🌺 hem... 🌺
* * *
Damai Senior Living .
Ada berbagai alasan mengapa para lansia tinggal di tempat ini.
Ada yang hanya dititipkan sementara.
Namun tak sedikit dari para lansia yang tinggal di dalamnya adalah karena tak diinginkan oleh keluarganya.
Meski dibawa ke tempat yang baik, namun para lansia yang merasa dibuang menjadi depresi.
Dan alasan utama para lansia lainnya kini tinggal dan menetapkan di DSL adalah atas keputusan dari keinginan pribadi.
Tak ingin merepotkan dan menjadi beban yang harus diurus oleh keluarganya menjadi salah satu alasan utama mereka mengambil keputusan seperti itu.
Biasanya , ketika mereka sudah memutuskan untuk menghabiskan sisa hidup di Wisma ini , mereka akan lebih dulu mendeposit biaya perawatan dan juga kebutuhan hidup mereka selama tinggal nanti.
Mereka yang demikian disebut sebagai penghuni VVIP dan ditempatkan di ruangan khusus dengan fasilitas yang disesuaikan dengan kondisi fisik dan juga kebutuhan masing-masing.
Para penghuni yang semuanya telah berusia diatas 70 tahun sudah pasti membutuhkan perawatan dan juga perhatian khusus yang berbeda dari lansia yang lainnya.
Saat ini ada 5 penghuni VVIP di DSL dan 3 diantaranya sudah tak bisa bergerak dari tempat tidur.
Dengan kata lain , layaknya seorang bayi yang baru lahir, mereka sangat membutuhkan pelayanan seseorang yang harus ada setiap saat untuk mengurus semua kebutuhan dan juga keperluannya.
Karena itu, bagian yang merupakan salah satu prioritas di DSL ini diawasi 24 jam dengan menempatkan satu petugas untuk satu ruangan dengan pergantian 2 kali shift.
Namun beberapa yang pernah bekerja di bagian tersebut tak sanggup. Mereka menyerah dan berhenti.
Dan hanya 5 orang saja yang masih bertahan.
Kurangnya tenaga kerja di bagian inilah yang dibutuhkan DSL saat ini.
* * *
'' sekarang kamu sudah tau jenis pekerjaannya.
Kalau kamu setuju, besok kamu bisa datang untuk menjalani masa training selama seminggu.
Jika nanti kamu dinilai layak dan memenuhi syarat ,
nanti akan ada pembicaraan lebih lanjut '' ucap Horis, kepala bagian VVIP pada Nana.
Nana mengangguk. Ia sudah paham garis besar pekerjaan apa yang tengah ditawarkan padanya.
Seperti yang Han bilang , jika tekatnya kuat maka ia pasti bisa.
Hanya saja ia sedikit ragu.
Ia sering mendengar, jika mengurus orang berusia lanjut bsama seperti mengurus bayi yang baru lahir.
Harus memiliki mental baja karena harus ekstra sabar.
Nana menarik nafas panjang, meyakinkan diri bahwa ia tak boleh menyerah. Semua demi pengobatan Siti yang membutuhkan biaya tak sedikit.
Daripada bekerja dengan merelakan tubuhnya di jamah banyak pria , pekerjaan ini jauh lebih baik .
Keesokan harinya, Nana pun memulai masa pelatihannya.
Dua orang senior, pak Tantan dan Bu Halimah, mereka yang telah bekerja selama setahun di tempat tersebut, menjadi orang yang memperkenalkannya pada apa saja tugas di bagian VVIP.
Dimulai dari membersihkan tubuh para lansia dan yang paling harus diperhatikan adalah saat mengganti popok. Karena jangankan ke kamar mandi, menggerakkan tubuh saja para lansia ini hampir tak bisa .
Satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan hanyalah berbicara.
Antara takjub dan tak percaya. Nana melongo saat menyaksikan bagaimana cara bu Halimah memperlakukan seorang lansia wanita untuk dibersihkan tubuhnya.
Apalagi saat melihat bu Halimah mengganti popoknya. Seketika tercium aroma kotoran yang membuatnya seketika ingin muntah .
Bagaimana ia akan menghadapinya secara langsung nanti ? Nana rasanya sudah ingin menyerah.
Namun saat bu Halimah mengatakan nominal yang di dapat setiap bulannya, belum lagi tip yang ia terima dari keluarga ataupun dari para lansia, membuat Nana kembali membulatkan tekatnya.
Selesai membersihkan tubuh, bu Halimah lanjut dengan mengajari cara menyuapi makan para lansia yang ternyata butuh kesabaran.
Karena untuk beberapa kondisi, ada yang menolak, tak jarang juga mengeluarkannya karena tak suka, bahkan memuntahkannya karena masalah kesehatan.
