaluan. Kenapa dia tidak mau menerima Wulan seperti Ziel? Kenapa Al harus marah kalau Ziel perhatian pada Wulan? Wulan memang putri kamu tapi dia putri Mas juga, Dhana!!! Mau Al menerima Wulan atau tidak sama sekali, itu bukan kesalahan siapa pun. Itu kesalahannya sendiri yang kurang bersyukur dengan kehadiran Wulan di dalam keluarga kita. Kamu jangan seperti ini, Dhana. Mas juga sayang sama Wulan, Mas sayang sama kamu. Kamu lupa dengan perkataan almarhumah Adek, kalau kita harus saling mendukung dan menyayangi walaupun kita sudah mempunyai keluarga masing-masing?" jawab Ammar seraya beranjak duduk karena mendengar penuturan Dhana.
Lolos sudah air mata Dhana. Hatinya yang sangat rapuh bahkan melebihi hati seorang perempuan, bukan lemah tapi pernah terluka dan sampai sekarang luka itu sepertinya belum sembuh hingga masih meninggalkan bekas. Sejak kepergian adik kembarnya, Dhana yang dulunya kuat berubah menjadi Dhana yang rapuh, mudah menangis. Apalagi jika teringat dengan nasib putrinya, seakan luka lama yang belum sembuh semakin terluka dan semakin dalam hingga dirinya sendiri pun tidak bisa menjamin, kapan luka itu akan sembuh.
"Uncle... semua ini salah Ziel. Kalau Ziel bisa mengontrol emosi pasti kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi. Ini bukan kesalahan Uncle atau Wulan. Ini salah Ziel, Uncle." timpal Aiziel seraya meraih tangan Dhana.
"Dhana... kamu tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Semua ini hanya kesalahpahaman!!! Jadi tidak ada seorang pun yang salah di sini." timpal Sadha yang ikut meyakinkan sang adik.
"Tapi Mas..."
"Mas tidak mau mendengar perkataan maaf dari mulut kamu lagi, Dik. Sudahlah, biarkan saja semuanya berlalu. Kamu atau pun Wulan tidak salah. Hanya terjadi kesalahpahaman di antara Ziel dan Al. Mungkin semua ini terjadi karena mood Ziel yang buruk, lalu bertemu dengan emosi Al hingga berakhir seperti ini." potong Ammar yang menatap lekat sang adik.
Dhana yang tertunduk seketika mengangkat kepalanya saat mendengar perkataan Ammar. Pikirannya berputar berusaha mencerna kata demi kata dari perkataan Ammar baru saja. Sementara Aiziel yang mendengar itu hanya menghela nafas panjang dan tertunduk lagi.
"Mood Ziel buruk? Kenapa" tanya Dhana yang menoleh ke arah Aiziel.
"Iya, Dhana. Mood Ziel menjadi buruk setelah mendengar cerita Damar tentang sikap Mala pada Wulan. Karena itu juga Ziel mendadak ingin cepat pulang hingga dia berpapasan dengan Al yang mungkin sedang emosi dan terjadi lah pertengkaran itu." jawab Ammar.
Dhana pun menghela nafas kasar seraya bersandar di sandaran kursi. Kini ia sudah mengerti dengan apa yang terjadi saat ini. Bukan Wulan yang menjadi penyebab dari masalah ini, tapi semua berakar dari Mala. Andaikan saja Mala bersikap baik pada Wulan, maka mood Aiziel tidak akan buruk dan Aiziel tidak akan melayani amarah Aifa'al.
"Itu artinya Mala yang salah, Mas." ujar Dhana yang menegakkan kembali posisi duduknya.
"Sudahlah, Dhana. Percuma juga kalau kamu marah dan menyalahkan istrimu sekarang ini. Dia tidak akan mengerti, karena hatinya masih tertutup dengan kebencian tanpa alasan yang jelas pada putrinya sendiri. Mas sampai heran, kenapa Mala menjadi keras hati sekarang ini. Kalau tau seperti ini, Mas tidak akan merestui kamu menikah dengan wanita itu." ujar Sadha yang memang sudah geram dengan Mala.
"Sstttt!!! Kamu itu bicara apa sih Sadha? Mala itu istrinya Dhana!!! Tidak seharusnya kamu bicara seperti itu di depannya!!!" timpal Ammar seraya menepuk lengan Sadha yang berdiri.
"Tapi Mas Sadha benar, Mas. Kalau Dhana tau akan seperti ini jadinya, mungkin Dhana tidak akan mau menikah dengan...." ujar Dhana.
"Stop!!! Itu artinya kamu menyesal, Dhana. Jangan seperti itu, bagaimana pun juga dia sudah menjadi istrimu dan ibu dari anakmu. Kamu harus bisa menerima baik dan buruk sikap istrimu, bukan malah termakan dengan omongan Sadha." potong Ammar yang kesal seraya melirik tajam Sadha.
