...🍁🍁🍁...
"Dhana..."
Lamunan pria tampan yang sudah menginjak usia empat puluh tiga tahun itu buyar seketika saat terdengar suara bariton khas milik sang ayah yang datang menghampiri dirinya di halaman samping. Dhana yang terkejut pun menoleh, matanya terlihat basah dan sembap setelah bertengkar dengan Mala beberapa jam yang lalu.
"Kamu kenapa Nak? Kenapa kamu melamun di sore hari seperti ini? Sendirian pula. Kamu habis bertengkar lagi dengan istrimu?" ujar Pak Aidi seraya ikut duduk bersama Dhana.
"Ya seperti itulah, Yah. Lagi-lagi Mala pulang ke rumah setelah menjemput Damar, tapi dia tidak membawa Wulan. Mala meninggalkan putrinya sendiri di sekolah dan hal ini sudah sangat-sangat sering terjadi, Yah. Hati Mala benar-benar sudah tertutup rapat sehingga dia tidak bisa melihat kasih sayang Wulan." jawab Dhana yang terlihat gusar dan stress.
"Ayah sebenarnya juga tidak menyangka kalau Mala akan berubah separah ini, Nak. Sifatnya yang dulu lemah lembut, penuh cinta dan kasih sayang, kini berubah total menjadi dingin, egois, dan tidak memikirkan perasaan orang lain akibat perkataannya. Ayah berharap Mala bisa berubah, kembali seperti Mala yang dulu kita kenal. Kamu harus lebih bersabar menghadapi sikapnya. Ingat!!! Kalian punya Damar dan Wulan yang semakin lama akan semakin dewasa. Kamu tidak boleh lengah hanya karena sikap Mala yang berubah sehingga kamu mengabaikan Damar dan Wulan." tutur Pak Aidi yang berusaha menenangkan putra bungsunya.
"Entahlah, Yah. Dhana capek menghadapi sikap Mala yang semakin hari, semakin keras dan membatu. Hatinya seperti mati. Tidak ada Mala yang lemah lembut seperti dulu lagi. Kalau begitu Dhana mau ke atas dulu ya, Yah." jawab Dhana yang menghela nafas berat seraya menoleh ke arah sang ayah lalu beranjak.
Pak Aidi hanya bisa menghela nafas berat melihat putranya yang tengah dirundung masalah besar. Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh pria empat anak itu, bukan empat anak, melainkan tiga anak karena salah satu anak Pak Aidi sudah tidak ada. Pak Aidi hanya bisa memberikan masukan dan dukungan pada putranya di saat seperti ini.
***
Dhana yang beranjak pun berjalan ke arah tangga, hendak menuju ke lantai dua di mana kamar putrinya berada. Saat hendak melangkah ke kamar Wulan, langkah Dhana terhenti seketika saat ia melewati kamarnya. Dadanya masih teramat sesak jika teringat dengan pertengkaran tadi siang.
Ya Allah... Bukalah pintu hati istriku agar dia mau menerima Wulan. Kasihan Wulan. Dia sangat membutuhkan kasih sayang ibunya, tapi kenapa hati istriku seakan tertutup dan enggan untuk terbuka. Aku berharap Mala bisa kembali seperti dulu, Ya Allah. Gumam Dhana dalam hati.
Lolos lagi air mata pria tampan kembaran almarhumah Dhina itu karena teringat sang putri yang memiliki nasib buruk. Takdirnya yang terlahir sebagai anak tuna rungu-wicara dan dibenci semua orang, bahkan ibunya sendiri. Dengan cepat Dhana menyeka air matanya dan hendak berjalan ke kamar sang adik yang sudah menjadi milik putrinya.
Ceklek!
Langkah Dhana terhenti lagi saat mendengar suara pegangan pintu dari kamar sang putri terbuka, dan keluar lah Damar dari kamar itu.
"Damar..."
