🌺hem... 🌺
* * *
Saat itu .
Jam pelajaran baru saja usai, seorang anak laki-laki bertubuh kurus tengah berjalan menuju gerbang sekolah.
Langkahnya tiba-tiba terhenti karena mendengar suara tangisan.
Penasaran ,iapun mencari dari mana suara itu berasal .
Disudut selasar kelas yang jarang dilalui murid, terlihat dua anak perempuan saling tarik-tarikan rambut .
'' cudah dibilang jangan cuka atain Nana endut '' omel gadis berambut pendek dengan pita yang bergelantungan diujung rambutnya .
Suaranya terdengar lucu karena logat khasnya yang cadel .
Sedangkan anak perempuan satunya tampak sudah menyerah. Tangan yang tadi menjambak rambut lawannya kini memegang rambutnya yang masih ditarik .
Ia pun menangis dan memohon agar dilepaskan.
' buk ' seseorang menyenggolnya .
Bian kecil yang saat itu duduk di kelas satu sekolah dasar , melihat pada tiga anak laki-laki yang baru saja melewatinya.
'' hei, gendut ! Lepasin adik ku '' perintah salah satu dari mereka yang sepertinya adalah kakak dari anak perempuan yang tengah beradu jotos dengan Nana .
Nana berbalik. Perlahan ia melepas jemari yang meremas kuat rambut teman sekelas yang sudah memulai perkelahian dengannya.
Nana mundur dua langkah. Raut wajahnya terlihat takut karena kini ia berhadapan dengan tiga anak laki-laki yang berwajah garang .
Dan air matanya mulai bercucuran.
Sesaat ketika si kakak laki-laki hendak melakukan sesuatu pada Nana, saat itulah Bian secara reflex maju dan pasang badan untuk melindunginya.
Karena terlanjur ikut campur, Bian pun harus melawan tiga anak kelas lima yang membuatnya jadi babak belur.
Oleh salah seorang murid lain yang tak sengaja melihat, perkelahian itu pun dilaporkan pada guru dan mereka semua dibawa ke ruang kepala sekolah. Orang tua mereka dipanggil dan masing-masing anak mendapatkan teguran dan juga peringatan .
Beberapa hari setelah kejadian.
Saat jam istirahat tiba, Nana kecil yang berniat untuk menemui Bian , terlihat menunggu dengan berdiri di depan kelasnya .
Tak lama kemudian, yang dinanti pun keluar. Bian mengembangkan senyum, melihat gadis kecil yang telah membuatnya dimarahi dan juga dihukum sang oma karena kejadian kemarin.
Bian berjalan menghampiri Nana.
'' hai '' ucap Nana dengan mendongakkan kepala karena Bian yang jauh lebih tinggi darinya.
Bian membalas sapaan Nana .
Ia lalu disodorkan susu kotak UHT rasa coklat .
Meski tak menyukai coklat, namun Bian menghargai dengan mengambil dan meminumnya.
'' tha'mu anak bule ya ?''
Bian mengangguk.
'' i love u '' ucap Nana dengan polosnya.
' uhukk ' Bian yang tengah menyeruput susu coklatnya tersedak.
'' eh, thank you '' Nana tertawa mengingat kesalahan kalimat yang ia gunakan.
Itulah awal Nana dan Bian memupuk persahabatan mereka hingga berlanjut sampai ke tahun-tahun berikutnya.
Dan sejak itu pula Bian minta pada Nana, agar kata thank you diganti i love u .
* * *
Saat ini.
Nana menatap pantulan diri dari cermin seukurannya yang ada di sudut kamar.
'' gendut ''
Nana lalu membuka lemari pakaiannya, mengambil sweater lalu mengenakannya untuk menyamarkan bentuk tubuh yang semakin hari semakin melebar.
Nana berjalan dengan langkah gontai sambil menyeret ransel yang seharusnya ia letakan dipunggung.
'' Happy birthday, Nana '' Siti muncul saat pintu ia buka.
Dengan kedua tangan memegang sebuah tart coklat, Siti tampak begitu antusias. Hal itu terlihat dari senyumnya yang begitu lebar.
Nana tak terkejut, karena ia sudah terbiasa.
Sejak tahun pertama Siti sah menjadi Ibu tirinya, Siti selalu menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun padanya.
Dan hal itu terus dilakukannya dan berlanjut hingga sekarang.
'' makasi '' Nana meniup lilin yang tertancap di kue buatan Siti.
Nana nelongso begitu saja. Padahal ini adalah ulang tahunnya yang ke 17 , tapi raut wajahnya sama sekali tak menunjukan suka cita.
Nana lalu menuju meja makan dimana sang papa terlihat sedang menikmati sarapan . Dilihatnya sebuah kotak hadiah berpita merah di atas meja.
'' haaahh '' Nana nampak tak tertarik dan ia pun tak berniat duduk. Ia hanya mengambil gelas berisi susu dan meneguknya hingga habis.
'' Na '' pak Andre menunjuk kotak hadiah tersebut.
'' katanya gak ada hadiah sampai kelulusan ?''
'' papa malas kalau nanti kamu minta yang aneh-aneh lagi ''
Nana kesal mendengarnya.
Ia pun menyesal akan permintaannya tentang adik sebagai hadiah ulang tahunnya.
Sebuah usapan lembut ia rasa di pundaknya, Nana menoleh kebelakang.
'' tengok, la Na '' ucapan Siti menarik kotak tersebut hingga ke hadapan Nana.
Dengan malas Nana membukanya.
Hanya sekilas ia melihat isinya dan langsung ia tutup kembali.
Ia tinggalkan begitu saja kotak beserta isinya begitu saja. Nana kembali melanjutkan langkah menuju pintu keluar rumah dan langsung memerintahkan si sopir untuk mengantarkannya ke sekolah saat itu juga.
'' abang '' Siti menatap sang suami.
'' jangan terlalu memanjakannya. Nanti dia gak bisa mandiri '' pak Andre beranjak dari duduknya .
Dihampirinya Siti untuk mengecup keningnya. Kemudian pak Andre pun berangkat kerja
* * *
Disekolah.
Susana masih tampak begitu sepi karena memang masih satu jam sebelum aktifitas belajar dimulai.
Sambil menunggu dua sahabatnya datang , Nana yang tengah duduk di kursi taman sekolah terlihat memainkan game di ponselnya.
'' Happy birthday, Nana '' sapa Adit dengan membawa sepotong kue dengan lili seukuran korek api diatasnya.
Nana tersenyum pada laki-laki yang sudah mendudukkan diri di sampingnya itu.
'' tiupnya nanti aja, tunggu Bian datang ''
Nana mengangguk.
'' o, ya hadiahnya nyusul, ya.
Gak enak kalau bawa bingkisan ke sekolah ''
Nana mengangguk lagi.
'' kok, gak bilang apa-apa, sih ?''
Nana melebarkan kedua matanya, ia tampak bingung sekaligus berpikir ' apa maksudnya'.
'' ehehehe..makasih, ya dit ''
'' uda gitu aja ?''
Nana bingung. Ia mengerjap perlahan sembari berpikir ' apa maksud Adit ?' .
'' gak bilang ' i Love you ' kaya yang biasa kamu bilang ke Bian ? ''
' tap ' sebuah telapak mendarat dipundak Adit.
'' dia bilang gitu cuma boleh ke aku aja, tau ! '' ucap Bian yang muncul entah sejak kapan dengan sebuah handbag yang ia letakan di atas pangkuan Nana.
Nana mendongak, menatap Bian sesaat lalu beralih pada handbag di pangkuannya.
Nana menghela nafas.
'' kenapa ?'' tanya Bian duduk disisi satunya.
'' gak papa... '' Nana menggeleng.
Bian menunduk , mendekat agar bisa melihat lebih jelas wajah cemberut Nana. Bian tersenyum simpel.
'' memangnya kamu minta apa sama orang tuamu ?'' tebak Bian sembari menegakkan duduknya.
Nana menatapnya dengan sorot mata berbinar penuh takjub sekaligus senang. Bian benar-benar orang paling mengerti dirinya. Ia bahkan bisa menebak dengan benar hanya dengan melihat ekspresi wajahnya saja.
'' orang tuamu gak kasi hadiah ?'' tebak Adit.
Nana berpaling pada Adit, lalu menggeleng.
'' terus ? Pasti kamu minta sesuatu yang mereka gak bisa kasi ?'' tebak Bian lagi.
Nana memutar leher, mengangguk tegas pada Bian.
Bian menyunggingkan senyum kemenangan .
