Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra

...🍁🍁🍁...

"Siapa yang datang Nak?"

Saat Ammar, Ibel, Aiziel dan Mala hendak berjalan masuk tiba-tiba suara lembut Bu Aini terdengar. Mereka semua pun melihat ke arah Bu Aini yang berjalan bersama sang suami menuju pintu depan.

"Ammar, Ibel, Ziel..."

Bu Aini terpekik, seketika matanya berbinar melihat putra sulungnya datang berkunjung ke rumah bersama istri dan anaknya. Melihat sang ibu yang sangat senang, Ammar dan Ibel pun tersenyum lalu berjalan menghampirinya.

"Assalamualaikum, Ibu, Ayah..." ucap Ammar dan Ibel seraya menyalami keduanya secara bergantian.

"Wa'alaikumsalam Sayang... Bagaimana kabar kalian? Ibu sangat merindukan kalian. Sudah lama sekali rasanya kalian tidak datang ke sini menjenguk Ibu dan Ayah." jawab Bu Aini yang memeluk putra sulungnya.

"Ammar sama Ibel minta maaf ya, Bu. Akhir-akhir ini pasien di rumah sakit sangat banyak, jadi kami pun belum punya waktu untuk datang ke sini. Tapi karena cucu Ibu yang tampan ini, kami jadi datang ke sini." jawab Ammar seraya melerai pelukan lalu merangkul bahu putranya.

"Oh jadi kalau bukan karena Ziel, kalian tidak akan datang mengunjungi kami di rumah ini, Nak?" timpal Pak Aidi seraya merangkul bahu Ammar.

"Bukan seperti itu, Yah. Sejak kemarin Ibel dan Mas Ammar memang sudah ada niat mau ke sini. Tapi ya begitu, setiap kami ada niat pasti ada saja halangannya. Dan hari ini, kebetulan Ziel baru tiba di Jakarta setelah bertahun-tahun tidak pulang untuk menyelesaikan kuliahnya. Jadi kami datang dengan kejutan." jawab Ibel yang tersenyum seraya bergelayut manja di tangan Bu Aini.

Guratan kebahagiaan semakin terpancar dari wajah Bu Aini saat mendengar bahwa Aiziel, cucu sulungnya itu sudah lulus sarjana saat usianya masih 20 tahun. Bangga dan senang tentunya bagi seorang nenek saat mendengar kabar bahagia tentang cucunya. Hal itu yang saat ini tengah dirasakan oleh ibu tiga anak itu.

"Jadi kuliahmu sudah selesai Sayang?" tanya Bu Aini seraya mengelus kepala sang cucu yang berdiri di hadapannya.

"Alhamdulillah, Oma. Ziel sudah lulus jadi sarjana berkat do'a Oma, Opa, Mommy dan Daddy. Besok Ziel akan mulai mencari pekerjaan yang sesuai dengan keinginan Ziel." jawab Aiziel yang meraih tangan sang oma lalu menyalaminya.

"Oma bangga sama kamu, Sayang. Semua do'a-do'a yang Oma kirimkan, hanya untuk anak-anak dan juga cucu-cucu Oma. Kalian juga harus sukses seperti orang tua kalian." tutur Bu Aini yang tersenyum bahagia.

Ammar, Ibel, Pak Aidi dan Mala pun terharu melihat pemandangan yang sangat syahdu di depan mata saat ini. Pemandangan cucu dengan sang oma yang sangat menyejukkan hati siapa saja yang melihatnya.

"Oh iya Oma, Uncle Dhana, Damar dan Adek mana? Ziel sangat merindukan mereka juga, Oma. Terutama sama gadis kecil kesayangan Ziel itu. Mereka di mana Oma?" tutur Aiziel seraya mengedar mencari keberadaan sosok yang ia cari.

Seketika raut wajah Mala berubah lagi saat Aiziel menyebut nama putrinya. Seakan jijik, bahkan untuk mendengar nama putrinya saja Mala terlihat enggan seperti itu. Namun Mala berusaha untuk menutupinya karena saat ini Ammar dan Ibel sedang berada di rumah.

"Adik dan uncle-mu masih duduk di ruang makan, Sayang. Ayo, kita ke sana!!! Kalian pasti belum makan malam, bukan? Kalau begitu kalian harus makan terlebih dahulu." jawab Bu Aini seraya menggandeng tangan kekar sang cucu.

Bu Aini dan Aiziel pun berjalan di depan lalu diikuti pula oleh Ammar, Ibel, Mala dan Pak Aidi di belakang. Saat mereka berjalan, Ibel yang berjalan di samping Mala pun sesekali melirik saudari iparnya itu. Ibel melihat raut wajah Mala yang tampak pias dan masam saat berjalan menuju ruang makan.

