Hati Shanum terasa amat sakit. Teriris. Terasa amat perih. Dibentak sudah biasa. Namun dibilang hanya bisa merengek minta uang saja membuat hatinya sakit.
Siapa dulu yang meminta dirinya berhenti bekerja? Siapa yang dulu dengan sombongnya mengatakan kalau Ia akan menafkahi keluarganya sendiri tanpa bantuan gaji Shanum?
Kini keadaan menjadi semakin terpuruk. Tidak ada pekerjaan berarti tidak ada pemasukan. Tidak ada pemasukan lalu bagaimana membiayai kebutuhan sehari-hari?
Apa Ia masih bisa bersandar dan menggantungkan hidupnya pada Sandy suaminya?
Dengan kesal Sandy bangun dari duduknya dan menendang kardus yang Ia bawa dari kantor lalu pergi keluar rumah.
Brukkk...
Tendangan yang kencang membuat isi di dalamnya berhamburan.
Shanum meringkuk ketakutan. Tak berani lagi berkata apapun pada suaminya. Ia menangis dalam diam.
"Mama.... Huaaa.... Mama......" bayi kecilnya menangis.
Shanum pun bangkit dan menggendong hartanya yang paling berharga. Pasti bayi kecilnya amat ketakutan. Ia saja yang sudah dewasa melihat sikap Sandy takut, apalagi Sally yang masih kecil?
"Hush... cup...cup...cup... Sayang. Tenang ya Nak. Ada Mama. Cup....cup...cup... Anak pintar." Shanum menenangkan Sally yang memeluknya dengan erat.
"Aku enggak bisa terus seperti ini. Bukan hanya dibentak, Mas Sandy pun kini sudah menghinaku. Bukan tidak mungkin Ia akan berlaku kasar padaku dan Sally nanti." batin Shanum.
Shanum pun cepat-cepat masuk ke dalam kamarnya. Meletakkan Sally di bawah dengan mainan disekelilingnya agar tidak mengganggu apa yang akan Ia lakukan.
Diambilnya sebuah tas koper. Dimasukkannya baju miliknya dan milik Sally, beserta surat penting lainnya. Ya, buku nikah. Ia harus membawa buku nikah juga!
Shanum mencari di dalam brangkas kecil tempat menaruh surat-surat berharga lainnya. Sebuah buku nikah berwarna hijau diambilnya dan dimasukkan serta ke dalam tas.
Dengan gemetar Ia memesan taksi online. Jarak rumahnya yang jauh dari jalan raya lebih mudah kalau menggunakan taksi online daripada memesan langsung.
Shanum melihat ke sekeliling rumahnya. Rumah yang dulu penuh kehangatan kini hanya tersisa penderitaan saja.
Masih terbayang di benak Shanum, saat mereka merayakan kenaikan jabatan Sandy. Sejuta impian mereka rangkai. Berharap dengan kenaikan jabatan ini akan membuat hidup mereka lebih baik. Lebih bahagia lagi.
Namun harapan hanya tinggal harapan. Semua hanyalah impian kosong yang tak pernah terwujud.
Sandy mulai berubah. Pekerjaan menjadi prioritasnya yang pertama. Keluarga pun Ia lupakan.
Sandy mulai gila kerja. Berangkat pagi dan pulang tengah malam. Ia berangkat saat Sally masih tertidur dan pulang saat Sally juga sudah tertidur lelap.
Jangankan dengan Sally, dengan Shanum saja Sandy amat dingin dan cuek. Tak ada lagi kehangatan dan tatapan mata penuh cinta di dalamnya. Hanya uang, uang dan uang. Bagaimana mendapatkan uang yang banyak, yang ada di dalam otak Sandy.
Ia pun mulai terbiasa mengurus Sally sendiri. Ia yang tahu perkembangan Sally. Sandy mana peduli. Weekend pun kadang Ia sibuk kerja. Tak ada waktu untuk keluarga.
Shanum merasa amat kesepian. Ia merindukan kehidupannya sebelum Sandy naik jabatan. Tidak berlebihan materi namun bahagia. Selalu ada waktu kumpul bersama keluarga.
Bukan hanya waktu yang tak bisa diberikan Sandy. Kehangatan dan cinta kasihnya pun hilang. Tak ada lagi canda tawa. Tak ada lagi tatapan penuh cinta. Semua seakan tenggelam dengan kesibukan Sandy dengan dunia pekerjaannya sendiri.
Kini, pekerjaan yang selama ini selalu jadi prioritas hidup Sandy sudah hilang. Tak ada lagi pemasukan. Apa yang dipertahankan?
Mempertahankan cinta yang sudah lama hilang? Mempertahankan rumah tangga yang sudah lama hambar? Mempertahankan tali kasih yang sudah lama putus?
