Malam pun berganti menjadi siang. Suasana di dalam rumah Sandy begitu kelam, gelap dan sunyi.
Tak ada tangis Sally yang minta perhatian. Tak ada suara Shanum yang berusaha menenangkan Sally sambil memasak di dapur. Tak ada harum masakan yang membuat perut Sandy terasa lapar.
Masakan Shanum memang paling enak menurut Sandy karena dibuat dengan penuh cinta. Sally juga berpikir yang sama, karena tubuhnya montok berisi akibat doyan dengan masakan yang Shanum buat.
Sejak menerima surat dari Shanum, Sandy hanya tiduran di lantai. Tak punya keinginan untuk melakukan apapun.
Belum ada sehari Ia ditinggalkan oleh Shanum dan Sally, dunia seakan berhenti berputar. Dunianya menjadi lebih sepi. Lebih sunyi dan seakan tanpa kehidupan.
Dulu, saat pulang larut malam Ia merasa kesal karena harus terbangun pagi-pagi mendengar rangekan Sally dan suara Shanum yang berusaha menghiburnya, bagi Sandy itu adalah suatu polusi udara. Ia pasti akan langsung marah-marah bahkan membentak Shanum agar membawa Sally pergi dari kamar tidurnya dan membiarkan Ia tertidur lebih lama.
Dulu, saat melihat Sally memberantaki rumahnya dengan makanan yang Ia makan, Ia melihatnya dengan sebal. Ia nggak suka rumahnya kotor. Ia nggak suka rumahnya berantakan. Ia mau semuanya rapih dan bersih. Karena itu, Shanum selalu menjaga rumahnya tetap bersih dan rapi. Tak mau melihat Sandy sampai mengomeli Sally.
Kini, apa yang Ia inginkan sejak dulu sudah terkabul. Tak ada lagi suara bising dikala Ia sedang tertidur. Tak ada lagi rumah berantakan. Yang ada hanya kesunyian, dan Ia tak menyukai hal itu.
Sandy pun pergi ke kamar mandi. Membersihkan tubuhnya yang sejak kemarin belum mandi. Berharap dengan mandi, Ia bisa berpikir jernih.
Benar saja, kini setelah mengguyur kepalanya dengan air dingin Ia dapat berpikir jernih, keputusan apa yang akan Ia ambil. Ia akan menjemput Shanum dan meminta maaf atas kesalahannya.
Ia masih bisa bertahan saat dipecat kemarin. Masih bisa mencari pekerjaan di tempat lain. Menjadi buruh pun akan Ia lakukan.
Namun saat kehilangan Shanum dan Sally, Ia tak yakin bisa menjalani lagi hidupnya. Tekadnya sudah bulat. Ia akan membawa keluarganya pulang lagi.
Sandy mengenakan kaus lengan pendek dan celana jeans lalu memakai jaket di luarnya. Ia pun mengemudikan mobilnya ke rumah orang tua Shanum.
Ia mengetuk pintu rumah mertuanya beberapa kali. Tak ada suara yang terdengar. Sunyi. Pertanda tak ada orang di dalamnya.
Sandy menunggu sampai malam tetap saja tak ada orang di rumah tersebut. Kemana lagi Shanum? Ia hanya punya satu tempat tujuan, yakni rumah orang tuanya.
Sandy mulai mendatangi rumah sahabat Shanum namun hasilnya nihil. Shanum dan Sally hilang bagai ditelan bumi.
Sandy tak putus asa. Sambil sibuk mencari pekerjaan baru dengan menghubungi teman-temannya, Ia juga menyempatkan diri ke rumah mertuanya namun lagi-lagi Ia harus menelan kekecewaan.
Rumah mertuanya tetap kosong seperti sebelumnya. Menelepon Shanum pun percuma, karena nomor Hp miliknya sudah di blokir. Menelepon pakai nomor lain pun di reject.
Shanum benar-benar menyingkirkan Sandy dari hidupnya. Apa karena baru dibentak sekali saja Shanum langsung sakit hati? Konyol sekali rasanya, tak bisakah Ia mengerti sedikit kalau Sandy sedang ada masalah?
Beberapa hari kemudian hal yang Sandy takutkan pun terjadi. Seorang pengacara datang ke rumahnya dan memberitahu kalau Shanum sudah melayangkan gugatan cerai untuknya.
Dalam gugatannya Shanum mengatakan kalau sudah tidak ada lagi kecocokan diantara mereka. "Tidak ada kecocokan? Maksudnya apa Pak? Saya hanya bertengkar sekali kemarin dan Shanum langsung pergi tanpa memberi saya kesempatam untuk menjelaskannya! Saya tidak terima ini!"
