Episode 6 ~ Flashback (4)

...☘️☘️☘️...

"Terima kasih atas anugerah terbesar ini, Ya Allah."

Kebahagiaan yang datang semakin bertambah saat aku mendengar kabar kalau kondisi istriku sudah stabil. Rasa syukurku semakin menyeruak memenuhi hatiku dan keluarga besarku. Dengan langkah kaki yang lebar, aku bersama Ayah, Ibu dan kedua anak kembarku datang ke rumah sakit.

Dan benar saja, saat aku masuk ke dalam kamar rawat Mala, aku melihat istriku itu yang tengah terduduk bersandar di headboard tempat tidurnya.

Air mataku berlinang seketika saat melihat senyumnya yang begitu indah. Senyumnya yang sangat kurindukan selama lima tahun belakangan ini. Tanpa berpikir panjang, aku berlari mendekatinya dan langsung memeluk tubuhnya yang terlihat kurus karena berbaring di tempat tidur sepanjang hari, minggu, bulan bahkan tahun. Tangis istriku pecah seketika saat wajahnya terbenam di dalam pelukanku. Kerinduan yang mendalam membuatku tak berhenti menghujani pucuk kepalanya dengan kecupan sayang.

"Anak-anak kita di mana Mas?" tanya Mala disela-sela isak tangisnya yang terdengar lirih.

"Mereka ada di sini, Sayang. Mereka sudah besar dan saat ini mereka sudah sekolah di Taman Kanak-kanak. Putra dan putri kita sangat tampan dan cantik seperti orang tuanya. Aku sangat merindukan kamu, Sayang. Lima tahun lamanya, aku berusaha untuk tetap kuat dan menunggumu dan akhirnya semua do'aku terjawab."

Aku tidak bisa menyimpan keluh kesahku yang terpendam selama ini. Kupeluk lagi tubuhnya dengan erat, menghujani pucuk kepalanya dengan kecupan lembut yang penuh cinta. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan, jika aku harus kehilangan wanita yang sangat aku cintai untuk selamanya. Kehilangan adikku saja sudah membuatku terpuruk bertahun-tahun, apalagi harus kehilangan istriku yang sangat aku cintai.

"Papi..."

Saat suasana haru sedang menyelimuti aku dan Mala, tiba-tiba saja suara bocah laki-laki menyisir langit-langit kamar rawat istriku. Aku dan Mala serentak melerai pelukan lalu menoleh ke sumber suara.

Kulihat Ayah dan Ibu masuk bersama Wulan, sedangkan Damar berlari menghampiriku yang masih berdiri di sisi istriku.

"Papi? Mas... apakah dia putra kita?" tanya Mala yang mendongakkan kepalanya dan menatapku dengan lekat.

"Iya, Sayang. Dia putra kita. Namanya Damar. Damar Prasetya Nandala dan gadis kecil itu adiknya Damar. Putri kita yang kuberi nama Wulan Prasetya Nandala." jawabku seraya menangkup wajah istriku dan menyeka air matanya lalu menunjuk ke arah Wulan saat Ayah dan Ibu membawanya masuk.

Air mata Mala lolos lagi saat netranya melihat kedua bocah kecil itu. Tangannya terulur, hendak menjangkau Damar dan disambut hangat oleh putraku itu. Selama Mala koma, aku tidak pernah berhenti untuk menceritakan semua tentang Mala pada kedua anakku agar mereka mengenali ibunya.

"Mami..."

Suara Damar terdengar sangat jelas saat tangannya berada di dalam genggaman Mala. Kulihat senyum bahagia yang terukir jelas di bibir istriku saat mendengar suara Damar.

"Iya, Sayang. Ini Mami. Mami minta maaf ya karena terlalu lama meninggalkan kamu dan Wulan. Anak Mami tampan sekali sih. Mami sangat menyayangi kamu, Nak." tutur Mala yang mencium punggung tangan putranya.

Air mataku lolos lagi saat melihat pemandangan yang menenangkan itu. Begitu juga dengan Ayah dan Ibu yang berdiri agak jauh di sampingku bersama Wulan.

"Wulan sayang... kemarilah, Nak. Mami juga sangat merindukan putri Mami yang sangat cantik." ujar Mala seraya mengulurkan tangannya hendak menyambut tangan putriku.

Lama tangan Mala menunggu jawaban dari putrinya, namun Wulan tak kunjung memberi respon. Kulihat putriku yang hanya terdiam, berdiri di dekat Ayah dan Ibu seraya melihat ke arahku. Aku merasa heran kenapa Wulan tidak merespon panggilan ibunya? Padahal Wulan selalu memakai alat bantu di telinganya. Apa mungkin alat itu rusak dan kehilangan fungsi?

