"Gimana kemarin?"
"Gimana apanya?"
"Yah itu ... Lo kan ketemu si burung. Gimana burungnya? Baik-baik aja, kan?" tanya Monik dengan suara cemprengnya.
Sontak dua orang yang tengah makan siang di sebuah restoran mahal itu, langsung menjadi pusat perhatian semua yang duduk di dekat meja mereka.
"Anjrittt...! Mulut Lo tuh yah...," sahut Amanda tertahan. "Pengen gue sumpal tau nggak!"
Monik hanya nyengir menunjukkan gigi putihnya yang gingsul. "Sorry, sorry ... nggak sengaja gue."
"Lain kali gue tambal mulut Lo pake lem China biar nggak bisa ngomong sekalian!" kesal Amanda.
"Iya, iya ... gue kan cuma penasaran aja gimana ceritanya kalian ketemu kemarin. Kata orang butik, si burung nganterin Lo sampe nungguin Lo pulang juga yah ... Asik bener deh kalo punya cowok."
"Makanya Lo jangan kebanyakan main burung...." kekeh Amanda menggoda temannya.
"Ish, namanya juga kebutuhan. Lagian yah, hari gini tuh susah cari burung setia. Mana mau mereka di kurung dalam satu sangkar!" sahut Monik apa adanya. "Eh tapi, kok kita jadi ngomongin burung sih? Gue kan mau nanya burung elo bukan burung gue!"
Amanda tertawa geli mendengar ucapan Monik. "Kan elo yang mulai duluan ... dasar muka burung lo!"
Keduanya tertawa bersama sambil menikmati makanan di atas meja. Berteman dengan Monik memang selalu bisa membuat hati Amanda bahagia.
Wanita itu paling bisa bercanda tentang banyak hal. Ada saja yang selalu menjadi bahan gunjingan serta gibahan Monik selama ini.
"Eh Manda...." panggilnya setengah berbisik
"Apa?"
"Itu ... itukan Ardi!" tunjuknya di belakang Amanda.
Desainer muda itu seketika berbalik menatap ke arah yang di tunjuk Monik dan tanpa sengaja bersitatap langsung dengan Ardi.
Pria itu sepertinya sedang makan siang bersama salah seorang rekan bisnisnya yang baru saja keluar dari pintu restoran.
Amanda berbalik dengan cepat karena tidak mau menatap Ardi lama di belakang sana.
"Lo ngapain nunjuk-nunjuk dia segala sih, Nik...." ujarnya keki.
"Sorry, gue refleks tadi."
"T*ai emang Lo! Udah cepet habisin makanan Lo, gue nggak mau dia nyamperin kita kesini"
Terlambat!
Pria dengan tinggi 187 centimeter itu sudah berdiri di samping kiri meja Amanda dan Monik.
Dengan senyum penuh pesonanya yang dulu selalu membuat Amanda jatuh cinta, Ardi menyapa mereka berdua.
"Hai Manda, Monik...."
Wangi parfum khas pria ini menyeruak masuk ke indera penciuman Amanda, membuat rasa rindu untuk pria ini semakin membuncah.
Ah, Amanda benci ini. Harusnya dia membenci Ardi setelah penghinaannya dulu padanya
"Eh, hai Ar...." sapa Monik pura-pura kaget.
"Nggak nyangka kita bisa ketemu disini. Gue boleh gabung nggak?"
"Eh...," kaget Monik melihat Ardi sudah menarik kursi dan duduk di dekat Amanda.
"Gue tadi belum sempat makan karena sibuk ngomongin bisnis sama rekan kerja yang baru," sambung pria berbibir merah itu. "Lo apa kabar Manda?" tanyanya menatap mantan kekasihnya.
Sejak tadi Amanda hanya diam tanpa mempedulikan kehadiran Ardi disampingnya. Muak, iya. Kesal, apalagi. Tapi dia tidak mungkin mengusir pria yang terus tersenyum dengan sangat tampan menatapnya.
"Gue duluan yah Monik."
"Eh, tunggu Manda." sahut Ardi menahan tangan Amanda.
"Lepasin tangan Lo!" sentaknya mengayunkan tangan dengan kasar.
"Iya maaf. Duduk dulu Manda, kita kan baru ketemu. Masa Lo pergi gitu aja sih."
"Nggak ada urusannya sama Lo! Minggir!"
"Tapi Manda-"
"Minggir nggak Lo!" potong Amanda cepat. "Mau gue teriak disini?!" sambungnya menahan kekesalan di hati.
Sedang berusaha menahan rindu, tapi juga sakit hati yang teramat dalam dihatinya. Membuat Amanda tidak mau berlama-lama dengan pria tidak punya hati ini.
