...☘️☘️☘️...
"Wulan..."
Saat kaki Wulan masih melangkah menyusuri trotoar jalan yang ditemani dengan deras air matanya, tiba-tiba dari jarak yang tidak terlalu jauh terdengar suara seseorang yang sepertinya memanggil dirinya. Karena penasaran, Wulan pun menggiring matanya ke sumber suara yang ternyata ada seseorang yang sedang berlari menuju ke arahnya. Sosok pria yang tidak kalah tinggi dengan Damar. Pria itu terus berlari mendekati Wulan seraya membuka helm yang masih bertengger di atas kepalanya.
"Wulan... kamu Wulan 'kan? Adik kembarnya Damar?" tanya pria itu yang berhenti tepat di hadapan Wulan.
Satu hal yang belum kalian ketahui, bahwa Wulan bukan hanya sekedar adik biasa bagi Damar, tapi juga adik kembar. Adik kembar Damar yang terlahir satu jam setelah Damar lahir ke dunia, melalui persalinan secara cesar. Karena perkembangan Wulan yang tidak sebaik perkembangan Damar saat berada di dalam rahim sang mami, membuat takdir Wulan yang harus terlahir seperti anak yang lahir prematur dan tidak sempurna. Kenapa dikatakan seperti anak prematur sementara usia kandungan sang mami saat itu sudah masuk usia normal untuk segera melahirkan?
Kasus sang mami saat itu sangat langka, di mana salah satu janin kembar yang ada di dalam rahimnya mengalami penghambatan untuk berkembang dengan baik. Sedangkan janin yang satunya lagi, berkembang sangat baik.
Kembali lagi pada pria yang berada di depan mata Wulan saat ini.
Wulan hanya bisa mengangguk seperti biasa karena ia tidak bisa bicara. Jangankan untuk mengatakan satu kalimat, untuk mengucap satu buah huruf saja Wulan sudah kesulitan dibuatnya. Pria itu pun tersenyum manis seraya mengulurkan tangannya.
"Hai Wulan, apakah kamu tidak mengenali siapa aku?" ujar pria itu yang masih tersenyum.
Heran, sangat membuat Wulan heran. Siapa pria yang ada di depannya saat ini? Apakah dia mengenal Wulan? Kalau dia mengenal Wulan, dia pasti mengetahui semuanya tentang dirinya yang tidak sempurna itu.
Dengan cepat Wulan menggelengkan kepala, memberikan jawaban kalau ia tidak pernah bertemu dengan pria itu atau mengenalnya. Pria itu terkekeh geli melihat raut wajah Wulan yang keheranan yang bercampur dengan rasa takut. Takut kalau pria ini ingin melakukan hal yang tidak baik terhadapnya. Apalagi di tempat sepi dan sunyi seperti ini.
"Aku Rainar, Lan. Rainar sahabat kecilmu. Anaknya Dokter Ronald. Sahabat sekaligus kakak angkat Pakde Ammar, Paklik Sadha dan Uncle Dhana. Kamu lupa sama aku?"
Seketika mata Wulan yang tadinya basah, kini langsung mengering saat mendengar itu. Dialah Rainar, sahabat kecil Wulan yang sangat dekat dengan keluarga besarnya. Dia adalah putra bungsu Dokter Ronald. Sahabat, rekan kerja sekaligus kakak angkat Ammar, Sadha dan Dhana. Siapa sih yang tidak mengenal keempat pria tampan itu?
"Kamu apa kabar Lan? Kenapa kamu jalan sendirian seperti ini? Damar ke mana? Biasanya dia selalu bersama kamu? Kalian 'kan saudara kembar yang tidak bisa terpisahkan." seloroh Rainar yang terlihat sedang menggoda Wulan.
Melihat kejahilan Rainar yang masih sama seperti dulu, membuat Wulan mendengus geli seraya meraih note kecil yang tergantung di lehernya. Gelak tawa Rainar masih terdengar geli di telinga Wulan saat sesekali gadis bisu itu melihat ke arah Rainar. Setelah menulis di note, Wulan pun memberikan note itu pada Rainar.
