Reinkarnasi : Kembali Ke Tahun Milenium
Tahun 2000
Sinar matahari terasa menyilaukan mata Sandy. Membuat tidur lelapnya merasa terganggu. Sandy membuka matanya dan memejamkannya lagi akibat terlalu silau.
Kembali Sandy membuka matanya dan merasa asing dengan keadaan sekitarnya. Bukan di rumahnya, bukan pula di club yang semalam Ia datangi. Lalu dimana?
Sandy langsung duduk tegak. Rasa pusing langsung menderanya. "Awww!" Sandy memegang kepalanya. Menenangkan diri sejenak sampai pusingnya hilang.
Sandy melihat keadaan sekitarnya. "Dimana ini?" gumamnya pelan. Sandy melihat sebuah kalender bertuliskan Toko Mas 57-58 dengan tulisan tahun 2000 berwarna merah di tengahnya. Kenapa kalender jadul masih disimpan?
Sandy lalu melihat sebuah surat kabar yang terletak tak jauh dari Ia duduk. Tertera tanggal 24 Februari 2000 dengan berita:
...Christina Aguilera memenangkan Artis Pendatang Baru Terbaik di Grammy tahun 2000, mengalahkan pop princess, Britney Spears....
Kening Sandy berkerut. Kenapa koran yang sudah berusia 21 tahun terlihat baru, seperti tak lekang dimakan jaman?
Sandy memeriksa barang miliknya. Ia masih memakai baju yang sama, hanya sekarang agak longgar. Tas dan sepatunya juga masih sama.
Sandy membuka tas miliknya dan mendapati sebuah botol minuman di dalamnya. Botol kecil berukuran 100 ml, berwarna hitam dan bergambar bulan sabit.
Botol ini beneran ada. Berarti apa yang terjadi semalam juga nyata. Sandy pun berusaha mengingat apa yang sudah terjadi.
****
Tahun 2021
"Bagaimana ini? Perusahaan merugi karena ulah kamu! Bodoh! Kerja begini saja sudah tak becus! Jangan mengaku pintar kalau malah bikin perusahaan sampai digugat pihak lawan!" pria berdasi dengan kemeja agak kusut itu melempar sebuah streples tepat mengenai pipi seorang pria yang hanya bisa menunduk.
Brukk...
Tidak ada noda darah. Hanya terasa menyakitkan dan sedikit menyengat. Mungkin akan meninggalkan bekas kebiruan nantinya.
"Ma-maaf, Pak. Saya janji tidak akan mengulangi lagi kesalahan saya." ujar pria yang terkena straples tersebut. Ketakutannya lebih besar daripada rasa sakit terkena lemparan straples.
"Maaf? Maaf kata kamu? Enak saja! Kamu pikir semua masalah bisa selesai hanya dengan satu kata maaf saja! Kamu pikir kerugian perusahaan bisa dibatalkan karena kamu minta maaf?!" pria berkemeja agak kusut itu kini semakin menaikkan intonasi suaranya.
Wajahnya memerah menahan amarah. Jika tidak menahan diri, bukan hanya straples yang terlempar. Mungkin monitor juga bisa Ia lemparkan juga.
Dikendorkannya ikatan dasi yang terasa mencekik lehernya. Melihat wajah laki-laki di depannya semakin membuat emosinya terbakar.
"Lalu apa yang harus saya lakukan? Apa yang harus saya perbuat untuk menutup kerugian yang saya sebabkan Pak?" suaranya terdengar bergetar. Entah menahan takut atau penuh penyesalan.
Braaakkk...
Kembali sebuah pembolong kertas dilemparkan ke sembarang arah. Tidak mengenai pria yang baru saja berbicara namun cukup membuat jantungnya berdebar kencang karena ketakutan.
"Cih! Kamu pikir bisa menutup kesalahan kamu semudah itu? Berapa banyak uang yang kamu punya? Bahkan dengan menjual seluruh organ tubuhmu pun tak bisa menutup kerugian perusahaan!"
Pria itu semakin menunduk. Rasa bersalah kembali menderanya. Ia bahkan tak tahu harus berbuat apalagi untuk memperbaiki kesalahannya.
"Sandy! Mulai hari ini kamu dipecat! Tinggalkan perusahaan ini secepatnya! Dan jangan pernah mengharap kamu akan mendapat pesangon sepeser pun!"
****
Sandy, pria yang tadi dilempar straples. Jika tidak sedang kusut karena banyak masalah, wajahnya lumayan tampan juga.
Tubuhnya tegap dengan beberapa otot yang terbentuk dengan sempurna. Ciri khas laki-laki yang rajin berolahraga.
Alis matanya tebal dengan wajah yang maskulin. Wajah khas Indonesia asli. Berkulit agak kecokelatan karena sering diterpa sinar matahari.
Sorot matanya tajam, bak burung elang jika sedang melihat mangsa. Namun itu menjadi daya tariknya tersendiri.
Sandy hanya bisa pasrah. Ia kembali ke kubikalnya dengan wajah layu. Suara bentakkan sang boss juga beberapa barang yang Ia lempar pasti sudah membuat karyawan lain mengetahui apa yang telah terjadi.
Ia merapihkan barang-barang miliknya dan memasukkan ke dalam kardus kosong.
Lebih dari sepuluh tahun Ia mengabdikan dirinya bekerja di perusahaan ini. Bekerja bagai tak mengenal waktu. Bisa dibilang bekerja lebih dari 14 jam sehari.
Sandy bahkan tidak punya banyak waktu untuk keluarganya. Tidak ada saat anaknya baru bisa belajar berjalan. Bahkan anaknya pun agak takut dengannya dan lebih dekat dengan Mamanya. Semua waktunya Ia habiskan untuk pekerjaannya.