'' memangnya , Nana minta apa ?'' Adit bertanya lembut.
Nana menghela nafas.
'' minta adek '' ucap Nana pelan sembari menunduk.
' pffttt ' tawa Bian pecah.
Mendengar tawa Bian yang begitu keras, Nana sontak menegangkan kepala dan melemparkan tatapan sinis.
'' ya, uda la Na '' Adit mencoba menenangkan dengan menggenggam jemari Nana.
Melihat itu tawa Bian perlahan surut.
Ekspresinya datar, ada rasa tak suka Adit menyentuh jemari sahabatnya. Ya, meskipun Adit juga sahabat mereka.
Diam sesaat. kedua laki-laki itu sama-sama tengah menatap Nana .
'' pokoknya kalau udah nikah nanti Nana akan punya banyak anak ! '' ucap Nana yang tiba-tiba berdiri.
Ia menghempaskan nafas dengan tegas .Setegas ucapannya barusan.
Adit dan Bian tergelak mendengarnya.
Ada-ada saja Nana ini . Keduanya menggeleng.
" uda gak usah dipikirin. Sekarang tiup lilin , terus buat harapan " ucap Adit yang berdiri bersamaan dengan Bian.
Puncak lilin lalu diberi api, Nana memejamkan mata sembari tersenyum membuat kedua sahabatnya gemas melihat tingkahnya.
' fffuuuh ' Nana meniup hingga apinya padam.
Wajah yang tadinya muram kini berubah sumringah.
Semudah itulah Nana dapat merubah suasana hatinya.
Nana lalu meraih kue yang ada di telapak tangan Adit, menarik lilin dan memberikannya pada Adit.
Cake coklat mini itupun ia gigit sekali , kemudian ia sodorkan pada Bian lalu Adit , dan sisanya masuk semua kedalam perutnya. Nana tersenyum puas.
" Na " ucap Bian sembari memperhatikan Nana yang mulai sibuk pada kado pemberiannya.
Sebuah dompet berwana hitam dengan lambang yang menandakan jika tempat penyimpanan uang tersebut dari sebuah merek ternama.
" kok, ngasi ini si Bi ? " Nana tampak heran. Karena biasanya Bian selalu memberikan sesuatu yang sesuai dengan seleranya.
" kan, Nana uda 17 tahun. Uda bukan anak kecil lagi yang semuanya harus serba pink "jawab Bian dengan terus menatap Nana.
Senang rasanya karena sebentar lagi gadisnya akan menuju ke usia dewasa.
Tak sabar ia ingin saat itu tiba. Saat dimana Nana tak lagi lugu dan bisa lebih peka terhadapnya.
'' udah gak sedih lagi kayanya . Kepengen adeknya udahan, ya ? '' Bian menyenggol Nana yang tengah membolak-balikan dompet tersebut.
Nana menggeleng.
'' terus ?''
'' karena gak bisa dapat adek, jadi aku buat sendiri aja ''
'' hah ?'' Adit melongo mendengarnya.
Sementara Bian justru tertawa.
'' kenapa ? kan uda di bilang tadi kalau nanti aku mau punya banyak anak ''
'' bukan gitu, Na... tapi buat anak itu kan gak bisa cuma kamu sendiri aja maksudnya itu kam- '' Adit terlihat salah tingkah . Ia bingung bagaimana harus menjelaskannya.
'' harus nikahkan ? Iya aku tau, kok.
Do'ain aja semoga permohonanku dikabulkan ''
'' memang kamu minta apa tadi ?'' Bian di sisa-sisa gelak tawanya.
Nana melihat padanya. Untuk beberapa saat keduanya saling beradu tatap .
'' ek,ehem '' deheman Adit yang membuat tatapan kedua sahabatnya buyar.
Bian memalingkan wajahnya yang terasa panas. Padahal bukan kali pertama ia bertatapan dengan Nana. Namun entah mengapa kali ini rasanya berbeda.
Sesaat tadi jantungnya seperti berhenti berdetak.
'' aku minta sama Tuhan, semoga diketemukan dengan jodoh secepat dan juga yang tepat. Jadi lulus nanti bisa langsung nikah ''
Adit menghela nafas. Berbeda dengan Bian yang semakin keras tertawa.
'' apaan, sih ? Emang lucu ya kalau aku minta suami '' Nana menatap heran pada Bian.
'' gak, kok Na.
