Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan

...🍁🍁🍁...

"Adek... Adek kenapa? Ada apa Dek? Apakah ada orang yang mengganggu Adek?" tanya Damar seraya mengelus pucuk kepala Wulan.

Mendengar pertanyaan dari sang mas kembar, membuat Wulan melerai pelukannya. Senyum manis pun terukir di wajah Wulan. Lalu Wulan meraih note kecil yang bertengger di lehernya.

'Adek tidak apa-apa, Mas. Adek hanya teringat dengan Mami di rumah. Tapi karena Adek tidak bisa memeluk Mami, Adek peluk Mas saja deh'

Dengan senyum yang menampakan deretan gigi putih beserta ginsul di sisi kanan giginya, Wulan memberikan note kecil itu pada Damar. Dahi Damar mengerut heran melihat ekspresi sang adik yang menggemaskan seraya meraih note itu. Sementara Rainar yang ikut melihat senyum manis yang disertai ginsul, membuat matanya tak teralihkan dari wajah Wulan.

Senyum kamu masih semanis dulu, Lan. Aku masih menyukai senyum itu bahkan semakin menyukainya. Teruslah tersenyum seperti ini, Wulan. Dan buktikan pada dunia kalau kamu merupakan gadis yang kuat. Gumam Rainar dalam hati.

Rainar yang melihat senyum Wulan pun hanya tersenyum getir. Setelah mendengar semua cerita Damar selama jam pelajaran, ia merasa tidak percaya kalau Wulan mendapat perlakuan yang tidak baik dari ibunya sendiri. Rainar juga terkejut kalau ternyata selama ini papanya pun sudah mengetahui hal ini. Damar sudah cerita semuanya pada sahabatnya itu karena Rainar yang penasaran sejak pertengkaran di antara Damar dan Zivana sebelum jam pelajaran akan dimulai.

Melihat tulisan sang adik di dalam note itu, membuat Damar menghela nafas lega. Lalu...

"Mas kira ada orang jahat lagi yang ingin mengganggu Adek. Kalau begitu kita makan siang dulu ya. Karena Rainar ingin mentraktir kita makan siang di sini. Iya 'kan Nar?" tutur Damar yang tersenyum pada sang adik lalu menoleh ke arah Rainar.

Rainar tetap bergeming. Matanya masih tertuju pada sosok cantik yang ada di hadapannya itu. Sementara Damar dan Wulan yang menoleh ke arah Rainar pun saling pandang heran.

"Woi... melamun terus!!!" sahut Damar seraya memukul meja hingga membuyarkan Rainar.

"Ck!!! Kamu itu suka sekali mengganggu kesenangan orang lain ya, Mar!!! Dasar!!!" sungut Rainar yang merasa kesal seraya menatap tajam sahabatnya itu.

"Bukan aku yang mengganggu tapi kamu yang keasyikan melamun. Tidak baik melamun saat siang bolong seperti ini, nanti bisa kesurupan." sungut Damar balik seraya mencibir Rainar.

Wulan yang melihat perdebatan di antara keduanya pun terkikik geli. Sungguh menjadi hiburan yang sangat berarti untuknya di saat seperti ini. Wulan sengaja berbohong dan tidak mengatakan yang sebenarnya. Karena Wulan takut kalau Damar akan emosi lagi saat ia tau apa yang menjadi penyebab dirinya bersedih.

"Sudah sana!!! Katanya kamu mau mentraktir kita makan siang 'kan? Sebagai awal dari persahabatan kita yang setelah sekian lama tidak bertemu." ujar Damar seraya menepuk bahu Rainar.

"Dasar!!! Mengaku anak pemilik Cafe seibu kota, tapi suka sekali dengan yang namanya gratisan!!! Payah kamu, Mar! Malu tuh sama Wulan!!!" sungut Rainar seraya beranjak dan mencibir sahabatnya.

Damar hanya mencibir balik sang sahabat. Sementara Wulan yang melihat keduanya yang selalu bertengkar, hanya bisa menggelengkan kepala dan menepuk keningnya sendiri.

"Adek... Mas punya sesuatu untuk Adek." ujar Damar yang tersenyum lebar pada sang adik.

Wulan pun mengeryit heran tatkala melihat ekspresi sang mas kembar yang mendadak ceria. Sementara Damar yang melihat respon heran sang adik pun dibuat terkikik gemas.

"Coba Adek lihat dan baca!!!" ujar Damar lagi seraya memberikan secarik kertas putih tadi.