Penyebabnya adalah faktor umur.
Begitu penjelasan bu Halimah .
Nana sempat kembali goyah.
Tapi lagi dan lagi ia menyadarkan diri dan meyakinkan hati untuk tidak menyerah .
Hal selanjutnya adalah bagaimana cara membujuk dan memahami ketika suasana hati para lansia yang tak menentu.
Terkadang baik, namun lebih sering tiba-tiba memburuk.
Mengajaknya berkeliling, ngobrol, dan melakukan hal lain yang diinginkan para lansia adalah salah satu tugas yang tak kalah sulitnya.
Nana menghela nafas untuk kesekian kalinya.
Meski ada pak Tantan dan satu rekan laki-laki yang selalu standby 24 jam untuk membantu pekerjaan tersebut , tetap saja bagi Nana itu adalah pekerjaan paling berat .
Pantas saja banyak yang menyerah meski gaji yang ditawarkan tinggi.
Seminggu berlalu, masa pelatihan berjalan lancar. Meski Nana masih memiliki keraguan, namun nyatanya ia diterima.
Nana lalu diminta menandatangani kontrak selama enam bulan .
* * *
'' jadi, besok kamu uda mulai kerja ?'' tanya Han yang duduk bersebelahan dengan Nana di teras rumah.
Han yang baru saja pulang kerja, tak langsung pulang ke rumah . Ia singgah ke rumah Nana untuk mendengar apakah Nana menerima pekerjaan itu atau tidak.
Dan ia senang, karena ternyata Nana bahkan telah menandatangani kontrak kerja .
Nana mengangguk. Ditatapnya pria yang kini terlihat sudah matang diusianya.
Bahkan cara pikir dan juga semua tindakannya juga sangat dewasa.
Ditambah parasnya yang kian menarik. Meski tak mengenakan pakaian necis yang bermerek, atau turun dari mobil mewah, Han memiliki pesona tersendiri.
Wajahnya yang maskulin dan postur tubuhnya yang tegap, membuat kaum hawa yang melihatnya pasti sependapat jika perawakannya pantas di labeli dengan sebutan ' Lelaki banget '.
'' Han ''
'' eng ?''
Keduanya saling tatap.
Bohong jika Nana tak menyadari perasaan Han.
Tapi ia tak bisa menyambut perasaan yang belum tak bisa ia balas. Apalagi dengan kondisinya saat ini.
Ketimbang memikirkan masalah percintaan, ia lebih memfokuskan diri untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah demi biaya pengobatan Siti.
'' kenapa kamu gak mau cari pacar ? ''
'' pacar ? ''
'' iya, pacar. Masa selama ini gak ada perempuan yang membuatmu tertarik ? ''
'' perempuan yang aku kenal kan cuma kamu ''
'' ... '' Nana mengedip lambat.
'' kenapa memangnya kamu tiba-tiba naya kaya gitu ?''
'' em..gak papa .Cuma tiba-tiba kepikiran aja.
Lagian usiamu 2 atau 3 tahun lagi juga uda cukup untuk berkeluarga ''
'' sok bijak kamu pake acara ngingatin umur aku segala. Terus, kamu sendiri gimana ?''
'' aku ?''
'' umur kita kan sama.
Kamu juga mau sampai kapan tetap begini ?''
'' ahahahaha '' Nana tertawa sumbang. Senjata makan tuan. Niat memojoki Han, namun dirinyalah yang kini terpojokkan.
'' kamu masi suka sama dia ?'' tanya Han yang kini memalingkan pandangan ke depan.
Nana menggeleng. Ia tak tau . Begitupun dengan Han yang tak bisa menebak arti dari gelengan kepalanya.
'' aku akan tunggu sampai kamu mastiin perasaanmu sama dia '' ucap Han.
Nana menoleh dengan mengerutkan keningnya.
'' aku hanya berpikir.
Kalau nanti aku punya pacar , aku pasti gak bisa perhatiin kamu lagi.
Dan kita gak mungkin bisa kaya gini .
Terus nanti kalau ada apa-apa , siapa yang akan membantumu kalau bukan aku ?''
Ekspresi Nana berubah datar. Rasa bersalah dan tak nyaman memenuhi hati dann pikirannya, mendengar Han yang rela melakukan banyak hal untuknya selama ini. Han bahkan berpikir panjang sampai ke masa yang akan datang.
'' memang mau sampai kapan kamu kaya gini sama aku ? ''
'' mau sampai kapanpun aku gak peduli ''
'' tapi kamu gak bisa kaya gini terus , Han ''
'' aku juga gak mau , Nana. Tapi kamu yang gak ngasi aku pilihan . Jadi aku cuma bisa nunggu ''
...
'' mung- mungkin uda waktu bagi kita untuk melepas pertemanan ini .