Tapi aku berusaha untuk tetap tenang. Ada satu hal yang sempat terlupakan olehku, yaitu memberitahu Mala tentang kondisi Wulan yang sebenarnya. Entah kenapa aku mendadak ragu dan takut untuk memberitahu Mala. Ragu, takut dan khawatir kalau Mala tidak bisa menerima kenyataan pahit tentang putrinya.

Dengan penuh keyakinan, aku pun berjalan mendekati Wulan dan membawanya ke hadapan istriku. Aku menggendong tubuhnya agar Mala bisa melihat putrinya dari jarak yang sangat dekat. Namun raut wajah Mala berubah pias saat netranya menangkap sesuatu yang ada di telinga putriku.

"Mas... benda apa yang menempel di telinga Wulan? Kenapa dia hanya terdiam dan tidak memanggilku seperti Damar?" tanya Mala.

Tubuhku lemas seketika saat rentetan pertanyaan istriku menghujani kepalaku. Karena merasa lemas, aku langsung menurunkan Wulan lalu memberikannya kepada Ayah dan Ibu. Setelah itu aku juga menarik tangan Damar lalu memberikannya pada Ayah dan Ibu.

"Bicaralah dengan istrimu, Nak. Ayah dan Ibu akan membawa anak-anakmu keluar agar kalian bisa berbicara dengan tenang. Ingat!!! Beritahu Mala yang sebenarnya dan jangan terlalu dipaksakan. Istrimu baru sadar dari komanya dan kamu harus berhati-hati untuk menjelaskan semuanya pada istrimu."

Aku hanya mengangguk saat mendengar perkataan Ibu. Lalu Ayah dan Ibu keluar, membawa Damar dan Wulan agar aku bisa leluasa memberitahu istriku tentang kondisi putrinya. Setelah Ayah dan Ibu keluar, aku berbalik dan berjalan mendekati bed Mala. Perlahan aku duduk di sisinya, menggenggam tangannya yang masih terlihat pucat. Kulihat raut wajah istriku yang penasaran dan menuntut penjelasan dariku.

Aku pun menghela nafas panjang sebelum akhirnya kuceritakan semuanya pada Mala tentang kondisi Wulan. Tidak ada yang aku tutupi, mulai dari persalinan waktu itu hingga saat ini. Tiada satu pun moment yang hilang karena aku tidak ingin menutupinya. Aku juga telah menceritakan keahlian Wulan yang ada dibalik keterbatasannya. Namun respon Mala tidak sesuai dengan yang kuharapkan.

Istriku terdiam, dia terlihat sangat syok dan terkejut mendengar semua penjelasan yang aku ceritakan. Air matanya lolos begitu saja, beriringan dengan air mataku yang ikut jatuh. Selama lima tahun, aku membesarkan kedua anakku sendiri tanpa seorang istri dan dibantu oleh Ayah dan Ibu. Bahkan Kak Ibel dan Kak Vanny juga ikut membantuku untuk mengurus mereka, terutama Wulan.

Mala tetap bergeming. Setelah mendengar semua ceritaku, entah kenapa aku merasa aneh dengan sikap Mala. Dia lebih banyak diam, bahkan di saat Ayah, Ibu, Mas Ammar, Mas Sadha, Kak Ibel dan Kak Vanny datang ke rumah sakit untuk mengunjunginya. Tapi aku tetap berpikiran positif dan menganggap hal ini adalah hal biasa terjadi pada orang yang baru sadar setelah bertahun-tahun koma.

Setelah tiga hari sadar dari koma, Mala pun dinyatakan sembuh total dan kondisinya semakin membaik. Lalu aku membawanya pulang ke rumah dan disambut hangat oleh semua keluargaku.

"Mami..." pekik Damar dari arah ruang tamu.

Damar dan Wulan berlari dari ruang tamu, hendak menyambut kedatangan sang mami yang baru saja pulang dari rumah sakit. Senyum Mala terbit seraya berjongkok dan membentangkan tangannya. Hatiku terharu melihat Mala yang akhirnya tersenyum lagi setelah berhari-hari kulihat wajahnya yang sering murung.

Hap!

Seutas senyum di bibirku seakan direnggut paksa begitu saja saat mataku menangkap sesuatu yang tersaji di hadapanku saat ini. Kulihat istriku yang hanya menangkap tubuh Damar masuk ke dalam pelukannya, namun tidak dengan Wulan. Mala membiarkan putriku berdiri terpaku di sisinya seraya melihatnya yang memeluk erat tubuh Damar.

"Ayo kita masuk, Sayang." ujar Mala yang hanya menggendong Damar dan mengacuhkan Wulan yang masih terpaku di posisinya.

