Malam harinya Alisya berkumpul bersama keluarganya di ruang tengah, menonton tv, membicarakan rencana pernikahannya, dan sesekali menjahili Delisa yang sedang asik memakan biskuit.
"Yah, besok aku dan bang Dul pamit pulang dulu ke Bandung ya. Cuti kerja Bang Dul hanya sampai besok, lusa harus mulai kerja lagi." ucap Nisa pada Herman.
Terbersit sedikit kecewa di hati Alisya, karena dalam situasi seperti ini ia harus menghadapinya sendirian. Padahal kalau ada Nisa, ia bisa curhat padanya.
"Yah, kenapa nggak nanti setelah acara pernikahan aku sih kak pulang ke Bandung nya ?" ucap Alisya, memohon agar Nisa tinggal lebih lama di sini.
"Ya nggak bisa Sya, bang Dul kan harus kerja, masa kakak tega membiarkan kakak iparmu tinggal sendirian di Bandung. Lagian kan kakak punya kerjaan juga di sana, toko online kakak nggak ada yang bisa menghandle kalau sudah banyak pesanan." Alisya hanya bisa mengangguk pasrah.
"Malik juga harus kembali ke Bali yah. Mungkin nanti 3 hari sebelum acara pernikahan Alisya, Malik baru kembali ke Jakarta. Banyak laporan yang harus diselesaikan sebelum aku mengambil cuti lagi." ujar Malik yang ikut-ikutan pamit untuk kembali ke Bali.
Alisya sedikit merengek pada Malik, agar ia tidak ikut-ikutan pamit, tapi hasilnya nihil, tetap saja ia akan kembali ke tempat kerjanya besok karena tiketnya sudah dipesan untuk penerbangan besok pagi.
Huft. Alisya pasrah. Dalam keadaan seperti ini semuanya meninggalkannya, ya walaupun masih ada ayahnya di sampingnya. Tapi bagaimana nanti setelah ia menikah, ia pasti dibawa pindah ke rumah si manekin hidup itu. pikir Alisya.
Lalu ayah bagaimana ? Aku baru sadar kalau ini tak masuk akal. Ayah melarang aku untuk bekerja di luar kota, tapi ayah malah menjodohkan ku, itu sama saja aku akan meninggalkan ayah sendirian juga di rumah ini.
"Yah, Alisya boleh bertanya sesuatu."
"Iya." Herman menjawab tapi matanya fokus menonton tv.
"Kalau aku sudah menikah nanti, aku kan pasti dibawa pindah sama mas Fino, terus ayah bagaimana ?"
"Siapa bilang kamu akan dibawa pindah, justru Fino yang akan dibawa pindah sama kamu, ia akan tinggal di sini bersama kita." ucapan Herman, yang membuatnya bingung.
maksud ayah apa ? Apakah seorang Fino yang kaya raya mau tinggal di rumah sederhana ini ? itu tidak mungkin !
"Maksud ayah apa ? Mana mungkin dia mau tinggal di rumah ini yah, dia kan orang kaya dan terpandang."
"Memangnya kenapa dengan rumah ini ? Sama-sama tempat tinggal kan. Dia tidak mungkin menolak, karena ini sudah menjadi persyaratan untuk nyonya Ambar saat ayah menyetujui perjodohan antara kamu dan Fino." ucap Herman yakin.
Kecuali kalau ayah sudah tiada, kamu pasti akan dibawa pindah ke rumahnya, ayah menerimanya dengan senang hati.
Mendengar penjelasan ayahnya barusan, Alisya menjadi lebih tenang. Jadi walaupun ia sudah menikah dengan si manekin hidup, tapi ia masih punya ayahnya di sini yang bisa menjaganya dan menjadi teman bicaranya di saat-saat santai seperti ini.
***
Di rumah Fino
Nyonya Ambar menghampiri Fino yang sedang berada di ruang kerjanya. "Fin, bagaimana tadi foto prewedding nya, berjalan lancar kan ? tanya Ambar pada Fino yang sedang fokus di depan laptopnya.
"Iya lancar ma." menjawab tanpa menoleh sedikit pun.
"Terus tadi kamu kan yang mengantar Alisya pulang ?"
"Iya ma." jawaban singkat Fino membuat mama nya sedikit kesal.
