Teman

🌺hem.... 🌺

* * *

Diruang tunggu tahanan, sesaat sebelum sidang.

Tampak Siti tengah berhadapan dengan sang suami yang terhalangi oleh telaris besi .

'' apa Narnia buat kat sini, bang ? '' tanya Siti datar.

Jika biasanya ekspresi yang ia tunjuk selalu ramah dan juga hangat, wanita yang membalut kepalanya dengan selendang tosca itu menatap Pak Andre dengan sorot mata penuh ketidak sukaan .

'' dia saksi, sama sepertimu, Siti. Karena dia juga pernah terlibat denganku ''

Siti tersenyum kecut. Ia tak percaya.Setelah semua yang ia lakukan , mendampingi dan memberi support pada laki-laki yang berstatus suaminya ini, pak Andre ternyata menyembunyikan hal yang memang tak ada sangkut paut denganya . Tapi kini hal tersebut sangatlah penting baginya.

'' tapi apa sebab abang tak bagi tau Siti ?''

'' cukup, Siti ! Sudah kubilang ini bukan urusanmu ! ''

'' ... ''

'' kembalilah ke negri mu, Siti. Jangan lagi mau tau apalagi ikut campur urusanku ''

'' tapi, bang .. ''

'' tidakkah cukup aku tidak menyeret dan membawamu masuk dalam masalahku ?''

' deg '

'' Si-Siti tak apa bile abang nak buat macam tu.

Tap-tapi, Nana...a-acamane bile Nana tau perempuan tu datang ?''

'' itu juga bukan urusanmu, Siti ''

'' ... ''

'' padahal, Nana itu bukan anakmu .

Dan kau tak punya hak ataupun kewajiban terhadapnya.

Tapi kenapa kau selalu memikirkannya ?''

'' sampai hati abang cakap macam tu ! ''

'' dengar, ini baik-baik Siti !

Nana itu urusanku.

Jadi berhenti peduli padanya dan urus saja hidupmu sendiri ''

'' apa salah budak tu , bang ?

Sampai hati abang tak perduli acamane prasaan die ?''

Pak Andre memalingkan wajahnya. Ia tak ingin melihat wajah memelas, Siti. Ia tak mau goyah, ia tak boleh luluh .

'' kata pak Anas kau gunakan bagianmu untuk memenuhi kebutuhannya ?

Kenapa,Siti ? Padahal kau sangat membutuhkan uang!

Apa kau ini dungu !

kenapa kau begitu ingin melindunginya sampai kepentinganmu sendiri kau abaikan, HAH ? '' suara pak Andre meninggi.

Siti menghapus air matanya yang tak bisa lagi ia tahan. Butiran bening itu menetes begitu saja.

'' seb-sebab Siti sangat sayang pade Nana.

Siti dah anggap Nana macam anak sendiri ''

'' anak ? Kau bilang dia seperti anakmu sendiri !

Omong kosong !

Apa kau sedang menyindirku, Siti ? ''

'' ... '' Siti tertunduk sembari menggeleng samar.

'' berhentilah menjadi orang yang terlalu baik , Siti.

Itu memuakkan ''

'' ... ''

Pak Andre berbalik. Ia sebenernya tak tega berkata demikian.Tapi ia harus. Ia berharap dengan menorehkan luka pada hati sang istri, maka wanita itu mau pergi meninggalkannya.

Siti wanita baik. Karena itu ia tak mau jika Siti menyia-nyiakan waktu dan tenaga hanya untuk mengurusi pria sepertinya .

'' minggu depan putusan sidang akan dibacakan.

Kau pergilah sebelum uang yang ku berikan habis ''

'' baik, bile itu yang abang nak. Siti pegi.

Tapi abang kene janji satu hal.

Jangan sampai Nana tau pasal perempuan tu ''

'' kalau itu aku gak bisa janji ''

'' ... ''

'' aku sudah mengunakan semua sisa uang yang ku punya untuk menutupi kabar kedatangannya dari media.

