Foto

🌺 hem... 🌺

* * *

10 tahun lalu.

Di sebuah sekolah Elite terkemuka yang terkenal dalam bidang akademik berstandar internasional, bel tanda jam pulang baru saja berbunyi.

Gerbang dibuka, dan seketika berbondong-bondong murid yang merupakan kelas menengah atas berhamburan keluar.

Ada yang menuju ke bus yang akan mengantar mereka pulang ke rumah masing-masing. Dan ada pula yang sudah ditunggu oleh mobil jemputan pribadi.

Tampak tiga remaja diantaranya berjalan beriringan .

Seorang gadis diapit dua anak laki-laki .

'' papamu kapan pulang ? '' tanya Bian anak laki-laki yang ada di samping kanan si gadis .

Gadis itu melihat dengan mendongakkan kepalanya . Itu karena Bian yang tingginya jauh di atas rata-rata . Bahkan si gadis hanya sebatas dadanya .

Blasteran Kanada-indo bertubuh jangkung itu memiliki tinggi 175 cm dan menjadi murid tertinggi di sekolahnya.

Berbeda dengan anak laki-laki yang berjalan disisi kiri si gadis , Adit. Untuk ukuran remaja yang menginjak masa puber pertumbuhan tubuh Adit tergolong standar.

Atau mungkin si gadis yang ada ditengah mereka itulah yang terlalu pendek.

Karena jika dibandingkan dengan Adit pun tingginya hanya sebatas daun telinganya saja.

Naysila. Atau yang biasa dipanggil dengan Nana, nama si gadis berambut pendek dengan potongan bob berponi depan .

'' gak tau '' Nana menggeleng pada Bian.

Bian menatap Nana yang sudah ia kenal sejak SD.

Hubungan pertemanan itu terus berlanjut karena mereka yang selalu berada di satu sekolah yang sama hingga duduk di bangku SMA.

'' o, ya Bi. Ntar sore jadi mau ke pameran sepatu ? '' tanya Adit yang membuat Bian seketika melihatnya. Bian mengangguk.

Berbeda dengan Nana dan Bian yang persahabatan sudah terjalin lama , Adit masuk diantara mereka saat mereka baru saja naik ke kelas dua SMA.

Adit yang saat itu merupakan murid pindahan dari luar kota sangat tertarik ketika melihat persahabatan unik lawan jenis antara Nana dan Bian .

Awalnya ia hanya sebatas penasaran saja.

Namun ketika ia sudah masuk dan menjadi bagian dari persahabatan mereka, ia pun menyadari jika dua orang yang sifatnya saling bertolak belakang itu adalah pribadi yang sangat menyenangkan.

Nana sebenarnya sama saja seperti gadis kebanyakan. Ia manja, cerewet dan juga bawel. Hampir tak ada hal yang istimewa darinya selain doyan makan dan juga nyemil. Tak heran jika Nana memiliki tubuh sangat berisi .

Namun parasnya yang jelita, kulitnya putih dan pipinya yang chubby membuat Adit gemas dan jadi tertarik untuk ikut memanjakannya . Seperti yang selalu dilakukan Bian pada Nana.

Ia pun tak menyangka jika Bian yang terkesan jutek dan tak banyak bicara bisa berteman dengan seorang gadis yang masih sangat polos dan juga lugu seperti Nana.

Bian bahkan selalu sabar menghadapi Nana yang tak jarang bersikap dan bertindak semau hati.

Kedua remaja lelaki itupun melanjutkan obrolan mereka hingga tak sadar jika Nana telah menghentikan langkahnya karena merasa diacuhkan.

'' kenapa, kamu ?'' tanya Bian yang menghentikan langkahnya sembari menoleh pada Nana yang tertinggal beberapa langkah dibelakang.

Begitupun dengan Adit.

'' kalian nyuekin aku ! ''

Bian dan Adit kompak berbalik untuk menghampiri Nana.

Lalu tangan mereka sama-sama melingkar di lengan Nana dan menariknya untuk kembali melanjutkan langkah.

'' aku mau ikut, juga Biiii '' Nana setengah merengek menatap Bian yang menatapnya sembari mengangguk.

'' iya, nanti aku jemput '' ucap Bian.

Mereka lalu saling berbalas lambaian ketika akan memasuki mobil jemputan masing-masing.

Tak lama kemudian, satu persatu mobil pribadi itupun jalan dan terlihat belok dengan berlainan arah. Karena memang rumah mereka terletak di daerah yang berbeda .