Karena penasaran, Wulan pun mengambil secarik kertas putih yang penuh dengan deretan kata-kata tinta hitam dan tercetak sangat rapih. Lalu Wulan pun membacanya dengan seksama dan teliti. Namun sejurus kemudian, raut wajah Wulan berbinar saat memahami dari isi secarik kertas tersebut.

Mengerti dengan raut wajah sang adik, Damar pun meraih tangannya dan mengulas senyum.

"Semoga Mas bisa menjadi ketua osis ya, Dek. Setelah Mas berhasil menjadi ketua osis, Mas akan membantu Adek untuk mengembangkan potensi besar yang ada di dalam diri Adek." ujar Damar seraya memegang kedua bahu Wulan.

Wulan tertegun saat mendengar perkataan sang mas kembar yang begitu niat untuk mewujudkan impiannya agar bisa melakukan sesuatu yang telah menjadi bakat terpendam dalam dirinya selama ini. Wulan yang terdiam sekaligus tertegun pun menatap lekat Damar.

"Mas janji akan membantu Adek untuk melunakkan hati Mami dengan cara ini. Adek ingin mengikuti festival piano yang akan diadakan tahun ini, bukan? Adik Mas yang cantik ini 'kan pandai bermain alat musik itu dan Mas akan berusaha agar Adek bisa mengikuti festival itu. Semoga saja dengan festival itu hati Mami bisa terbuka lagi karena Mami juga menyukai piano seperti Adek." ujar Damar yang meyakinkan sang adik untuk bisa.

Mata Wulan berbinar seketika dan membuat tumpukan bulir bening terlihat jelas. Memang tidak semua orang mengetahui kalau dirinya pandai bermain piano, termasuk Dhana. Saat Wulan sadar kalau dirinya pandai bermain piano, hanya Damar seorang yang ia beritahu. Dan selama ini Wulan berlatih di sekolah saat semua siswa/i sudah pulang walaupun hanya sebentar. Bakat Wulan bermain piano mulai terlihat sejak masuk ke SMP Jaya Mandiri ini. Sementara Damar yang mengetahui hal itu hanya bisa mendukung dan menemani sang adik saat berlatih secara diam-diam.

Wulan mengerti, tidak semua orang percaya dengan kemampuan yang ada di dalam diri seorang gadis tuna rungu-wicara sepertinya. Karena itu, Wulan hanya bisa berdiam diri dan tidak terlalu memaksakan kehendak untuk itu. Namun Damar yang mengerti dan ingin sang adik maju pun berniat untuk membantunya.

"Kita berusaha sama-sama ya, Sayang. Mas akan selalu ada di samping Adek kapan pun dan di mana pun." ujar Damar yang mengelus lembut wajah sang adik.

Wulan pun mengangguk bahagia dan senyum yang menampakan ginsulnya pun tampak lagi. Sementara Damar yang melihat senyum manis itu pun ikut tersenyum lalu memeluknya erat.

"Nih makan siangnya sudah sampai, Raja dan Ratu!!! Kalian ini bucin sekali sih! Tidak seperti kakak adik kembar, tapi seperti pasangan kekasih yang baru dipertemukan setelah LDR selama ribuan tahun lamanya!!!" sungut Rainar yang baru datang seraya membawa tiga piring makanan disertai tiga gelas minuman.

Damar dan Wulan yang terkejut pun melerai pelukan lalu menoleh cepat ke arah Rainar. Sementara Rainar yang kesal melihat Wulan berpelukan dengan Damar pun mendaratkan tubuhnya di atas kursi dan duduk manis.

"Terima kasih Rainar..." ucap Damar yang tersenyum lebar pada sahabatnya itu.

Sementara Wulan hanya mengangguk seraya tersenyum pada Rainar seakan mengikuti ucapan terima kasih Damar. Rainar pun menghela nafas panjang saat melihat kembali senyum Wulan yang sangat manis itu. Rasa kesalnya pada Damar seakan dibuat menguap begitu saja tatkala pancaran kebahagiaan dari senyum Wulan terbit di bibirnya. Lalu mereka pun makan siang bersama di kantin sekolah.

Tanpa mereka sadari, sejak tadi ada sepasang mata yang tengah melihat dan memperhatikan dari jarak dekat, namun tak terlihat.

Kita lihat saja nanti, Damar. Apakah impian adikmu yang bisu itu akan terwujud dengan kamu menjadi ketua osis di sekolah ini? Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi, Damar. Gumam sosok itu dalam hati.

Sang empunya mata itu pun beranjak cepat meninggalkan kantin dan berjalan ke koridor lantai dua sekolah. Sementara Damar, Wulan dan Rainar sudah selesai menikmati makan siang mereka dengan cepatnya karena jam istirahat yang akan segera berakhir.