Uda saatnya kita fokus ke masa depan kita masing-masing.
Karena kalau kita terus seperti ini ,kita hanya akan berakhir saling menyakiti, Han ''
'' aku tau . Dan aku gak mempermasalahkan itu ''
'' tap-tapi, Han . Aku gak mau jadi penghalang masa depanmu ''
'' memang masa depan seperti apa yang kamu maksud ? Soal pacar ? Umur ? Berkeluarga ? ''
Nana mengangguk perlahan.
'' selama ini aku uda terlalu sering ngerepotin kamu. Kamu juga uda terlalu banyak membantuku.
Dan ak - aku benar-benar ngerasa gak nyaman kalau kamu masih seperti itu pada ku ''
'' dengar, Na. Selain mengantar jemputmu bekerja, memang apa lagi yang kulakukan untukmu sampai kau harus merasakan tak nyaman seperti itu ?
Kau bahkan tak pernah mau menerima bantuan uang dariku ''
'' tapi itu saja sudah lebih dari cukup membantuku selama ini ''
'' jangan berpikir terlalu berlebihan, Nana.
Lagipula aku belum memikirkan harus bagaimana aku nanti.
Sama sepertimu.
Saat ini aku cuma mau fokus pada pendidikan Laras dan juga Ibuku.
Sampai aku bisa memberikan mereka kehidupan yang layak, barulah setelah itu aku akan menata hidupku sendiri.
Dan kuharap , sampai saat itu tiba masih ada kamu yang akan menemaniku ''
Detik berganti menit. Nana tak bisa berkata apa-apa lagi. Han secara tak langsung tengah mengutarakan perasaan padanya.
Hingga tiba-tiba hujan turun menepis kesunyian diantara mereka.
Bahkan ketika Siti keluar dan mengajaknya untuk masuk, Han justru menolak dan memilih pulang meski ia tau akan sampai di rumah dalam keadaan basah.
'' mak '' Nana menatap kepergian Han yang baru saja berlalu.
'' ebg ?'' Siti menoleh .
'' gimana caranya aku bisa lepas dari Han ?''
* * *
Pagi itu, Han dan Nana berangkat ke DSL bersama.
Beberapa pasang mata sempat memergoki keduanya, dan desa-desu yang mengatakan jika mereka adalah pasangan kekasih pun mulai menyebar .
Han tak perduli, sementara Nana sama sekali tak tau.
- -
Ditemani bu Halimah , Nana diantar ke ruang lokernya untuk berganti seragam kerja.
Setelah itu keduanya langsung menuju ke bagian VVIP.
'' selamat datang di DSL Nana. Semoga kamu bisa betah dan bertahan disini '' ucap bu Halimah terdengar bangga karena tak sia-sia seminggu ia melatih Nana. Gadis itu belajar dengan cepat dan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
Hari berganti. Nana sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan kerjanya .
Kini ia tak hanya mengurusi satu penghuni Vvip saja, melainkan secara berganti ia akan berganti shift dengan rekan lainnya.
Sebulan berlalu. Nana bertambah semangat karena telah menerima gaji pertamanya yang sesuai dengan yang ia harapkan.
Hari baru datang lagi.
Hari itu, Nana diminta untuk masuk ke ruang Nyonya Elisabeth. Seorang lansia yang belum pernah sekalipun ia tangani karena diantara penghuni VVIP lainnya, Nyonya Elisabeth terbilang baru yang kabarnya memiliki sifat berbeda dari penghuni lainnya.
Dari penuturan bu Halimah, Nyonya Elisabeth hampir tak mau merespon, bahkan tak mau bicara.
' cklek ' Nana masuk sembari mendorong troli berisi perlengkapannya.
'' selamat pagi,Nyonya Elisabeth '' sapa Nana tersenyum begitu lebar pada sosok yang berbaring di atas ranjang.
' deg ' Nana tersentak dan menghentikan langkahnya. Ia tertegun mendapati siapa yang ada di hadapannya.
" Oma Bian ? " masih jelas di ingatannya jika itu adalah Oma dari sahabatnya, Bian.
Nana melangkah perlahan untuk memastikan lebih dekat lagi.
Benar saja. Dialah wanita renta yang suka mengomelinya dulu.
" Oma " Nana mendudukkan diri di tepian ranjang sembari memegang pundak rapuh itu dengan lembut.
Nyonya Elisabeth , begitu ia dikenal. Wanita tua yang tadinya tengah melamun dengan menatap keluar jendela menoleh padanya.
Tatapannya kosong, raut wajahnya datar.
Padahal dulu ia adalah sosok yang begitu bersemangat dan sangat enerjik meski sudah berusia senja.