Nana boleh minta apaaaaa aja yang Nana mau.
Adit bantu doa semoga apa yang Nana minta dikabulkan.
Dan semoga jodohnya Nana itu Adit ''
' deg ' tawa Bian sirna seketika. Ditatapnya Adit dengan sorot mata penuh tanya.
''gak, ah '' tolak Nana.
'' lo, kenapa ? ''
'' ya, uda kalau gitu sama aku aja '' kali ini giliran Bian menawarkan diri.
Nana menggeleng.
'' gak. Aku maunya laki-laki yang uda dewasa dan juga yang punya banyak uang. Kaliankan masih pada bocah , yang jajannya aja masih minta sama orang tua ''
'' jadi kalau aku uda bisa cari uang sendiri kamu mau ?''
Nana menggeleng lagi.
'' kelamaan. Kan aku maunya habis lulus langsung nikah ''
'' terserah kamu, la Na..Na..'' Bian bernada pasrah, meski dalam hati timbul sebuah tekat.
'' ya, uda yuk masuk '' Adit meraih tangan Nana namun baru saja akan menariknya, Nana justru melepaskan diri .
'' mulai sekarang aku uda gak bisa gandeng-gandengan dengan kalian lagi ''
'' lo, kenapa ?''
'' gimana kalau nanti ketemu calon jodohku, trus dia liat aku sama kalian kaya gini ? Kan bisa batal jadi jodohnya ''
'' Na, yang namanya jodoh itu gak kemana..
Mau gimana dan kaya apapun , kalau uda jodoh pasti akan jadi '' jelas Adit.
'' pokoknya gak mau lagi dekat-dekat kalian .
Dan jangan sampai jodohnya aku itu kalian '' Nana acuh, ia berjalan lebih dulu meninggalkan dua sahabat laki-lakinya menuju kelas.
* * *
Malam itu, Siti mengundang Bian dan Adit makan malam untuk merayakan ulang tahun Nana.
Layaknya ulang tahun pada umumnya , selain kue dan jamuan makan hasil masakannya sendiri , Siti juga menyiapkan hadiah khusus untuk Nana.
Sebuah anting berbentuk hati. Ia merasa itu adalah hadiah yang cocok menyambut usia Nama menuju ke dewasaan.
Lagipun ia tak pernah melihat Nana mengenakan perhiasan , meski Nana tak pernah kekurangan dalam hal apapun .
Kali ini sebelum meniup lilin untuk yang ketiga kalinya, Nana dengan lantang mengucapkan permohonannya untuk diberikan jodoh agar ia bisa menikah begitu lulus nanti.
Siti yang mendengarnya hanya bisa menggeleng sembari tertawa kecil. Begitu pun dengan Adit dan Bian.
Setelah makan malam, Nana lalu mengajak Bian dan Adit ke garasi rumah untuk menunjukkan hadiah dari papanya.
'' wuiiihhh... dapat mobil baru '' Bian terlihat antusias. Ia pun langsung mendekati honda jazz berwarna merah muda yang terparkir diantara 5 buah mobil mewah lainnya.
'' tapi Nana kan belum bisa nyetir '' ucap Adit yang memilih berdiri di samping Nana tepat didepan mobil tersebut.
Nana mengangguk '' Adit , bisa nyetir ? ''
'' uda nanti sama aku aja belajar nyetir nya... '' ucap Bian yang sudah membuka tutup mobil dan masuk kedalamnya.
Nana mengiyakan dengan penuh semangat.
Meski tadi pagi suasana hatinya kurang baik, namun kini ia merasa cukup terhibur .
Dan walaupun hati kecilnya merasa kurang lengkap karena sang papa yang mendadak sore tadi harus keluar kota setelah mendapat telpon darurat.
'' mau bagaimana lagi, namanya juga tanggung jawab dan juga kewajiban kerja '' Nana yang mencoba memahami situasi.
Tak mau larut dalam kehampaan karena absennya sang papa, Nana pun mencoba mengalihkannya dengan menikmati apa yang hari ini ia dapatkan.
Dan siapapun tak menyangka jika hari itu adalah kali terakhir pak Andre pulang ke rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Neti Jalia
aku mampir kk, mampir jg dikaryaku y🤗🙏
2021-09-29
3
pecinta hijau
next semangat 💪 menulisnya ☺️
2021-07-10
5