"Menurut keterangan Ibu Shanum, Bapak tidak pernah memperdulikan anak kalian, Sally. Bapak terlalu sibuk mengejar karir Bapak. Banyak perbedaan pendapat dengan Ibu Shanum namun Bapak tak pernah sekalipun mendengar apa yang Ia katakan." pengacara tersebut menjelaskan alasan yang Shanum katakan padanya.
"Ya itu kan saat saya masih bekerja dulu. Kini saya menganggur, bilang saja Shanum tak mau hidup susah dengan saya!" sahut Sandy tak mau kalah. Tak terima Ia dengan alasan yang Shanum kemukakan.
"Ibu Shanum bilang, Bapak tidak pernah perduli pada Sally anak kalian. Saat Sally sakit sampai dirawat di rumah sakit, tetap saja Bapak tidak peduli dan hanya memikirkan pekerjaan. Bu Shanum bilang, Ia juga sudah menahan perasaannya karena sering dibentak-bentak Bapak. Mungkin ini adalah batas kesabaran Bu Shanum, Pak."
"Dimana Shanum sekarang Pak? Saya mau bicara dengannya!" paksa Sandy.
"Maaf Pak. Silahkan nanti Bapak bertemu dengan Ibu Shanum di pengadilan. Saya permisi dulu!" Pengacara itu lalu bangkit dan bersiap pergi.
"Tunggu Pak! Saya mau memperbaiki rumah tangga saya. Beritahu saya dimana Shanum dan Sally berada. Saya sudah mencari mereka di rumah mertua saya namun tak ada. Tolong bantu saya Pak." Sandy yang sombong bahkan memohon kebaikan hati pengacara tersebut.
"Maaf. Tugas saya sudah selesai. Saya hanya menyampaikan amanat Bu Shanum saja." pengacara itu pun pergi meninggalkan Sandy yang terus memohon namun tak Ia dengarkan.
Sandy merasa amat terpuruk. Kini hidupnya benar-benar hancur. Tak punya pekerjaan. Tak punya keluarga dan sebentar lagi tak punya tempat tinggal. Rumahnya pasti akan disita bank karena Ia belum punya pekerjaan untuk membayar cicilan rumahnya.
Sandy butuh melampiaskan masalahnya dengan sesuatu. Ya, Ia merasa harus membuat dirinya mabuk untuk melupakan semua beban hidupnya.
Sandy mengemudikan mobilnya ke salah satu club tempat Ia pernah menyambut clientnya dulu, sayang club itu sedang di booking oleh Richard, anak Kusumadewa yang sedang merayakan ulang tahun.
Ia pun pergi ke sebuah club yang tak pernah Ia sadari keberadaannya. Apa Ia yang tidak memperhatikan saja kalau disana memang ada club yang didirikan?
Club tersebut masih sepi pengunjung. Mungkin masih terlalu sore untuk buka. Club biasanya ramai saat malam, diatas jam 9 malam. Ini masih jam 7. Wajar kalau sepi.
Sandy lalu menuju meja bartender. "Kasih minuman apa saja yang bisa bikin mabuk!" pesannya pada bartender tersebut.
"Baik." tak lama bartender tersebut meracik minumannya.
Gelas pertama habis, berganti gelas kedua sampai gelas ke lima namun Ia masih tersadar. Ia butuh minuman yang lebih memabukkan lagi.
Club mulai ramai. Seorang laki-laki berpakaian serba hitam pun duduk di sampingnya.
"Kurang nendang ya?" tanya pria itu.
Sandy mengangguk. "Ada rekomen enggak?" Sandy pikir laki-laki tersebut adalah penjual narkoba.
Pria itu lalu mengeluarkan sebotol minuman kecil bergambarkan bulan sabit. Tak ada merk hanya bulan sabit saja.
"Minum setengahnya saja cukup. Minum lagi sisanya kalau mau balik lagi kesini!" ujar pria itu.
"Mau balik kesini apa maksudnya?" gumam Sandy dalam hati.
Sandy pun meneguk minuman tersebut setengahnya. Tak lama kesadarannya mulai menghilang dan Ia jatuh semakin dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Eros Hariyadi
lanjutkan Thor 😝😄💪👍👍👍
2023-06-12
2
Eros Hariyadi
Mabuk mah bukannya Solusi penyelesaian masalah, itu mah mirip motonya suatu perusahaan, menyelesaikan suatu masalah, dengan menciptakan masalah baru....sampai kismat masakah utama gak akan terselesaikan....😝😄💪👍👍👍
2023-06-12
2
nohtc
dibentak sekali ini sandy lupa ingata atau apa ini
2022-12-11
0