Shanum memejamkan matanya. Air mata tak kunjung berhenti menetes. Malang benar nasibnya.
Ia harus tegas. Ia harus membuat keputusan. Ia harus setidaknya menyelamatkan Sally dari tekanan karena memiliki Papa yang emosional dan tempramental.
Ia mengambil sebuah kertas dan mulai menuliskan pesan.
Aku dan Sally pergi dari rumah, Mas. Segera, aku akan mengurus perceraian kita. Mari kita akhiri pernikahan menyakitkan kita demi Sally anak kita.
Shanum
Dilipatnya kertas berisi pesannya dan diletakkan di atas meja riasnya. Agar Sandy bisa langsung melihatnya saat masuk ke dalam kamar.
Ponsel Shanum berbunyi, telepon dari supir taksi online yang memberitahu kalau Ia sudah sampai di depan rumahnya.
Shanum menggendong Sally yang masih asyik dengan mainannya. Dengan tangan kiri yang menarik koper bawaannya Ia pun berjalan meninggalkan rumahnya.
Shanum menatap sebentar rumahnya. Rumah yang dulu dipenuhi cinta. Air matanya kembali menetes. Berat rasanya meninggalkan rumah ini.
Shanum pun masuk ke dalam taksi online lalu mobil tersebut pergi meninggalkan rumahnya. Pergi meninggalkan serpihan hati yang terluka.
Satu jam kemudian Sandy kembali pulang ke rumah. Ia hanya butuh angin segar untuk menjernihkan pikirannya.
Sandy menyesali perkataannya yang menyakitkan pada Shanum. Pasti Shanum amat terluka dengan perkataannya.
Ia bertekad akan meminta maaf pada Shanum dan memperbaiki kesalahannya pada Shanum. Ia akan berubah.
Sandy heran dengan pintu rumahnya yang terkunci. Diketuk berkali-kali pun tak ada yang menjawab. Sandy membuka pintu dengan kunci di dalam kantongnya.
Kosong. Rumahnya sepi tak ada orang. Ia mencari keberadaan Shanum namun istrinya tidak Ia temukan.
Sandy mengambil ponsel miliknya dan mulai menelepon Shanum. Nomornya tak bisa dihubungi. Shanum sudah memblokir nomor Hp miliknya.
Perasaan tak enak mulai menguasai Sandy. Ia masuk ke dalam kamar dan mendapati mainan milik Sally bertebaran di lantai. Tidak biasanya Shanum membiarkan rumah berantakan seperti ini. Shanum tipikal istri yang cinta kerapihan.
Sandy lalu membuka lemari baju Sally, sebagian pakaiannya kosong. Ia lalu membuka lemari pakaiannya dengan Shanum. Hanya tersisa beberapa baju saja. Sisanya tak ada.
Sandy tahu ada yang tidak beres. Kemana Shanum? Ia kembali menghubungi Shanum namun tetap tidak terhubung.
Sampai akhirnya Ia melihat sebuah surat diatas meja rias istrinya. Ia pun menghampiri dan membuka apa isi surat tersebut.
Tangan Sandy bergetar saat membaca isi surat yang ditulis dengan tulisan tangan Shanum yang rapi. Ia bahkan mengulangi membaca surat tersebut, berharap kalau Ia akan salah membaca. Berharap kalau kata-kata dalam surat itu akan berubah.
Dengan penuh emosi Sandy me re mas surat itu dan melemparkannya ke sembarang arah.
Shanum mau cerai? Shanum mau pergi meninggalkanku? Shanum mau membawa Sally anakku juga?
Tubuh Sandy pun terasa lemas. Ia terduduk di lantai, di tempat yang sama saat Sally main tadi. Air mata mulai mengalir dari pelupuk matanya.
Hari ini Ia dipecat, dilempar straples, dicemooh rekan satu kantor dan kini.... kini keluarganya pun meninggalkannya. Ia seperti berada dalam jurang keterpurukan yang terdalam.
Bisakah Ia keluar dari jurang tersebut? Masih bisakah Ia memperbaiki semuanya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Eros Hariyadi
Lanjutkan Thor 😝😄💪👍👍👍
2023-06-11
2
Eros Hariyadi
Itu namanya udah jatuh ketimpa tangga, yaaaa... namanya emisi lageee...labil, wajarlah namanya lelaki biasa mendapatkan uang, tiba² harus dipecat dengan tidak hormat lageee....gw udah pernah ngerasain, jadi bisa memahami perasaan Sandy...🤔🙄😫😫😢😠💪👍👍
2023-06-11
2
Eka Nurmila
sikap yang salah sebagai istri.
langsung mengecam dengan pertanyaan begitu suami pulang dalam keadaan kacau.
akhirnya
salah suami
berkata kasar terhadap istri
2023-05-19
1