Setelah makanan habis, Rainar pun beranjak hendak membayar semua makanan mereka. Begitu pula dengan Damar yang ikut berdiri. Namun tidak dengan Wulan yang masih duduk dan berdiam diri di posisinya seraya melamun. Entah apa yang mengganggu pikiran gadis itu saat ini. Setelah makanannya habis lebih dulu dari pada Damar dan Rainar, ia hanya terdiam.

"Ayo, Mar!!! Kita masuk ke kelas. Sebentar lagi bel masuk bunyi loh." ujar Rainar yang datang setelah membayar makanan.

"Kamu duluan saja, Nar. Nanti aku menyusul." jawab Damar seraya menepuk bahu Rainar.

Rainar yang mengerti pun hanya mengangguk lalu pergi meninggalkan Damar dan Wulan.

"Adek... Adek kenapa lagi? Masih kepikiran Mami ya?" tanya Damar seraya meraih bahu sang adik dari samping.

Wulan yang tersadar pun mendongakkan kepala dan menggeleng cepat. Tanpa berpikir panjang, Wulan pun meraih note kecilnya lagi.

'Bukan Mami, Mas. Tapi Mas Ziel. Tiba-tiba Adek kepikiran Mas Ziel. Apalagi setelah di rumah tadi malam, Mas Ziel sampai emosi ketika mendengar semua cerita Mas Damar. Adek takut Mas Ziel masih emosi dan akan berlanjut benci pada Mami. Mas mau 'kan membantu Adek? Hubungi Mas Ziel, Mas'

Dengan cepat Wulan menyodorkan note itu pada Damar yang masih berdiri di samping tempat duduknya. Sementara Damar yang sudah membaca note itu pun terhenyak. Ia bahkan tidak kepikiran dengan Aiziel yang tadi malam sempat emosi tingkat tinggi setelah mendengar ceritanya. Sekilas, Damar melirik Wulan yang menatapnya penuh harap hingga membuatnya tidak tega. Lalu...

"Baiklah, Mas akan coba hubungi Mas Ziel ya." ujar Damar seraya duduk kembali di kursinya.

Wulan hanya mengangguk cepat, entah kenapa sejak tadi perasaannya menjadi tidak enak saat bayang-bayang emosi Aiziel tadi malam sekilas berputar kembali di memori otaknya. Melihat kegelisahan sang adik, membuat Damar juga merasakan hal itu hingga dengan cepatnya ia langsung merogoh benda pipih yang berada di dalam saku celananya.

Tut... Tut... Tut...

Tut... Tut... Tut...

Tut... Tut... Tut...

Tut... Tut... Tut...

Tut... Tut... Tut...

Sudah 5 kali banyaknya Damar mencoba untuk menghubungi ponsel Aiziel. Namun tidak ada jawaban sama sekali dari sang pemilik ponsel. Hal itu membuat Wulan semakin cemas, takut kalau terjadi sesuatu pada mas sulungnya itu. Sementara Damar masih berusaha mencoba tapi tetap saja, Aiziel tidak mengangkatnya.

"Adek tenang dulu ya. Mas akan coba telepon Bude Ibel. Siapa tau Bude sedang bersama Mas Ziel." ujar Damar yang mengerti dengan kekhawatiran di wajah Wulan.

Wulan pun mengangguk lagi. Rasa cemasnya semakin tergambar jelas di wajah cantiknya. Sesekali Wulan melirik mesin waktu yang melingkar di tangannya, cemas kalau waktu istirahat akan berakhir sebelum ia mengetahui kabar Aiziel. Namun Damar yang melihat itu berusaha untuk menenangkan sang adik dan menghubungi Ibel.

"Assalamualaikum Bude..." ucap Damar yang terlonjak karena Ibel mengangkat teleponnya.

Seketika itu juga raut wajah Wulan berbinar saat mendengar suara sang bude di balik ponsel yang sengaja diperkeras oleh Damar agar sang adik bisa mendengarnya.

"Wa'alaikumsalam, Damar. Ada apa Nak? Kenapa kamu menghubungi Bude di jam sekolah seperti ini? Bukannya kamu masih belajar ya? Atau ada sesuatu yang terjadi di sana sama kamu?" ujar Ibel yang bertubi-tubi dan malah Ibel yang khawatir dengan Damar.

"Bude tenang dulu ya. Damar menghubungi Bude untuk menanyakan Mas Ziel. Sejak tadi Damar menghubungi ponsel Mas Ziel tapi dia tidak mengangkatnya, Bude." jawab Damar.

"Memang kamu ingin bicara apa dengan Ziel, Nak? Biar nanti Bude sampaikan pada masmu itu." tanya Ibel yang terdengar gugup di sana.