Tapi jika sampai ada yang mengetahuinya juga, maka aku tak menjamin jika Nana tak akan mengetahuinya ''

Siti bersedekap, mencoba menahan tangis yang kembali ingin tumpah .

Ia berbalik, dan mulai melangkah pergi.

Sesaat kemudian, sidang kesekian yang harus dijalani pak Andre pun digelar.

Selama sidang berlangsung , tampak Siti duduk dibarisan paling depan. Hal tersebut ia lakukan sebagai bentuk dukungannya pada sang suami.

Setelah sidang yang berlangsung secara tertutup itu selesai, Siti berjalan keluar dengan kepala tertunduk.

Pak Anas yang sudah menunggu didepan pintu , dengan sigap langsung menghampiri untuk mengamankan jalan Siti.

Adalah tugasnya, melindungi sang majikan dari para awak media yang seketika langsung mengerumuni , menyorot dan juga memfoto Siti.

Pak Anas merapat, menahan agar tak satupun wartawan yang bisa mencapai Siti.

Sementara Siti terlihat sesekali menegakkan kepala sembari melemparkan senyum untuk menanggapi berbagai macam pertanyaan yang dilontarkan padanya.

Siti enggan membuka mulutnya untuk bicara.

* * *

Di tempat lainnya.

Nana dan Han berjalan beriringan sambil mendorong troli belanja.

Kemarin setelah menyelesaikan ujian terakhir, ia meminta Han untuk mengantarkannya berbelanja kebutuhannya ke supermarket.

'' Han, ambilin itu '' tunjuk Nana pada rak atas .

Han melihat sepintas pada gadis yang sudah tiga bulan ini menemani kesehariannya.

Ia lalu mengambil barang dimana telunjuk Nana mengarah.

'' memang ini bisa ngaruh ke kamu ? '' Han menatap tak percaya pada kemasan susu peninggi badan yang kemudian ia berikan pada Nana.

Nana tak mengubrisnya. Ia ambil dan ia letakkan bersama dengan belanjaan lainnya.

Setelah selesai berbelanja, Nana mengajak Han untuk beristirahat sejenak dengan duduk di kursi yang ada didepan pintu masuk bangunan tersebut.

' srak ' Han membuka bungkus es krim dan memberikannya pada Nana. Lalu membuka satu lagi untuknya.

Diam memang selalu mendominasi suasana diantara mereka. Tapi ada kalanya juga mereka ngobrol untuk lebih mengenal satu sama lain.

'' Mira kayanya suka sama kamu, ya Han ?'' Nana membuka pembicaraan.

'' tau '' singkat Han yang mulutnya sibuk menikmati es krim coklat traktiran Nana.

Nana melihat sepintas pada Han.

Ia senang, mendapat teman yang memiliki selera yang sama sepertinya. Han ternyata sangat menyukai coklat.

'' Han ''

'' eng ?''

'' Han, kamu tau gak jalan ke pusat kota ?''

'' tau. Kenapa ? ''

'' kalau aku minta antar ke sana kamu bisa gak ?''

'' bisa . Tapi, aku gak punya SIM ''

'' eng ?''

'' waktu itu aku ke sana dibonceng sama teman.

Soalnya almarhum ayahku gak ngijinin aku bawa motor sendiri "

'' oooo...emm....tapi kamu uda 17 tahun, kan ?''

Han mengangguk.

'' aku kasi uang kamu buat SIM, ya ? Jadi nanti kamu bisa antar aku kesana.

Aku pengen nemuin orang tuaku ''

Han mengiyakan. Ia sebenarnya penasaran, namun memilih tak ikut campur dengan bertanya pada Nana .

Han sudah menghabiskan es krim nya dan membuang stiknya ke tong sampah yang ada disisi kursi yang ia duduki.

Disaat bersamaan, pandangannya melihat pada gadis berpipi chubby di sampingnya.