Sadha yang ikut kesal dengan sikap Mala dan mendapat lirikan tajam dari Ammar pun hanya mendengus kesal. Pasalnya, ia memang tidak habis pikir kalau adik iparnya itu akan berubah. Dan Sadha sangat menyayangkan karena hal ini dialami oleh adik kembarnya sendiri, Dhana.
***
Mesin waktu pun berputar cepat hingga tanpa terasa jam pelajaran telah usai. Para siswa/i menghambur keluar dari kelas hendak menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang sejak tadi sudah berperang di dalam sana. Tapi ada juga siswa/i yang tidak pergi ke kantin karena malas atau mungkin mereka membawa bekal makanan sendiri dari rumah. Seperti halnya si anak pemilik sekolah dan ketua geng anak hits di SMP Jaya Mandiri, yang tak lain yaitu Zivana.
Entah sengaja atau tidak, gadis itu masih berada di dalam kelas bersama dua orang teman anggota geng hitsnya itu. Seraya mengeluarkan sesuatu dari dalam tas, Zivana dan dua orang temannya meraih sesuatu dari dalam tas. Namun mata ketiganya tertuju pada Wulan yang masih membereskan bukunya.
"Hmmm, enak banget masakan mama gue. Mama gue memang best deh kalau masalah masak memasak. Enak ya, guys. Kalau bawa bekal makanan sendiri dari rumah, apalagi kalau makanan itu masakan dari ibu sendiri." ujar Zivana yang sengaja mengeraskan suara seraya melirik ke arah Wulan.
"Lo benar sekali, Zi. Masakan mama gue juga enak pake banget malahan. Gue malah merasa rugi kalau makan di kantin terus. Apalagi kalau makanannya tidak enak. Ih.. malas banget deh." jawab salah satu teman geng hits Zivana yang bernama Luna.
"Kalian lihat nih! Bunda gue masak nasi ayam spesial untuk gue. Haduh, gue jadi semangat sekolah kalau seperti ini terus." timpal salah satunya lagi yang bernama Siska seraya ikut melirik ke arah Wulan.
Zivana tersenyum miring dengan tatapan tajam yang tertuju ke arah Wulan. Gadis itu memang sengaja memanas-manasi Wulan, membuatnya cemburu dengan cara seperti ini karena Zivana tau kalau Wulan dibenci oleh ibu kandungnya.
Ini baru permulaan gadis bisu. Gue tau semua tentang lo karena ibu lo sering datang ke sini tapi hanya untuk menjemput Damar, bukan lo. Gue cukup perihatin sih sama kehidupan yang lo jalani, tapi gue suka melihat penderitaan lo. Selama gue ada di sekolah ini, selama itu pula gue akan membuat hidup lo semakin sulit dan menderita. Kita lihat saja nanti. Gumam Zivana dalam hati.
Sesekali Wulan yang masih duduk di tempat duduknya pun menoleh ke arah Zivana dan teman-temannya. Namun di saat itu pula ia menarik kembali matanya setelah bersiborok dengan tatapan tajam gadis itu. Entah kenapa mata Wulan mendadak merah dan memanas ketika melihat Zivana menikmati makan siang hasil masakan ibunya, karena selama ini sang mami hanya memasak untuk mas kembarnya, sedangkan ia hanya bisa mencicipi masakan sang oma dan Bi Iyah. Sungguh malang sekali.
Kapan aku bisa seperti mereka? Membawa bekal makanan sendiri dan hasil masakan Mami. Aku akan bahagia sekali jika Mami membuatkan bekal makanan untukku dan Mas Damar. Aku juga akan bertambah semangat pergi ke sekolah. Ya Allah... kapan Mami akan membuka hatinya untuk menerimaku? Gumam Wulan dalam hati.
Tanpa sadar, bulir bening dari matanya jatuh begitu saja. Namun dengan cepat ia menyeka air mata itu agar tidak terlihat oleh orang lain. Wulan pun memilih untuk beranjak karena tidak ingin melihat atau pun mendengar sindiran dari Zivana dan teman-temannya tentang makanan hasil masakan ibu masing-masing. Karena hal itu tidak akan pernah terjadi di dalam hidupnya.
Melihat Wulan yang berlenggang pergi, keluar dari kelas membuat Zivana dan teman-teman geng hitsnya itu melakukan aksi tos bersama karena berhasil menyinggung perasaan Wulan.
"Zi... gue heran deh sama sikap lo. Bukannya lo bilang kalau lo itu suka sama kakak kembarnya Wulan. Tapi kenapa lo malah membuli adiknya." ujar Luna yang penasaran dengan sikap Zivana.
