Laki-laki dengan pakaian serba hitam itu tak menatap Sandy kala berbicara. Pandangannya lurus ke depan.
Berbeda dengan Sandy, setelah sadar dari rasa terkejutnya, Ia menatap laki-laki itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Memastikan laki-laki tersebut beneran manusia atau hanya makhluk astral yang tak menginjak bumi.
"Sebenarnya lo tuh siapa? Kenapa lo memberikan minuman itu ke gue?" tanya Sandy sambil mengerutkan keningnya. Rasa penasarannya demikian besar terhadap laki-laki di depannya.
"Black. Panggil aja gue Black." Kini lelaki itu menatap mata Sandy, membuat bulu kuduk Sandy meremang. Ada aura yang tak biasa yang dimiliki laki-laki ini. Sandy pun tak bisa menjelaskannya dengan kata-kata.
Black lalu menyunggingkan seulas senyum. Senyum yang di mata Sandy tetap saja misterius. "Kenapa gue kasih minuman itu ke lo, bukankah udah jelas? Gue cuma mewujudkan keinginan lo! Gue lihat lo bahagia ya hidup kayak sekarang?!"
"Oh tentu dong! Gue bisa memperbaiki masa depan gue yang malang. Gue bisa jadi kaya. Dan gue bisa mengganti jodoh gue!" jawab Sandy dengan berapi-api. "Thanks Bro. Your save my life."
Black kembali tersenyum. "Jangan bahagia dulu! Apa yang lo lihat indah, belum tentu beneran indah!"
"Maksudnya?" kini Sandy penasaran dengan perkataan Black yang menyiratkan sesuatu.
"Pikirkan lagi! Lo dapet kesempatan kedua, belum menjamin lo akan lebih bahagia lagi! Perbaiki sebelum terlambat!" lalu Black pun bangun dari duduknya dan berjalan keluar dari ruang perpustakaan.
Rasa penasaran masih melingkupi Sandy, Ia pun ikut bangun dari berlari mengejar Black. Saat Ia keluar perpustakaan, Ia bertabrakan dengan Shanum.
"Aww!" erang Shanum.
Sandy bukannya minta maaf tapi malah celingukan mencari keberadaan Black. Tak ada. Nihil.
"Lo liat cowok yang barusan keluar dari perpus enggak?" tanya Sandy pada Shanum.
"Woy! Minta maaf dulu! Udah nabrak bukannya minta maaf malah nanya yang lain!" keluh Shanum sambil berusaha berdiri sendiri.
"Iya. Maaf. Udah cepetan, liat enggak?" tanya Sandy enggak sabaran.
"Enggak liat! Dari tadi belum ada yang keluar dari perpus!" jawab Shanum.
"Jangan bohong lo! Jelas-jelas tadi ada cowok pakai baju hitam keluar dari perpus!" kata Sandy tak mau kalah. Kehilangan Black dan menabrak Shanum membuatnya double kesal.
"Ngapain gue bohong? Dari tadi gue duduk disitu, enggak ada yang keluar." Shanum menunjuk tempat duduk biasa anak-anak nongkrong. "Kalo lo enggak percaya tanya aja sama anak-anak yang lain!"
"Cih! Andai ada CCTV pasti gue buktiin ke lo kalo memang ada yang keluar dari perpus!" gerutu Sandy yang terdengar oleh Shanum.
"CCTV?" tanya Shanum bingung.
"Kamera pengawas." Sandy lupa kalau CCTV belum banyak pada jamannya. Lebih dikenal dengan nama kamera pengawas. "Yaudah kalo enggak liat." Sandy pun melenggang pergi meninggalkan Shanum yang menatapnya bingung.
"Hallo?" Sandy mengangkat Hp miliknya yang berbunyi. "Ya ampun aku lupa. Kamu dimana Lin?"
"Aku di depan perpus. Kamu dimana?" tanya Linda dari ujung telepon sana.
"Aku baru keluar dari perpus. Mau beli minum dulu di kantin. Kamu tunggu disana aja." Sandy membayar tiga buah Teh Kotak dingin. Satu untuknya, satu untuk Linda dan satu lagi....
"Nih! Sebagai permintaan maaf gue!" Sandy memberikan sebuah Teh Kotak dingin pada Shanum.
"Makasih." jawab Shanum sambil menerima pemberian Sandy.
Sandy pun berjalan pergi meninggalkan Shanum, menghampiri Linda yang sejak tadi melihat interaksi Sandy dan Shanum. Pandangan Shanum tak lepas dari Sandy, teman sekelasnya yang dipikirnya tak punya sopan santun tapi malah punya cara tersendiri untuk meminta maaf.