Damar yang baru keluar dari kamar sang adik pun menoleh ke sumber suara. Pria yang tak kalah tampan dari sang papi itu mengulas senyum lalu berjalan mendekati Dhana.
"Papi... Ada apa Pi? Papi dari mana saja?" tanya Damar yang bertubi-tubi pada Dhana.
"Tidak dari mana-mana, Sayang. Papi baru saja dari halaman samping mencari angin segar untuk menenangkan pikiran. Adik kamu bagaimana? Kamu sedang apa di dalam kamarnya?" jawab Dhana seraya melirik kamar sang putri.
"Adek lagi mandi, Pi. Saat Damar masuk ke dalam kamarnya, ternyata Adek baru masuk ke kamar mandi. Sebentar lagi juga selesai." jawab Damar seraya menoleh ke kamar itu.
Dhana hanya menghela nafas panjang. Niatnya untuk melihat kondisi Wulan harus diurungkan terlebih dahulu karena gadis itu tengah membersihkan dirinya.
"Oh iya, Papi hampir lupa sesuatu. Sekolah kalian hari ini bagaimana? Sebentar lagi kalian akan mengikuti ujian naik kelas 'kan?" ujar Dhana yang berdiri seraya memasukkan tangannya ke dalam saku celana.
"Iya, Pi. Minggu depan kami akan ujian naik kelas. Semoga Damar bisa naik kelas ya, Pi." jawab Damar seraya menggarut kepalanya yang tidak gatal.
"Anak-anak Papi pasti akan naik kelas asal kalian belajar yang rajin. Papi akan selalu mendo'akan kalian. Ya sudah, Papi masuk kamar dulu ya." ujar Dhana seraya menepuk bahu sang putra.
"Iya Pi..."
Dhana pun berlenggang pergi menuju kamarnya. Sementara Damar yang melihat guratan cemas di wajah sang papi hanya bisa menghela nafas panjang.
Damar janji, Pi. Damar akan berusaha untuk membuka hati Mami agar Mami menerima dan menyayangi Adek, seperti menyayangi Damar sebagai anaknya. Gumam Damar dalam hati.
Damar pun beranjak dari posisinya lalu berjalan menuruni tangga.
"Damar... kamu mau makan Nak?"
Tiba-tiba suara lembut khas sang oma menyeruak memenuhi seisi ruang rumah. Damar pun menoleh ke arah ruang makan seraya berjalan terus menghampiri sang oma yang sedang menyiapkan makanan untuk menu makan malam nanti.
"Nanti saja, Oma. Damar sedang tidak nafsu makan karena melihat Papi dan Mami setiap hari bertengkar terus. Semakin hari Mami, semakin keterlaluan. Masa Mami tega sih meninggalkan Adek di sekolah sendirian. Tidak hanya Papi yang kesal tapi Damar juga, Oma." tutur Damar seraya duduk di meja makan dan memperhatikan Bu Aini.
Mendengar keluh kesah sang cucu, Bu Aini pun hanya bisa tersenyum simpul seraya menggelengkan kepalanya. Sebenarnya Bu Aini tidak tega melihat kedua cucunya harus menyaksikan pertengkaran kedua orang tua mereka setiap hari. Tapi Bu Aini juga tidak bisa berbuat banyak untuk ikut campur ke dalam urusan rumah tangga putranya.
Setelah selesai merapihkan meja makan, Bu Aini pun berjalan mendekati cucunya itu.
"Kamu boleh kesal, Sayang. Tapi kamu jangan sampai melawan sama mami kamu ya. Oma hanya bisa berpesan, bagaimana pun sikap mami kamu itu, dia tetap mami kamu sampai kapan pun. Untuk sekarang kita hanya bisa berdo'a agar suatu hari nanti hati mami kamu terbuka dan dia akan menyayangi Wulan sepenuhnya." tutur Bu Aini seraya mengusap lembut kepala Damar.
