...🍁🍁🍁...
"Adek... Adek kenapa? Ada apa Dek? Apakah ada orang yang mengganggu Adek?" tanya Damar seraya mengelus pucuk kepala Wulan.
Mendengar pertanyaan dari sang mas kembar, membuat Wulan melerai pelukannya. Senyum manis pun terukir di wajah Wulan. Lalu Wulan meraih note kecil yang bertengger di lehernya.
'Adek tidak apa-apa, Mas. Adek hanya teringat dengan Mami di rumah. Tapi karena Adek tidak bisa memeluk Mami, Adek peluk Mas saja deh'
Dengan senyum yang menampakan deretan gigi putih beserta ginsul di sisi kanan giginya, Wulan memberikan note kecil itu pada Damar. Dahi Damar mengerut heran melihat ekspresi sang adik yang menggemaskan seraya meraih note itu. Sementara Rainar yang ikut melihat senyum manis yang disertai ginsul, membuat matanya tak teralihkan dari wajah Wulan.
Senyum kamu masih semanis dulu, Lan. Aku masih menyukai senyum itu bahkan semakin menyukainya. Teruslah tersenyum seperti ini, Wulan. Dan buktikan pada dunia kalau kamu merupakan gadis yang kuat. Gumam Rainar dalam hati.
Rainar yang melihat senyum Wulan pun hanya tersenyum getir. Setelah mendengar semua cerita Damar selama jam pelajaran, ia merasa tidak percaya kalau Wulan mendapat perlakuan yang tidak baik dari ibunya sendiri. Rainar juga terkejut kalau ternyata selama ini papanya pun sudah mengetahui hal ini. Damar sudah cerita semuanya pada sahabatnya itu karena Rainar yang penasaran sejak pertengkaran di antara Damar dan Zivana sebelum jam pelajaran akan dimulai.
Melihat tulisan sang adik di dalam note itu, membuat Damar menghela nafas lega. Lalu...
"Mas kira ada orang jahat lagi yang ingin mengganggu Adek. Kalau begitu kita makan siang dulu ya. Karena Rainar ingin mentraktir kita makan siang di sini. Iya 'kan Nar?" tutur Damar yang tersenyum pada sang adik lalu menoleh ke arah Rainar.
Rainar tetap bergeming. Matanya masih tertuju pada sosok cantik yang ada di hadapannya itu. Sementara Damar dan Wulan yang menoleh ke arah Rainar pun saling pandang heran.
"Woi... melamun terus!!!" sahut Damar seraya memukul meja hingga membuyarkan Rainar.
"Ck!!! Kamu itu suka sekali mengganggu kesenangan orang lain ya, Mar!!! Dasar!!!" sungut Rainar yang merasa kesal seraya menatap tajam sahabatnya itu.
"Bukan aku yang mengganggu tapi kamu yang keasyikan melamun. Tidak baik melamun saat siang bolong seperti ini, nanti bisa kesurupan." sungut Damar balik seraya mencibir Rainar.
Wulan yang melihat perdebatan di antara keduanya pun terkikik geli. Sungguh menjadi hiburan yang sangat berarti untuknya di saat seperti ini. Wulan sengaja berbohong dan tidak mengatakan yang sebenarnya. Karena Wulan takut kalau Damar akan emosi lagi saat ia tau apa yang menjadi penyebab dirinya bersedih.
"Sudah sana!!! Katanya kamu mau mentraktir kita makan siang 'kan? Sebagai awal dari persahabatan kita yang setelah sekian lama tidak bertemu." ujar Damar seraya menepuk bahu Rainar.
"Dasar!!! Mengaku anak pemilik Cafe seibu kota, tapi suka sekali dengan yang namanya gratisan!!! Payah kamu, Mar! Malu tuh sama Wulan!!!" sungut Rainar seraya beranjak dan mencibir sahabatnya.
Damar hanya mencibir balik sang sahabat. Sementara Wulan yang melihat keduanya yang selalu bertengkar, hanya bisa menggelengkan kepala dan menepuk keningnya sendiri.
"Adek... Mas punya sesuatu untuk Adek." ujar Damar yang tersenyum lebar pada sang adik.
Wulan pun mengeryit heran tatkala melihat ekspresi sang mas kembar yang mendadak ceria. Sementara Damar yang melihat respon heran sang adik pun dibuat terkikik gemas.