" lucu " batinnya gemas.

Tak lama. kemudian mereka pun pulang, mengingat waktu yang mulai menanjak malam.

Sesampainya dirumah Nana langsung membereskan belanjaannya.

Setelah itu , ia mengistirahatkan diri dengan duduk disofa ruang tengah dan menyalakan televisi.

' deg ' Nana tersentak saat melihat pada layar televisi yang menampilkan wajah Narnia .

Dalam berita, dikatakan bahwa kedatangan Narnia ke Indonesia adalah untuk memenuhi panggilan sekaligus menjadi saksi di persidangan .

Wajah wanita berusia 45 tahun itupun disorot saat ia kedapatan memasuki sebuah hotel bintang lima yang menjadi tempat persembunyian dari media.

Nana tak tau, karena memang Siti belakangan ini semakin jarang menelponnya.

Nana kesal. Ia memang sudah menduga jika ada sesuatu yang Siti sembunyikan darinya.

Nana segera ke kamar, mengambil ponsel dan menghubungi Siti.

Namun berulang kali panggilan yang ia lakukan tak kunjung diangkat.

Kesal kian memuncak.

Ia lalu teringat pada Han dan segera menghubungi temannya itu.

'' Ha-Han kamu bisa antar aku sekarang gak ? ''

'' hah ? Kemana ? ''

'' kepusat kota ! Ak-aku bayar lima ratus ribu, deh.

Ada hal mendesak .Jadi, aku harus pergi sekarang juga ''

'' tapi ini uda malam, Na.

Besok aja ''

'' ya, uda de kalau kamu gak bisa ''

' tut ' panggilan Nana matikan.

Nana yang lupa pada lelahnya itupun bergegas .

Ia mengambil jaket dan juga tas punggungnya setelah lebih dulu memastikan ponsel dan dompetnya berada di tempatnya.

' tit ' suara klakson dari motor yang tak asing terdengar.

Nana tersenyum pada laki-laki yang menatapnya sembari mengangkat sekali dagunya, mengisyaratkan jika ia siap untuk mengantarkannya.

* * *

'' aku cuma tau jalan kesana.

Kalau nanti uda masuk jalan utama kota , kamu tau jalan seterusnya, kan ?'' tanya Han saat motor peninggalan almarhum sang ayah sudah melaju jalan.

'' iya '' Nana memajukan duduknya, sedikit miring untuk dapat mendengar dan juga bicara pada Han dengan jelas.

' glek ' Han merasa sesuatu yang begitu kenyal menekan punggungnya.

" sial, dadanya "

Sepanjang perjalanan Han menjadi gugup dan berusaha menahannya.

Karena jika tidak, mungkin saja tubuhnya sudah gemetaran karena sesuatu mulai menjalar dalam tubuhnya yang sedang dalam masa puber.

Perjalanan pun berlanjut dan beruntungnya saat itu malam belum begitu larut.

Namun ketika berada di perempat jalan mereka tak bisa mnghina macet.

Keduanya sempat was-was saat melihat banyaknya polisi yang terlihat sedang mengatur arus lalu lintas.

" kayanya didepan ada kecelakaan, deh. Makanya macet " ucap Nana menegakkan duduk dan memperhatikan sekelilingnya.

' fyuhhhh ' Han bernafas lega karena Nana menarik mundur tubuh yang menempelinya sejak tadi.

" Han " Nana kembali menekan bagian depan tubuhnya pada punggung itu lagi.

Sontak hal itu membuat Han tersentak. Ia pun berusaha tenang dengan menarik nafas panjang.

" ng " singkat Han saat Nana menyampingkan wajah hingga ia dapat melihat jelas wajah jelita Nana.

Matanya pun tak bisa menghindar untuk memperhatikan wajah berkulit putih dengan sebuah benjolan kecil kemerahan di dagunya.

" ada jerawat " Hanya tersenyum kecil.