Shanum menatap Teh Kotak dingin di tangannya yang putih dan lembut. Ada sedikit rasa penasaran tentang Sandy, cowok yang sangat terkenal saat ospek dulu.
Sementara itu, Linda langsung menanyakan apa yang Sandy bicarakan dengan Shanum.
"Kamu akrab sama Shanum?" selidik Linda.
"Enggak. Tadi enggak sengaja aja nabrak dia." Sandy memberikan sebuah Teh Kotak pada Linda. "Buat kamu."
Linda menerima pemberian Sandy. "Kamu tadi beliin Shanum juga?"
Sandy mengangguk. "Iya. Sebagai permintaan maaf karena udah nabrak dia agak kencang tadi." Sandy meminum Teh Kotak miliknya.
"Kita jadi ke warkop depan?" tanya Linda.
Sandy melihat jam di pergelangan tangan kirinya. "Udah jam segini. Gue harus ke tempat tongkrongan. Bopeng mau pergi ke rumah sodaranya yang sakit. Gue harus gantiin dia ngawasin anak-anak disana."
"Mm... Gue boleh ikut?" tanya Linda menawarkan diri. "Gue penasaran dengan bisnis lo. Gue denger kabar katanya lo masih muda tapi udah bangum kerajaan bisnis sendiri."
"Cuma bisnis kecil-kecilan aja. Belum jadi kerajaan he...he.. Ayo aja kalo mau ikut. Kita ke parkiran motor dulu ya ambil motor gue!" Sandy mengajak Linda ke tempat usahanya menaiki motor Yamaha Vega miliknya yang Ia beli dari hasil jerih payahnya sendiri.
Linda naik ke atas boncengan lalu langsung memeluk pinggang Sandy dengan erat, seperti takut terjatuh jika Ia melepaskannya. Sandy tersenyum, sepertinya Ia tak salah pilih.
Tempat tongkrongan Sandy makin malam semakin ramai saja. Kalau siang banyak anak-anak sekolah yang bolos untuk bermain game, maka kalau malam banyak mahasiswa yang berpacaran.
Sandy mendekor ruang terbuka dengan dekor yang cozy dan cocok dijadikan tempat tongkrongan maupun pacaran. Belum banyak tempat usaha seperti itu di jamannya. Sandy termasuk salah satu pelopornya.
"Wow! Keren banget bisnis kamu! Hebat kamu San! Masih muda tapi punya ide bisnis kayak gini." puji Linda.
Sandy merasa amat tersanjung atas pujian Linda namun Ia tetap bersikap cool. "Biasa aja. Ini masih tahap belajar. Ikut ke ruanganku yuk!"
Sandy menggandeng tangan Linda menuju ruangan yang terletak di belakang tempat usahanya. Kamar kosong tempat Sandy bermalam jika Ia tak pulang ke rumah karena sibuk ngurusin usahanya.
"Ayo masuk!" ajak Sandy sambil membuka pintu kamarnya lebar-lebar.
"Ada ruangan kayak gini juga?" tanya Linda tak percaya.
"Iya. Aku kadang suka nginep kalau tongkrongan lagi rame. Jadi daripada aku bolak-balik, lebih baik aku disini aja. Udah kayak rumah keduaku gitu lah." Sandy meninggalkan Linda sebentar untuk mengambil minuman lalu kembali lagi membawa minuman dan cemilan untuk Linda.
"Sorry lama. Aku ganti makan Indomie di warkop jadi Indomie di kamarku aja ya." Sandy memberikan semangkuk mie dengan telur diatasnya pada Linda.
"Makasih. Lo perhatian banget deh jadi cowok. Hmm... Lo tuh kurang apa ya? Ganteng, perhatian, pekerja keras. Hebat pokoknya!" puji Linda.
"Ada kok kurangnya." jawab Sandy.
"Apa?" tanya Linda penasaran.
"Kurang kamu jadi pacarku." membuat Linda tersipu malu dibuatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Ranie
oh berarti sandy ini yg di cerita cecil yg punya kafe ya
2024-01-07
0
Teni Fajarwati
ngga nyadar diri
2022-01-17
0
ohana
yg perlu diperbaiki sikap sandy, linda dimasa depan jadi wanita sukses, tp klo jadi istri belum tentu jd wanita sukses, gantian shanum yg jadi wanita karir sukses
2021-11-19
3