"Tiba-tiba saja Adek kepikiran Mas Ziel, Bude. Jadi Adek ingin tau apakah Mas Ziel baik-baik saja sekarang?" jawab Damar seraya melirik sang adik yang terlihat sibuk mendengar Ibel.

"Ziel baik-baik saja, Sayang. Dia masih tidur karena tadi malam dia begadang bersama Al." ujar Ibel yang terdengar kikuk di seberang sana.

"Syukurlah, berarti Mas Ziel baik-baik saja 'kan Bude? Jadi Adek tidak perlu khawatir lagi." ujar Damar seraya mengusap pucuk kepala Wulan.

"Iya, Sayang. Ziel baik-baik saja kok. Lebih baik kalian belajar yang fokus. Jangan memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan rumah karena itu akan mengganggu konsentrasi kalian." ujar Ibel.

"Iya, Bude. Kalau begitu Damar tutup dulu ya, Bude. Assalamualaikum." jawab Damar yang mengakhiri pembicaraan dengan Ibel.

Wulan menghela nafas lega setelah berbicara langsung dengan sang bude di telepon. Rasa cemasnya seakan menguap walaupun ia tidak bisa melihat secara langsung saat ini, apakah Aiziel benar-benar sedang tidur atau tidak. Tapi pembicaraan singkat dengan sang bude sudah membuatnya lebih tenang dari sebelumnya.

"Bagaimana? Adek sudah tenang 'kan?" tanya Damar seraya menyimpan kembali ponselnya.

Wulan mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban kalau hatinya sudah cukup tenang. Melihat senyum itu membuat Damar merasa lega dan ikut tenang.

"Kalau begitu, ayo kita ke kelas. Bel masuk sudah berbunyi tuh." ujar Damar yang berdiri.

Pada akhirnya, Damar dan Wulan pun berlari menuju kelas masing-masing yang berada di lantai atas. Memulai pelajaran di jam terakhir sebelum waktu pulang menyambut mereka.

Di saat Wulan masuk ke dalam kelas dengan berlari kecil, sepasang mata yang sejak tadi memperhatikannya bersama Damar di kantin kembali tertoreh ke arahnya seraya tersenyum miring penuh makna.

Aku, Zivana Asmeralda bersumpah. Tidak akan membiarkan kamu untuk mengikuti festival itu, gadis bisu. Aku akan melakukan cara apa pun untuk menghentikan langkahmu karena takdir untuk si gadis bisu seperti dirimu hanya derita, bukan bahagia. Gumam Zivana dalam hati.

.

.

.

.

.

Happy Reading All 😇😇😇

Sifat Zivana nih mengingatkan author pada someone di novel pertama deh. Tapi siapa? Ada yang ingat? Wkwkwk kalau kalian ingat, berarti kepala author lagi blank nih 🤣🤣🤣

Terima kasih karena sudah mengikuti kisah Wulan 😘 semoga kalian semua suka dan pastinya tidak bosen 🤭 author takut kalian bosen sama cerita author, tapi semoga saja tidak ya 😘

Terpopuler

Comments

Bunda Wa-Fa

Bunda Wa-Fa

Sifat zivana kayak perempuan yg suka sama ammar ya thor... Lupa namanya...

2022-11-29

0

ZasNov

ZasNov

Greget sama Zivana, hidupnya hanya digunakan buat menjegal & menyakiti Wulan.. 😥
Efek ditolak Damar, jadi imbas ke Wulan nih..
Semoga harapan Damar dan Wulan bisa terwujud, dan rencana Zivana gagal...

2021-12-19

0

Yeni Eka

Yeni Eka

Semanagt wulan semoga kamu bisa menjadi bersinar dengan bakatmu. Jangan menyerah kalo kata d masiv

