Di Kantor Fino
Setelah sampai di kantor, Fino segera memasuki ruangannya. Di sana sudah ada Restu yang menunggu, ia sedang fokus membaca laporan di laptopnya. Tanpa ada percakapan sedikitpun mereka bergegas pergi ke ruang meeting bersamaan.
Setelah selesai meeting, Fino kembali ke ruangannya di susul oleh Restu. Fino merebahkan badannya di sofa, memejamkan matanya seperti sedang memikirkan sesuatu, dari raut wajahnya terlihat sedikit gelisah. Restu sedari tadi memperhatikan tingkah sahabatnya, lalu ia mencoba menanyakan hal apa yang sebenarnya membuat sahabatnya itu terlihat gelisah.
"Fin, apa yang sedang kamu pikirkan sampai terlihat gelisah seperti itu ?"
"Jangan pura-pura tidak tahu, kamu kan yang kemarin menemani mama ke rumah teman lamanya." jawab Fino acuh. Restu yang mendengar pernyataan Fino menjadi salah tingkah.
"Bagaimana kamu tahu itu Fin ?" tanya Restu sedikit gugup.
"Aku tahu, karena kamu satu-satunya orang yang dipercaya mama dalam hal apapaun." ucap Fino sedikit kesal karena Restu tidak mau jujur padanya.
Karena kesetiaan dan rasa sayangnya terhadap Nyonya Ambar yang sudah seperti orang tuanya sendiri, Restu sampai tidak berani jujur pada sahabatnya sendiri. "Baiklah-baiklah, aku minta maaf, tapi aku sudah berjanji pada Mama mu kalau aku tidak akan memberi tahu mu tentang hal ini, makanya aku membungkam mulutku."
"Omong kosong !" umpat Fino. "Kamu tahu kan kalau aku sangat membenci wanita, tapi kenapa kamu malah nekat membantu mama mencarikan jodoh untukku." masih dengan nada kesalnya.
"Nyonya Ambar bersikeras, sampai memohon-mohon padaku, meminta tolong untuk mencari tahu tentang keluarga wanita yang dijodohkan denganmu itu." Restu menjelaskan alasan mengapa ia mau membantu Nyonya Ambar. "Melihat itu aku tidak tega, aku tidak bisa menolaknya, bagaimanapun juga Nyonya Ambar sudah sangat baik terhadapku dan juga keluargaku, bahkan beliau mengizinkanku tinggal di rumahnya."
Mendengar penjelasan Restu, Fino tersadar, ya bagaimana pun juga seorang ibu pasti ingin sekali melihat anaknya bahagia. Ingin melihat anaknya bersanding dengan seorang wanita dan memiliki cucu yang lucu-lucu dari mereka. Ah, tapi tidak seperti ini caranya, pakai acara dijodohkan segala, memangnya ini zaman Siti Nurbaya, batin Fino.
"Ya sudahlah, ini sudah terjadi dan aku harus menjalaninya, ini aku lakukan karena mama, bukan karena wanita yang dijodohkan denganku." ucap Fino sambil berdiri merapikan jasnya lalu duduk di kursi kerjanya.
"Kamu yakin tidak tertarik dengan wanita itu ?" Restu iseng bertanya. Fino hanya menggeleng. "Dia cantik loh, rambutnya panjang, kulitnya seputih susu, matanya coklat dan.." belum selesai Restu mendeskripsikannya, "Praakkk." Fino melemparkan buku catatan kecil pada Restu dan mendarat tepat di dadanya. Restu mengerang kesakitan dan mulai mengumpat. "Sialan kau Fin !"
"Sudahlah jangan dibahas, nanti malam kau harus ikut bersamaku ke rumah wanita itu." perintah Fino pada Restu, yang langsung dibalas anggukkan oleh Restu.
***
Malam perjodohan sudah di depan mata. Alisya mulai bersiap-siap di kamar, setelah sebelumnya ia memasak untuk makan malam nanti. Walaupun ia masih ragu dengan perjodohan ini, tapi ia penasaran juga, laki-laki seperti apa yang akan dijodohkan dengannya nanti. Keluarga laki-laki itu berbeda status dengannya, mereka tergolong keluarga kaya raya, sedangkan ia, keluarga sederhana.
Semoga saja walaupun orang kaya tapi dia bukan laki-laki dingin, sombong dan tak berperasaan, seperti gambaran dalam novel yang pernah aku baca.
Tak lama terdengar ketukan pintu diiringi dengan ucapan salam membuat Alisya terjaga dalam lamunannya. Ia segera merapihkan penampilannya, dari luar terdengar Malik yang membukakan pintu lalu mempersilahkan tamu itu masuk. Alisya semakin penasaran, ingin segera melihat seperti apa rupa keluarga kaya raya itu.
Saat ia beranjak dari kursi meja rias, terdengar Nisa membuka pintu kamarnya lalu menyuruhnya keluar untuk menemui keluarga nyonya Ambar. Alisya mengangguk dan mereka keluar bersamaan.