Sepertinya sikap Mala terhadap Wulan belum berubah juga. Wajahnya tampak masam saat Ziel menanyakan Wulan. Ya Allah... Kapan adik ipar hamba ini akan terbuka hatinya untuk menerima kondisi putri kandungnya sendiri. Hamba tidak tega melihat Wulan. Dia masih kecil, tapi ibunya sudah membenci kehadirannya di dunia ini. Mala... Jangan sampai kamu menyesal, Dek. Kalau nasibmu seperti Ibu, mungkin kamu tidak akan pernah bisa memaafkan diri kamu sendiri. Gumam Ibel dalam hati.

Ibel yang berjalan di samping Mala sibuk bermonolog sendiri di dalam hatinya. Ibu dari dua anak itu benar-benar mempunyai hati seperti sutra, lembut dan penuh kasih sayang. Ibel yang lemah lembut tidak bisa melihat seorang anak yang dibenci oleh orang tuanya. Apalagi dengan profesinya sebagai dokter kandungan, membuat Ibel selalu dihadapi dengan situasi di mana sosok seorang ibu yang tengah berjuang mati-matian untuk melahirkan anaknya ke dunia. Tapi kepribadian Ibel sangat bertolak belakang dengan Mala yang membenci dan tidak sudi mengakui darah dagingnya sendiri.

Ibel pun menghela nafas panjang seraya menenangkan gejolak hatinya yang sebenarnya sangat kecewa dengan sikap Mala. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyadarkan Mala selain berdo'a.

"Damar, Wulan... Lihat, Sayang! Siapa yang datang ke rumah kita?" sahut Bu Aini yang masih bergelayut manja di tangan Aiziel.

Mendengar suara sang oma, kedua anak kembar tak seiras itu pun menoleh cepat, begitu juga dengan Dhana yang masih duduk menemani kedua anaknya di meja makan. Mata kedua anak itu pun tampak berbinar seketika dan mulut mereka pun juga terlihat membulat membentuk huruf O besar, saat mendapati seseorang yang ada di sisi sang oma.

"Mas Ziel..."

Damar yang terpekik pun beranjak lalu berlari ke arah Aiziel dan diikuti pula oleh sang adik yang tidak mampu terpekik menyebut nama Aiziel seperti Damar. Berkat bantuan sebuah alat bantu yang ada di telinganya, Wulan bisa mendengar suara orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan berkat alat itu juga, gadis itu bisa mendengar suara sahutan sang oma dari jarak jauh.

"Damar, Adek..."

Aiziel yang melihat pola tingkah keduanya pun membentangkan kedua tangannya untuk menyambut kedatangan adik kembarnya itu. Sejurus kemudian, kedua bocah remaja itu langsung masuk ke dalam dekapan Aiziel.

"Ya ampun, sudah lama sekali rasanya Mas tidak bertemu dengan kalian dan sekarang kalian sudah sebesar ini. Mas rindu sekali dengan adik kembar Mas ini." tutur Aiziel yang mendekap kedua adik kembarnya itu.

"Kami juga sangat merindukan Mas Ziel." jawab Damar dan mewakili adiknya yang tidak mampu mengeluarkan suara.

Aiziel pun tersenyum getir, hatinya terenyuh dan menghangat saat memeluk keduanya. Sejak Aiziel masuk kuliah, ia sudah sangat jarang mengunjungi kedua adik kembar dari uncle-nya itu. Apalagi mengingat Aiziel yang jarang pulang, bahkan bisa dikatakan tidak pernah pulang ke Jakarta sebelum studinya selesai di luar kota. Hal itulah yang membuat rasa rindunya semakin dalam terhadap adik kembarnya itu.

Suasana haru pun tak dapat terelakkan dari mata semua yang melihat adegan itu. Begitu pula dengan Dhana yang sejak tadi berdiri di samping sang ayah. Namun suasana haru itu seketika hening saat sayup-sayup suara isak tangis seseorang terdengar begitu pilu.

Aiziel terkesiap saat mendapati punggung sang gadis kecil kesayangannya itu terlihat naik turun tak beraturan. Begitu pula dengan Damar dan yang lainnya. Mereka pun saling melempar pandangan saat melihat Wulan yang tiba-tiba menangis di dalam dekapan erat tangan kekar Aiziel.

"Ziel..."

