Jari tangan Sandy bergerak secara perlahan. Sepertinya kesadarannya sudah mulai pulih. Ia berusaha bangun.
Ia memegang kepalanya yang terasa berdenyut. Sakit dan pusing menderanya. Minuman yang rekomended, akan Ia pesan kalau pikirannya masih kalut kelak.
Kini Sandy mengerjapkan matanya. Sinar matahari sudah menerangi bumi. Memantulkan sinar yang menyilaukan matanya.
"Jam berapa ini?" gumam Sandy. Ia melihat ke dalam ponsel. Jam 01:00. "Kenapa jam satu siang tertulisnya 01:00 bukannya 13:00?"
Sandy lalu mulai melihat keadaan sekelilingnya. Ia berada di perkampungan. Lebih tepatnya Ia tertidur di dalam pos ronda.
Apakah semalam aku berjalan sambil mabuk? Dimana aku sekarang? batin Sandy.
"Udah bangun Dek?" tanya seorang bapak-bapak berkumis tebal yang datang sambil membawa secangkir kopi yang mengepulkan uap panas. Baru dibuat ternyata, harumnya menguar dan tercium oleh Sandy.
Dek? Adek? Kayaknya usia kami hanya berbeda tak sampai 10 tahun deh. Apa memang bapak ini terbiasa memanggil yang lebih muda dengan sebutan Adek? batin Sandy lagi.
"Yah si adek malah bengong! Udah siang! Kamu semalam nginep disini? Nanti orang tua kamu nyariin tuh! Udah sana pulang!" Bapak itu menyuruh Sandy meninggalkan pos ronda.
Walau masih bingung, Sandy pun menuruti apa yang disuruh oleh Bapak tersebut. Ia bangun dan melihat keadaan sekitar. Perkampungan padat penduduk. Ia harus kembali ke club semalam untuk mengambil mobilnya yang terparkir disana.
"Kenapa bingung begitu? Enggak punya duit buat pulang?" Bapak berkumis tebal itu lalu mengeluarkan selembar uang kertas 5 ribu rupiah dan memberikannya pada Sandy. "Nih pakai buat ongkos. Cukup lah kalau rumah kamu enggak jauh. Kalau kurang jalan kaki saja!"
Sandy menerima uang yang menurutnya adalah uang jadul tersebut dengan penuh keheranan.
"Kenapa aku dikasih uang yang sudah tidak laku lagi? Ih dasar bapak-bapak aneh! Sudahlah lebih baik aku terima lalu pergi." gumam Sandy dalam hati.
"Terima kasih, Pak." kata Sandy dengan sopan.
Sandy pun meninggalkan pos ronda tersebut. Ia menyalahkan Hp miliknya untuk mengecek keberadaannya saat ini. Sayangnya Hp miliknya tak ada sinyal.
Sandy makin heran saja. Ia lalu menelepon temannya, namun benar saja Hp miliknya tak ada sinyal.
Berjalan di area perkampungan memang ramai dipenuhi anak-anak yang bermain dengan bebasnya. Ada yang bermain layangan, petak umpet dan bermain lompat karet.
Sandy agak heran karena Ia sudah lama tidak melihat anak jaman sekarang memainkan permainan yang amat populer saat jamannya dulu. Sandy bahkan tersenyum saat melihat seorang anak perempuan yang sedang lompat tali dengan memakai rok sampai terlihat ****** ********.
Sandy mengikuti saja langkah kakinya melangkah. Ia kemudian bertanya pada penjual bakso yang sedang mangkal di dekat anak-anak bermain.
"Permisi, Pak. Kalau mau ke jalan raya lewat mana ya?" tanya Sandy.
"Lurus saja Dek! Nanti di depan ada pertigaan belok kiri enggak jauh dari sana sudah jalan raya." jawab abang bakso tersebut.
Dek? Adek? Aku dipanggil adek lagi? Enggak salah?- batin Sandy.
"Iya, Pak. Terima kasih."
Sandy pun mengikuti arah yang ditunjukkan oleh abang bakso tersebut dan benar saja Ia sudah sampai di depan jalan raya. Namun Ia merasa asing dengan suasana jalan ini.
Sandy ingat benar kalau semalam Ia ke club di daerah Jakarta Selatan. Seingatnya, jaman sekarang lebih banyak ojek online tapi mengapa disini malah banyak ojek pangkalan? Apa penduduknya memang lebih menyukai ojek pangkalan daripada ojek online?
Sandy lalu melewati tukang pangkas rambut yang ada banyak kaca besar di dalamnya. Ia hendak memeriksa keadaannya, apakah kacau balau sehabis mabuk berat?