Aku, Ayah, Ibu, Mas Ammar dan Mas Sadha pun saling melempar pandangan heran. Kami semua sungguh tidak menyangka dengan sikap Mala yang sepertinya mengacuhkan Wulan, atau bahkan bisa lebih dari ini.

Melihat putriku yang menatap sendu ke arah Mala, membuat hatiku teriris, rasanya lebih sakit saat aku mengetahui semua kenyataan yang menimpa putri kecilku itu. Lalu dengan cepat, aku berjalan ke arahnya dan langsung memeluknya. Wulan menangis terisak saat aku memeluknya, sepertinya Wulan mengerti dengan sikap acuh Mala.

"Putri Papi jangan menangis lagi ya. Mungkin Mami masih kelelahan dan butuh istirahat. Wulan yang sabar ya, Sayang. Nanti setelah Mami pulih total, Mami pasti akan memeluk Wulan seperti memeluk Mas Damar."

Tanpa sadar air mataku pun lolos melihat kesedihan di mata putriku. Wulan masih kecil dan polos, belum mengerti apa-apa, ditambah lagi dengan keterbatasan di dalam dirinya, tapi kenapa Mala bersikap dingin seperti itu pada Wulan. Bahkan sepertinya, Mala menganggap kalau Wulan tidak ada.

Entahlah, apakah yang kurasakan ini benar? Apakah istriku benar-benar tidak menerima kondisi putrinya sendiri? Padahal aku sudah menceritakan kalau Wulan tidak hanya cacat, tapi dia juga mempunyai IQ yang tinggi. Namun sikap Mala masih tetap sama saja dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, bahkan dari tahun ke tahun.

Perubahan sikap Mala semakin terlihat jelas saat Damar dan Wulan mulai masuk sekolah dasar.

Mala hanya menyuapi Damar saat sarapan lalu mengantarnya ke sekolah tanpa mengajak Wulan. Aku benar-benar tidak menyangka dengan perubahan sikap istriku yang sangat drastis seperti ini. Dia hanya mengurus Damar dan mengacuhkan Wulan, seakan Wulan tak pernah ada di dalam hidupnya. Tapi aku harus tetap sabar walaupun itu sangat sulit.

Kesabaranku akhirnya dibuat habis dengan sikap Mala yang semakin keterlaluan pada putrinya sendiri, di saat dia datang ke sekolah dan pulang hanya membawa Damar dan meninggalkan putrinya di sekolah sendirian. Emosiku kali ini tidak bisa dikondisikan lagi hingga terjadilah pertengkaran yang selama ini tidak pernah terjadi dan tidak pernah kubayangkan sebelumnya.

"Kenapa kamu meninggalkan Wulan di sekolah? Memang mobil yang kamu bawa itu tidak cukup besar untuk membawa putriku?" tandasku yang tersulut geram melihat sikap istriku selama ini.

"Kalau kamu khawatir dengan anak itu, kamu jemput saja sendiri. Aku malu jika harus membawanya bersama denganku. Kamu pikir selama ini aku menerima anak cacat itu? Kamu salah, Mas. Anakku hanya Damar, sedangkan anak cacat itu bukan anakku karena aku tidak pernah melahirkan anak cacat yang tuli dan bisu seperti dia!!!" jawab Mala yang sangat santai berbicara seperti itu bahkan di depan Damar.

Dadaku terasa sangat sesak mendengar hinaan yang keluar dari mulut istriku itu untuk putriku. Tanganku mengepal kuat dan siap melayang untuk menampar pipi siapa saja, kapan pun jika aku menginginkannya. Aku benar-benar tidak habis pikir, ternyata diam dan acuhnya istriku terhadap Wulan selama ini karena dia tidak mau mengakui darah dagingnya sendiri hanya karena Wulan tidak sempurna. Dan ternyata firasat yang kurasakan beberapa waktu belakangan ini benar-benar terjadi, kalau Mala tidak mau mengakui Wulan sebagai putri kandungnya.

"Kenapa Mala? Kenapa kamu bicara seperti itu? Dia anakmu, anak kita. Dia sama seperti Damar. Dia juga sangat menyayangi kamu, tapi kamu tidak pernah sekali pun menyentuh bahkan memeluknya, walaupun hanya sekejap. Kenapa kamu berubah seperti ini Sayang? Istriku yang dulu tidak seperti ini. Aku mohon jangan seperti ini pada Wulan, Sayang. Dia butuh kamu, dia butuh kasih sayang kamu." tuturku yang berusaha melunakkan hatinya.