"Coba Adek lihat dan baca!!!" ujar Damar lagi seraya memberikan secarik kertas putih tadi.
Karena penasaran, Wulan pun mengambil secarik kertas putih yang penuh dengan deretan kata-kata tinta hitam dan tercetak sangat rapih. Lalu Wulan pun membacanya dengan seksama dan teliti. Namun sejurus kemudian, raut wajah Wulan berbinar saat memahami dari isi secarik kertas tersebut.
Mengerti dengan raut wajah sang adik, Damar pun meraih tangannya dan mengulas senyum.
"Semoga Mas bisa menjadi ketua osis ya, Dek. Setelah Mas berhasil menjadi ketua osis, Mas akan membantu Adek untuk mengembangkan potensi besar yang ada di dalam diri Adek." ujar Damar seraya memegang kedua bahu Wulan.
Wulan tertegun saat mendengar perkataan sang mas kembar yang begitu niat untuk mewujudkan impiannya agar bisa melakukan sesuatu yang telah menjadi bakat terpendam dalam dirinya selama ini. Wulan yang terdiam sekaligus tertegun pun menatap lekat Damar.
"Mas janji akan membantu Adek untuk melunakkan hati Mami dengan cara ini. Adek ingin mengikuti festival piano yang akan diadakan tahun ini, bukan? Adik Mas yang cantik ini 'kan pandai bermain alat musik itu dan Mas akan berusaha agar Adek bisa mengikuti festival itu. Semoga saja dengan festival itu hati Mami bisa terbuka lagi karena Mami juga menyukai piano seperti Adek." ujar Damar yang meyakinkan sang adik untuk bisa.
Mata Wulan berbinar seketika dan membuat tumpukan bulir bening terlihat jelas. Memang tidak semua orang mengetahui kalau dirinya pandai bermain piano, termasuk Dhana. Saat Wulan sadar kalau dirinya pandai bermain piano, hanya Damar seorang yang ia beritahu. Dan selama ini Wulan berlatih di sekolah saat semua siswa/i sudah pulang walaupun hanya sebentar. Bakat Wulan bermain piano mulai terlihat sejak masuk ke SMP Jaya Mandiri ini. Sementara Damar yang mengetahui hal itu hanya bisa mendukung dan menemani sang adik saat berlatih secara diam-diam.
Wulan mengerti, tidak semua orang percaya dengan kemampuan yang ada di dalam diri seorang gadis tuna rungu-wicara sepertinya. Karena itu, Wulan hanya bisa berdiam diri dan tidak terlalu memaksakan kehendak untuk itu. Namun Damar yang mengerti dan ingin sang adik maju pun berniat untuk membantunya.
"Kita berusaha sama-sama ya, Sayang. Mas akan selalu ada di samping Adek kapan pun dan di mana pun." ujar Damar yang mengelus lembut wajah sang adik.
Wulan pun mengangguk bahagia dan senyum yang menampakan ginsulnya pun tampak lagi. Sementara Damar yang melihat senyum manis itu pun ikut tersenyum lalu memeluknya erat.
"Nih makan siangnya sudah sampai, Raja dan Ratu!!! Kalian ini bucin sekali sih! Tidak seperti kakak adik kembar, tapi seperti pasangan kekasih yang baru dipertemukan setelah LDR selama ribuan tahun lamanya!!!" sungut Rainar yang baru datang seraya membawa tiga piring makanan disertai tiga gelas minuman.
Damar dan Wulan yang terkejut pun melerai pelukan lalu menoleh cepat ke arah Rainar. Sementara Rainar yang kesal melihat Wulan berpelukan dengan Damar pun mendaratkan tubuhnya di atas kursi dan duduk manis.
"Terima kasih Rainar..." ucap Damar yang tersenyum lebar pada sahabatnya itu.
Sementara Wulan hanya mengangguk seraya tersenyum pada Rainar seakan mengikuti ucapan terima kasih Damar. Rainar pun menghela nafas panjang saat melihat kembali senyum Wulan yang sangat manis itu. Rasa kesalnya pada Damar seakan dibuat menguap begitu saja tatkala pancaran kebahagiaan dari senyum Wulan terbit di bibirnya. Lalu mereka pun makan siang bersama di kantin sekolah.
Tanpa mereka sadari, sejak tadi ada sepasang mata yang tengah melihat dan memperhatikan dari jarak dekat, namun tak terlihat.