'' Oma '' Nana menatap penuh prihatin. Entah apa yang terjadi hingga Elisabeth bisa berakhir ditempatkan seperti ini. Meski bukan tempat yang buruk, namun dari sorot mata yang ditunjukkan jelas jika ia tak ingin berada di sini.
'' kau '' Elisabeth yang rapuh. Mengangkat tangannya saja ia terlihat gemetaran.
Nana dengan cepat meraih tangan keriput itu, lalu menuntunnya kemana ingin. Elisabeth ternyata ingin menyentuh wajahnya .
Nana tersenyum. Namun hanya sesaat dan seketika berubah panik saat Elisabeth tiba-tiba menitikkan air mata.
'' Oma.. Oma, kenapa ?''
'' khauuuu... kau.. si gadis gendut itu bukan ?''
Nana tergelak. Ia kira Elisabeth tak akan mengenalinya karena kini tampilannya tak seperti dulu.
'' Bian... Bian.. Bian harus tau. Jika dia tau kamu ada disini , dia pasti langsung datang .
Dia pasti mau tinggal bersama dan menemaniku seperti dulu lagi '' Elisabeth menegakkan duduknya.
Meski kesulitan namun dengan segenap tenaganya ia berusaha untuk meraih telpon genggam di atas meja yang ada disisi ranjang.
'' Oma.. Oma.. sabar, ya... Biar Nana yang ambilkan ''
' tuuuuuuuuuutttttttttt ' Elisabeth langsung melakukan panggilan begitu Nana menyerahkan selulernya.
' nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungin. Silahkan coba beberapa saat lagi '
Elisabeth memutuskan sambungan telepon internasional itu, lalu kembali melakukannya dan terus ia lakukan hingga berulang kali. Namun selalu dijawab oleh operator.
'' apa dia juga berniat meninggalkanku ?'' Elisabeth menatap nanar pada layar ponselnya.
'' Oma ''
'' kamu, kamu harus tetap disini.. Jangan pergi kemana-mana .
Karena hanya kamu yang bisa buat Bian kembali kemari ''
* * *
Di tempat lainnya.
'' hai, Bi ''
Seorang pria di sebarang benua lainnya menyapa dalam sambungan video call.
'' Hai, Dit '' sambut Bian, pria blasteran Kanada-Indonesia yang kini terlihat berbeda .
Tingginya hampir mencapai 190 cm dengan bentuk tubuh padat berisi , layaknya petarung WWF .
Rupanya khas bule , dengan perpaduan mata biru dan hidung yang mancung ditambah lagi berewoknya yang tertata rapimembuat tampilannya terlihat begitu macho.
'' gimana kabarmu ?'' Bian menyandarkan tubuh kekarnya di pembatasan balkon.
Sesekali angin malam menyapa , membuat rambut ikal kecoklatan dengan panjang sebahu yang tergerai itu melambai .
'' baik. Kamu sendiri gimana ? Jadi pulang ke Indo ?'' tanya Adit. Remaja yang dulu kalem kini telah menjelma menjadi pria dewasa berkacamata yang baru saja menyelesaikan S2-nya dan memperoleh gelar insinyur.
'' iya, ini lagi nunggu visaku keluar.
Kamu sendiri jadi pulang juga, kan ?''
'' pengen pulang .Tapi, rasanya gak ada tujuan.
Mungkin karena gak ada dia '' Adit terdengar lirih.
'' sama. Aku juga kalau bukan karena Oma juga gak pengen balik lagi ''
Kedua pria itu masih melanjutkan pembicaraan.
Membahas rencana mereka yang harus kembali ke indonesia karena memang ada hal yang harus mereka lakukan.
Sejak hari dimana Nana tak bisa lagi dihubungi, kedua pria itu seolah patah semangat dan tak ingin kembali ke Indonesia , mengingat mungkin mereka tak akan pernah lagi bertemu gadis yang masih menjadi primadona di hati mereka hingga saat ini.
Meski sudah lima tahun berlalu ,namun rasa pada Nana masih sama. Bahkan rindu mereka pada gadis itu kian memupuk menjadi sebuah perasaan cinta yang sesungguhnya.
Sekian tahun tak pernah mendapat kabar dari Nana, Bian dan Adit sebenarnya sudah putus asa dan memutuskan untuk mengubur tentang Nana.
Namun jauh didalam lubuk hati , ternyata mereka masih menyimpan secuil harapan.
Harapan jika pulang nanti, mereka bisa kembali dipertemukan dengan gadis pujaan hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Jiayou🐼
Nana pilih lah Han karena dia ada di saat masa sulitmu datang bukan Adit atau bian yg pergi saat kau rapuh 😭
2021-10-17
2
pecinta hijau
next semangat
2021-08-09
2
Elisabeth Ratna Susanti
keren❤️
2021-08-08
2