2021-12-03

0

lihat semua
Episodes
1 Episode 1 ~ Aku, Wulan...
2 Episode 2 ~ Bukan Salah Papi
3 Episode 3 ~ Flashback
4 Episode 4 ~ Flashback (2)
5 Episode 5 ~ Flashback (3)
6 Episode 6 ~ Flashback (4)
7 Episode 7 ~ Keluh Kesah Damar
8 Episode 8 ~ Tamu Spesial
9 Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra
10 Episode 10 ~ Amarah Aiziel
11 Episode 11 ~ Masih Kecewa
12 Episode 12 ~ Andaikan saja...
13 Episode 13 ~ Habis Kesabaran
14 Episode 14 ~ Nilai Ulangan Harian
15 Episode 15 ~ Darah Tinggi
16 Episode 16 ~ Niat Damar
17 Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan
18 Episode 18 ~ Teringat Seseorang
19 Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil
20 Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta
21 Episode 21 ~ Kebenaran Baru
22 Episode 22 ~ Siapa Zivana Sebenarnya
23 Episode 23 ~ Rewards Fantastis
24 Episode 24 ~ Lupa Waktu
25 Episode 25 ~ Hilang
26 Episode 26 ~ Lilitan Kain di Balkon
27 Episode 27 ~ Tersesat
28 Episode 28 ~ Naluri
29 Episode 29 ~ Ketoprak Yang Hilang
30 Episode 30 ~ Kesempatan
31 Episode 31 ~ Empat Mata
32 Episode 32 ~ Pulang
33 Episode 33 ~ One Step Closer
34 Episode 34 ~ Firasat
35 Episode 35 ~ Tabrak Lari
36 Episode 36 ~ Bertemu
37 Episode 37 ~ Hukum Cambuk
38 Episode 38 ~ Akhirnya Sadar
39 Episode 39 ~ Geram
40 Episode 40 ~ Kapten Oleng
41 Episode 41 ~ Salah Memilih Orang
42 Episode 42 ~ Apakah Ini Pertanda?
43 Episode 43 ~ Mabuk
44 Episode 44 ~ Partai Pelindung
45 Episode 45 ~ Kotak Buku Lama
46 Episode 46 ~ Kepingan Masa Lalu
47 Episode 47 ~ Memberitahu Papi
48 Episode 48 ~ Gelagat Aneh
49 Episode 49 ~ Brownies Coklat
50 Episode 50 ~ Gelap Mata Lagi
51 Episode 51 ~ Ayah dan Ibu Harus Tau!
52 Episode 52 ~ Dekapan Oma
53 Episode 53 ~ Yang Dirindukan, Datang!
54 Episode 54 ~ Keputusan Dhana
55 Episode 55 ~ Pembagian Raport
56 Episode 56 ~ Bertindak Adil
57 Episode 57 ~ Terkepung
58 Episode 58 ~ Kedatangan Orang Jauh
59 Episode 59 ~ Ide Yang Brilliant
60 Episode 60 ~ Si Kembar Belum Pulang
61 Episode 61 ~ Petunjuk Alat Pelacak
62 Episode 62 ~ Do'a Bapak Paruh Baya
63 Episode 63 ~ Rekaman CCTV
64 Episode 64 ~ Dituduh
65 Episode 65 ~ Kecurigaan Syahil
66 Episode 66 ~ Mempercayai Aifa'al
67 Episode 67 ~ Balada Wanita Dewasa
68 Episode 68 ~ Mata-mata
69 Episode 69 ~ Sakit Parah
70 Episode 70 ~ Kabar Dari Aifa'al
71 Episode 71 ~ Ikut Tertangkap
72 Episode 72 ~ Rencana Penyelamatan
73 Episode 73 ~ Jepitan Rambut
74 Visual dan Sedikit Kabar
75 Episode 74 ~ Terus Mengingkari
76 Episode 75 ~ Teringat Rencana Gibran
77 Episode 76 ~ Pria Asing di Basecamp
78 Episode 77 ~ Misi Berikutnya
79 Episode 78 ~ Kekejaman Bima
80 Episode 79 ~ Pikiran Buruk
81 Episode 80 ~ Nama Lainnya
82 Episode 81 ~ Pertumpahan Darah
83 Episode 82 ~ Licik dan Jahat
84 Episode 83 ~ Ada Bom!!!
85 Episode 84 ~ Rel Kereta Api
86 Episode 85 ~ Posisi Sulit
87 Episode 86 ~ Membentuk Grup
88 Episode 87 ~ Huufff...
89 Episode 88 ~ Tertembak
90 Episode 89 ~ Rasa Bersalah
91 Episode 90 ~ Peringatan Keras
92 Episode 91 ~ Sindrom PTSD
93 Episode 92 ~ Sketsa Rahasia