" mumpung masih bisa nyelip, kita nepi aja yuk sambil cari makan. Aku lapar "

Han mengangguk, lalu membelokkan kendaraannya saat ada celah untuk menyelinap ketepian.

Melihat sebuah tenda makanan kaki lima, Han pun menghentikan kendaraannya.

Dari pada terjebak macet yang tak tau kapan akan berakhirnya, memang sebaiknya menunggu di tempat yang lebih nyaman sekalian mengisi perut yang memang sudah keroncong. Begitu pikir mereka.

" kayanya bakalan lama, deh " ucap Nana menatap deretan kendaraannya yang ada di hadapannya.

Han melirik Nana sesaat, lalu menatap ke hal yang sama.

" kamu mau pesan apa ? " tanya Han ketika seorang wanita paruh baya menghampiri dan menanyakan apa yang ingin mereka makan.

" nasi pake telur dadar aja, terus minumnya mineral botol "

Han dan wanita itu terlihat heran dengan alis yang saling bertautan.

" satu nasi pake dadar terus satunya lalapan ayam, bu . Minumnya es teh sama mineral " pesan Han.

Tak butuh waktu lama makanan datang dan mereka pun langsung melahapnya karena memang sudah sangat lapar.

Nana selesai terlebih dahulu dan terlihat merogoh saku jeansnya dan mengeluarkan ponselnya.

' tuuuttttttttt ' suara sambung telpon yang baru saja terhubung.

Sembari menunggu sambung telponnya terhubung, Nana menatap laki-laki yang masih makan disampingnya.

Warna kulit Han memang cenderung gelap. Hidungnya mancung, bola matanya hitam pekat dengan garis tegas seperti dicelak.

Secara keseluruhan Han adalah tipe ideal yang tak harus selalu berkulit putih dan juga berasal dari keluarga tajir.

Apalagi dengan sikapnya yang tak banyak bicara .

Nana pun baru menyadari jika selama ini Han selalu menuruti kemana pun ia minta diantar pergi, dan tak pernah sekalipun menanyakan apa keperluannya.

'' Na ! "

Nana tersentak saat mendengar suara diseberang sana. Ia tak sadar jika sambung telponnya telah terhubung.

Han melihat sekilas lalu dengan cepat memalingkannya.

'' Bi ''

'' Na, akhirnya kamu nelpon juga... '' suara penuh kelegaan terdengar.

'' BI, aku lagi di jalan mau kesana.

Tapi aku gak tau mau kemana.

Aku bole gak ke rumah mu ?''

'' eng- it- itu...gimana ya..''

'' kenapa ? ''

'' kakaku sama oma baru aja berantem.

Suasana rumah lagi gak nyaman.

Aku si, gak masalah kalau kamu mau kesini.

Tapi, aku gak mau kalau nanti kamu juga ikut-ikutan kena imbasnya.

Kamu taukan gimana sifat omaku ?

Apalagi oma juga uda tau soal kasus papamu.

Aku gak mau kalau nanti oma ngomongin kamu yang macam-macam ''

'' eng.. gitu, ya.. '' Nana mengangguk perlahan.

Nana lalu teringat pada sosok wanita berusia 65 tahun yang memiliki sifat pemarah , Oma Bian.

Nana pun pernah beberapa kali bertemu saat bertandang kerumah Bian dimana ia selalu mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan.

Dan ada satu kali yang membuatnya hampir tak berkutik.

Saat itu, sang Oma tanpa canggung menegurnya.

" anak gadis itu gak baik berteman terlalu akrab sama anak laki-laki.

Biarpun kalian ini masih pada bocah, tetap saja rasanya kurang pantas.

Terutama kamu sebagai perempuan .Seharusnya kamu bisa lebih jaga jarak. Jangan terlalu sok polos dan juga lugu.

Gak baik kalau terlalu nempel terus sama laki-laki.

Nanti kebiasaan. Nanti kebablasan !? "

--

" Na " suara Bian menyadarkannya dari ingatan yang tak menyenangkan itu.