Nana sampai di kediamannya yang super luas meski tidak bertingkat . Ia masuk ketika pak Dono, supirnya membukakan pintu rumah mewah tersebut.

Nana adalah anak tunggal seorang pejabat yang menduduki salah satu posisi tertinggi di pemerintahan .

Banyak orang berpengaruh di kotanya yang segan dan menaruh hormat pada pak Andre, begitu papanya dikenal dan di panggil di kalangannya.

Nana masuk ke kamar yang didominasi warna pink dengan berbagai pernak pernik khas gadis seumurannya.

'' Na '' seorang wanita muncul dari balik pintu yang tak dikunci.

' Ck ' Nana berdecak kesal .

'' uda dibilang kalau mau masuk ketuk pintu dulu, Siti '' Nana bernada tak suka.

Ia bahkan tak mau melihat pada wanita yang sudah masuk dan tengah berjalan kearahnya.

'' mak tadi buat brownies kesukaan Nana . Lekas ganti baju. Lepas tu keluar '' ucap wanita yang Nana sebut namanya Siti .

Siti berucap dengan begitu lembut. Sesuai dengan paras dan pembawaannya yang memang kalem dan juga ramah.

Siti adalah ibu tirinya.

Saat Nana berumur 5 tahun, kedua orang tuanya bercerai. Dan hak asuh jatuh ketangan pak Andre, sang papa.

Hanya selang setahun kemudian, sang mama yang berprofesi sebagai seorang model menikah lagi dan menetap diluar negri hingga sekarang.

Sejak saat itu, Nana tak pernah lagi bertemu dan tanpa alasan yang pasti ia dan sang mama putus komunikasi .

Dan untuk membuat Nana lupa akan luka dan rasa kecewa terhadap sang mama, pak Andre pun begitu memanjakan dengan menuruti apapun yang di pinta dan yang Nana inginkan.

Ketika Nana genap berusia 10 tahun, sang papa membawa pulang seorang perempuan muda yang berasal dari negri jiran dan diperkenalkan sebagai wanita yang akan menjadi istrinya.

Siti saat itu baru berusia 20 tahun, yang bagi Nana lebih pantas menjadi kakak ketimbang menjadi ibu sambungnya.

Nana jelas tak senang. Ia yang sejak kecil selalu dituruti apapun ke maunya itu sudah terbiasa hidup dengan semua perhatian yang hanya tertuju padanya saja.

Ia takut , jika kehadiran Siti akan membuat cinta dan kasih sayang sang papa berkurang. Atau yang lebih tak ia inginkan lagi adalah, jika sang papa akan berpaling darinya.

Karena itu, tak pernah sekalipun Nana mau ataupun berniat menganggap Siti sebagaimana sang papa memintanya.

'' keluar, sana. Aku mau ganti baju ! '' Nana dengan kasar mengusirnya.

Namun Siti tak pernah mengambil hati bagaimana pun Nana memperlakukannya.

Nana pun heran akan sikap Siti selalu sabar dan tak pernah mau meladeni sikap temperamennya.

Padahal jika mencotoh dari kisah yang mengangkat cerita tentang ibu tiri, biasanya si anak tirilah yang dianiaya .

Tapi ia justru sebaliknya. Ia lah yang selalu bersikap kasar dan juga mengacuhkan sang ibu tiri.

Dan meski demikian , Siti tetap sabar dan juga menyayanginya layaknya anak sendiri.

Nana sadar, jika sebenarnya tak ada alasan lagi baginya untuk menutup hati dan bersikap seperti itu pada Siti.

Haruskah ia berubah ? Nana berulang kali mempertanyakan itu pada dirinya.

Dan selalu berakhir dengan bermasa bodoh.

Sekali tak suka maka seterusnya ia tak akan menyukainya. Begitulah Nana.

* * *

Nana keluar setelah berganti pakaian.

Ia terkejut melihat sang papa yang seharusnya berada diluar kota, tapi kini duduk di salah satu kursi yang mengitari meja makan.

'' pah '' Nana menyapa dengan mencium pipi kanan pria yang tingginya hampir sama dengannya.

Banyak yang mengatakan jika tinggi badannya yang hanya 150 cm itu berasal dari gen pria yang separuh kepalanya sudah hampir licin .

'' mana oleh-olehnya ?'' tagih Nana saat mendudukkan diri di kursi samping sang papa.

'' kamu ini gak ada perhatiannya sama papa, ya ? Boro-boro nanyain kabar papa, nanya kapan papa datang aja enggak '' pak Andre hanya menatapnya sesaat sembari menggeleng kecil.

'' abang nak makan sekarang ?'' tawar Siti pada sang suami.

Pak Andre menatap sang istri dengan wajah sumringah sembari mengangguk. Sitipun melayani sang suami dengan mengambilkan makanan yang memang sudah tersaji di atas meja.

'' honey suka dengan tasnya '' pak Andre masih tak memalingkan pandangannya pada wanita yang ia sebut dengan panggilan sayang , Hani ( honey) .

Nana yang mendengar itupun menjadi kesal. Ia merasa tak adil. Bagaimana mungkin ibu tirinya mendapatkan sesuatu sedangkan dirinya tidak ?

'' pah ''

'' eng ?'' pak Andre menjawab sekenanya karena mulutnya yang sibuk mengunyah makanan.

'' Nanakan bulan depan ulang tah- ?''

'' em-em-em '' Pak Andre dengan cepat memotong sambil menggeleng.

'' kenapa ?''

'' papa dapat telpon dari wali kelasmu.

Katanya nilaimu anjlok semua ''

Nana diam sesaat. Ia memang bukan murid berprestasi atau bahkan jauh dari kata itu.

Hampir semua nilai mata pelajarannya tak ada yang lulus di ujian pra semester .

Padahal 6 bulan lagi ia akan menghadapi ujian nasional.

'' jangan pelit gitu, napa sama anak satu-satunya ?'' Nana tak menyerah , karena ia merasa berhak untuk meminta sesuatu dihari istimewanya nanti.

'' kamu mau apa memangnya ?'' pak Andre meletakkan sendok dan garpunya. Menyatukan kedua telapaknya diatas dengan tatapan tertuju pada Nana.

'' asik '' Nanti tersenyum lebar. Hingga pipi chubbynya tertarik di kedua sisi pipinya yang membuat wajahnya terlihat semakin bulat.

Pak Andre menggeleng samar. Nana memang paling bersemangat jika sedang meminta atau menginginkan sesuatu.

'' tapi, hadiahnya nyusul setelah kelulusan.

Dan selama nilaimu gak ada peningkatan, maka selama itu pula kamu gak boleh minta apa-apa ''

'' kok, papa gitu, sih ?'' Nana dengan cetusnya.

Di liriknya Siti yang seperti biasa hanya menjadi pendengar .

'' huh, papa pilih kasih '' Nana beranjak meninggalkan ruang makan dengan wajah cemberut.

Sepasang suami-istri yang terpaut 25 tahun itu saling menatap.

'' abang tak payah risau. Nanti Siti yang bujuk '' Siti dengan logat khasnya yang memang tak bisa diubah meski sudah 7 tahun tinggal di Indonesia.

Pak Andre menggeleng untuk kesekian kalinya , menatap kepergian Nana. Anak semata wayangnya itu memang kerap merajuk jika keinginan tak dituruti.

Padahal tas yang ia belikan untuk sang istri adalah tas kerajinan tangan yang akan digunakan Siti berbelanja ke pasar.

Ditemani asisten rumah tangga dan juga supirnya, Siti memang sering ikut ke pasar untuk memilih sendiri sayur dan juga lauk pauk yang akan dimasak.

- -

Selang berapa saat , yang ada didalam kamar terlihat uring-uringan. Nana berguling - guling di atas tempat tidurnya , menahan lapar karena tadi tak ikut makan bersama kedua orang tuanya.

'' Naaaa.. '' panggilan khas yang terdengar begitu lembut bersamaan dengan munculnya Siti dari balik pintu kamar Nana..

'' uda dibilang ketuk pintu dulu sebelum masuk '' Nana menatap kesal pada wanita yang selalu menanggapinya dengan senyum.

Siti datang dengan membawa nampan .

Ia mendudukkan diri di samping Nana setelah meletakkan nampan berisi piring dan juga gelas di atas meja sisi tempat tidur.

'' Nana belum makan, kan ?'' Siti menyodorkan piring berisi makan siang untuk Nana.

' gelk ' Nana menelan ludah melihat dua potong paha ayam panggang kesukaannya.

Nana pun duduk kemudian menyambut piring tersebut.

Dan dalam sekejap isinya sudah habis tak bersisa.