"Iya, Oma. Damar juga berharap seperti itu. Damar tidak bisa memilih di antara Mami ataupun Adek. Mereka berdua sama-sama wanita yang Damar sayang. Kasihan Papi juga, Oma. Di satu sisi Papi mencintai Mami, dan di sisi lain Papi sangat menyayangi Adek tapi Mami tidak menerima Adek." ujar Damar seraya memeluk pinggang sang oma.
"Kamu tidak harus memilih, Sayang. Tidak ada yang harus dipilih dan memilih di sini. Mami kamu hanya butuh waktu untuk bisa menerima semua kenyataan pahit tentang kondisi adik kamu. Biarkan waktu yang akan menjawab semuanya, Sayang. Kamu jangan terlalu memikirkan hal itu ya. Kamu itu harus fokus sekolah dan rajin belajar." tutur Bu Aini seraya mengelus dan mencium kepala sang cucu.
Damar menghela nafas panjang seraya melerai pelukannya lalu mendongakkan kepala menatap sang oma yang masih hangat memeluk tubuhnya.
"Terima kasih, Oma. Oma selalu ada untuk Damar dan Adek di saat seperti ini. Damar sayang Oma." ujar Damar seraya menatap sang oma dan memeluknya lagi.
"Kamu itu sangat mirip dengan papimu, Nak. Dia juga sangat menyayangi adik kembarnya di saat onty-mu masih hidup. Oma bersyukur sekali karena sifat penyayang papimu turun ke cucu Oma yang tampan ini." jawab Bu Aini yang membalas pelukan erat Damar.
"Kalau Damar dan Adek sedang belajar bersama di kamar, Papi selalu datang dan sering banget cerita tentang Onty Dhina. Oma benar, Papi sangat menyayangi Onty. Dari cara Papi bercerita saja, Damar dan Adek sudah bisa menebaknya. Tapi sayang sekali ya, Oma. Ternyata Allah lebih menyayangi Onty melebihi sayangnya Papi." ujar Damar yang masih setia memeluk sang oma dengan posesif.
"Semua yang papimu ceritakan itu benar, Sayang. Dan Oma ingin kamu dan Wulan seperti Papi dan onty-mu, saling menjaga, saling menyayangi, saling melindungi dan jangan ada yang ditutupi di antara kalian. Karena keterbukaan itu adalah kunci sukses menjalin sebuah hubungan, baik hubungan keluarga maupun hubungan di luar keluarga. Damar paham maksud Oma?" tutur Bu Aini seraya menangkup wajah Damar.
"Damar paham, Oma. Terima kasih Oma. Berkat Oma, Damar merasa lebih tenang sekarang. Damar janji akan menjaga Adek seperti Papi menjaga Onty Dhina di saat Onty masih hidup. Damar janji sama diri sendiri dan janji sama Oma juga Papi." jawab Damar yang semakin membenamkan wajahnya ke dalam pelukan sang oma.
"Anak pintar!!! Oma menyayangi kamu, Nak." ujar Bu Aini yang mengecup hangat pucuk kepala Damar dan memeluknya.
Kedua insan bergelar oma dan cucu itu pun hanyut dalam suasana haru di meja makan. Tanpa sadar sepasang mata tengah melihat dan memperhatikan mereka sejak tadi. Air mata tampak jatuh di wajah cantiknya saat mendengar semua perkataan sang kakak.
"Wulan..."
Suara bariton dari arah atas tangga tiba-tiba mengejutkan si pemilik mata itu. Dia adalah Wulan yang sejak tadi berdiri di tangga dan mendengar semua percakapan hangat di antara oma dan mas kembarnya. Wulan pun menoleh cepat karena terkejut mendengar suara bariton yang tak lain adalah milik sang papi.
"Ada apa Sayang? Kenapa gadis kecil Papi menangis di tangga seperti ini?" ujar Dhana seraya merangkul bahu sang putri.