"Oh jadi karena tugas kelompok Damar meninggalkan kamu sendirian seperti ini? Dasar!!! Kakak macam apa dia itu! Kalau begitu, ikut denganku saja. Aku akan mengantarmu pulang dengan selamat." ujar Rainar yang malah meracau memaki Damar.
Wulan terpaksa harus berbohong pada Rainar tentang masalah ini karena Wulan tidak ingin membiarkan nama sang mami rusak hanya karena dirinya yang tidak sempurna ini. Wulan pun mengangguk dan mengikuti tawaran Rainar karena ia juga tidak punya pilihan lain selain ikut dengan pria itu. Rainar dan Wulan pun berjalan menuju motor Rainar yang masih berdiri kokoh di depan sana.
"Ternyata kita satu sekolah ya, Lan. Aku baru saja pindah dari Surabaya ke Jakarta karena tugas dinas papaku yang sudah selesai di sana dan kami harus pindah lagi ke sini. Jadi sekarang aku bisa menemuimu terus, karena selama di Surabaya aku tidak mempunyai sahabat yang baik dan tulus seperti kamu." tutur Rainar yang berjalan di samping Wulan dan sesekali melirik ke arahnya.
Wulan hanya tersenyum simpul seraya menganggukan kepala mendengar perkataan sahabatnya itu. Wulan tidak pernah menyangka kalau ia akan bertemu lagi dengan Rainar setelah sekian tahun mereka tidak pernah bertemu karena Rainar harus ikut dengan Dokter Ronald ke Surabaya untuk dinas di rumah sakit yang ada di kota itu. Kini Rainar telah kembali bahkan satu sekolah dengan Wulan dan Damar. Rasanya kesedihan Wulan hari ini menguap begitu saja karena terhibur dengan kehadiran Rainar.
Tanpa sadar, akhirnya mereka sampai di dekat motor Rainar yang sudah kepanasan sejak tadi. Rainar pun mengambil helm yang ada di jok bagian belakang dan memberikannya pada Wulan. Setelah itu, Wulan pun ikut naik ke atas motor besar Rainar.
"Kamu siap Lan?" tanya Rainar yang sedikit berteriak karena takut Wulan tidak mampu untuk mendengar sahutannya.
Yang bisa Wulan lakukan hanya lah mengacungkan jempol, memberikan isyarat pada Rainar kalau dirinya sudah siap untuk menyusuri perjalanan yang terik ini bersama dengan pria itu. Rainar pun meraih kedua tangan Wulan dan melingkarkan tangan mungil itu ke pinggangnya. Setelah merasa aman, Rainar pun melajukan motornya.
***
"Ayo kita turun, Sayang."
Damar yang sejak tadi hanya diam pun menghela nafas kasar seraya membuang muka karena jengah melihat sang mami. Damar masih tidak habis pikir dengan sikap sang mami yang begitu kasar pada Wulan, bahkan sanggup meninggalkan putrinya sendiri di sekolah hanya karena Wulan tidak sempurna. Damar pun turun dari mobil lalu menutup pintu mobil dengan kasarnya.
Melihat itu sang mami hanya menggeleng kepala seraya berjalan mengikuti putranya. Ibu dan anak itu pun masuk ke dalam dan berpapasan langsung dengan sosok pria tampan, salah satu penghuni rumah itu.
"Mas... kamu sudah pulang?" ujar wanita berstatus sebagai mami Damar dan Wulan.
"Aku sudah pulang sejak tadi. Dari mana kalian? Lalu di mana putriku? Kenapa kalian hanya berdua saja?" jawab pria tampan itu yang beranjak dan berjalan mendekati sang istri.
Raut wajah Damar menjadi tegang seketika saat sang papi menanyakan keberadaan sang adik yang ditinggalkan oleh sang mami.
"Adek... Adek..." ucap Damar yang gugup.