Aiziel yang masih memeluk erat sang gadis kecil pun menoleh ke arah sang mommy. Ia melihat sang mommy yang menganggukan kepalanya, seakan meminta putranya untuk menenangkan Wulan dan membawanya ke tempat lain. Mengerti dengan maksud sang mommy, kepala Aiziel pun mengangguk.

"Ayo, Damar! Ikut dengan Mas!!!"

Aiziel pun menggendong tubuh sang gadis kecil kesayangannya itu seperti menggendong bocah kecil berusia lima tahun, lalu mengajak Damar. Karena mengerti dengan ajakan Aiziel, Damar pun pergi menuju halaman samping. Sementara yang lainnya masih tampak terpaku, membisu di posisi mereka masing-masing.

"Ammar, Ibel... Kalian makan malam dulu ya, Nak. Ibu dan Bi Iyah sengaja masak banyak untuk makan malam ini." ujar Bu Aini yang sedang berusaha memecahkan suasana.

"Ammar, Ibel dan Ziel sudah makan sebelum kami datang ke sini, Bu. Karena kedatangan kami mendadak, jadi kami takut kalau Ibu tidak masak banyak malam ini. Eh ternyata, perhitungan kami salah lagi. Maaf ya, Bu." jawab Ammar seraya merangkul bahu sang ibu.

"Ya sudah tidak apa-apa. Kalau begitu, ayo kalian duduk di ruang keluarga. Ibu akan menyiapkan makanan ringan dan minuman." ujar Bu Aini seraya mengusap tangan sang putra sulung.

Ammar pun mengangguk lalu berjalan ke arah ruang keluarga bersama Pak Aidi dan Dhana, lalu hendak disusul oleh Ibel. Sementara Bu Aini yang tersenyum pun ikut beranjak menuju dapur.

"Ibu... Biar Mala saja yang membuatkan minuman untuk Mas Ammar, Kak Ibel, Ayah dan Mas Dhana. Ibu ikut bergabung saja di ruang keluarga bersama mereka." ujar Mala.

"Kamu yakin?" tanya Bu Aini yang menatap sang menantu dengan tatapan menyelidik.

"Iya, Bu. Biar Mala saja ya. Ibu jangan terlalu capek. Hari ini Mala tidak ikut membantu Ibu di dapur dan membiarkan Ibu memasak sendirian. Kali ini biar Mala yang bekerja ya, Bu." jawab Mala yang tersenyum manis.

"Baiklah Sayang..." ujar Bu Aini seraya mengusap lengan menantu bungsunya itu.

Mala pun tersenyum lalu beranjak, berjalan ke arah dapur. Sementara Bu Aini menatap wanita itu dengan sangat lekat dan sendu.

Dia masih menantuku yang baik dan sopan. Tapi kenapa hatinya tertutup untuk putrinya sendiri? Ya Allah... Sadarkan lah menantuku. Jangan Kau buat dia menyesal di suatu hari nanti karena terlambat menyayangi putrinya. Jangan sampai Mala memiliki nasib yang sama sepertiku, yang harus merelakan kepergian putriku satu-satunya untuk selamanya. Bukalah pintu hati Mala untuk Wulan, Ya Allah. Kasihan cucuku. Dia terlalu menderita dengan semua ini. Jangan Kau tambah lagi penderitaan cucuku dengan kebencian ibu kandungnya sendiri. Gumam Bu Aini dalam hati.

Tanpa sadar, air mata lolos begitu saja di wajah Bu Aini yang masih terlihat cantik tatkala memandangi punggung Mala yang hampir hilang oleh dinding pembatas di antara dapur dan ruang makan. Dan tanpa sadar pula, ada sepasang mata yang sejak tadi tidak beranjak dari posisinya karena melihat sang ibu mertua berdiri terpaku memperhatikan Mala.

"Ibu..."

Suara lembut yang disertai dengan sentuhan lembut pula di bahunya, tiba-tiba membuyarkan lamunan Bu Aini. Dengan cepat, Bu Aini menyeka air matanya lalu menoleh ke asal sumber suara.

"Sayang... Kenapa kamu masih di sini Nak?" tanya Bu Aini yang berusaha menutupi air matanya dari sang menantu.

Ibel pun mengulas senyum seraya menyeka bulir bening yang jatuh di wajah Bu Aini.

"Ibel sangat mengerti dengan perasaan Ibu tentang sikap Mala terhadap Wulan. Ibel pun juga merasakan hal yang sama seperti Ibu. Tapi untuk saat ini kita tidak bisa bertindak lebih jauh, Bu. Karena bagaimana pun juga Mala adalah ibu kandung Wulan. Mungkin, sampai saat ini Mala masih belum bisa menerima kenyataan kalau putrinya tidak sempurna seperti yang dia harapkan. Tugas kita saat ini adalah menguatkan Wulan dan mendo'akan Mala, Bu. Biarkan waktu yang akan membuka sendiri hati Mala. Kita hanya bisa berdo'a yang terbaik untuk keduanya." tutur Ibel yang menenangkan sang ibu seraya menggenggam erat tangannya.