"Tidak, Mas! Aku tidak akan pernah sudi mengakui anak cacat itu sebagai anakku! Anakku hanya Damar, tidak ada yang lain! Karena anak cacat itu, aku jadi koma dan tidak sadarkan diri selama bertahun-tahun. Karena anak itu, aku tidak bisa mengurus Damar. Karena anak itu juga, aku hampir mati meregang nyawa. Anak itu pembawa sial dalam hidupku, Mas! Kamu pikir aku tidak mengetahui kronologi persalinanku waktu itu? Aku tau semuanya, Mas. Aku tau semuanya dari suster yang merawatku selama aku koma di rumah sakit. Setelah Damar berhasil dikeluarkan, kondisiku drop karena masih ada anak cacat itu di dalam rahimku. Tapi ternyata Kak Ibel berhasil menyelamatkan anak itu dan aku koma setelah operasi. Anak itu yang menyebabkan aku koma selama lima tahun, Mas!!! Aku benci anak itu! Aku sangat membenci anak sialan itu!!!" tandas Mala yang tidak bisa mengendalikan emosinya dan berlalu pergi.

Luruh sudah air mataku mendengar keluh kesah istriku yang selama ini terpendam di dalam hatinya. Lemah, tulangku terasa sangat lemah dan tidak mampu menopang berat tubuhku. Seketika aku terduduk di lantai, tersimpuh dan menangis. Cobaan apalagi ini? Di saat Wulan butuh kasih sayang dari sosok ibunya, tapi ibunya sendiri tidak mau mengakui kehadirannya di dunia ini. Pecah sudah tangisku di depan putraku, Damar. Kulihat wajahnya yang polos menatapku dengan heran.

Damar melangkah ke arahku lalu mengusap wajahku yang sudah basah karena air mata. Sekuat tenaga yang kumiliki untuk mengulas senyum agar putraku tidak khawatir. Damar pun ikut tersenyum manis, wajahnya terlihat semakin tampan saat tersenyum seperti itu.

"Papi jangan sedih lagi ya. Damar akan selalu ada untuk Papi dan Adek Wulan. Kita harus berusaha membujuk Mami agar Mami mau menerima Adek. Papi harus sabar ya."

Di usianya yang masih menginjak delapan tahun, aku benar-benar dibuat terperangah dengan perkataan putra kecilku ini. Ternyata Damar mengerti dengan sikap Mala yang tidak menerima keberadaan adik kembarnya. Aku benar-benar terenyuh mendengarnya. Putraku sudah besar dan mengerti dengan situasi yang sedang kuhadapi saat ini.

"Damar bantu Papi ya, Nak. Kita berusaha untuk menyadarkan mami kamu agar dia mau menerima adik kembar Damar." ujarku seraya mengelus wajahnya yang tampan lalu memeluknya.

Kurasakan gerakan kepala Damar yang naik turun seperti mengangguk saat memelukku.

"Damar sayang Papi, Damar sayang Mami, dan Damar sayang Adek Wulan."

Flashback Off

.

.

.

.

.

Happy Reading All 😇😇😇

Hmmm, ternyata karena itu Mala sampai tidak mau menerima dan mengakui Wulan sebagai putrinya bahkan ikut menghinanya 🤧 kasihan sekali nasib Wulan 😭

Terima kasih sahabat semuanya yang masih mengikuti kisah Wulan yang pilu dan teramat menyayat hati 🤧 semoga Wulan bisa kuat 💛

Jangan lupa untuk selalu pantau kisah Wulan 😘😘😘

Terpopuler

Comments

Dina Ima Tari

Dina Ima Tari

baru bisa move on dr novel sebelumnya, ini di buat nangis bombay lagi

2022-06-06

0

Your name

Your name

Ya kejujuran adalah pilihan yang tepat. Bahkan lebih baik dari pada sebaliknya, atau mungkin menundanya.

2022-01-05

1

ZasNov

ZasNov

Ya ampun hati aku sakit banget 😭😭
Saat Mala cuma meluk Damar dan mengacuhkan Wulan..
Apalagi Wulan langsung nangis di pelukan Papinya..😭😭😭
Sikap Mala bener2 menyakiti hati Wulan.. Ibu kandung tapi kejam banget..😫