Sandy berdiri di depan ruko. Melihat kaca yang memantulkan wajahnya.
Apa aku salah lihat ya? Kenapa aku terlihat lebih seperti saat aku berumur 15 tahun? Apa cerminnya membuat aku terlihat awet muda?- gumam Sandy dalam hati.
"Kenapa Dek? Mau potong rambut juga?" tanya tukang potong rambut yang tiba-tiba keluar setelah melihatnya berdiri di depan ruko cukup lama.
Adek? Sudah tiga kali Ia dipanggil Adek. Apa benar mukanya berubah setelah mabuk? -batin Sandy.
"Maaf Pak boleh lihat kacanya?" tanya Sandy.
"Silahkan. Masuk saja." jawab tukang potong rambut dengan ramah.
Sandy pun masuk ke dalam ruko dan melihat lebih jelas penampilannya.
Enggak. Ini enggak mungkin! Ini adalah wajahku saat aku masih remaja dulu. Bagaimana mungkin?- gumam Sandy dalam hati.
Sandy pun melihat pakaian yang Ia kenakan. Masih sama saat Ia pergi kemarin hanya saja bajunya kelonggaran dan celananya agak longgar juga.
"Maaf Pak ini di daerah mana ya?" tanya Sandy lagi.
"Di Jakarta Selatan, Dek. Habis dihipnotis ya? Kayak orang linglung gitu!" tanya tukang potong rambut agak khawatir.
"Di daerah Xx bukan Pak?" tanya Sandy lagi memastikan.
"Iya, bener."
Sandy pun mulai berpikir cepat. Tak mungkin dalam semalam daerah Xx yang terkenal ramai berubah menjadi area perkampungan.
"Boleh tau sekarang tanggal berapa Pak?"
Tukang potong rambut itu mengernyit heran. Timbul rasa kasihan dalam dirinya melihat anak remaja di depannya seperti kebingungan. Mungkin benar habis dihipnotis makanya agak bingung.
"Tuh ada kalender. Sekarang tanggal 10 April tahun 2000. Tanggal merah. Memangnya rumah Adek dimana?" Sandy melihat kalender yang benar menunjukkan tahun 2000.
"Rumah? Rumah saya di.... di...."
Kalau sekarang benar tahun 2000, berarti aku masih tinggal dengan Bapak dan Ibu di daerah Condet Jakarta Timur.
"Sudah duduk dulu. Saya ambilkan minum. Tunggu sebentar." tukang potong rambut itu lalu menuangkan segelas air untuk Sandy lalu menyodorkannya. "Minumlah. Biar tenang. Saya sudah nemuin orang kayak kamu yang bingung sehabis dihipnotis. Tenangin diri kamu dulu baru nanti pulang ke rumah."
Sandy mengangguk. Ia pun meminum air yang diberikan untuk menjernihkan pikirannya.
Sandy masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Ia harus membuktikan apakah benar Ia tidak hanya sekedar bermimpi.
Setelah pamit dan berterima kasih, Sandy pun menaiki angkot menuju rumahnya. Untunglah tadi Ia sempat diberi uang lima ribu rupiah. Karena uang di dompetnya pasti tidak laku.
Beberapa kali naik turun angkot, sampailah Sandy di daerah Condet. Ia turun di depan jalan masuk menuju rumah orang tuanya.
Suasana sekeliling rumah Bapak masih sama seperti dulu. Banyak anak-anak bermain dan ada warung mie ayam Baba Asiong yang ternyata masih buka. Sandy sampai mengucek matanya tak percaya.
Kalau Baba Asiong saja masih ada, berarti Bapak dan Ibu juga masih ada dong?- batin Sandy.
Sandy pun setengah berlari menuju rumahnya. Rasanya tak sabar mengetahui apa yang akan Ia lihat.
"Ibu?" Sandy pun terduduk di lantai. Kakinya tak sanggup menopang bebannya. Ibu masih hidup!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Eros Hariyadi
Waktunya mundur lageeee....pengiiin bangeett kalo bisa seperti ini... lanjuuuutt 😝😄💪👍👍👍
2023-06-12
2
Eros Hariyadi
Apa si Author ikutan minum minuman keras itu yaaakk....ampe episodenya diulang seperti ini lageee...🤔🙄😝😄💪👍💪💪
2023-06-12
3
Hades Riyadi
nampaknya authornya ikut minum minuman memabukkan itu, ampe updatenya mengulang kembali... paraaahh 🙄😩😩😩😛
2022-10-03
0