Bu Aini menghela nafas panjang seraya mengusap lembut jari jemari tangan Ibel yang menggenggamnya setelah mendengar perkataan menantu sulungnya itu. Memang tidak banyak yang bisa mereka lakukan untuk mengubah hati Mala. Hati seseorang hanya bisa terbuka lebar, jika si pemilik hati itu sendiri yang mengizinkannya.

"Iya, Sayang. Kamu benar sekali." jawab Bu Aini yang tersenyum pada menantunya itu.

"Ibu jangan terlalu sedih karena memikirkan masalah ini. Ibel dan Mas Ammar akan ikut serta dalam membantu Ibu, Ayah dan Dhana untuk mendukung perkembangan Wulan." ujar Ibel yang meyakinkan sang ibu mertua.

"Ibu percaya sama kamu, Sayang. Dan Ibu bangga sekali karena mempunyai sosok menantu yang berhati lembut seperti kamu." tutur Bu Aini seraya mengelus wajah Ibel.

"Ibel banyak belajar dari Ibu dan juga Bunda. Ibu dan Bunda adalah panutan sosok ibu yang Ibel banggakan sampai detik ini. Hati Ibu dan hati Bunda sangat lembut pada anak-anak. Dan dari sana lah, Ibel banyak belajar, bagaimana caranya menyayangi dan memberikan kasih sayang pada anak-anak." jawab Ibel yang mengeratkan genggaman tangannya.

Hati Bu Aini benar-benar menghangat saat mendengar penuturan menantu sulungnya. Sifat Ibel memang tidak pernah berbuah dari sejak awal bertemu, sampai detik ini. Hal itu yang membuat Bu Aini dan Pak Aidi, termasuk Ammar bangga mempunyai Ibel. Sosok wanita karir yang saat ini menjelma sebagai menantu dan sebagai ibu. Namun semua itu tidak sedikit pun merubah sifat dan karakter Ibel.

"Hati kamu sangat lembut, Sayang. Terima kasih ya, karena sudah hadir di dalam hidup kami semua termasuk putra Ibu. Ibu sangat menyayangi kamu, Nak." ujar Bu Aini seraya mengelus kepala Ibel yang terbalut hijab.

Sentuhan tangan Bu Aini yang sangat lembut sukses membuat hati Ibel menghangat. Ibel pun memeluk sang ibu mertua yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri. Suasana haru antara menantu dan mertua pun tak terelakkan.

"Ibel juga sayang Ibu dan semuanya."

.

.

.

.

.

Happy Reading All 😇😇😇

Terpopuler

Comments

Nona Bucin 18294

Nona Bucin 18294

like like like 💜💜

2021-12-26

0

ZasNov

ZasNov

Mala harus belajar banyak dari ibel..
Bukan hanya menjadi anak dan menantu yang baik, tapi juga ibu yang baik 😥
Bukan cuma Damar yang harus Mala sayang, tapi juga Wulan..
Sudah cukup penderitaan Wulan, jangan ditambah dengan kebencian dari ibu kandungnya sendiri..😩
Untung saja seluruh keluarga menyayangi Wulan, meskipun ibu kandungnya tidak..

