"Anak pertama ?" Nisa mengernyitkan dahi.
Herman masih terlihat tenang, namun seperti sedang mengingat-ingat, apakah dulu istrinya pernah membicarakan hal ini padanya.
"Iya anak pertama mbak, apa ada sesuatu ?" tanya bu Ambar pura-pura tidak tahu, padahal ia sudah mengetahui semua hal ini dan berharap Suherman tidak menolak perjodohan ini dan mengganti dengan anak bungsunya.
"Saya anak pertama dari pak Suherman dan saya sudah menikah, bahkan kami sudah memiliki anak." jawab Nisa sedikit tegas, karena ia tak terima masalah perjodohan ini. Bu Ambar seperti mengada-ada, bertemu saja baru sekarang ini, pakai bawa-bawa nama ibu segala lagi, keluh Nisa dalam hati.
"Oh maaf, saya tidak mengetahui hal itu. Saya tidak memaksa juga, saya hanya ingin menepati janji saya kepada mendiang Ibu Ayu. Tapi jika anaknya sudah menikah, ya tidak apa-apa, anggap saja perjanjian ini tidak pernah ada." ucap bu Ambar pasrah, walaupun ia masih berharap Suherman angkat bicara dan memberi solusi seperti yang ia inginkan.
"Sebentar bu, sepertinya dulu istri saya pernah membicarakan hal ini, saat dia akan melahirkan anak kami yang ketiga. Tapi waktu itu saya tidak terlalu menghiraukannya, karena saya hanya memikirkan keselamatannya, dia sedang menahan rasa sakit, kehamilannya cukup beresiko, sampai akhirnya dia kehilangan nyawa sesaat setelah anak kami lahir." ucap Suherman lirih, karena sebenarnya ia enggan menceritakan hal paling menyakitkan dalam hidupnya, kehilangan orang yang paling ia cintai. Nisa meneteskan air mata mendengar ayah bercerita mengenai ibunya, lalu ia mengelus-elus punggung ayahnya.
Bu Ambar ikut merasakan kesedihan yang dialami pak Suherman, ia tak kuasa membendung air matanya. "Saya turut bersedih atas kepergian ibu Ayu, beliau orang baik pasti mendapatkan tempat yang istimewa di sisi Sang Pencipta."
"Iya terimakasih bu Ambar." ucap Suherman. "O iya, soal perjodohan ini bagaimana kalau kita lanjutkan saja, ini sebagai permintaan maaf saya juga terhadap mendiang istri saya karena waktu itu saya tidak menghiraukannya. Saya masih memiliki satu anak perempuan, dia berusia 22tahun, baru saja di wisuda. Jika bu Ambar berkenan saya akan menjodohkannya dengan anak ibu." ucap Suherman tanpa ragu. Bu Ambar mengernyitkan dahi.
"Maksud ayah apa ?" ucap Nisa tak percaya dengan apa yang diucapkan ayahnya barusan. Sebelum ayahnya menjawab, ia kembali bertanya. "Ayah ingin menjodohkan Alisya dengan anaknya bu Ambar ?" Ayah mengangguk tersenyum.
"Bagaimana bu ?" tanya Suherman lagi.
"Kalau saya setuju setuju saja pak, saya malah senang jadi tali silaturahmi kita tidak akan terputus. Tapi bagaimana dengan anak bapa, apa dia akan setuju ?" Bu Ambar sedikit ragu, karena ia belum bicara mengenai umur anaknya yang sudah tidak muda lagi.
"Itu biar jadi urusan saya bu, nanti saya akan meyakinkannya." jawab Suherman sambil tersenyum yakin.
"Tapi maaf sebelumnya, anak saya sudah tidak muda lagi pak, usianya sudah akan menginjak 32tahun. Dia seorang pekerja keras, dia terlalu fokus pada pekerjaannya sehingga tidak memikirkan kehidupan pribadinya." Bu Ambar tambah ragu setelah bicara seperti itu.
"Itu tidak jadi masalah bu, malah lebih bagus, karena dia pasti lebih dewasa. Tapi saya punya satu permintaan."
"Apa itu pa ?" tanya bu Ambar penasaran.
"Setelah mereka menikah, saya ingin mereka tinggal di rumah ini bersama saya."
"Baiklah, nanti saya akan bicarakan ini pada anak saya."
Setelah perbincangan perjodohan ini selesai, Bu Ambar dan Restu pamit pulang. Mereka sepakat perjodohan resmi dengan mendatangkan Fino dan Alisya akan dilaksanakan besok malam di rumah ini. Sekalian membahas waktu yang tepat untuk acara pernikahannya.