94 Episode 93 ~ Bram CS Zivana
95 Episode 94 ~ Butuh Waktu
96 Episode 95 ~ Ingin Menyusul Dhina
97 Episode 96 ~ Tidak Ditutupi Lagi
98 Episode 97 ~ Tingkah Pasutri Absurd
99 Episode 98 ~ Terselip Kisah Pilu
100 Episode 99 ~ Harus Berpencar
101 Episode 100 ~ Hancur!!!
102 Episode 101 ~ Memohon
103 Episode 102 ~ Berita Pagi
104 Episode 103 ~ Masih Sama
105 Episode 104 ~ Psikoterapi
106 Episode 105 ~ Tegarlah!!!
107 Episode 106 ~ Imam dan Dhina
108 Episode 107 ~ Video Terakhir
109 Episode 108 ~ Imam Pamit
110 Episode 109 ~ Kunjungan Dimas
111 Episode 110 ~ Kecanggihan Teknologi
112 Episode 111 ~ Luka Tak Kasat Mata
113 Episode 112 ~ Ingin Ke Makam
114 Episode 113 ~ Mimpi kah?
115 Episode 114 ~ Tiger VC Black Moon
116 Episode 115 ~ Yasinan dan Teror (Spesial)
117 Episode 116 ~ Isi Kotak Teror
118 Episode 117 ~ Masuk Sekolah Lagi
119 Episode 118 ~ Kekecewaan Hati
120 Episode 119 ~ Keluhan Black Moon
121 Episode 120 ~ Menolong Wanita Asing
122 Episode 121 ~ Air Mata Penyesalan
123 Episode 122 ~ Namanya Rumi
124 Episode 123 ~ Kalah Cepat
125 Episode 124 ~ Ketulusan Sosok Ibu
126 Episode 125 ~ Berusaha Menyadarkan
127 Episode 126 ~ Pelukan Terhangat
128 Episode 127 ~ Suapan Mami
129 Episode 128 ~ Makan Malam Spesial
130 Episode 129 ~ Anak Muda vc Orang Tua
131 Episode 130 ~ Pencarian
132 Episode 131 ~ Cara Bersyukur
133 Episode 132 ~ Sensitive
134 Episode 133 ~ Jebakan
135 Episode 134 ~ Pukulan Dendam
136 Episode 135 ~ Terluka
137 Episode 136 ~ Mobil di Depan Gerbang
138 Episode 137 ~ Penjelasan
139 Episode 138 ~ Terjebak Sendiri
140 Episode 139 ~ Kertas Kuning
141 Episode 140 ~ Permohonan Rumi
142 Episode 141 ~ Tekad Bram
143 Episode 142 ~ Menyampaikan Pesan
144 Episode 143 ~ Cip
145 Episode 144 ~ Bagi Tugas
146 Episode 145 ~ Iblis Berwujud Manusia
147 Episode 146 ~ Aksi Diam-diam
148 Episode 147 ~ Gedung Kosong
149 Episode 148 ~ Takdir Gadis Bisu
150 Episode 149 ~ Headshot
151 Episode 150 ~ Niat Baik Dhana
152 Episode 151 ~ Acara Perpisahan
153 Episode 152 ~ Acara Perpisahan 2
154 Surat Cinta Author
155 Season 2 {Episode 1 ~ Perjalanan Baru}
156 Season 2 {Episode 2 ~ Trauma Damar}
157 Season 2 {Episode 3 ~ Datang Kembali}
158 Season 2 {Episode 4 ~ Hari yang Baru}
159 Season 2 {Episode 5 ~ Tak Terkendali}
160 Season 2 {Episode 6 ~ Ancaman Lagi}
161 Season 2 {Episode 7 ~ Toko Buku}
162 Season 2 {Episode 8 ~ Arahan Hati}
163 Season 2 {Episode 9 ~ Kacau}
164 Season 2 {Episode 10 ~ Berebut Salah}
165 Season 2 {Episode 11 ~ Sumpah Bima}
166 Season 2 {Episode 12 ~ Masih Berusaha}
167 Season 2 {Episode 13 ~ Berita Baru}
168 Season 2 {Episode 14 ~ CCTV Tersembunyi}
169 Season 2 {Episode 15 ~ Pagi-pagi}
170 Season 2 {Episode 16 ~ Bimbingan}
171 Season 2 {Episode 17 ~ Bertemu}
172 Seaaon 2 {Episode 18 ~ Gejala Aneh}
173 Visual Tokoh Season 2
174 Season 2 {Episode 19 ~ Drop}
175 Season 2 {Episode 20 ~ Takut Terulang}
176 Season 2 {Episode 21 ~ Penyakit Langka}
177 Season 2 {Episode 22 ~ Frustasi}
178 Season 2 {Episode 23 ~ Ujian}
179 Season 2 {Episede 24 ~ Penuh Emosional}
Episodes