2021-11-28

0

Senja Merona🍂

Senja Merona🍂

bu maya kapan kau akan sadar?🤧😭

2021-11-26

0

lihat semua
Episodes
1 Episode 1 ~ Aku, Wulan...
2 Episode 2 ~ Bukan Salah Papi
3 Episode 3 ~ Flashback
4 Episode 4 ~ Flashback (2)
5 Episode 5 ~ Flashback (3)
6 Episode 6 ~ Flashback (4)
7 Episode 7 ~ Keluh Kesah Damar
8 Episode 8 ~ Tamu Spesial
9 Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra
10 Episode 10 ~ Amarah Aiziel
11 Episode 11 ~ Masih Kecewa
12 Episode 12 ~ Andaikan saja...
13 Episode 13 ~ Habis Kesabaran
14 Episode 14 ~ Nilai Ulangan Harian
15 Episode 15 ~ Darah Tinggi
16 Episode 16 ~ Niat Damar
17 Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan
18 Episode 18 ~ Teringat Seseorang
19 Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil
20 Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta
21 Episode 21 ~ Kebenaran Baru
22 Episode 22 ~ Siapa Zivana Sebenarnya
23 Episode 23 ~ Rewards Fantastis
24 Episode 24 ~ Lupa Waktu
25 Episode 25 ~ Hilang
26 Episode 26 ~ Lilitan Kain di Balkon
27 Episode 27 ~ Tersesat
28 Episode 28 ~ Naluri
29 Episode 29 ~ Ketoprak Yang Hilang
30 Episode 30 ~ Kesempatan
31 Episode 31 ~ Empat Mata
32 Episode 32 ~ Pulang
33 Episode 33 ~ One Step Closer
34 Episode 34 ~ Firasat
35 Episode 35 ~ Tabrak Lari
36 Episode 36 ~ Bertemu
37 Episode 37 ~ Hukum Cambuk
38 Episode 38 ~ Akhirnya Sadar
39 Episode 39 ~ Geram
40 Episode 40 ~ Kapten Oleng
41 Episode 41 ~ Salah Memilih Orang
42 Episode 42 ~ Apakah Ini Pertanda?
43 Episode 43 ~ Mabuk
44 Episode 44 ~ Partai Pelindung
45 Episode 45 ~ Kotak Buku Lama
46 Episode 46 ~ Kepingan Masa Lalu
47 Episode 47 ~ Memberitahu Papi
48 Episode 48 ~ Gelagat Aneh
49 Episode 49 ~ Brownies Coklat
50 Episode 50 ~ Gelap Mata Lagi
51 Episode 51 ~ Ayah dan Ibu Harus Tau!
52 Episode 52 ~ Dekapan Oma
53 Episode 53 ~ Yang Dirindukan, Datang!
54 Episode 54 ~ Keputusan Dhana
55 Episode 55 ~ Pembagian Raport
56 Episode 56 ~ Bertindak Adil
57 Episode 57 ~ Terkepung
58 Episode 58 ~ Kedatangan Orang Jauh
59 Episode 59 ~ Ide Yang Brilliant
60 Episode 60 ~ Si Kembar Belum Pulang
61 Episode 61 ~ Petunjuk Alat Pelacak
62 Episode 62 ~ Do'a Bapak Paruh Baya
63 Episode 63 ~ Rekaman CCTV
64 Episode 64 ~ Dituduh
65 Episode 65 ~ Kecurigaan Syahil
66 Episode 66 ~ Mempercayai Aifa'al
67 Episode 67 ~ Balada Wanita Dewasa
68 Episode 68 ~ Mata-mata
69 Episode 69 ~ Sakit Parah
70 Episode 70 ~ Kabar Dari Aifa'al
71 Episode 71 ~ Ikut Tertangkap
72 Episode 72 ~ Rencana Penyelamatan
73 Episode 73 ~ Jepitan Rambut
74 Visual dan Sedikit Kabar
75 Episode 74 ~ Terus Mengingkari
76 Episode 75 ~ Teringat Rencana Gibran
77 Episode 76 ~ Pria Asing di Basecamp
78 Episode 77 ~ Misi Berikutnya
79 Episode 78 ~ Kekejaman Bima
80 Episode 79 ~ Pikiran Buruk
81 Episode 80 ~ Nama Lainnya
82 Episode 81 ~ Pertumpahan Darah
83 Episode 82 ~ Licik dan Jahat
84 Episode 83 ~ Ada Bom!!!
85 Episode 84 ~ Rel Kereta Api
86 Episode 85 ~ Posisi Sulit
87 Episode 86 ~ Membentuk Grup
88 Episode 87 ~ Huufff...
89 Episode 88 ~ Tertembak
90 Episode 89 ~ Rasa Bersalah
91 Episode 90 ~ Peringatan Keras