" eng, ya Bi "

" gimana kalau kamu ke rumah Adit aja . Orang tuanya gak mungkin keberatan ''

'' .. ''

'' nanti aku nyusul kesana.

Ini kamu uda dimana? "

" aku uda separuh perjalanan. Tapi lagi kejebak macet.

Kalau gak terlalu lama, mungkin sebelum tengah malam uda nyampe "

" memangnya kamu pake apa ? "

" pake motor sama teman "

" teman ? "

" iya teman sekolah ku "

" ya, uda hati-hati dijalan. Terus kabarin kalau ada apa-apa .

Aku otw ke rumah Adit sekarang. Aku tunggu kamu disana "

Panggilan pun berakhir.

Hingga pada pukul 10 malam , setelah lebih dari dua jam lamanya menunggu barulah kemacetan berakhir .Kendaraan pun berangsur-angsur mulai dapat kembali jalan.

Nana dan Han bergegas.

Hanya tinggal separuh perjalanan lagi, dan mereka akan memasuki jalan utama ibu kota.

Setengah jam kemudian mereka sampai di pusat ibu kota.

Nana pun memberi petunjuk kemana arah tujuan mereka selanjutnya.

Hingga akhirnya mereka sampai dengan memasuki sebuah kawasan perumahan yang terbilang cukup elite dan berhenti didepan rumah megah berlantai dua.

Sebuah sedan terparkir didepannya dan tampak dua sosok laki-laki berdiri dipagar rumah tersebut.

Adit dan Bian segera mendekat.

Bian dengan sigap memegang pinggang Nana saat sahabatnya itu akan turun dari bonceng.

" aku langsung balik, ya " ucap Han.

" tapi ini uda malam, Han " Nana khawatir.

" gak papa. Lagian aku tadi gak sempet bilang ke ibu.

Kalau aku gak pulang, takutnya ibu khawatir .Trus nanti nyariin "

" maaf, ya Han. Dan makasi uda mau nganterin " Nana menyelipkan jemarinya kedalam saku sweater Han sembari mengedipkan matanya.

Han yang tau maksudnya , mengangguk dan segera berlalu .

Nana menatap lalu kepergian Han hingga temanya itu semakin jauh .

' klek ' Bian membuka safety helm Nana dan melepasnya, kemudian ia rapikan rambut yang berantakan itu dengan sela jemarinya.

" kenapa gak bilang si kalau teman mu itu laki-laki ? "

Terpopuler

Comments

Jiayou🐼

Jiayou🐼

bapak Nana ini rasanya pingin aku tusuk pake katernya Monica😑 kesel..