Updated 179 Episodes

1
Episode 1 ~ Aku, Wulan...
2
Episode 2 ~ Bukan Salah Papi
3
Episode 3 ~ Flashback
4
Episode 4 ~ Flashback (2)
5
Episode 5 ~ Flashback (3)
6
Episode 6 ~ Flashback (4)
7
Episode 7 ~ Keluh Kesah Damar
8
Episode 8 ~ Tamu Spesial
9
Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra
10
Episode 10 ~ Amarah Aiziel
11
Episode 11 ~ Masih Kecewa
12
Episode 12 ~ Andaikan saja...
13
Episode 13 ~ Habis Kesabaran
14
Episode 14 ~ Nilai Ulangan Harian
15
Episode 15 ~ Darah Tinggi
16
Episode 16 ~ Niat Damar
17
Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan
18
Episode 18 ~ Teringat Seseorang
19
Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil
20
Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta
21
Episode 21 ~ Kebenaran Baru
22
Episode 22 ~ Siapa Zivana Sebenarnya
23
Episode 23 ~ Rewards Fantastis
24
Episode 24 ~ Lupa Waktu
25
Episode 25 ~ Hilang
26
Episode 26 ~ Lilitan Kain di Balkon
27
Episode 27 ~ Tersesat
28
Episode 28 ~ Naluri
29
Episode 29 ~ Ketoprak Yang Hilang
30
Episode 30 ~ Kesempatan
31
Episode 31 ~ Empat Mata
32
Episode 32 ~ Pulang
33
Episode 33 ~ One Step Closer
34
Episode 34 ~ Firasat
35
Episode 35 ~ Tabrak Lari
36
Episode 36 ~ Bertemu
37
Episode 37 ~ Hukum Cambuk
38
Episode 38 ~ Akhirnya Sadar
39
Episode 39 ~ Geram
40
Episode 40 ~ Kapten Oleng
41
Episode 41 ~ Salah Memilih Orang
42
Episode 42 ~ Apakah Ini Pertanda?
43
Episode 43 ~ Mabuk
44
Episode 44 ~ Partai Pelindung
45
Episode 45 ~ Kotak Buku Lama
46
Episode 46 ~ Kepingan Masa Lalu
47
Episode 47 ~ Memberitahu Papi
48
Episode 48 ~ Gelagat Aneh
49
Episode 49 ~ Brownies Coklat
50
Episode 50 ~ Gelap Mata Lagi
51
Episode 51 ~ Ayah dan Ibu Harus Tau!
52
Episode 52 ~ Dekapan Oma
53
Episode 53 ~ Yang Dirindukan, Datang!
54
Episode 54 ~ Keputusan Dhana
55
Episode 55 ~ Pembagian Raport
56
Episode 56 ~ Bertindak Adil
57
Episode 57 ~ Terkepung
58
Episode 58 ~ Kedatangan Orang Jauh
59
Episode 59 ~ Ide Yang Brilliant
60
Episode 60 ~ Si Kembar Belum Pulang
61
Episode 61 ~ Petunjuk Alat Pelacak
62
Episode 62 ~ Do'a Bapak Paruh Baya
63
Episode 63 ~ Rekaman CCTV
64
Episode 64 ~ Dituduh
65
Episode 65 ~ Kecurigaan Syahil
66
Episode 66 ~ Mempercayai Aifa'al
67
Episode 67 ~ Balada Wanita Dewasa
68
Episode 68 ~ Mata-mata
69
Episode 69 ~ Sakit Parah
70
Episode 70 ~ Kabar Dari Aifa'al
71
Episode 71 ~ Ikut Tertangkap
72
Episode 72 ~ Rencana Penyelamatan
73
Episode 73 ~ Jepitan Rambut
74
Visual dan Sedikit Kabar
75
Episode 74 ~ Terus Mengingkari
76
Episode 75 ~ Teringat Rencana Gibran
77
Episode 76 ~ Pria Asing di Basecamp
78
Episode 77 ~ Misi Berikutnya
79
Episode 78 ~ Kekejaman Bima
80
Episode 79 ~ Pikiran Buruk
81
Episode 80 ~ Nama Lainnya
82
Episode 81 ~ Pertumpahan Darah
83
Episode 82 ~ Licik dan Jahat
84
Episode 83 ~ Ada Bom!!!
85
Episode 84 ~ Rel Kereta Api
86
Episode 85 ~ Posisi Sulit
87
Episode 86 ~ Membentuk Grup
88
Episode 87 ~ Huufff...
89
Episode 88 ~ Tertembak
90
Episode 89 ~ Rasa Bersalah
91
Episode 90 ~ Peringatan Keras
92
Episode 91 ~ Sindrom PTSD
93
Episode 92 ~ Sketsa Rahasia
94
Episode 93 ~ Bram CS Zivana