Kini apa yang Ia dapat? Selain lemparan straples yang mengenai pipinya dan pembolong kertas yang hampir mengenainya?
Ia bahkan dipecat dengan tidak terhormat. Dipecat! Hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Sandy melihat tatapan ingin tahu yang kini tertuju padanya. Juga terdengar suara bisik-bisik, menggunjing tentangnya juga.
"Huft... Tenang... Semua akan baik-baik saja. Aku masih bisa mencari pekerjaan di tempat lain. Aku punya pengalaman kerja. Aku pasti bisa." Sandy berusaha menenangkan dirinya.
Ia memasukkan barang-barang pribadinya. Sebuah bingkai foto berisi dirinya, sang istri Shanum dan anak mereka Sally.
Ia mengambil bingkai foto tersebut. Senyum bahagia merekah tatkala fotografer menyuruh mereka tersenyum. Bahkan Sally yang awalnya rewel pun bisa tersenyum bahagia.
Ia taruh bingkai foto itu dengan penuh hati-hati di dalam kardus. Dianggapnya sebagai salah satu barang berharga miliknya.
Kini meja kerjanya sudah bersih. Tak ada satu pun barang pribadinya yang tersisa. Hanya tersisa monitor dan mouse serta box telepon saja.
Laci kerjanya pun sudah Ia kosongkan. Ia baru saja hendak bangun ketika salah seorang rekan kerjanya datang.
"Kamu... Beneran dipecat San?" tanya Harry, rekan kerja yang duduk di belakang kubikalnya.
Sandy mengangguk lemas. "Iya." jawaban singkat saja yang Ia berikan.
"Karena kegagalan proyek kemarin?" tanya Harry lagi. Suasana terdengar sunyi, artinya semua sedang menguping pembicaraannya dengan Sandy. Menggali lebih dalam bahan gosip langsung dari sumbernya.
Sandy pun mengangguk lagi.
"Bagaimana bisa? Kenapa semua tanggung-jawab dilimpahkan sama kamu? Apa gunanya semua atasan itu?" tanya Harry yang kini menurunkan nada suaranya. Takut juga Ia kalau sampai atasannya mendengar suaranya.
Sandy mengangkat kedua bahunya. "Entahlah. Mungkin karena kerugian yang kusebabkan terlalu besar jumlahnya." jawab Sandy pasrah.
"Semoga segera dapat pekerjaan baru ya, Sob!" Harry menepuk bahu Sandy, memberinya sedikit dukungan.
"Thanks." jawab Sandy.
Sandy mengangkat kardus berisi barang pribadinya dan membawanya keluar dari kantor. Keluar dari tempat yang sudah menendangnya tanpa ampun. Tanpa sepeser pun uang pesangon yang diberikan.
****
Sandy memasuki rumahnya dengan gontai. Istrinya Shanum sedang menyuapi anak mereka ketika Ia datang dan memberitahu sebuah berita yang membuat sang istri amat terkejut.
"Aku dipecat!" Sandy langsung duduk di sofa ruang tamunya. Dibukanya kaus kaki lalu melemparnya ke sembarang tempat. Seperti kebiasaannya dahulu.
"Apa? Kamu dipecat Mas? Bagaimana bisa?" tanya Shanum istri Sandy saat Ia baru saja duduk di ruang tamu.
Kardus yang Ia bawa ditaruh di lantai. Belum sempat Ia bernafas sudah diberondong pertanyaan oleh istrinya.
"Kenapa diam saja Mas? Jawab pertanyaan aku!" desak Shanum.
Sandy menghela nafas kesal. "Iya. Aku dipecat! Aku pengangguran! Puas?"
Shanum pun terduduk lemas di lantai. Sorot matanya langsung kosong. Piring berisi makanan anaknya pun Ia letakkan saja diatas baby chair. Tak peduli jika anaknya akan mengacak-acak makanan di dalam piring plastik berwarna pink tersebut.
"Lalu bagaimana dengan hidup kita kelak? Bagaimana kita membayar pengeluaran kita sehari-hari? Bagaimana Mas?" Shanum mengguncang-guncang tubuh Sandy.
Mendengar Shanum yang terus saja merengek tanpa berusaha memberi dukungan padanya membuat emosi Sandy terpancing.
"AKU ENGGAK TAU! AKU ENGGAK TAU!" bentak Sandy dengan suara keras.
Seketika Shanum terdiam. Ia pun mulai menarik dirinya.
Sandy membentaknya. Lagi.
Ini bukan yang pertama Sandy membentaknya. Sejak naik jabatan Sandy sering berkata kasar dan tak jarang membentaknya. Namun kali ini suara bentakkan Sandy membuatnya amat takut.
Takut akan kemarahan Sandy, takut anaknya menderita beban psikis dan yang pasti takut membayangkan masa depannya dengan Sandy kelak.
"Jangan hanya bisa merengek saja! Jangan hanya bisa minta uang saja! Kamu juga kerja dong! Mikir! Jangan cuma tau terima beres saja! Dasar anak manja!" kata Sandy dengan tajam.
Tes... Air mata mulai menetes di pipi Shanum. Sakit.... Hatinya amat sakit....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Ranie
mampir ah sambil nunggu cerita cecil baru tau ada novel ini tentang reinkarnasi juga 😁
2024-01-07
1
Eros Hariyadi
Lanjutkan Thor 😝😄💪👍👍👍
2023-06-11
2
Eros Hariyadi
yaaahh...disaat duami dipecat dari pekerjaannya, isterinya musti memberikan dukungan mental, suoaya tetap kuat, sabar dan terus berusaha... bukannya memarahi apalagi menyesalkan peristiwa itu, siapa seehh orang di dunia ini yang mau dioecat...😝😄💪👍👍👍
2023-06-11
2