Tak lama setelah kepulangan Bu Ambar dan Restu, Malik datang dengan membawa roti bakar dan martabak. Ia langsung duduk di depan ayah dan Nisa yang masih berbincang-bincang soal perjodohan besok. Tapi Ia heran kenapa ada 4 gelas di sini, apa tadi saat aku pergi ada tamu yang datang, pikirnya. "Abis ada tamu bukan kak ?" tanya Malik pada Nisa yang sekarang sudah melahap roti bakar di depannya.
"Iya." jawab Nisa singkat. Lalu beranjak dari kursinya untuk memanggil suaminya di kamar.
"Siapa yah ?" tanya Malik pada Herman.
"Sebentar, tunggu Dul dulu, ayah akan menceritakan semuanya nanti."
"Baik yah." ucap Malik sembari memasukan potongan martabak yang tadi dibelinya.
Setelah Dul bergabung, Herman menceritakan semuanya. Mulai dari maksud kedatangan Bu Ambar, alasan menjodohkan Alisya dan penyakit yang sedang di deritanya. Malik dan Dul kaget setelah mendengar semuanya, Nisa mulai terisak, Dul memeluknya erat, menenangkan istrinya yang terpukul atas berita buruk ini.
"Kenapa ayah baru cerita sekarang, kalau ayah mengidap penyakit ini ?" tanya Malik dengan hati pilu. Ia tidak menangis tapi hatinya hancur mendengar ayahnya mengidap kanker hati stadium lanjut.
"Ayah tidak ingin membuat kalian cemas, ayah baik-baik saja sekarang. Ayah masih sehat, ayah masih bisa jaga toko." ucap Herman tersenyum memberi semangat pada anaknya. "Tapi ayah mohon jangan beri tahu Alisya dulu, saat tiba waktunya nanti, ayah sendiri yang akan bicara padanya."
"Tapi kenapa dia tidak diberi tahu yah ? dia pasti bingung kenapa ayah tiba-tiba akan menjodohkannya." ucap Malik.
"Jika ayah memberitahunya, dia pasti tidak akan mau dijodohkan, dia pasti ingin menjaga ayah, mengurus ayah sampai ayah sembuh tanpa memikirkan dirinya sendiri. Ayah akan berusaha menjelaskan bahwa perjodohan ini adalah perjanjian mendiang ibu kalian di masa lalu. Dia pasti percaya dan mau menerimanya. Walaupun ayah yakin dia pasti kecewa pada ayah, tapi ini yang terbaik untuknya. Agar setelah ayah pergi nanti, sudah ada seseorang yang menjaganya." ucap Herman tersenyum, berusaha selalu tegar di depan anak-anaknya.
"Tapi yah, kan masih ada aku yang bisa menjaga Alisya." tukas Malik.
"Cepat atau lambat kamu akan menemukan jodohmu, kamu akan memiliki dunia baru. Dan setelah menikah nanti, kamu tidak bisa terus menerus mengurusi adikmu. Kamu punya keluarga sendiri yang harus lebih kamu perhatikan." ucap Herman mengingatkan Malik bahwa dirinya juga harus segera mencari jodoh. Malik mengangguk. "Sebelumnya ayah minta maaf sama kamu, ayah tidak bermaksud melangkahimu dengan menikahkan Alisya terlebih dulu, tapi ayah hanya tidak ingin Alisya pergi dari rumah ini, ayah ingin dia menemani ayah sampai tiba waktunya untuk ayah pergi."
"Ayaahhh." rengek Nisa lalu memeluk Herman. "Ayah jangan bicara seperti itu."
"Iya yah Malik mengerti. Malik tidak keberatan dengan keputusan ayah menjodohkan Alisya, mungkin ini sudah jalannya, jalan yang terbaik untuk kita semua." Malik tersenyum. "Semoga saja di pernikahan Alisya nanti Malik bertemu dengan jodoh Malik." ujar Malik sambil terkekeh. Membuat ayah dan Bang Dul menggelengkan kepala sambil tersenyum. Nisa segera melepas pelukannya dari ayah lalu mencoba memukul Malik karena sudah merusak suasana sedihnya.
"Kamu ini ! Dalam keadaan seperti ini masih sempat-sempatnya bercanda !" keluh Nisa sembari memukul Malik dengan bantal kursi. Malik malah semakin terkekeh. Herman tersenyum melihat tingkah kedua anaknya ini yang susah sekali untuk akur.
Malik senang bisa melihat ayah tersenyum seperti ini, walaupun Malik tahu ayah sedang berusaha menahan rasa sakit itu. Ayah tidak sendirian. Malik, Alisya, kak Nisa dan Bang Dul ada untuk menemani ayah, kami akan berusaha membuat ayah selalu tersenyum walaupun untuk waktu yang singkat ini, gumam Malik dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Lilan Dewy
mengandunh bawang...
2021-11-06
0
Fahad Dom
yeee
like yg ke seribuuuu
2021-04-02
0
Nok Hasanah
terharu
2020-12-08
0