Saat berjalan ke ruang depan, Nisa berbisik pada Alisya, "cowoknya ganteng Sya, kamu ga akan nyesel deh." Alisya sedikit lega setelah Nisa bicara seperti itu.
Tapi setelah sampai di ruang depan, ia heran melihat ada 2 laki-laki muda yang duduk berdampingan. Mereka sama-sama tampan tapi bedanya yang satu terlihat lebih ramah tapi yang satu terlihat begitu dingin apalagi saat menatapnya, tatapannya begitu menakutkan hingga membuatnya sedikit bergidik.
Ya Tuhan, semoga bukan dia orangnya, kalau sampai benar, bisa mati berdiri aku menghadapinya, batin Alisya.
Herman menyuruh Alisya duduk di sampingnya, lalu memperkenalkan ia pada laki-laki dan wanita paruh baya di depannya.
Itu nyonya Ambar dan Tuan Eko, teman lama ibunya. Mereka tersenyum menatap Alisya, Mereka terlihat baik dan ramah.
"Cantik sekali ya pak Alisya ini, mirip seperti mendiang ibunya." puji nyonya Ambar.
Pujian nyonya Ambar membuat Alisya tersenyum malu, pipinya mulai berubah warna.
"Terimakasih atas pujiannya nyonya." ucap Alisya tersenyum. Tapi laki-laki yang tadi itu masih saja bersikap cuek.
Setelah Herman memperkenalkan Alisya dan menceritakan semua tentangnya. Sekarang saatnya nyonya Ambar memperkenalkan anak laki-lakinya.
Ah akhirnya, aku sudah tidak sabar. Semoga laki-laki berjas biru ini yang akan menjadi jodohku. Jika benar, aku sangat antusias dijodohkan seperti ini, haha**.
"Ini anak saya, (menepuk pelan pundak laki-laki berjas hitam) Fino Rahadi, yang saya jodohkan dengan kamu, Alisya." Fino tersenyum, tapi senyumannya terlihat dipaksakan.
Jleb. bagai tersambar petir di siang bolong, seperti ada jutaan batu besar menindihku, terasa sesak, sampai untuk menelan ludah pun aku sulit. Ya Tuhan, tolong aku, tolong lepaskan aku dari belenggu batu besar ini. Aku tersadar setelah merasakan ada sentuhan tangan di punggungku, itu tangan ayah, mungkin ayah mencoba menyadarkan aku untuk kembali pada realita ini. Aku mencoba tersenyum walaupun itu sulit.
"Bagaimana menurut kamu, apa anak saya tampan ?" tanya nyonya Ambar, Alisya langsung membalasnya dengan anggukan dan senyuman termanis yang ia punya. Fino pun tersenyum, tapi masih tidak terlihat tulus. Nyonya Ambar terlihat begitu bahagia.
Lalu perbincangan pun dilanjutkan menuju ke intinya, yaitu rencana pernikahan. Nyonya Ambar sudah menentukan tanggal pernikahannya, sekitar tanggal 5 bulan depan, terhitung 10 hari lagi dari sekarang.
Herman dan Malik setuju-setuju saja, namun Nisa sedikit berbeda pendapat, menurutnya tanggal 5 itu terlalu cepat, karena dari pihak wanita pasti belum siap untuk acara pernikahan ini, minimal 1 bulan, ucapnya. Namun nyonya Ambar menjelaskan bahwa semua persiapan pernikahan akan dihandle oleh keluarga mempelai pria, mulai dari foto prawedding, undangan, gaun, katering, dan sebagainya. Jadi dari pihak wanita tinggal terima laporan selesainya saja. Nisa mengangguk mengerti. Alisya pun ikut mengangguk setuju, walaupun ia masih berharap kalau laki-laki berjas biru lah yang akan menjadi pendamping hidupnya nanti, bukan si Fino yang menakutkan ini.
Setelah perbincangan mengenai pernikahan selesai, Nisa mengajak semuanya untuk makan malam bersama. Lalu mereka berjalan menuju meja makan. Setelah itu mereka makan bersama dengan tenang.
Makan malam yang paling tidak nyaman menurut Alisya, karena setiap ia tidak sengaja bertemu pandang dengan Fino, tatapannya begitu menusuk, membuat dadanya terasa sesak.
Selesai makan malam, keluarga Fino pamit untuk pulang. Untuk selanjutnya, rencana pernikahan akan diurus oleh Restu, sekertaris Fino, begitulah yang dijelaskan oleh nyonya Ambar pada keluarga Alisya setelah selesai makan malam tadi.
Setelah kepergian keluarga Fino, Alisya pamit duluan ke kamar. Ia ingin tidur, tidur di dalam perut bumi hingga ia tidak keluar lagi dan tidak bertemu lagi dengan laki-laki dingin, seperti Fino.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Nurmi Yani
😊 seru2 nih
2022-05-06
0
ARSY ALFAZZA
🌷🌿🌿🌿
2020-11-01
1
Lyly
awas bucin ntar
2020-09-09
5