Amanda takut menjadi lemah, dia takut tidak bisa menahan air matanya yang bisa jatuh kapan saja saat ini.
"Ok, ok...." sahut Ardi mundur ke belakang memberikan kesempatan untuk Amanda keluar dari balik meja makan restoran.
Ardi memang menghalangi jalan keluar Amanda dari sana.
"Lo bayar yah Monik. Nanti gue ganti!" ujarnya sebelum keluar meninggalkan dua orang itu.
Tergesa-gesa Amanda keluar dari restoran menuju parkiran. Dia tidak mau Ardi menyusulnya kesana dan memaksanya bicara dengan dia.
Ardi bukan tipe orang yang suka menerima penolakan. Semakin di tolak, pria itu akan semakin maju dengan gigih.
Dan benar saja, Ardi menyusulnya dan menarik tangan Amanda sebelum mantan kekasihnya itu masuk kedalam mobil.
"Tunggu Manda....!"
"Lo apa-apaan sih Ar. Lepasin nggak!"
"Iya, iya ... gue bakal lepasin. Tapi Lo jangan pergi dulu. Gue mau ngomong sama Lo."
"Nggak ada yang perlu di omongin lagi. Awas, gue mau pergi. Kerjaan gue masih banyak di butik!"
Ardi masih menahan tangan Amanda kuat, tidak ingin melepaskan wanita yang sejak hari terakhir bertemu dengannya di butik waktu itu. Semakin cantik dan ... menggairahkan pikirnya.
Dia rindu tubuh Amanda, dia rindu bagaimana Amanda selalu mendesah mengucapkan namanya di bawah kungkungan tubuhnya.
"Gue kangen Manda ... gue kangen sama Lo!" Kata-kata itu tanpa sengaja keluar begitu saja dari mulut Ardi, membuat Amanda tertawa sinis.
"Kangen? Jangan bikin gue geli Ardi ... Lo nggak pantes ngomong begitu sama tunangan orang! Apalagi Lo berstatus calon suami wanita lain. Kalo orang denger, Lo bakal langsung masuk berita skandal!" sahutnya sarkas.
"Tapi gue beneran kangen sama Lo Manda. Gue minta maaf sama ucapan gue dulu sama Lo, gue tau nggak sepantasnya gue ngomong begitu. Tapi gue punya alasan Manda, gue-"
"Nggak perlu, nggak usah! Gue nggak tertarik denger alasan Lo apa!" potong Amanda cepat. "Kita udah nggak ada apa-apa sekarang. Lo yang minta kita putus, kan ... jadi stop! Berhenti gangguin hidup gue lagi. Kita udah punya tujuan masing-masing sekarang!" sambungnya dengan nada suara meninggi.
Rasa amarah dan sakit hati Amanda mulai terpancing karena sikap Ardi yang jelas-jelas meninggalkannya dengan kejam, dan kini malah berkata kalau dia kangen.
Oh ... ingin sekali Amanda menonjok wajah Ardi sekarang.
"Tolong jangan begitu Manda, gue masih cinta sama Lo!" ujarnya menarik Amanda ke dalam dekapannya.
Amanda tersentak kaget merasakan kehangatan tubuh Ardi yang dulu selalu menjadi tempat ternyamannya.
"Gue cinta sama Lo Manda, maafin gue. Gue tau gue salah karena udah ninggalin Lo. Please maafin gue yah...." sambung Ardi lagi mengusap punggung Manda.
Punggung mulus yang dulu selalu dia cium dari belakang, yang dulu selalu dia usap dengan lembut saat keduanya berada di puncak kenikmatan.
"Dasar sinting!" Amanda mendorong tubuh Ardi dengan kasar, dan menampar pipi kirinya kuat.
"Lo pikir setelah Lo ngehina gue dan tinggalin gue gitu aja, gue bakal maafin elo?! Jangan mimpi. Lo nggak akan pernah pantes dapetin maaf dari gue! Jangan bikin gue makin jijik sama Lo!" sambungnya dan berlalu naik ke dalam mobil.
.
.
.
.
.
.
.
Sembari menunggu karya keempat author up,, kalian bisa mampir di tiga karya author sebelumnya yahh guys 🤗
Terima kasih 🌹🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Zaitun
tegaslah jgn lebai
2022-07-18
1
putia salim
kirain amanda bkalah luluh,bagus manda laki2 ky gitu g pntes dpt kesempatan mf,otaknya cm ada mafsu doang,jijik gw
2022-07-16
0
Ralinka Ramadhania
bagus gtu dong yg tegas jdi cw.. lanjut thour. bikin d ardi nyesel 7 turunan 8 tanjakn. 9 prngkolan 10 persimpangan..
2022-04-26
0