Kita lihat saja nanti, Damar. Apakah impian adikmu yang bisu itu akan terwujud dengan kamu menjadi ketua osis di sekolah ini? Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi, Damar. Gumam sosok itu dalam hati.
Sang empunya mata itu pun beranjak cepat meninggalkan kantin dan berjalan ke koridor lantai dua sekolah. Sementara Damar, Wulan dan Rainar sudah selesai menikmati makan siang mereka dengan cepatnya karena jam istirahat yang akan segera berakhir.
Setelah makanan habis, Rainar pun beranjak hendak membayar semua makanan mereka. Begitu pula dengan Damar yang ikut berdiri. Namun tidak dengan Wulan yang masih duduk dan berdiam diri di posisinya seraya melamun. Entah apa yang mengganggu pikiran gadis itu saat ini. Setelah makanannya habis lebih dulu dari pada Damar dan Rainar, ia hanya terdiam.
"Ayo, Mar!!! Kita masuk ke kelas. Sebentar lagi bel masuk bunyi loh." ujar Rainar yang datang setelah membayar makanan.
"Kamu duluan saja, Nar. Nanti aku menyusul." jawab Damar seraya menepuk bahu Rainar.
Rainar yang mengerti pun hanya mengangguk lalu pergi meninggalkan Damar dan Wulan.
"Adek... Adek kenapa lagi? Masih kepikiran Mami ya?" tanya Damar seraya meraih bahu sang adik dari samping.
Wulan yang tersadar pun mendongakkan kepala dan menggeleng cepat. Tanpa berpikir panjang, Wulan pun meraih note kecilnya lagi.
'Bukan Mami, Mas. Tapi Mas Ziel. Tiba-tiba Adek kepikiran Mas Ziel. Apalagi setelah di rumah tadi malam, Mas Ziel sampai emosi ketika mendengar semua cerita Mas Damar. Adek takut Mas Ziel masih emosi dan akan berlanjut benci pada Mami. Mas mau 'kan membantu Adek? Hubungi Mas Ziel, Mas'
Dengan cepat Wulan menyodorkan note itu pada Damar yang masih berdiri di samping tempat duduknya. Sementara Damar yang sudah membaca note itu pun terhenyak. Ia bahkan tidak kepikiran dengan Aiziel yang tadi malam sempat emosi tingkat tinggi setelah mendengar ceritanya. Sekilas, Damar melirik Wulan yang menatapnya penuh harap hingga membuatnya tidak tega. Lalu...
"Baiklah, Mas akan coba hubungi Mas Ziel ya." ujar Damar seraya duduk kembali di kursinya.
Wulan hanya mengangguk cepat, entah kenapa sejak tadi perasaannya menjadi tidak enak saat bayang-bayang emosi Aiziel tadi malam sekilas berputar kembali di memori otaknya. Melihat kegelisahan sang adik, membuat Damar juga merasakan hal itu hingga dengan cepatnya ia langsung merogoh benda pipih yang berada di dalam saku celananya.
Tut... Tut... Tut...
Tut... Tut... Tut...
Tut... Tut... Tut...
Tut... Tut... Tut...
Tut... Tut... Tut...
Sudah 5 kali banyaknya Damar mencoba untuk menghubungi ponsel Aiziel. Namun tidak ada jawaban sama sekali dari sang pemilik ponsel. Hal itu membuat Wulan semakin cemas, takut kalau terjadi sesuatu pada mas sulungnya itu. Sementara Damar masih berusaha mencoba tapi tetap saja, Aiziel tidak mengangkatnya.
"Adek tenang dulu ya. Mas akan coba telepon Bude Ibel. Siapa tau Bude sedang bersama Mas Ziel." ujar Damar yang mengerti dengan kekhawatiran di wajah Wulan.
Wulan pun mengangguk lagi. Rasa cemasnya semakin tergambar jelas di wajah cantiknya. Sesekali Wulan melirik mesin waktu yang melingkar di tangannya, cemas kalau waktu istirahat akan berakhir sebelum ia mengetahui kabar Aiziel. Namun Damar yang melihat itu berusaha untuk menenangkan sang adik dan menghubungi Ibel.
"Assalamualaikum Bude..." ucap Damar yang terlonjak karena Ibel mengangkat teleponnya.
Seketika itu juga raut wajah Wulan berbinar saat mendengar suara sang bude di balik ponsel yang sengaja diperkeras oleh Damar agar sang adik bisa mendengarnya.