95
Episode 94 ~ Butuh Waktu
96
Episode 95 ~ Ingin Menyusul Dhina
97
Episode 96 ~ Tidak Ditutupi Lagi
98
Episode 97 ~ Tingkah Pasutri Absurd
99
Episode 98 ~ Terselip Kisah Pilu
100
Episode 99 ~ Harus Berpencar
101
Episode 100 ~ Hancur!!!
102
Episode 101 ~ Memohon
103
Episode 102 ~ Berita Pagi
104
Episode 103 ~ Masih Sama
105
Episode 104 ~ Psikoterapi
106
Episode 105 ~ Tegarlah!!!
107
Episode 106 ~ Imam dan Dhina
108
Episode 107 ~ Video Terakhir
109
Episode 108 ~ Imam Pamit
110
Episode 109 ~ Kunjungan Dimas
111
Episode 110 ~ Kecanggihan Teknologi
112
Episode 111 ~ Luka Tak Kasat Mata
113
Episode 112 ~ Ingin Ke Makam
114
Episode 113 ~ Mimpi kah?
115
Episode 114 ~ Tiger VC Black Moon
116
Episode 115 ~ Yasinan dan Teror (Spesial)
117
Episode 116 ~ Isi Kotak Teror
118
Episode 117 ~ Masuk Sekolah Lagi
119
Episode 118 ~ Kekecewaan Hati
120
Episode 119 ~ Keluhan Black Moon
121
Episode 120 ~ Menolong Wanita Asing
122
Episode 121 ~ Air Mata Penyesalan
123
Episode 122 ~ Namanya Rumi
124
Episode 123 ~ Kalah Cepat
125
Episode 124 ~ Ketulusan Sosok Ibu
126
Episode 125 ~ Berusaha Menyadarkan
127
Episode 126 ~ Pelukan Terhangat
128
Episode 127 ~ Suapan Mami
129
Episode 128 ~ Makan Malam Spesial
130
Episode 129 ~ Anak Muda vc Orang Tua
131
Episode 130 ~ Pencarian
132
Episode 131 ~ Cara Bersyukur
133
Episode 132 ~ Sensitive
134
Episode 133 ~ Jebakan
135
Episode 134 ~ Pukulan Dendam
136
Episode 135 ~ Terluka
137
Episode 136 ~ Mobil di Depan Gerbang
138
Episode 137 ~ Penjelasan
139
Episode 138 ~ Terjebak Sendiri
140
Episode 139 ~ Kertas Kuning
141
Episode 140 ~ Permohonan Rumi
142
Episode 141 ~ Tekad Bram
143
Episode 142 ~ Menyampaikan Pesan
144
Episode 143 ~ Cip
145
Episode 144 ~ Bagi Tugas
146
Episode 145 ~ Iblis Berwujud Manusia
147
Episode 146 ~ Aksi Diam-diam
148
Episode 147 ~ Gedung Kosong
149
Episode 148 ~ Takdir Gadis Bisu
150
Episode 149 ~ Headshot
151
Episode 150 ~ Niat Baik Dhana
152
Episode 151 ~ Acara Perpisahan
153
Episode 152 ~ Acara Perpisahan 2
154
Surat Cinta Author
155
Season 2 {Episode 1 ~ Perjalanan Baru}
156
Season 2 {Episode 2 ~ Trauma Damar}
157
Season 2 {Episode 3 ~ Datang Kembali}
158
Season 2 {Episode 4 ~ Hari yang Baru}
159
Season 2 {Episode 5 ~ Tak Terkendali}
160
Season 2 {Episode 6 ~ Ancaman Lagi}
161
Season 2 {Episode 7 ~ Toko Buku}
162
Season 2 {Episode 8 ~ Arahan Hati}
163
Season 2 {Episode 9 ~ Kacau}
164
Season 2 {Episode 10 ~ Berebut Salah}
165
Season 2 {Episode 11 ~ Sumpah Bima}
166
Season 2 {Episode 12 ~ Masih Berusaha}
167
Season 2 {Episode 13 ~ Berita Baru}
168
Season 2 {Episode 14 ~ CCTV Tersembunyi}
169
Season 2 {Episode 15 ~ Pagi-pagi}
170
Season 2 {Episode 16 ~ Bimbingan}
171
Season 2 {Episode 17 ~ Bertemu}
172
Seaaon 2 {Episode 18 ~ Gejala Aneh}
173
Visual Tokoh Season 2
174
Season 2 {Episode 19 ~ Drop}
175
Season 2 {Episode 20 ~ Takut Terulang}
176
Season 2 {Episode 21 ~ Penyakit Langka}
177
Season 2 {Episode 22 ~ Frustasi}
178
Season 2 {Episode 23 ~ Ujian}
179
Season 2 {Episede 24 ~ Penuh Emosional}

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!