2021-11-24

0

lihat semua
Episodes
1 Episode 1 ~ Aku, Wulan...
2 Episode 2 ~ Bukan Salah Papi
3 Episode 3 ~ Flashback
4 Episode 4 ~ Flashback (2)
5 Episode 5 ~ Flashback (3)
6 Episode 6 ~ Flashback (4)
7 Episode 7 ~ Keluh Kesah Damar
8 Episode 8 ~ Tamu Spesial
9 Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra
10 Episode 10 ~ Amarah Aiziel
11 Episode 11 ~ Masih Kecewa
12 Episode 12 ~ Andaikan saja...
13 Episode 13 ~ Habis Kesabaran
14 Episode 14 ~ Nilai Ulangan Harian
15 Episode 15 ~ Darah Tinggi
16 Episode 16 ~ Niat Damar
17 Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan
18 Episode 18 ~ Teringat Seseorang
19 Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil
20 Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta
21 Episode 21 ~ Kebenaran Baru
22 Episode 22 ~ Siapa Zivana Sebenarnya
23 Episode 23 ~ Rewards Fantastis
24 Episode 24 ~ Lupa Waktu
25 Episode 25 ~ Hilang
26 Episode 26 ~ Lilitan Kain di Balkon
27 Episode 27 ~ Tersesat
28 Episode 28 ~ Naluri
29 Episode 29 ~ Ketoprak Yang Hilang
30 Episode 30 ~ Kesempatan
31 Episode 31 ~ Empat Mata
32 Episode 32 ~ Pulang
33 Episode 33 ~ One Step Closer
34 Episode 34 ~ Firasat
35 Episode 35 ~ Tabrak Lari
36 Episode 36 ~ Bertemu
37 Episode 37 ~ Hukum Cambuk
38 Episode 38 ~ Akhirnya Sadar
39 Episode 39 ~ Geram
40 Episode 40 ~ Kapten Oleng
41 Episode 41 ~ Salah Memilih Orang
42 Episode 42 ~ Apakah Ini Pertanda?
43 Episode 43 ~ Mabuk
44 Episode 44 ~ Partai Pelindung
45 Episode 45 ~ Kotak Buku Lama
46 Episode 46 ~ Kepingan Masa Lalu
47 Episode 47 ~ Memberitahu Papi
48 Episode 48 ~ Gelagat Aneh
49 Episode 49 ~ Brownies Coklat
50 Episode 50 ~ Gelap Mata Lagi
51 Episode 51 ~ Ayah dan Ibu Harus Tau!
52 Episode 52 ~ Dekapan Oma
53 Episode 53 ~ Yang Dirindukan, Datang!
54 Episode 54 ~ Keputusan Dhana
55 Episode 55 ~ Pembagian Raport
56 Episode 56 ~ Bertindak Adil
57 Episode 57 ~ Terkepung
58 Episode 58 ~ Kedatangan Orang Jauh
59 Episode 59 ~ Ide Yang Brilliant
60 Episode 60 ~ Si Kembar Belum Pulang
61 Episode 61 ~ Petunjuk Alat Pelacak
62 Episode 62 ~ Do'a Bapak Paruh Baya
63 Episode 63 ~ Rekaman CCTV
64 Episode 64 ~ Dituduh
65 Episode 65 ~ Kecurigaan Syahil
66 Episode 66 ~ Mempercayai Aifa'al
67 Episode 67 ~ Balada Wanita Dewasa
68 Episode 68 ~ Mata-mata
69 Episode 69 ~ Sakit Parah
70 Episode 70 ~ Kabar Dari Aifa'al
71 Episode 71 ~ Ikut Tertangkap
72 Episode 72 ~ Rencana Penyelamatan
73 Episode 73 ~ Jepitan Rambut
74 Visual dan Sedikit Kabar
75 Episode 74 ~ Terus Mengingkari
76 Episode 75 ~ Teringat Rencana Gibran
77 Episode 76 ~ Pria Asing di Basecamp
78 Episode 77 ~ Misi Berikutnya
79 Episode 78 ~ Kekejaman Bima
80 Episode 79 ~ Pikiran Buruk
81 Episode 80 ~ Nama Lainnya
82 Episode 81 ~ Pertumpahan Darah
83 Episode 82 ~ Licik dan Jahat
84 Episode 83 ~ Ada Bom!!!
85 Episode 84 ~ Rel Kereta Api
86 Episode 85 ~ Posisi Sulit
87 Episode 86 ~ Membentuk Grup
88 Episode 87 ~ Huufff...
89 Episode 88 ~ Tertembak
90 Episode 89 ~ Rasa Bersalah
91 Episode 90 ~ Peringatan Keras
92 Episode 91 ~ Sindrom PTSD
93 Episode 92 ~ Sketsa Rahasia