Wulan hanya menggelengkan kepala lalu menyeka air matanya yang terlanjur jatuh. Setelah menyeka air matanya, Wulan pun menunjuk ke arah meja makan, di mana suasana haru yang sangat kentara itu terjadi di antara oma dan mas kembarnya.
Melihat sang putri yang sepertinya ingin menunjukan sesuatu, Dhana pun langsung menggiring matanya ke arah tunjuk Wulan. Senyum simpul penuh rasa haru terbit dari kedua sudut bibirnya melihat hal yang sama seperti yang dilihat oleh sang putri.
"Sepertinya mas kamu itu sedang curhat sama Oma ya, Sayang. Ayo kita ke sana. Siapa tau mas kamu itu sedang patah hati lalu curhat sama Oma." ujar Dhana seraya merangkul bahu Wulan lalu berjalan.
Wulan terkikik geli mendengar perkataan sang papi yang mengatakan bahwa Damar sedang patah hati, dan gadis itu hanya bisa pasrah saat Dhana merangkul bahunya lalu berjalan ke arah meja makan.
"Wah sepertinya ada yang lagi curhat sama Oma nih!" sahut Dhana yang baru datang dan langsung menggoda putranya.
Bu Aini dan Damar pun menoleh serentak ke arah sumber suara seraya melerai pelukan.
"Curhat apaan sih, Pi. Papi jangan menggoda Damar seperti itu ya. Tidak lucu tau!" sungut Damar seraya memasang wajah cemberut.
"Ya jangan pakai acara merajuk dong, Nak. Papi 'kan cuma bercanda, masa bercanda saja tidak boleh. Kamu lagi PMS ya?" ujar Dhana yang menggoda putranya lagi.
"Ih, Papi!!! Memang Damar perempuan bisa PMS segala? Oma... Lihat tuh Papi. Penyakit jahilnya kambuh lagi." jawab Damar seraya mengadu manja pada sang oma.
"Sudah, Dhana! Kamu itu sudah jadi orang tua. Jangan jahil seperti masih muda saja. Ingat usia, Nak!" timpal Bu Aini yang melirik sang cucu.
Dhana, Wulan dan Bu Aini pun terkekeh geli melihat ekspresi Damar yang ditekuk masam setelah mendapat lelucon dari sang papi. Apalagi Wulan, gadis itu tampak terpingkal lepas seraya menggelengkan kepala ketika melihat hiburan yang terpampang nyata di depan matanya. Rasanya kesedihan yang sempat ia rasakan sejenak telah hilang dan semua ini berkat Dhana.
Dhana pun tersenyum getir melihat tawa sang putri yang begitu lepas tanpa beban. Cara jahilnya menggoda Damar berhasil membuat Wulan tertawa lepas seperti itu. Tanpa terasa, tangannya pun terangkat dan mengelus sayang pucuk kepala sang putri yang masih menertawakan mas kembarnya.
Teruslah tertawa, Sayang. Papi janji tidak akan membiarkan air mata kesedihan dari matamu jatuh lagi. Karena Papi sudah terlanjur berjanji pada onty-mu kalau di rumah ini tidak akan ada lagi air mata kesedihan, melainkan hanya ada air mata kebahagiaan. Gumam Dhana dalam hati.
.
.
.
.
.
Happy Reading All 😇😇😇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
ZasNov
Apa Mala bisa berubah ya? 😩
Wulan juga membutuhkan kasih sayang seorang ibu, sama seperti Damar 😭
Untung Papi, Damar, kakek nenek, om2-nya sayang sama Wulan 🤗
Rainar juga bisa membuat hari2 Wulan berwarna..🤩
Tersenyumlah Wulan, masih banyak yang sayang sama kamu..🤗🥰
2021-11-24
0
Machan
tetep semangat wulan. kamu masih punya banyak orang yang sayang kamu
2021-11-18
1
triana 13
lanjut
2021-11-10
1