92 Episode 91 ~ Sindrom PTSD
93 Episode 92 ~ Sketsa Rahasia
94 Episode 93 ~ Bram CS Zivana
95 Episode 94 ~ Butuh Waktu
96 Episode 95 ~ Ingin Menyusul Dhina
97 Episode 96 ~ Tidak Ditutupi Lagi
98 Episode 97 ~ Tingkah Pasutri Absurd
99 Episode 98 ~ Terselip Kisah Pilu
100 Episode 99 ~ Harus Berpencar
101 Episode 100 ~ Hancur!!!
102 Episode 101 ~ Memohon
103 Episode 102 ~ Berita Pagi
104 Episode 103 ~ Masih Sama
105 Episode 104 ~ Psikoterapi
106 Episode 105 ~ Tegarlah!!!
107 Episode 106 ~ Imam dan Dhina
108 Episode 107 ~ Video Terakhir
109 Episode 108 ~ Imam Pamit
110 Episode 109 ~ Kunjungan Dimas
111 Episode 110 ~ Kecanggihan Teknologi
112 Episode 111 ~ Luka Tak Kasat Mata
113 Episode 112 ~ Ingin Ke Makam
114 Episode 113 ~ Mimpi kah?
115 Episode 114 ~ Tiger VC Black Moon
116 Episode 115 ~ Yasinan dan Teror (Spesial)
117 Episode 116 ~ Isi Kotak Teror
118 Episode 117 ~ Masuk Sekolah Lagi
119 Episode 118 ~ Kekecewaan Hati
120 Episode 119 ~ Keluhan Black Moon
121 Episode 120 ~ Menolong Wanita Asing
122 Episode 121 ~ Air Mata Penyesalan
123 Episode 122 ~ Namanya Rumi
124 Episode 123 ~ Kalah Cepat
125 Episode 124 ~ Ketulusan Sosok Ibu
126 Episode 125 ~ Berusaha Menyadarkan
127 Episode 126 ~ Pelukan Terhangat
128 Episode 127 ~ Suapan Mami
129 Episode 128 ~ Makan Malam Spesial
130 Episode 129 ~ Anak Muda vc Orang Tua
131 Episode 130 ~ Pencarian
132 Episode 131 ~ Cara Bersyukur
133 Episode 132 ~ Sensitive
134 Episode 133 ~ Jebakan
135 Episode 134 ~ Pukulan Dendam
136 Episode 135 ~ Terluka
137 Episode 136 ~ Mobil di Depan Gerbang
138 Episode 137 ~ Penjelasan
139 Episode 138 ~ Terjebak Sendiri
140 Episode 139 ~ Kertas Kuning
141 Episode 140 ~ Permohonan Rumi
142 Episode 141 ~ Tekad Bram
143 Episode 142 ~ Menyampaikan Pesan
144 Episode 143 ~ Cip
145 Episode 144 ~ Bagi Tugas
146 Episode 145 ~ Iblis Berwujud Manusia
147 Episode 146 ~ Aksi Diam-diam
148 Episode 147 ~ Gedung Kosong
149 Episode 148 ~ Takdir Gadis Bisu
150 Episode 149 ~ Headshot
151 Episode 150 ~ Niat Baik Dhana
152 Episode 151 ~ Acara Perpisahan
153 Episode 152 ~ Acara Perpisahan 2
154 Surat Cinta Author
155 Season 2 {Episode 1 ~ Perjalanan Baru}
156 Season 2 {Episode 2 ~ Trauma Damar}
157 Season 2 {Episode 3 ~ Datang Kembali}
158 Season 2 {Episode 4 ~ Hari yang Baru}
159 Season 2 {Episode 5 ~ Tak Terkendali}
160 Season 2 {Episode 6 ~ Ancaman Lagi}
161 Season 2 {Episode 7 ~ Toko Buku}
162 Season 2 {Episode 8 ~ Arahan Hati}
163 Season 2 {Episode 9 ~ Kacau}
164 Season 2 {Episode 10 ~ Berebut Salah}
165 Season 2 {Episode 11 ~ Sumpah Bima}
166 Season 2 {Episode 12 ~ Masih Berusaha}
167 Season 2 {Episode 13 ~ Berita Baru}
168 Season 2 {Episode 14 ~ CCTV Tersembunyi}
169 Season 2 {Episode 15 ~ Pagi-pagi}
170 Season 2 {Episode 16 ~ Bimbingan}
171 Season 2 {Episode 17 ~ Bertemu}
172 Seaaon 2 {Episode 18 ~ Gejala Aneh}
173 Visual Tokoh Season 2
174 Season 2 {Episode 19 ~ Drop}
175 Season 2 {Episode 20 ~ Takut Terulang}
176 Season 2 {Episode 21 ~ Penyakit Langka}
177 Season 2 {Episode 22 ~ Frustasi}
178 Season 2 {Episode 23 ~ Ujian}
179 Season 2 {Episede 24 ~ Penuh Emosional}
Episodes