94 Episode 93 ~ Bram CS Zivana
95 Episode 94 ~ Butuh Waktu
96 Episode 95 ~ Ingin Menyusul Dhina
97 Episode 96 ~ Tidak Ditutupi Lagi
98 Episode 97 ~ Tingkah Pasutri Absurd
99 Episode 98 ~ Terselip Kisah Pilu
100 Episode 99 ~ Harus Berpencar
101 Episode 100 ~ Hancur!!!
102 Episode 101 ~ Memohon
103 Episode 102 ~ Berita Pagi
104 Episode 103 ~ Masih Sama
105 Episode 104 ~ Psikoterapi
106 Episode 105 ~ Tegarlah!!!
107 Episode 106 ~ Imam dan Dhina
108 Episode 107 ~ Video Terakhir
109 Episode 108 ~ Imam Pamit
110 Episode 109 ~ Kunjungan Dimas
111 Episode 110 ~ Kecanggihan Teknologi
112 Episode 111 ~ Luka Tak Kasat Mata
113 Episode 112 ~ Ingin Ke Makam
114 Episode 113 ~ Mimpi kah?
115 Episode 114 ~ Tiger VC Black Moon
116 Episode 115 ~ Yasinan dan Teror (Spesial)
117 Episode 116 ~ Isi Kotak Teror
118 Episode 117 ~ Masuk Sekolah Lagi
119 Episode 118 ~ Kekecewaan Hati
120 Episode 119 ~ Keluhan Black Moon
121 Episode 120 ~ Menolong Wanita Asing
122 Episode 121 ~ Air Mata Penyesalan
123 Episode 122 ~ Namanya Rumi
124 Episode 123 ~ Kalah Cepat
125 Episode 124 ~ Ketulusan Sosok Ibu
126 Episode 125 ~ Berusaha Menyadarkan
127 Episode 126 ~ Pelukan Terhangat
128 Episode 127 ~ Suapan Mami
129 Episode 128 ~ Makan Malam Spesial
130 Episode 129 ~ Anak Muda vc Orang Tua
131 Episode 130 ~ Pencarian
132 Episode 131 ~ Cara Bersyukur
133 Episode 132 ~ Sensitive
134 Episode 133 ~ Jebakan
135 Episode 134 ~ Pukulan Dendam
136 Episode 135 ~ Terluka
137 Episode 136 ~ Mobil di Depan Gerbang
138 Episode 137 ~ Penjelasan
139 Episode 138 ~ Terjebak Sendiri
140 Episode 139 ~ Kertas Kuning
141 Episode 140 ~ Permohonan Rumi
142 Episode 141 ~ Tekad Bram
143 Episode 142 ~ Menyampaikan Pesan
144 Episode 143 ~ Cip
145 Episode 144 ~ Bagi Tugas
146 Episode 145 ~ Iblis Berwujud Manusia
147 Episode 146 ~ Aksi Diam-diam
148 Episode 147 ~ Gedung Kosong
149 Episode 148 ~ Takdir Gadis Bisu
150 Episode 149 ~ Headshot
151 Episode 150 ~ Niat Baik Dhana
152 Episode 151 ~ Acara Perpisahan
153 Episode 152 ~ Acara Perpisahan 2
154 Surat Cinta Author
155 Season 2 {Episode 1 ~ Perjalanan Baru}
156 Season 2 {Episode 2 ~ Trauma Damar}
157 Season 2 {Episode 3 ~ Datang Kembali}
158 Season 2 {Episode 4 ~ Hari yang Baru}
159 Season 2 {Episode 5 ~ Tak Terkendali}
160 Season 2 {Episode 6 ~ Ancaman Lagi}
161 Season 2 {Episode 7 ~ Toko Buku}
162 Season 2 {Episode 8 ~ Arahan Hati}
163 Season 2 {Episode 9 ~ Kacau}
164 Season 2 {Episode 10 ~ Berebut Salah}
165 Season 2 {Episode 11 ~ Sumpah Bima}
166 Season 2 {Episode 12 ~ Masih Berusaha}
167 Season 2 {Episode 13 ~ Berita Baru}
168 Season 2 {Episode 14 ~ CCTV Tersembunyi}
169 Season 2 {Episode 15 ~ Pagi-pagi}
170 Season 2 {Episode 16 ~ Bimbingan}
171 Season 2 {Episode 17 ~ Bertemu}
172 Seaaon 2 {Episode 18 ~ Gejala Aneh}
173 Visual Tokoh Season 2
174 Season 2 {Episode 19 ~ Drop}
175 Season 2 {Episode 20 ~ Takut Terulang}
176 Season 2 {Episode 21 ~ Penyakit Langka}
177 Season 2 {Episode 22 ~ Frustasi}
178 Season 2 {Episode 23 ~ Ujian}
179 Season 2 {Episede 24 ~ Penuh Emosional}
Episodes