"Wa'alaikumsalam, Damar. Ada apa Nak? Kenapa kamu menghubungi Bude di jam sekolah seperti ini? Bukannya kamu masih belajar ya? Atau ada sesuatu yang terjadi di sana sama kamu?" ujar Ibel yang bertubi-tubi dan malah Ibel yang khawatir dengan Damar.
"Bude tenang dulu ya. Damar menghubungi Bude untuk menanyakan Mas Ziel. Sejak tadi Damar menghubungi ponsel Mas Ziel tapi dia tidak mengangkatnya, Bude." jawab Damar.
"Memang kamu ingin bicara apa dengan Ziel, Nak? Biar nanti Bude sampaikan pada masmu itu." tanya Ibel yang terdengar gugup di sana.
"Tiba-tiba saja Adek kepikiran Mas Ziel, Bude. Jadi Adek ingin tau apakah Mas Ziel baik-baik saja sekarang?" jawab Damar seraya melirik sang adik yang terlihat sibuk mendengar Ibel.
"Ziel baik-baik saja, Sayang. Dia masih tidur karena tadi malam dia begadang bersama Al." ujar Ibel yang terdengar kikuk di seberang sana.
"Syukurlah, berarti Mas Ziel baik-baik saja 'kan Bude? Jadi Adek tidak perlu khawatir lagi." ujar Damar seraya mengusap pucuk kepala Wulan.
"Iya, Sayang. Ziel baik-baik saja kok. Lebih baik kalian belajar yang fokus. Jangan memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan rumah karena itu akan mengganggu konsentrasi kalian." ujar Ibel.
"Iya, Bude. Kalau begitu Damar tutup dulu ya, Bude. Assalamualaikum." jawab Damar yang mengakhiri pembicaraan dengan Ibel.
Wulan menghela nafas lega setelah berbicara langsung dengan sang bude di telepon. Rasa cemasnya seakan menguap walaupun ia tidak bisa melihat secara langsung saat ini, apakah Aiziel benar-benar sedang tidur atau tidak. Tapi pembicaraan singkat dengan sang bude sudah membuatnya lebih tenang dari sebelumnya.
"Bagaimana? Adek sudah tenang 'kan?" tanya Damar seraya menyimpan kembali ponselnya.
Wulan mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban kalau hatinya sudah cukup tenang. Melihat senyum itu membuat Damar merasa lega dan ikut tenang.
"Kalau begitu, ayo kita ke kelas. Bel masuk sudah berbunyi tuh." ujar Damar yang berdiri.
Pada akhirnya, Damar dan Wulan pun berlari menuju kelas masing-masing yang berada di lantai atas. Memulai pelajaran di jam terakhir sebelum waktu pulang menyambut mereka.
Di saat Wulan masuk ke dalam kelas dengan berlari kecil, sepasang mata yang sejak tadi memperhatikannya bersama Damar di kantin kembali tertoreh ke arahnya seraya tersenyum miring penuh makna.
Aku, Zivana Asmeralda bersumpah. Tidak akan membiarkan kamu untuk mengikuti festival itu, gadis bisu. Aku akan melakukan cara apa pun untuk menghentikan langkahmu karena takdir untuk si gadis bisu seperti dirimu hanya derita, bukan bahagia. Gumam Zivana dalam hati.
.
.
.
.
.
Happy Reading All 😇😇😇
Sifat Zivana nih mengingatkan author pada someone di novel pertama deh. Tapi siapa? Ada yang ingat? Wkwkwk kalau kalian ingat, berarti kepala author lagi blank nih 🤣🤣🤣
Terima kasih karena sudah mengikuti kisah Wulan 😘 semoga kalian semua suka dan pastinya tidak bosen 🤭 author takut kalian bosen sama cerita author, tapi semoga saja tidak ya 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Bunda Wa-Fa
Sifat zivana kayak perempuan yg suka sama ammar ya thor... Lupa namanya...
2022-11-29
0
ZasNov
Greget sama Zivana, hidupnya hanya digunakan buat menjegal & menyakiti Wulan.. 😥
Efek ditolak Damar, jadi imbas ke Wulan nih..
Semoga harapan Damar dan Wulan bisa terwujud, dan rencana Zivana gagal...
2021-12-19
0
Yeni Eka
Semanagt wulan semoga kamu bisa menjadi bersinar dengan bakatmu. Jangan menyerah kalo kata d masiv
2021-12-03
0