Updated 179 Episodes

1
Episode 1 ~ Aku, Wulan...
2
Episode 2 ~ Bukan Salah Papi
3
Episode 3 ~ Flashback
4
Episode 4 ~ Flashback (2)
5
Episode 5 ~ Flashback (3)
6
Episode 6 ~ Flashback (4)
7
Episode 7 ~ Keluh Kesah Damar
8
Episode 8 ~ Tamu Spesial
9
Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra
10
Episode 10 ~ Amarah Aiziel
11
Episode 11 ~ Masih Kecewa
12
Episode 12 ~ Andaikan saja...
13
Episode 13 ~ Habis Kesabaran
14
Episode 14 ~ Nilai Ulangan Harian
15
Episode 15 ~ Darah Tinggi
16
Episode 16 ~ Niat Damar
17
Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan
18
Episode 18 ~ Teringat Seseorang
19
Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil
20
Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta
21
Episode 21 ~ Kebenaran Baru
22
Episode 22 ~ Siapa Zivana Sebenarnya
23
Episode 23 ~ Rewards Fantastis
24
Episode 24 ~ Lupa Waktu
25
Episode 25 ~ Hilang
26
Episode 26 ~ Lilitan Kain di Balkon
27
Episode 27 ~ Tersesat
28
Episode 28 ~ Naluri
29
Episode 29 ~ Ketoprak Yang Hilang
30
Episode 30 ~ Kesempatan
31
Episode 31 ~ Empat Mata
32
Episode 32 ~ Pulang
33
Episode 33 ~ One Step Closer
34
Episode 34 ~ Firasat
35
Episode 35 ~ Tabrak Lari
36
Episode 36 ~ Bertemu
37
Episode 37 ~ Hukum Cambuk
38
Episode 38 ~ Akhirnya Sadar
39
Episode 39 ~ Geram
40
Episode 40 ~ Kapten Oleng
41
Episode 41 ~ Salah Memilih Orang
42
Episode 42 ~ Apakah Ini Pertanda?
43
Episode 43 ~ Mabuk
44
Episode 44 ~ Partai Pelindung
45
Episode 45 ~ Kotak Buku Lama
46
Episode 46 ~ Kepingan Masa Lalu
47
Episode 47 ~ Memberitahu Papi
48
Episode 48 ~ Gelagat Aneh
49
Episode 49 ~ Brownies Coklat
50
Episode 50 ~ Gelap Mata Lagi
51
Episode 51 ~ Ayah dan Ibu Harus Tau!
52
Episode 52 ~ Dekapan Oma
53
Episode 53 ~ Yang Dirindukan, Datang!
54
Episode 54 ~ Keputusan Dhana
55
Episode 55 ~ Pembagian Raport
56
Episode 56 ~ Bertindak Adil
57
Episode 57 ~ Terkepung
58
Episode 58 ~ Kedatangan Orang Jauh
59
Episode 59 ~ Ide Yang Brilliant
60
Episode 60 ~ Si Kembar Belum Pulang
61
Episode 61 ~ Petunjuk Alat Pelacak
62
Episode 62 ~ Do'a Bapak Paruh Baya
63
Episode 63 ~ Rekaman CCTV
64
Episode 64 ~ Dituduh
65
Episode 65 ~ Kecurigaan Syahil
66
Episode 66 ~ Mempercayai Aifa'al
67
Episode 67 ~ Balada Wanita Dewasa
68
Episode 68 ~ Mata-mata
69
Episode 69 ~ Sakit Parah
70
Episode 70 ~ Kabar Dari Aifa'al
71
Episode 71 ~ Ikut Tertangkap
72
Episode 72 ~ Rencana Penyelamatan
73
Episode 73 ~ Jepitan Rambut
74
Visual dan Sedikit Kabar
75
Episode 74 ~ Terus Mengingkari
76
Episode 75 ~ Teringat Rencana Gibran
77
Episode 76 ~ Pria Asing di Basecamp
78
Episode 77 ~ Misi Berikutnya
79
Episode 78 ~ Kekejaman Bima
80
Episode 79 ~ Pikiran Buruk
81
Episode 80 ~ Nama Lainnya
82
Episode 81 ~ Pertumpahan Darah
83
Episode 82 ~ Licik dan Jahat
84
Episode 83 ~ Ada Bom!!!
85
Episode 84 ~ Rel Kereta Api
86
Episode 85 ~ Posisi Sulit
87
Episode 86 ~ Membentuk Grup
88
Episode 87 ~ Huufff...
89
Episode 88 ~ Tertembak
90
Episode 89 ~ Rasa Bersalah
91
Episode 90 ~ Peringatan Keras
92
Episode 91 ~ Sindrom PTSD
93
Episode 92 ~ Sketsa Rahasia
94
Episode 93 ~ Bram CS Zivana