Updated 179 Episodes

1
Episode 1 ~ Aku, Wulan...
2
Episode 2 ~ Bukan Salah Papi
3
Episode 3 ~ Flashback
4
Episode 4 ~ Flashback (2)
5
Episode 5 ~ Flashback (3)
6
Episode 6 ~ Flashback (4)
7
Episode 7 ~ Keluh Kesah Damar
8
Episode 8 ~ Tamu Spesial
9
Episode 9 ~ Lembut, Seperti Sutra
10
Episode 10 ~ Amarah Aiziel
11
Episode 11 ~ Masih Kecewa
12
Episode 12 ~ Andaikan saja...
13
Episode 13 ~ Habis Kesabaran
14
Episode 14 ~ Nilai Ulangan Harian
15
Episode 15 ~ Darah Tinggi
16
Episode 16 ~ Niat Damar
17
Episode 17 ~ Bakat Terpendam Wulan
18
Episode 18 ~ Teringat Seseorang
19
Episode 19 ~ Aifa'al dan Syahil
20
Episode 20 ~ Aksi Budak Cinta
21
Episode 21 ~ Kebenaran Baru
22
Episode 22 ~ Siapa Zivana Sebenarnya
23
Episode 23 ~ Rewards Fantastis
24
Episode 24 ~ Lupa Waktu
25
Episode 25 ~ Hilang
26
Episode 26 ~ Lilitan Kain di Balkon
27
Episode 27 ~ Tersesat
28
Episode 28 ~ Naluri
29
Episode 29 ~ Ketoprak Yang Hilang
30
Episode 30 ~ Kesempatan
31
Episode 31 ~ Empat Mata
32
Episode 32 ~ Pulang
33
Episode 33 ~ One Step Closer
34
Episode 34 ~ Firasat
35
Episode 35 ~ Tabrak Lari
36
Episode 36 ~ Bertemu
37
Episode 37 ~ Hukum Cambuk
38
Episode 38 ~ Akhirnya Sadar
39
Episode 39 ~ Geram
40
Episode 40 ~ Kapten Oleng
41
Episode 41 ~ Salah Memilih Orang
42
Episode 42 ~ Apakah Ini Pertanda?
43
Episode 43 ~ Mabuk
44
Episode 44 ~ Partai Pelindung
45
Episode 45 ~ Kotak Buku Lama
46
Episode 46 ~ Kepingan Masa Lalu
47
Episode 47 ~ Memberitahu Papi
48
Episode 48 ~ Gelagat Aneh
49
Episode 49 ~ Brownies Coklat
50
Episode 50 ~ Gelap Mata Lagi
51
Episode 51 ~ Ayah dan Ibu Harus Tau!
52
Episode 52 ~ Dekapan Oma
53
Episode 53 ~ Yang Dirindukan, Datang!
54
Episode 54 ~ Keputusan Dhana
55
Episode 55 ~ Pembagian Raport
56
Episode 56 ~ Bertindak Adil
57
Episode 57 ~ Terkepung
58
Episode 58 ~ Kedatangan Orang Jauh
59
Episode 59 ~ Ide Yang Brilliant
60
Episode 60 ~ Si Kembar Belum Pulang
61
Episode 61 ~ Petunjuk Alat Pelacak
62
Episode 62 ~ Do'a Bapak Paruh Baya
63
Episode 63 ~ Rekaman CCTV
64
Episode 64 ~ Dituduh
65
Episode 65 ~ Kecurigaan Syahil
66
Episode 66 ~ Mempercayai Aifa'al
67
Episode 67 ~ Balada Wanita Dewasa
68
Episode 68 ~ Mata-mata
69
Episode 69 ~ Sakit Parah
70
Episode 70 ~ Kabar Dari Aifa'al
71
Episode 71 ~ Ikut Tertangkap
72
Episode 72 ~ Rencana Penyelamatan
73
Episode 73 ~ Jepitan Rambut
74
Visual dan Sedikit Kabar
75
Episode 74 ~ Terus Mengingkari
76
Episode 75 ~ Teringat Rencana Gibran
77
Episode 76 ~ Pria Asing di Basecamp
78
Episode 77 ~ Misi Berikutnya
79
Episode 78 ~ Kekejaman Bima
80
Episode 79 ~ Pikiran Buruk
81
Episode 80 ~ Nama Lainnya
82
Episode 81 ~ Pertumpahan Darah
83
Episode 82 ~ Licik dan Jahat
84
Episode 83 ~ Ada Bom!!!
85
Episode 84 ~ Rel Kereta Api
86
Episode 85 ~ Posisi Sulit
87
Episode 86 ~ Membentuk Grup
88
Episode 87 ~ Huufff...
89
Episode 88 ~ Tertembak
90
Episode 89 ~ Rasa Bersalah
91
Episode 90 ~ Peringatan Keras
92
Episode 91 ~ Sindrom PTSD
93
Episode 92 ~ Sketsa Rahasia
94
Episode 93 ~ Bram CS Zivana
95
Episode 94 ~ Butuh Waktu
96