"Di mana adik kamu, Damar? Kenapa kamu tidak bersamanya? Ke mana putri Papi?" tandas sang papi yang menoleh tajam ke arah Damar.
Damar tetap bergeming, tidak tau harus mengatakan apa pada sang papi kalau Wulan ditinggalkan oleh sang mami di sekolah. Damar pun panik dan ketakutan. Takut kalau sang papi akan marah dan takut telah terjadi sesuatu pada sang adik di luar sana. Sementara sang mami yang berdiri di sisinya hanya menghela nafas santai, seperti tidak ada beban hidup setelah meninggalkan putrinya di sekolah sendirian.
"Sebentar lagi anak itu pasti akan sampai di rumah ini, Mas. Kamu tenang saja. Bukan kah kamu bilang kalau putrimu itu anak yang kuat dan mandiri? Jadi kenapa kamu harus pusing memikirkan anak cacat itu." timpal wanita itu dengan santainya.
Darah siapa pun yang menyayangi Wulan pastinya akan mendidih saat mendengar perkataan buruk seperti itu. Apalagi yang mengatakan hal itu adalah ibu kandungnya sendiri. Pria itu pun berjalan menghampiri istrinya.
"Mala... apakah kamu sadar dengan apa yang baru saja kamu katakan itu? Wulan itu anak kamu, darah daging kamu. Dia anak kita. Tapi kenapa kamu bisa seringan ini mengatakan hal buruk tentang putrimu sendiri?" ujar sang suami yang meraih kedua bahu Mala.
Mala atau dikenal sebagai Alma Larashatika, istri seorang pemilik Cafe yang sukses. Jika Mala adalah ibu kandung Damar dan Wulan, maka ayah kandung mereka tak lain dan tak bukan adalah Dhana Trinandaidi.
Dhana terlihat sangat murka saat melihat tampang wajah Mala yang bersikap santai tak berdosa seperti biasa. Dengan santai, Mala pun menepis kasar tangan suaminya.
"Kamu selalu saja membela anak sialan itu, Mas. Kamu mana pernah membelaku setelah anak itu lahir ke dunia ini. Nyawaku hampir melayang karena mempertahankan anak sialan itu dan kamu masih membelanya lalu memarahi aku?" tandas Mala yang tersenyum miring menatap sang suami.
"Kamu benar-benar sudah berubah, Mala. Aku tidak mengenal istriku yang sekarang. Kamu tega meninggalkan Wulan sendirian lagi di sekolah? Dan hanya pulang bersama Damar? Ke mana hati nurani kamu, Mala?!" ujar Dhana yang mengepal kuat tangannya.
"Iya, Mas. Aku memang sudah berubah. Aku berubah karena anak sialan yang cacat itu!!! Hidupku hancur!!! Sekalipun aku tidak pernah bermimpi akan mempunyai anak cacat seperti dia. Bahkan aku hampir mati karena bertaruh nyawa hanya untuk menyelamatkan anak cacat itu. Aku sampai koma bertahun lamanya karena anak itu. Tapi setelah dia lahir, apa? Dia tidak bisa bicara dan tuli!!! Aku malu, Mas. Aku malu!!!" tandas Mala seraya menunjuk ke arah Dhana.
Mala yang terbawa emosi setiap bertengkar dengan Dhana pun berlari ke lantai atas. Ia langsung masuk ke dalam kamarnya seraya membanting keras pintu. Mendengar suara keras dari lantai atas, membuat Dhana dan Damar terkejut. Dhana pun menghela nafas panjang seraya mengusap kasar wajahnya.
"Damar minta maaf, Pi. Damar tidak bisa menjaga Adek dengan baik. Damar bukan kakak kembar yang baik untuk Wulan, Pi. Maafkan Damar, Pi. Maafkan Damar." ujar Damar seraya meraih tangan sang papi.