95
Episode 94 ~ Butuh Waktu
96
Episode 95 ~ Ingin Menyusul Dhina
97
Episode 96 ~ Tidak Ditutupi Lagi
98
Episode 97 ~ Tingkah Pasutri Absurd
99
Episode 98 ~ Terselip Kisah Pilu
100
Episode 99 ~ Harus Berpencar
101
Episode 100 ~ Hancur!!!
102
Episode 101 ~ Memohon
103
Episode 102 ~ Berita Pagi
104
Episode 103 ~ Masih Sama
105
Episode 104 ~ Psikoterapi
106
Episode 105 ~ Tegarlah!!!
107
Episode 106 ~ Imam dan Dhina
108
Episode 107 ~ Video Terakhir
109
Episode 108 ~ Imam Pamit
110
Episode 109 ~ Kunjungan Dimas
111
Episode 110 ~ Kecanggihan Teknologi
112
Episode 111 ~ Luka Tak Kasat Mata
113
Episode 112 ~ Ingin Ke Makam
114
Episode 113 ~ Mimpi kah?
115
Episode 114 ~ Tiger VC Black Moon
116
Episode 115 ~ Yasinan dan Teror (Spesial)
117
Episode 116 ~ Isi Kotak Teror
118
Episode 117 ~ Masuk Sekolah Lagi
119
Episode 118 ~ Kekecewaan Hati
120
Episode 119 ~ Keluhan Black Moon
121
Episode 120 ~ Menolong Wanita Asing
122
Episode 121 ~ Air Mata Penyesalan
123
Episode 122 ~ Namanya Rumi
124
Episode 123 ~ Kalah Cepat
125
Episode 124 ~ Ketulusan Sosok Ibu
126
Episode 125 ~ Berusaha Menyadarkan
127
Episode 126 ~ Pelukan Terhangat
128
Episode 127 ~ Suapan Mami
129
Episode 128 ~ Makan Malam Spesial
130
Episode 129 ~ Anak Muda vc Orang Tua
131
Episode 130 ~ Pencarian
132
Episode 131 ~ Cara Bersyukur
133
Episode 132 ~ Sensitive
134
Episode 133 ~ Jebakan
135
Episode 134 ~ Pukulan Dendam
136
Episode 135 ~ Terluka
137
Episode 136 ~ Mobil di Depan Gerbang
138
Episode 137 ~ Penjelasan
139
Episode 138 ~ Terjebak Sendiri
140
Episode 139 ~ Kertas Kuning
141
Episode 140 ~ Permohonan Rumi
142
Episode 141 ~ Tekad Bram
143
Episode 142 ~ Menyampaikan Pesan
144
Episode 143 ~ Cip
145
Episode 144 ~ Bagi Tugas
146
Episode 145 ~ Iblis Berwujud Manusia
147
Episode 146 ~ Aksi Diam-diam
148
Episode 147 ~ Gedung Kosong
149
Episode 148 ~ Takdir Gadis Bisu
150
Episode 149 ~ Headshot
151
Episode 150 ~ Niat Baik Dhana
152
Episode 151 ~ Acara Perpisahan
153
Episode 152 ~ Acara Perpisahan 2
154
Surat Cinta Author
155
Season 2 {Episode 1 ~ Perjalanan Baru}
156
Season 2 {Episode 2 ~ Trauma Damar}
157
Season 2 {Episode 3 ~ Datang Kembali}
158
Season 2 {Episode 4 ~ Hari yang Baru}
159
Season 2 {Episode 5 ~ Tak Terkendali}
160
Season 2 {Episode 6 ~ Ancaman Lagi}
161
Season 2 {Episode 7 ~ Toko Buku}
162
Season 2 {Episode 8 ~ Arahan Hati}
163
Season 2 {Episode 9 ~ Kacau}
164
Season 2 {Episode 10 ~ Berebut Salah}
165
Season 2 {Episode 11 ~ Sumpah Bima}
166
Season 2 {Episode 12 ~ Masih Berusaha}
167
Season 2 {Episode 13 ~ Berita Baru}
168
Season 2 {Episode 14 ~ CCTV Tersembunyi}
169
Season 2 {Episode 15 ~ Pagi-pagi}
170
Season 2 {Episode 16 ~ Bimbingan}
171
Season 2 {Episode 17 ~ Bertemu}
172
Seaaon 2 {Episode 18 ~ Gejala Aneh}
173
Visual Tokoh Season 2
174
Season 2 {Episode 19 ~ Drop}
175
Season 2 {Episode 20 ~ Takut Terulang}
176
Season 2 {Episode 21 ~ Penyakit Langka}
177
Season 2 {Episode 22 ~ Frustasi}
178
Season 2 {Episode 23 ~ Ujian}
179
Season 2 {Episede 24 ~ Penuh Emosional}

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!