Episode 95 ~ Ingin Menyusul Dhina
97
Episode 96 ~ Tidak Ditutupi Lagi
98
Episode 97 ~ Tingkah Pasutri Absurd
99
Episode 98 ~ Terselip Kisah Pilu
100
Episode 99 ~ Harus Berpencar
101
Episode 100 ~ Hancur!!!
102
Episode 101 ~ Memohon
103
Episode 102 ~ Berita Pagi
104
Episode 103 ~ Masih Sama
105
Episode 104 ~ Psikoterapi
106
Episode 105 ~ Tegarlah!!!
107
Episode 106 ~ Imam dan Dhina
108
Episode 107 ~ Video Terakhir
109
Episode 108 ~ Imam Pamit
110
Episode 109 ~ Kunjungan Dimas
111
Episode 110 ~ Kecanggihan Teknologi
112
Episode 111 ~ Luka Tak Kasat Mata
113
Episode 112 ~ Ingin Ke Makam
114
Episode 113 ~ Mimpi kah?
115
Episode 114 ~ Tiger VC Black Moon
116
Episode 115 ~ Yasinan dan Teror (Spesial)
117
Episode 116 ~ Isi Kotak Teror
118
Episode 117 ~ Masuk Sekolah Lagi
119
Episode 118 ~ Kekecewaan Hati
120
Episode 119 ~ Keluhan Black Moon
121
Episode 120 ~ Menolong Wanita Asing
122
Episode 121 ~ Air Mata Penyesalan
123
Episode 122 ~ Namanya Rumi
124
Episode 123 ~ Kalah Cepat
125
Episode 124 ~ Ketulusan Sosok Ibu
126
Episode 125 ~ Berusaha Menyadarkan
127
Episode 126 ~ Pelukan Terhangat
128
Episode 127 ~ Suapan Mami
129
Episode 128 ~ Makan Malam Spesial
130
Episode 129 ~ Anak Muda vc Orang Tua
131
Episode 130 ~ Pencarian
132
Episode 131 ~ Cara Bersyukur
133
Episode 132 ~ Sensitive
134
Episode 133 ~ Jebakan
135
Episode 134 ~ Pukulan Dendam
136
Episode 135 ~ Terluka
137
Episode 136 ~ Mobil di Depan Gerbang
138
Episode 137 ~ Penjelasan
139
Episode 138 ~ Terjebak Sendiri
140
Episode 139 ~ Kertas Kuning
141
Episode 140 ~ Permohonan Rumi
142
Episode 141 ~ Tekad Bram
143
Episode 142 ~ Menyampaikan Pesan
144
Episode 143 ~ Cip
145
Episode 144 ~ Bagi Tugas
146
Episode 145 ~ Iblis Berwujud Manusia
147
Episode 146 ~ Aksi Diam-diam
148
Episode 147 ~ Gedung Kosong
149
Episode 148 ~ Takdir Gadis Bisu
150
Episode 149 ~ Headshot
151
Episode 150 ~ Niat Baik Dhana
152
Episode 151 ~ Acara Perpisahan
153
Episode 152 ~ Acara Perpisahan 2
154
Surat Cinta Author
155
Season 2 {Episode 1 ~ Perjalanan Baru}
156
Season 2 {Episode 2 ~ Trauma Damar}
157
Season 2 {Episode 3 ~ Datang Kembali}
158
Season 2 {Episode 4 ~ Hari yang Baru}
159
Season 2 {Episode 5 ~ Tak Terkendali}
160
Season 2 {Episode 6 ~ Ancaman Lagi}
161
Season 2 {Episode 7 ~ Toko Buku}
162
Season 2 {Episode 8 ~ Arahan Hati}
163
Season 2 {Episode 9 ~ Kacau}
164
Season 2 {Episode 10 ~ Berebut Salah}
165
Season 2 {Episode 11 ~ Sumpah Bima}
166
Season 2 {Episode 12 ~ Masih Berusaha}
167
Season 2 {Episode 13 ~ Berita Baru}
168
Season 2 {Episode 14 ~ CCTV Tersembunyi}
169
Season 2 {Episode 15 ~ Pagi-pagi}
170
Season 2 {Episode 16 ~ Bimbingan}
171
Season 2 {Episode 17 ~ Bertemu}
172
Seaaon 2 {Episode 18 ~ Gejala Aneh}
173
Visual Tokoh Season 2
174
Season 2 {Episode 19 ~ Drop}
175
Season 2 {Episode 20 ~ Takut Terulang}
176
Season 2 {Episode 21 ~ Penyakit Langka}
177
Season 2 {Episode 22 ~ Frustasi}
178
Season 2 {Episode 23 ~ Ujian}
179
Season 2 {Episede 24 ~ Penuh Emosional}

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!