"Kamu ini diajak bicara, jawabannya singkat-singkat seperti itu. Kamu sudah tidak perduli lagi sama mama ?" ucap Ambar dengan nada sedikit membentak, lalu memalingkan wajahnya, membelakangi Fino.
Fino menutup laptopnya, menghela nafas dan menghembuskan nya pelan. "Maafkan Fino ma, Fino tidak bermaksud seperti itu pada mama." berlutut di hadapan mama nya.
"Mama tahu kamu tidak setuju dengan perjodohan ini. Tapi Fino, mama ingin sekali melihatmu menikah, sebelum mama pergi untuk selama....." ucap Ambar lirih, berharap pada anak semata wayangnya.
memotong ucapan Ambar. "Mama jangan bicara seperti itu ? Itu tidak baik."
"Tapi umur kan tidak ada yang tahu, bagaimana kalau ternyata besok mama atau papa mu ...." Fino memotong kembali ucapan Ambar.
"Cukup ma, aku tidak mau mendengar lagi mama bicara seperti itu lagi. Aku akan menikah dengan Alisya, sesuai dengan apa yang mama harapkan. Tapi aku kan sudah pernah bilang, jangan paksa aku untuk mencintainya, hatiku belum sepenuhnya sembuh karena peristiwa itu. Jika aku memang harus mencintainya, aku akan mencintainya dengan tulus, tanpa paksaan atau perintah dari siapapun. Tapi mungkin bukan sekarang ma, waktu masih terus berjalan, kita tidak pernah tahu perjalanan hidup kita ke depannya itu akan seperti apa, semoga Tuhan mentakdirkan kebahagiaan untuk kita semua. Aamiin." memandang lekat dengan penuh kasih sayang pada wanita di depannya.
"Iya sayang, mama mengerti. Terimakasih sudah mau menerima Alisya sebagai calon istrimu. Mama yakin, ia akan mengurus dan melayani kamu dengan baik dan sepenuh hati di sana."
"Di sana ? Maksud mama apa ?" Fino bingung dengan ucapan mama nya. Ia tidak mengerti maksud dari kata (di sana).
"Iya di sana, di rumah Alisya. Setelah menikah nanti kamu akan tinggal di rumah Alisya, itu salah satu persyaratan dari perjodohan ini."
Jbeb. Mendengar perkataan mamanya, dada Fino seperti tertusuk sebilah pisau tajam, ia mulai merasakan nafasnya sesak, tersengal-sengal, tak beraturan. Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini ? Aku sudah menyetujui perjodohan ini, tapi kenapa Engkau beri lagi cobaan yang lebih memberatkan hidupku. Bagaimana mungkin aku hidup dalam kesederhanaan keluarga mereka, batin Fino. Sikap angkuh nya mulai meronta-ronta, ia tidak bisa membayangkan hidupnya akan seperti apa nanti di rumah Alisya. Ia biasa hidup enak, mau apapun sudah tersedia atau tinggal memanggil pelayan untuk menyiapkannya. Sedangkan nanti, bicara pada Alisya pun ia enggan, bagaimana jika ia ingin sesuatu, harus pada siapa ia memintanya.
"Fino kamu tidak apa-apa?" tanya Ambar membuyarkan lamunan Fino.
"I- iya, aku tidak apa-apa ma." jawab Fino sedikit kikuk. Ia tidak mau melihat mama nya kecewa. Walaupun sebenarnya ia keberatan jika harus tinggal di rumah Alisya.
"Ya sudah, kalau begitu mama ke kamar duluan ya. Kamu juga istirahat, sudahi dulu pekerjaan kamu, jangan terlalu sering begadang, kamu harus jaga kondisi untuk menghadapi acara pernikahan nanti." Ambar pamit ke kamar. lalu dijawab anggukan oleh Fino.
Setelah kepergian mamanya, Fino kembali mengingat ucapan mamanya.
Oh tidak !! ini semua gara-gara Restu, dia harus bertanggung jawab atas kejadian ini. Awas kau Res ! Ancam Fino sembari mengepalkan jari tangannya.
Orang yang diancam Fino sudah terlelap dalam tidurnya, ia sudah jatuh ke alam bawah sadarnya, memimpikan gadis pujaannya, walaupun itu hanya bayangannya saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Yeyen Dhevan
hehe
2020-08-03
0
Lisa Sasmiati
mana visualnya Thor...supaya semangat membaca.nya
2020-07-29
8
Tina
nanti pun lama lama cinta
2020-07-12
2