"Itu dulu!!! Setelah gue berani menyatakan rasa suka gue ke cowok itu, dia malah menolak gue. Dan karena itu gue sakit hati sama Damar. Tapi kalian jangan berani-beraninya membicarakan hal ini pada orang lain! Kalau tidak, kalian akan tau akibatnya!" jawab Zivana seraya menunjuk wajah Luna dan Siska.
Luna dan Siska yang terkena tunjuk pun mendadak ciut dan takut dengan ancaman sang ratu geng. Pasalnya, Zivana memang menyukai Damar dari sejak lama tapi karena ditolak membuat dendam menyelimuti hatinya dan gadis itu ingin membalasnya pada Wulan.
***
"Coba deh kamu lihat ini, Nar. Menurut kamu bagaimana?"
Setelah jam pelajaran berakhir, Damar dan Rainar bergegas menuju kantin sekolah untuk makan siang bersama Wulan. Namun karena yang ditunggu belum datang membuat kedua pria itu belum memesan makanan dan sibuk dengan secarik kertas putih. Rainar pun meraih kertas itu dari tangan Damar lalu membacanya.
"Kamu mau daftar jadi ketua osis periode selanjutnya Mar?" tanya Rainar yang masih terpaku pada kertas di tangannya.
"Iya!!! Menurut kamu bagaimana? Seorang Damar cocok 'kan kalau menjadi ketua osis?" tanya Damar seraya menyibakkan rambutnya.
"Cocok saja sih, tapi apa tujuan kamu untuk mengikuti pendaftaran ketua osis ini?" jawab Rainar yang bertanya balik seraya menoleh.
"Aku ingin merekomendasikan seseorang. Seseorang yang sangat berbakat dan pandai dalam segala hal. Selama ini seseorang itu tidak pernah mendapatkan rekomendasi untuk prestasinya yang lain di sekolah ini karena semua orang menganggapnya tidak pantas. Jadi aku ingin membantu dan mewujudkan mimpi seseorang itu." tutur Damar seraya menangkup wajahnya dan menerawang.
"Memang siapa sih orang yang ingin kamu rekomendasikan itu? Beruntung sekali dia! Apakah dia kekasihmu?" tanya Rainar yang penasaran dan ingin tau sekali siapa orang itu.
"Ah, nanti kamu akan tau sendiri kok siapa orang itu. Yang jelas dia sangat berarti dan berharga di dalam hidupku." jawab Damar.
"Ck!!! Aku yakin kalau seseorang itu pasti kekasihmu!!! Seharusnya yang kamu bantu itu adikmu sendiri, bukan orang lain!!! Wulan juga mempunyai bakar bahkan dia sangat cerdas. Tapi kakak kembarnya malah mementingkan orang lain dibandingkan adiknya sendiri." sungut Rainar seraya memalingkan wajahnya karena jengah dengan sahabatnya itu.
Damar yang masih menangkup wajahnya dan menerawang pun hanya bisa mendengus geli saat mendengar perkataan Rainar. Sahabatnya itu belum tau saja, siapa orang yang dimaksud olehnya. Hingga Damar memilih untuk diam dan tidak ingin memberitahu Rainar.
"Wulan..."
Pandangan mata Damar pun teralih saat sang sahabat melihat lalu memanggil sang adik yang tengah berjalan ke kantin seraya melambaikan tangannya. Melihat sang adik yang berjalan ke arah kantin dengan langkah lebar, membuat Damar merasa heran. Sesekali ia juga melihat sang adik mengusap pipinya seraya berlari ke arah mejanya.
Srek!
Bruk!
Tanpa rem Wulan yang menarik kursi langsung duduk, menghambur ke dalam pelukan Damar. Yang dipeluk pun terkesiap, begitu juga Rainar. Damar yang penasaran pun menoleh ke Rainar, tapi sahabatnya itu hanya mengangkat bahunya tanda tidak tau. Sementara Wulan yang berada di dalam pelukan Damar hanya terdiam namun air matanya selalu saja mengalir tanpa henti.
"Adek... Adek kenapa? Ada apa Dek?"
.
.
.
.
.
Happy Reading All 😇😇😇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
ZasNov
Semua akar masalahnya adalah Mala, jadi ya yang salah adalah Mala yang memperlakukan Wulan dengan buruk, hingga membuat orang lain pun memperlakukan Wulan lebih buruk 😣
Tapi kalau Shada ga merestui Dhana menikah dengan Mala, ya ga bakal ada Damar sama Wulan dong.. 🤭
Btw tekad Damar kuat juga ya, pasti Wulan yang mau dia rekomendasiin.. Semoga berhasil Damar..🤗
2021-12-19
0
Senja Merona🍂
wulan, nasibmu sayang 😭 gak mamanya, gak sodaranya.
2021-12-07
0
Yeni Eka
Ya ampun jadi Zivana semakin dendam ke wulan krn ditolak kembarannya. Kasihan Wulan, tragis hidupmu nak. Semoga kelak kau akan mendapatkan bahagia
2021-12-03
0