2021-10-17

2

Annisa lie

Annisa lie

sering2 promosi thor biar pembaca dan like untuk ceritamu naik

2021-08-10

3

Annisa lie

Annisa lie

ceritamu asik thor

2021-08-10

2

lihat semua
Episodes
1 Pemilik semua hal
2 Foto
3 Minta adik
4 Ulang tahun Nana
5 Mama
6 Tak tau pasti
7 Sendiri
8 Ada apa
9 Teman
10 Simpan sendiri
11 Pergi
12 Ditinggal sendirian
13 Suka
14 Memendam
15 Senang
16 Binar Harapan
17 Secuil harapan
18 Cara membuatmu pulang
19 Flu
20 Yang dinantikan
21 Berusaha membuat kalian berjodoh
22 Andai saja
23 Obsesi
24 Selama tinggal Nana
25 Sosok dibaliknya
26 Si pemilik hati
27 Lega
28 Love u, Bi
29 Mengkhawatirkan hal yang sama
30 Maaf, Oma
31 Saling tampar
32 Menghindar
33 Dia
34 Keadaan Siti
35 Jadikan dia milikmu
36 Uang
37 Notif tanpa henti
38 Kecewa
39 Hal tak terduga
40 Lakukan dengan caraku
41 Cucu Mantu
42 Nikahi aku
43 Bingung
44 Han merana
45 Belum berhasil
46 Berhenti menggodaku
47 Mau apa kamu
48 Caraku mencintaimu
49 Firasat yang sulit diartikan
50 Sisanya serahkan padaku
51 Tercekat
52 Salah gandeng
53 Sebaiknya
54 Berpisahlah
55 Pamit pergi
56 Sudah terlambat
57 Tidak sekarang
58 Semakin cepat semakin bagus
59 Tak ada pilihan
60 Tak siap
61 Janji
62 Berbagai rasa
63 Lebih baik
64 Pilihan
65 Sebentar lagi
66 Terakhir kalinya
67 Besok
68 Ini awal bukan akhir
69 Hampa
70 Maaf
71 Ini aneh
72 Akhir yang manis
73 Cinta terbesar
74 Aku mau pulang
75 Pengkhianat
76 Tak lagi sama
77 Biarkan mereka
78 Dasar
79 Cara membujuknya
80 Cemburu
81 Inilah saatnya
82 Pikiran kotor
83 Hujan
84 Terpaksa ikut campur
85 Memilih mundur
86 Senang sekaligus takut
87 Bertemu Besan
88 Lamaran
89 Tatapan tak biasa
90 Jika memang ini yang terbaik
91 Bergumam-gumam
92 Ada apa dengan mereka
93 Nanar
94 Cukup sampai disini
95 Terima kasih
Episodes

Updated 95 Episodes

1
Pemilik semua hal
2
Foto
3
Minta adik
4
Ulang tahun Nana
5
Mama
6
Tak tau pasti
7
Sendiri
8
Ada apa
9
Teman
10
Simpan sendiri
11
Pergi
12
Ditinggal sendirian
13
Suka
14
Memendam
15
Senang
16
Binar Harapan
17
Secuil harapan
18
Cara membuatmu pulang
19
Flu
20
Yang dinantikan
21
Berusaha membuat kalian berjodoh
22
Andai saja
23
Obsesi
24
Selama tinggal Nana
25
Sosok dibaliknya
26
Si pemilik hati
27
Lega
28
Love u, Bi
29
Mengkhawatirkan hal yang sama
30
Maaf, Oma
31
Saling tampar
32
Menghindar
33
Dia
34
Keadaan Siti
35
Jadikan dia milikmu
36
Uang
37
Notif tanpa henti
38
Kecewa
39
Hal tak terduga
40
Lakukan dengan caraku
41
Cucu Mantu
42
Nikahi aku
43
Bingung
44
Han merana
45
Belum berhasil
46
Berhenti menggodaku
47
Mau apa kamu
48
Caraku mencintaimu
49
Firasat yang sulit diartikan
50
Sisanya serahkan padaku
51
Tercekat
52
Salah gandeng
53
Sebaiknya
54
Berpisahlah
55
Pamit pergi
56
Sudah terlambat
57
Tidak sekarang
58
Semakin cepat semakin bagus
59
Tak ada pilihan
60
Tak siap
61
Janji
62
Berbagai rasa
63
Lebih baik
64
Pilihan
65
Sebentar lagi
66
Terakhir kalinya
67
Besok
68
Ini awal bukan akhir
69
Hampa
70
Maaf
71
Ini aneh
72
Akhir yang manis
73
Cinta terbesar
74
Aku mau pulang
75
Pengkhianat
76
Tak lagi sama
77
Biarkan mereka
78
Dasar
79
Cara membujuknya
80
Cemburu
81
Inilah saatnya
82
Pikiran kotor
83
Hujan
84
Terpaksa ikut campur
85
Memilih mundur
86
Senang sekaligus takut
87
Bertemu Besan
88
Lamaran
89
Tatapan tak biasa
90
Jika memang ini yang terbaik
91
Bergumam-gumam
92
Ada apa dengan mereka
93
Nanar
94
Cukup sampai disini
95
Terima kasih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!