"Kamu tidak salah, Nak. Mami kamu yang keterlaluan. Dia tega meninggalkan Wulan sendirian dan hal ini sudah terjadi belasan tahun lamanya. Mau sampai kapan hati mamimu itu akan tertutup? Mau sampai kapan adikmu harus menderita karena ini? Wulan sudah cukup menderita, Damar. Papi benar-benar tidak sanggup melihat putri Papi menderita seperti itu." jawab Dhana seraya mengelus punggung sang putra.
Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang tengah memperhatikan di ambang pintu. Mata itu terlihat basah dan sembap karena menangis setelah mendengar apa yang dikatakan oleh sang mami. Tangis pemilik mata itu pecah lagi di dekat pintu.
Dhana dan Damar terkesiap saat mendengar suara isak tangis itu. Keduanya pun saling pandang terkejut lalu menoleh ke arah pintu.
"Wulan..."
"Adek..."
Ternyata pemilik mata yang berdiri di dekat pintu itu adalah Wulan. Sejak tadi gadis itu sudah sampai di rumah karena Rainar yang mengantarnya pulang dengan selamat. Tapi di saat Wulan hendak masuk, langkahnya terhenti seketika saat mendengar keributan yang berasal dari dalam rumah. Wulan yang melihat keributan itu hanya bisa terdiam. Ia tidak hanya melihat, tapi juga mendengar semua perkataan buruk sang mami tentang dirinya.
Dhana dan Damar pun berlari menghampiri Wulan yang menangis di dekat pintu. Tanpa berpikir panjang lagi, Dhana langsung meraih tubuh sang putri dan memeluknya erat. Tangis Wulan semakin pecah, beriringan dengan air mata Dhana dan Damar yang ikut mengalir tanpa izin.
"Papi minta maaf, Sayang. Papi belum bisa menyadarkan mami kamu. Papi belum bisa membuka mata hati mami kamu yang sudah tertutup belasan tahun lamanya. Papi minta maaf, Sayang. Semua ini salah Papi, karena Papi kamu jadi menderita seperti ini." tutur Dhana seraya memeluk putri cacatnya itu.
Wulan pun melerai pelukannya dari sang papi saat mendengar perkataannya itu. Walaupun air matanya masih mengalir, tapi gadis itu masih terlihat sigap meraih note kesayangannya yang tergantung indah di lehernya.
'Papi jangan merasa bersalah seperti ini. Ini bukan salah Papi atau pun Mami. Semua ini sudah menjadi takdir hidup Adek dan Adek harus menerimanya dengan lapang dada. Papi jangan sedih lagi ya. Adek sayang Papi'
Lolos lagi bulir kristal bening dari pelupuk mata Dhana saat membaca note yang terdapat tinta hitam karya sang putri. Hati Dhana terenyuh dan seketika ia teringat seseorang yang sangat mirip dengan putrinya itu.
"Kamu mirip sekali dengan onty-mu, Sayang."
.
.
.
.
.
Happy Reading All 😇😇😇
Nah, gimana? Udah tau 'kan siapa Wulan dan Damar itu sebenarnya? Dia anak kembar dari pasangan Dhana dan Mala yang menikah 13 tahun lalu. Tapi sayang, Mala tidak menerima putrinya sendiri dan berubah menjadi wanita yang egois 😪
Semoga kalian semua suka dengan kisah sekuel ini ya 🥰 Sukses dan semangat terus semuanya ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
ZasNov
Asli beneran sedih jadi Wulan, ga kuat nahan nangis ini..😭😭😭
Ibu kandung tapi kok jahat banget 😭
Bukan mau Wulan terlahir seperti itu, kenapa Mala setega itu..😫
Sepertinya luka Wulan bisa sedikit terobati berkat Rainar..
Semoga Rainar bisa membuat hari2 Wulan ceria dan lebih berwarna ya 🤗
2021-11-24
0
Senja Merona🍂
ketemu Damar lagi 😆
2021-11-19
1
Machan
astagfirullah, emaknya tega bet dah.
untung kakak ma bapaknya sayang
2021-11-18
1