'' Nana nak ikut emak, tak ?'' Siti menarik selembar tisu untuk menyeka nasi yang menempel di bibir atas Nana.

Siti memang tak pernah perduli dipanggil oleh anak tirinya dengan nama.

Dan ia pun tak pernah menyerah dengan menyebut dirinya dengan sebutan emak saat bicara dengan Nana.

Besar harapannya jika suatu saat Nana akan merubah panggilan untuknya.

'' gak, ah.

Nana udah janjian ama Bian dan Adit mau ke pameran sepatu ''

Siti tampak berpikir sejenak .

'' mak, nak shoping . Mane tau ada barang yang Nana nak' nak bisa belikan ''

'' shoping ?'' seketika mata Nana menunjukan binar penuh semangat.

Siti mengangguk meyakinkan.

'' ok, Nana ikut ''

Siti tersenyum senang. Memang membujuk Nana susah-susah gampang.

Asal Nana tidak dalam suasana hati yang terlalu buruk, cukup dengan mengajak dan membelikan apapun yang Nana inginkan itu sudah cukup untuk membujuk Nana.

* * *

Nana dan Siti kini sudah berada disalah satu pusat perbelanjaan dimana lantai utama tempat tersebut sedang diadakan pameran sepatu dari berbagai merek dan brand terkenal.

Nana memang sengaja mengajak Siti ke mall tersebut karena sebelum pergi tadi ia lebih dulu mengabari Bian untuk tidak menjemputnya dan bertemu di tempat berlangsung acara pameran.

Nana dan Siti terlihat mulai memasuki satu persatu toko baju. Tak banyak yang mereka beli . Hanya tiga buah handbag yang satu dipegang Nana dan dua di pegangan Siti . Dan semua itu isinya adalah kepunyaan Nana.

Sedangkan Siti tak membeli apapun untuknya.

Nana lalu menarik Siti untuk masuk ke pusat penjualan elektronik.

Nana menunjuk dan meminta Siti membelikannya sebuah kamera keluaran baru.

Siti sempat menolak karena baru bulan lalu pak Andre membelikan Nana sebuah kamera.

Dengan dalih bahwa kamera tersebut rusak dan tak dapat digunakan lagi, Nana bahkan sampai merengek yang membuat Siti tak berdaya dan akhirnya menuruti apa yang anak tirinya itu inginkan.

Nana tersenyum puas.

Mereka lalu turun ke lantai dasar setelah tadi Nana menerima telpon dari Bian yang mengabari jika mereka sudah berada di tempat pameran.

Baru saja turun dari eskalator, mereka langsung disambut dua laki-laki yang ternyata sudah menunggu dan berjalan kearahnya.

Jika Bian langsung mengambil alih handbag ditangan Nana, berbeda dengan Adit yang menyapa bahkan sampai mencium punggung tangan Siti .

Adit memang anak laki-laki yang sopan .

Ia lalu meminta ijin untuk mengambil handbag yang Siti pegang.

'' kamu beli kamera ?'' tanya Bian memperhatikan isi handbag yang sudah berpindah ke tangannya.

Nana mengangguk sembari mengedarkan pandangan ke sekitar.

'' lapar ?'' Bian tau jika Nana tengah mencari sesuatu untuk dikunyah.

Nana mengangguk lagi.

Keduanya lalu berjalan menuju ke salah satu stand penjual makanan ringan dengan Siti dan Adit mengekor dibelakang.

Adit tampak begitu memperhatikan interaksi kedua sahabatnya yang tampak begitu akrab.

Dan Siti justru memperhatikannya. Ia tau jika ada rasa diantara persahabatan ketiga remaja ini.

Ia tertawa kecil, merasa lucu sekaligus gemas pada tingkah polah ketiganya.

'' kamu ngapain keluar pake baju kaya gini '' Bian yang sejatinya tak banyak bicara, selalu tak dapat menahan mulutnya untuk terbuka saat berada di dekat Nana.

Tangannya menggantung memegang minuman milik Nana. Sementara gadis yang mengenakan kaos putih dipadu jeans super pendek itu menatapnya jengah.

'' memangnya kenapa ?'' Nana tak suka diprotes, ia pun memperhatikan penampilannya dengan menunduk.

'' gak liat lemakmu keliatan kemana-mana '' Bian tanpa canggung mencubit lipatan di pinggang Nana hingga gadis itu mengeluh sakit.

Siti yang melihatnya pun tertawa. Membuat Nana semakin kesal.

'' apa ? Senang ya Nana dikatain gendut '' melebarkan matanya pada sang ibu tiri.

'' tak, lah. Nana tak gendut. Cuma sedikit berisi je ''

Kini giliran Bian yang tertawa mendengar ucapan dengan logat khas ibu tiri sahabatnya itu.

Nana mencibir kesal. Ia lalu mengambil paksa minumannya dari tangan Bian kemudian menjauh dan merapat pada Adit.

Adit tersenyum padanya dan dengan sigap menggantikan Bian untuk memegang minuman Nana.

Nana kembali melanjutkan aktifitas mulutnya hingga cemilannya habis .

Lalu Adit pun menyodorkan minumannya.

'' mkasih, Dit '' ucap Nana dengan senyum termanis miliknya.

Adit terpana. Meski bertubuh tambun, namun Nana tetap terlihat cantik dan juga manis.

Wajahnya yang bulat , pipinya yang chubby dengan hidung mungilnya yang mancung , membuat Adit tak pernah bosan memandanginya .

Adit sadar jika ia menyukai Nana.

'' habis ini mau kemana ? '' tanya Adit .

'' lo ? Bukannya kalian mau liat pameran sepatu ?''

'' uda tadi, sambil nungguin kamu turun ''

Nana terlihat kecewa. Padahal ia juga ingin melihat-lihat.

'' uda sore, kita jalan keliling bentar yuk '' ajak Bian mendekat namun Nana justru bergeser hingga semakin merapat pada Adit.

'' aku jalan sama Adit aja. Karena cuma Adit yang baik dan gak suka ngatain aku G.E.N.D.U.T ''

Nana melirik dengan ekor matanya.

Bian tersenyum kecut.

'' kamu kira dia kesini pake apa ? ''

'' aku tadi dijemput sama Bian, Na '' Adit melirik Nana sembari menarik kedua sudut bibirnya .

Nana mendengus kesal. Ia lalu menggandeng dan menarik Adit berjalan menuju gerbang keluar.

Di halaman depan yang juga dijadikan area parkir khusus kendaraan roda empat, mereka berhenti di sebuah mobil mewah Keluaran baru berwarna silver.

Nana tampak begitu girang. Seketika ia lupa jika tadi sedang kesal pada Bian .

Dengan gaya khasnya ia pun bergelayut manja pada Bian. Merayu agar Bian mengajaknya berkeliling dengan mobil baru tersebut.

Bian yang sempat mempermainkan dengan menolaknya itupun tak bisa menahan saat melihat sorot mata memelas Nana .

'' kejap '' Siti menahan ketiga remaja yang bersiap masuk ke dalam mobil.

'' apa, lagi si Siti ni '' Nana greget karena sudah tak sabar ingin merasakan duduk di mobil baru .

Siti terlihat membuka kotak kamera yang baru di beli tadi.

'' mak nak tangkap gambar untuk kenang-kenangan '' Siti terlihat begitu antusias dengan kamera yang memang sudah terpasang filmnya.

Meski awalnya Nana dan Bian sempat menolak, namun karena bujukan Adit yang merasa tak nyaman pada Siti, mereka pun akhirnya mau untuk difoto.

Berlatar sedan keluaran terbaru berwarna silver, ketiganya bersandar dan berpose dengan Nana berada ditengah antara Bian dan Adit.

' 1, 2, 3 ' aba-aba dari Siti yang membuat mereka serempak merekahkan senyum yang sempurna.

Siti yang mengambil foto tersebut pun ikut terbawa suasana dan tersenyum begitu lebarnya.

Terpopuler

Comments

Jo Doang

Jo Doang

menarik kak

2021-10-19

2

Annisa lie

Annisa lie

pasti sahabatnya yang menghamili nana

2021-08-05

3

pecinta hijau

pecinta hijau

next semangat 💪😊

2021-07-06

3

lihat semua
Episodes
1 Pemilik semua hal
2 Foto
3 Minta adik
4 Ulang tahun Nana
5 Mama
6 Tak tau pasti
7 Sendiri
8 Ada apa
9 Teman
10 Simpan sendiri
11 Pergi
12 Ditinggal sendirian
13 Suka
14 Memendam
15 Senang
16 Binar Harapan
17 Secuil harapan
18 Cara membuatmu pulang
19 Flu
20 Yang dinantikan
21 Berusaha membuat kalian berjodoh
22 Andai saja
23 Obsesi
24 Selama tinggal Nana
25 Sosok dibaliknya
26 Si pemilik hati
27 Lega
28 Love u, Bi
29 Mengkhawatirkan hal yang sama
30 Maaf, Oma
31 Saling tampar
32 Menghindar
33 Dia
34 Keadaan Siti
35 Jadikan dia milikmu
36 Uang
37 Notif tanpa henti
38 Kecewa
39 Hal tak terduga
40 Lakukan dengan caraku
41 Cucu Mantu
42 Nikahi aku
43 Bingung
44 Han merana
45 Belum berhasil
46 Berhenti menggodaku
47 Mau apa kamu
48 Caraku mencintaimu
49 Firasat yang sulit diartikan
50 Sisanya serahkan padaku
51 Tercekat
52 Salah gandeng
53 Sebaiknya
54 Berpisahlah
55 Pamit pergi
56 Sudah terlambat
57 Tidak sekarang
58 Semakin cepat semakin bagus
59 Tak ada pilihan
60 Tak siap
61 Janji
62 Berbagai rasa
63 Lebih baik
64 Pilihan
65 Sebentar lagi
66 Terakhir kalinya
67 Besok
68 Ini awal bukan akhir
69 Hampa
70 Maaf
71 Ini aneh
72 Akhir yang manis
73 Cinta terbesar
74 Aku mau pulang
75 Pengkhianat
76 Tak lagi sama
77 Biarkan mereka
78 Dasar
79 Cara membujuknya
80 Cemburu
81 Inilah saatnya
82 Pikiran kotor
83 Hujan
84 Terpaksa ikut campur
85 Memilih mundur
86 Senang sekaligus takut
87 Bertemu Besan
88 Lamaran
89 Tatapan tak biasa
90 Jika memang ini yang terbaik
91 Bergumam-gumam
92 Ada apa dengan mereka
93 Nanar
94 Cukup sampai disini
95 Terima kasih
Episodes

Updated 95 Episodes

1
Pemilik semua hal
2
Foto
3
Minta adik
4
Ulang tahun Nana
5
Mama
6
Tak tau pasti
7
Sendiri
8
Ada apa
9
Teman
10
Simpan sendiri
11
Pergi
12
Ditinggal sendirian
13
Suka
14
Memendam
15
Senang
16
Binar Harapan
17
Secuil harapan
18
Cara membuatmu pulang
19
Flu
20
Yang dinantikan
21
Berusaha membuat kalian berjodoh
22
Andai saja
23
Obsesi
24
Selama tinggal Nana
25
Sosok dibaliknya
26
Si pemilik hati
27
Lega
28
Love u, Bi
29
Mengkhawatirkan hal yang sama
30
Maaf, Oma
31
Saling tampar
32
Menghindar
33
Dia
34
Keadaan Siti
35
Jadikan dia milikmu
36
Uang
37
Notif tanpa henti
38
Kecewa
39
Hal tak terduga
40
Lakukan dengan caraku
41
Cucu Mantu
42
Nikahi aku
43
Bingung
44
Han merana
45
Belum berhasil
46
Berhenti menggodaku
47
Mau apa kamu
48
Caraku mencintaimu
49
Firasat yang sulit diartikan
50
Sisanya serahkan padaku
51
Tercekat
52
Salah gandeng
53
Sebaiknya
54
Berpisahlah
55
Pamit pergi
56
Sudah terlambat
57
Tidak sekarang
58
Semakin cepat semakin bagus
59
Tak ada pilihan
60
Tak siap
61
Janji
62
Berbagai rasa
63
Lebih baik
64
Pilihan
65
Sebentar lagi
66
Terakhir kalinya
67
Besok
68
Ini awal bukan akhir
69
Hampa
70
Maaf
71
Ini aneh
72
Akhir yang manis
73
Cinta terbesar
74
Aku mau pulang
75
Pengkhianat
76
Tak lagi sama
77
Biarkan mereka
78
Dasar
79
Cara membujuknya
80
Cemburu
81
Inilah saatnya
82
Pikiran kotor
83
Hujan
84
Terpaksa ikut campur
85
Memilih mundur
86
Senang sekaligus takut
87
Bertemu Besan
88
Lamaran
89
Tatapan tak biasa
90
Jika memang ini yang terbaik
91
Bergumam-gumam
92
Ada apa dengan mereka
93
Nanar
94
Cukup sampai disini
95
Terima kasih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!