Darren masih di rumah sakit. Sudah dua hari dirinya dirawat. Selama dua hari pula anggota keluarganya selalu setia menemaninya. Kadang mereka menjaga secara bersama-sama. Kadang mereka menjaga secara bergantian.
Hari ini adalah hari minggu. Hari dimana mereka menetapkan waktu untuk berkumpul dengan anggota keluarga.
Seandainya Darren tidak dirawat di rumah sakit. Sudah dipastikan mereka akan menghabiskan waktu untuk makan bersama diluar. Dan juga pergi mengunjungi tempat-tempat indah lainnya. Itulah keseharian mereka dikala libur.
Dikarenakan permata mereka kembali down sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Dan berakhir lah mereka semua ada disini. Di ruang rawat Darren. seluruh anggota keluarga Smith berada di ruang rawat Darren.
Marco duduk di samping ranjang adiknya. Tangannya menggenggam erat tangan adiknya. Marco bahkan berulang kali mengecup telapak tangan adiknya itu dengan sayang.
"Ren, kenapa jadi gini sih? Kenapa kamu harus kembali masuk ke rumah sakit lagi? Sakit lo hati Kakak melihat kamu kembali terbaring di rumah sakit. Bukankah kamu sudah janji sama Kakak kalau kamu tidak akan sakit-sakit lagi. Kamu juga bilang sama Kakak kalau rumah sakit itu sangat mengerikan."
Marco berbicara sambil matanya menatap wajah tampan adiknya. Dan tangannya membelai lembut rambutnya.
Ketika Marco tengah fokus menatap wajah tampan adiknya dan tangannya bermain-main di rambutnya, tiba-tiba Marco merasakan tangannya digenggam oleh adiknya.
"Darren," panggil Marco.
Mereka yang mendengar Marco yang memanggil Darren langsung mengerubungi ranjang Darren.
"Ada apa Marco?" tanya Erland.
"Darren, Om! Tadi tangan Darren menggenggam tanganku," jawab Marco.
Erland mengusap rambut Darren, lalu mengecup keningnya. "Sayang. Ini om Erland. Apa kamu tidak ingin melihat om, hum?"
Tepat setelah Erland mengucapkan kata itu. Darren berlahan membuka kedua matanya. Mereka yang melihat hal itu tersenyum bahagia.
"Darren." mereka memanggil Darren secara bersamaan.
Mereka menatap wajah Darren dengan penuh sayang, lalu memberikan kecupan sayang di kening Darren secara bergantian.
"Opa, Om, Tante, Kakak." Darren menatap satu persatu wajah anggota keluarganya.
"Apa ada yang sakit, hum?" tanya Ronald dengan kembali mengecup kening Darren.
"Tidak," jawab Darren sembari menggelengkan kepalanya.
"Aku dimana?" tanya Darren.
"Kamu sekarang di rumah sakit, sayang!" jawab Steven.
Mendengar jawaban dari Steven, suami dari tantenya Clara. Seketika Darren teringat ketika dirinya yang mengamuk dan berusaha melukai dirinya sendiri. Dan detik kemudian air matanya mengalir begitu saja dari sudut matanya.
Melihat Darren yang tiba-tiba menangis membuat hati mereka sakit. Mereka berusaha mati matian selama ini membuat Darren selalu tersenyum, ceria dan juga bahagia, Namun keluarga Austin kembali menyakitinya.
Semenjak kejadian dimana Darren yang diusir oleh anggota keluarga Austin hingga berakhir kecelakaan yang membuat Darren koma selama enam bulan. Ketika sadar dari koma hidup Darren berubah dratis. Yang dulunya ceria, cerewet, jahil, suka berteriak di dalam rumah dan sering mengumpat kini berubah menjadi sosok pemuda ketus, dingin, jutek dan bahkan sering emosi jika ada yang salah berbicara.
Dengan kasih sayang, perhatian dan juga kepedulian seluruh anggota keluarga Smith, terutama keempat kakak-kakaknya yaitu Saskia, Nuria, Marco dan Afnan. Akhirnya sifat asli Darren kembali lagi seperti dulu. Darren berlahan mulai kembali ceria, cerewet dan juga manja. Bahkan sikap manjanya bertambah dua kali lipat.
Clara berpindah posisi. Kini berdiri di dekat Darren. Clara menghapus air matanya Darren lalu mengecup keningnya dengan sayang. Clara menggenggam tangan Darren.
"Sayang. Dengarkan tante ya. Buang semua pikiran buruk yang saat ini ada di pikiran kamu. Jangan memikirkan apapun. Tante tahu, pasti saat ini kamu berpikir kalau kamu lagi-lagi menyusahkan kami dan lagi-lagi membuat kami semua khawatir. Kita ini adalah keluarga. Jadi, sudah sewajarnya jika kita saling peduli satu sama lain. Jangan pernah berpikir kalau kamu adalah beban untuk kami. Tidak sayang. Kamu bukan beban untuk kami. Kami tidak merasa terbebani dalam mengurusmu dan menjagamu. Kamu adalah putra kandung dari Clarissa Smith, Kakak kandung tante dan cucu kandung Robert Smith." Clara berbicara sambil tersenyum hangat menatap wajah tampan keponakannya.
"Apa yang dikatakan oleh tantemu itu benar sayang? Kami semua menyayangimu. Kami semua peduli padamu. Jadi jangan pernah berpikir macem-macem, oke!" Steffany mengelus rambut Darren lalu mengecup keningnya.
"Kami semua menyayangimu, Darrendra Smith!" seru Qenan, Willy, Cavitta dan Lory bersamaan. Mereka adalah anak-anaknya Erland Smith.
"Kami semua peduli padamu," ucap Theo, Devano, Alfin dan Tamara bersamaan. Mereka adalah anak-anaknya Ronald Smith.
"Kau kebahagiaan kami," ucap Andry, Garvin dan Naura bersamaan. Mereka anak-anaknya Clara Smith/Clara Fidelyo.
"Kau adik kesayangan kami," ucap Saskia, Nuria, Marco dan Afnan bersamaan.
Mendengar untaian kata-kata manis dan juga kata-kata menghibur dari anggota keluarganya membuat Darren merasakan kebahagiaan begitu besar. Dirinya benar-benar bahagia dan juga bersyukur memiliki mereka semua dalam hidupnya.
"Om bantu aku duduk," ucap Darren.
Mendengar permintaan Darren. Ronald dan Marco langsung membantu Darren untuk duduk.
Darren menatap satu persatu wajah anggota keluarganya. "Terima kasih. Aku menyayangi kalian. Tetaplah sehat. Jangan sepertiku yang suka sakit dan suka masuk rumah sakit."
Mendengar ucapan dari Darren. Mereka semua tersenyum hangat dan juga tersenyum bahagia.
"Tuhan. Lindungi mereka semua. Jangan ambil mereka dariku. Biarkan aku membahagiakan mereka terlebih dahulu," batin Darren.
Ketika mereka tengah sibuk dengan dunia mereka, tiba-tiba terdengar suara pintu ruang rawat di buka.
CKLEK!
Mereka semua melihat kearah pintu tersebut. Dan dapat mereka lihat Julian dan ketiga anak-anaknya yang datang.
"Apa kami mengganggu?" tanya Julian basa basi.
"Ach, tidak! Kau sama sekali tidak mengganggu Julian," sahut Robert.
"Ayo, silahkan!"
Ronald membawa Julian dan ketiga anak-anaknya untuk mendekat ke ranjang Darren.
Sementara yang lainnya memberikan ruang untuk Julian dan ketiga anak-anaknya.
"Hei, Ren! Bagaimana? Sudah baikan?" tanya Merryn.
"Aku sudah tidak apa-apa, kak! Kakak tidak perlu khawatir," jawab Darren dengan memperlihatkan senyuman manisnya.
Mereka tersenyum ketika melihat senyuman dari Darren. Mereka berharap kalau senyuman itu bukanlah senyuman palsu.
"Om benar-benar tidak menyangka jika efek dari perbuatan mereka sampai membuat kamu seperti ini sayang. Maafkan om yang gagal melindungimu." Julian berucap lirih dan juga menatap sendu Darren.
"Om Julian tidak salah. Om Julian sudah melakukan yang terbaik untukku selama ini. Aku berterima kasih sama om. Disaat keluarga itu tidak mempercayaiku. Om justru lebih memilih mempercayaiku. Om tidak perlu membahas mereka lagi. Aku juga sudah muak dengan mereka semua. Terserah mereka mau melakukan apa. Aku sudah tidak peduli." Darren berbicara dengan wajah dinginnya.
"Kau benar, Ren! Untuk apalagi membahas mereka. Itu tidak penting. Lebih baik kita pikirkan kebahagiaan kita sendiri dan juga kebahagiaan orang-orang yang menyayangi kita." Adnan berbicara sambil tangannya bermain-main di kepala Darren.
"Hm." Andra dan Merryn mengangguk setuju.
"Astaga. Om hampir lupa memberitahumu!" seru Julian.
"Apa itu om?" tanya Darren.
"Om mendapatkan flashdisk dari Dokter yang menangani Amanda, tante kamu. Dokter itu mengatakan pada om flashdisk itu ditemukan di saku baju tante kamu." Julian menjawabnya.
Mendengar ucapan dari Julian. Baik Darren maupun anggota keluarga Smith terkejut dan juga penasaran.
Julian mengambil flashdisk itu di saku celananya. Setelah mendapatkannya, Julian langsung memberikan flashdisk itu kepada Darren.
"Ini flashdisknya, Ren!"
Darren menerima flashdisk itu.
"Apa om Julian sudah melihatnya? Apa isinya?" tanya Darren.
Julian melihat kearah ketiga anak-anaknya. Mendapatkan anggukkan dari ketiga anak-anaknya. Julian kembali menatap Darren.
"Itu... Om..." Julian sedikit ragu untuk mengatakan isi dari flashdisk itu. Julian tidak ingin membuat Darren kembali down.
Darren yang melihat Julian yang ragu untuk mengatakan isi dari flashdisk itu seakan paham apa yang dipikirkan oleh Julian.
"Katakan saja om. Om tidak perlu khawatir tentang kondisiku. Aku janji aku akan baik-baik saja," sahut Darren.
"Iya, Darren! Om sudah melihatnya. Isi flashdisk itu adalah kejadian dimana ibu kamu dan tante kamu diserang. Bahkan di flashdisk itu tertulis dua nama wanita yang berinisial AR dan SR. Kedua wanita itu bekerja sama untuk menguasai seluruh kekayaan keluarga Austin. Dan rencana pertama mereka berhasil. Om juga tidak mengerti apa maksud dari rencana pertama sudah berhasil."
Darren menatap ke depan dengan tatapan yang sulit di artikan. "Aku tahu maksud dari kata 'rencana pertama sudah berhasil'," sahut Darren.
Mereka menatap lekat wajah Darren. Ada kilat amarah dan dendam dari tatapan mata tersebut.
"Rencana pertama kedua wanita itu adalah berhasil menyingkirkan aku, Mama dan tante Amanda." Darren berucap dengan wajah dinginnya.
Mendengar ucapan dari Darren membuat mereka semua terkejut. Mereka semua penasaran siapa kedua wanita tersebut.
"Apa yang harus kita lakukan, Ren?" tanya Andra.
Darren menatap wajah Andra, kakak sepupunya itu. Detik kemudian, Darren tersenyum. "Kak Andra tidak perlu khawatir. Aku akan menyelidiki masalah ini. Aku juga sudah memerintahkan beberapa orang-orangku untuk menyelidiki kasus penyerangan Mama dan tante Amanda. Bahkan aku meminta Zidan sahabatku untuk melacak gerak gerik keluarga Austin. Aku mencurigai satu orang di dalam keluarga Austin. Tapi aku tidak berani mengambil kesimpulan karena aku takut salah."
"Aku minta kepada kalian semua untuk bersikap seperti biasa. Jangan membahas masalah tentang kejadian dimana Mama dan tante Amanda. Apalagi disaat kalian berada diluar," ucap Darren dengan menatap satu persatu wajah-wajah orang yang ada di ruang rawatnya.
Mendengar permintaan dari Darren dengan kompak mereka menjawab dan mengangguk menyetujuinya.
"Baiklah, Darren! Kami mengerti!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments