Jenazah Clarissa sudah berada di rumah. Suara tangisan menggema di ruang tengah. Mereka menangis akan kepergian orang yang mereka sayangi.
"Mama... Hiks," isak Velly dan Nasya.
"Mama. Kenapa Mama pergi? Kenapa tinggalkan kami?" Raka menatap wajah cantik ibunya. Tangannya membelai rambutnya.
"Tante... Hiks," isak Andra, Adnan dan Merryn.
Ketika mereka semua menangis, tiba-tiba terdengar suara teriakan dan tangisan seseorang yang memasuki ruang tengah.
"Mama!" teriak orang itu.
Mereka semua melihat kearah orang yang berteriak, termasuk Raka, Satya, Vito, Velly dan Nasya. Seketika tatapan mata mereka menajam menatap orang itu.
Orang itu berlari menghampiri ibunya yang kini tengah tertidur di hadapan semua orang dengan air mata yang membasahi wajah tampannya.
SREETT!
Tangan orang itu berhasil dicekal oleh Raka dengan kuat. Matanya menatap tajam kearah orang itu.
"Jangan sentuh Mamaku. Kau tidak ada hak menyentuhnya!" bentak Raka dengan menghempas kuat tangan orang itu.
Orang itu adalah Darren putra kandung dari Clarissa. Darren baru kembali menemui seseorang yang telah menghubunginya. Dan bodohnya itu semua hanya jebakan.
"Apa maksud Kakak? Wanita yang sedang tertidur itu adalah Mamaku. Aku punya hak untuk melihatnya dan juga menyentuhnya untuk yang terakhir kalinya." Darren tak kalah menatap tajam Raka.
PLAAKK!
"Raka!" teriak Raka.
"Kak Raka/Raka!" teriak Andra, Adnan dan Merryn.
Raka menampar keras wajah Darren sehingga menimbulkan bekas di wajahnya dan sudut bibirnya yang terluka.
Darren mengusap darah yang ada di sudut bibirnya. Dan jangan lupa matanya yang menatap tajam Raka.
"Kenapa kau menamparku, hah?! Berani sekali kau menamparku. Memang kesalahanku apa padamu?!" bentak Darren.
Baik Raka maupun anggota keluarganya yang lainnya terkejut mendengar perkataan Darren. Apalagi ketika Darren tidak menyebut kata Kakak kepada Raka.
"Cih! Dasar pembunuh!" teriak Satya dengan lantangnya.
Mendengar kata pembunuh dari mulut Satya membuat Darren makin emosi. Saat ini Darren tengah emosi. Pasalnya orang yang telah menghubunginya dan memintanya datang ternyata telah menjebaknya. Orang itu sengaja menyuruhnya untuk datang agar dirinya terlihat buruk dimata anggota keluarganya. Dan bahkan orang itu sudah menyuruh dua orang suruhannya untuk membuat berita palsu mengenai kejadian yang menimpa Clarissa dan Amanda.
"Apa maksudmu, brengsek?!" bentak Darren.
BUGH!
Vito memberikan pukulan tepat di rahang Darren. Darren yang mendapatkan pukulan tersebut tak terima. Darren pun membalasnya.
DUUAAGGHH!
Darren memberikan tendangan tepat mengenai perut Viti sehingga membuat tubuh Vito tersungkur di lantai. Darren menatap nyalang Vito.
"Viti!" teriak Satya lalu membantu Vito.
"Kak Vito!" teriak Velly dan Nasya.
"Menjijikkan!" teriak Darren.
"Lebih baik kau pergi dari rumah ini Darren. Kau sudah tidak diterima di rumah ini. Kau telah membunuh Mama dan kau telah membuat tante Amanda koma!" bentak Velly.
"Brengsek! Perempuan yang terbaring disana adalah ibuku. Perempuan yang telah melahirkanku. Jadi mana mungkin aku tega membunuhnya, hah!" teriak Darren.
Mendengar teriakan dari Darren semua orang menjadi takut, termasuk anggota keluarga Austin. Dapat mereka lihat dari cara Darren yang menatap mereka semua dengan tatapan yang mengerikan.
"Biarkan Darren melihat wajah ibunya. Kalian tidak berhak untuk melarangnya." Julian berbicara sambil menatap wajah Jin dan keempat adiknya.
"Kami tidak ingin pembunuh itu menyentuh Mama, Om!" teriak Velly.
"Kau jangan asal bicara Velly. Tidak mungkin Darren membunuh ibunya sendiri. Kau tahu sendiri bagaimana rasa sayang dan rasa hormat Darren kepada ibunya." Adnan berbicara dengan nada lembut sembari menyakinkan Velly.
"Kau jangan membelanya Adnan. Bukankah ibumu koma gara-gara bajingan ini," ucap Raka sambil tangannya menunjuk kearah Darren.
Julian, Andra, Adnan dan Merryn hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan menjijikkan Raka dan adik-adiknya.
Darren kembali melangkah menuju jenazah ibunya. Namun lagi-lagi tangannya berhasil dicekal oleh Raka.
"Sudah aku katakan padamu. Menjauhlah dari Mamaku. Jangan beraninya kau menyentuh Mamaku dengan tangan kotormu itu!" bentak Raka.
Darren menarik tangannya. Setelah terlepas, Darren kemudian mendorong tubuh Raka sehingga tubuh Raka terhuyung ke belakang.
"Kukatakan juga padamu tuan Raka. Kau tidak berhak melarangku untuk menyentuh ibu kandungku. Disini aku yang lebih berhak atas ibuku. Bukan kalian. Aku putra kandungnya. Sementara kalian.....!"
Darren menghentikan ucapan dan matanya menatap tajam Raka. Tersirat amarah yang begitu besar disana. Dan Raka melihat hal itu.
"Kau dan adik-adikmu itu buk....."
PLAAKK!
"Aaakkkhhh!" Darren memegang wajahnya dan kini tatapan matanya beralih menatap wajah pria yang tak lain adalah ayahnya.
Ya! Felix menghampiri Raka dan Darren dan langsung memberikan tamparan keras di wajah Darren.
"Sudah cukup Darren. Kau sudah sangat keterlaluan!" bentak Darren.
Darren menatap tajam Felix. "Apa kau bilang? Kau bilang kalau aku sudah sangat keterlaluan, hah! Lalu bagaimana dengan para sampah itu!" teriak Darren yang jari telunjuknya menunjuk kearah Raka dan adik-adiknya. "Kau hanya diam saat para sampah itu menyebutku pembunuh. Kau hanya diam ketika para sampah itu menamparku dan juga memukulku. Tapi kenapa saat aku membalas para sampah itu, kau langsung marah padaku. Padahal aku juga putramu!" teriak Darren di depan wajah Felix.
Seketika tubuh Felix tersentak ketika mendengar putra bungsunya tidak memanggilnya dengan panggilan Ayah. Putranya memanggil dengan panggilan 'Kau'. Hatinya benar-benar terluka.
"Papa tidak mau ribut denganmu. Lebih baik kau pergi dari rumah ini. Papa sudah tidak sudi lagi memiliki putra sepertimu." Felix berucap dengan begitu santainya.
"Kak Felix. Apa Kakak sadar dengan ucapan Kakak itu?! Darren itu putramu. Darah dagingmu. Bagaimana bisa Kakak lebih percaya omongan orang lain dan juga video itu dari pada putra kandung Kakak sendiri!" bentak Julian.
"Jangan campuri urusanku Julian!" Felix balik membentak Julian.
"Sekarang pergilah dari rumah ini. Jangan pernah kembali lagi karena kau bukan bagian dari keluarga Austin!" bentak Felix.
"Hahahahaha." seketika Darren tertawa keras. "Singa saja yang kejam masih menjaga dan melindungi anak-anaknya. Sementara kau yang manusia tapi kelakuan seperti binat*ng. Benar-benar menjijikkan!" teriak Darren.
Darren melangkah mundur, lalu matanya menatap tajam satu persatu anggota keluarga Austin, kecuali Julian, Andra, Adnan dan Merryn.
"Baiklah jika itu mau kalian aku akan pergi dari rumah ini. Tapi ingat dua hal. Dan jangan pernah kalian lupakan. Pertama, jika kalian sudah mengetahui kebenarannya bahwa bukan aku yang membunuh Mama. Bukan aku yang membuat Tante Amanda koma. Lalu kalian semua menyesal dan ingin meminta maaf padaku. Aku Darren tidak akan pernah memaafkan kalian. Sekali pun kalian semua menangis darah dan bersimpuh di kakiku. Aku tidak akan pernah memberikan maaf untuk kalian semua. Kedua, aku akan kembali lagi ke rumah ini hanya untuk menghancurkan kalian semua. Apa yang aku rasakan hari ini akan aku pastikan kalian semua juga akan merasakannya. Ingat itu! Tunggu saja pembalasanku!"
Darren menatap satu persatu wajah anggota keluarga Austin dengan tatapan amarah dan tatapan penuh kebencian. Setelah itu, Darren menatap lirih kearah ibunya dengan deraian air mata. Hatinya benar-benar hancur karena tidak bisa menyentuh dan melihat wajah ibunya untuk yang terakhir kalinya.
"Mama. Aku menyayangimu. Maafkan aku yang tidak bisa ikut mengantarkan Mama ke tempat peristirahatan terakhir Mama. Aku akan selalu mendoakan Mama. Aku akan selalu mengingat dengan semua kata-kata Mama. Aku akan selalu mengingat semua nasehat Mama. Dan aku akan selalu mengingat semua yayang pernah Mama ajarkan kepadaku. Selamat jalan, Ma! Semoga Mama bahagia disana."
Julian, Andra, Adnan dan Merryn menghampiri Darren. Lalu mereka bersamaan memeluk Darren.
"Kamu tinggal bersama Om di rumah Om," ucap Julian.
"Iya, Ren! Kamu tinggal sama kita saja ya." Merryn ikut setuju dengan ucapan ayahnya.
Darren melepaskan pelukan dari orang yang begitu menyayanginya. Darren tersenyum menatap wajah tampan dan juga cantik keempat orang yang ada di hadapannya.
"Terima kasih Om, Kak! Tapi aku tidak bisa. Aku tidak mau kalian mendapatkan masalah karena aku."
Ketika Julian ingin berbicara, Darren sudah terlebih dahulu memotongnya.
"Aku akan baik-baik saja. Percayalah!"
Setelah mengatakan itu, Darren pun pergi meninggalkan rumah keluarga Austin.
FLASHBACK OFF
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments