Darren sudah berada di rumah. Lebih tepatnya berada di Apartemen Afnan, sang Kakak. Ketika Darren meminta pulang. Awalnya anggota keluarganya melarangnya. Mereka ingin Darren dirawat dua hari lagi. Namun, karena keras kepalanya dan sifat liciknya berakhir seluruh anggota keluarganya pun mengizinkannya untuk pulang plus satu persyaratan dari sang Kakak yaitu Afnan.
Saat ini Darren sedang berkutat dengan laptopnya dan ditemani segelas susu kesukaannya. Sementara sang Kakak, Afnan berada di dalam kamarnya sedang membersihkan diri.
Darren memeriksa semua pekerjaannya melalui laptop miliknya. Mulai dari memeriksa beberapa email yang dikirim oleh asisten-asisten kepercayaannya, memeriksa beberapa file penting, memantau dan mengawasi para karyawannya yang ada di tiga Perusahaan miliknya. Dua Perusahaan yang didirikan olehnya sendiri dan satu Perusahaan yang diwariskan oleh ibunya.
"Darren," panggil Afnan dengan suara lembut sembari melangkah menuruni anak tangga.
Mendengar namanya dipanggil, Darren langsung mengalihkan perhatian melihat kearah kakaknya. Darren tersenyum melihat Kakaknya yang sudah dalam keadaan rapi.
Setelah berada di ruang tengah, Afnan langsung menduduki pantat di sofa. Matanya menatap kearah laptop dan beberapa berkas di atas meja, lalu menatap wajah adiknya.
"Kamu baru keluar dari rumah sakit, Ren! Kenapa sudah banyak berkasnya?" Afnan menatap khawatir adiknya. Dirinya tidak ingin adiknya kembali sakit hanya karena kelelahan.
"Aish, Kak! Jangan perlihatkan wajah Kakak seperti itu. Aku tahu kakak khawatir. Percayalah padaku. Aku akan baik-baik saja." Darren berbicara lembut sembari tersenyum hangat kepada kakaknya.
"Apa kamu sudah sarapan?" tanya Afnan.
"Baru minum susu segelas. Tuh gelas yang kedua." Darren menjawab sambil menunjuk dua gelas kosong di atas meja tepat di samping laptopnya.
Afnan melihat kearah dua gelas kosong yang berada di samping laptop milik adiknya. Melihat hal itu, Afnan hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Kamu itu belum sarapan tapi kamu sudah menghabiskan dua gelas susu. Bagaimana pun kamu harus sarapan Ren," sahut Afnan.
"Iya. Aku tahu Kak. Aku sudah delivery untuk sarapan pagi kita berdua. Tapi sudah satu jam orderannya belum nyampe juga. Ya, sudah! Aku minum susu saja untuk mengganjal perutku." Darren menjawabnya dengan nada lembut.
Mendengar jawaban dari adiknya, Afnan hanya bisa menghela nafas pasrahnya.
"Kakak tidak ke Kantor? Bukankah hari ini libur kuliah? Dan Kakak bisa mengambil kesempatan untuk ke Kantor." ucap dan tanya Darren.
"Males," jawab Afnan santai.
"Aish. Gampang banget jawabnya," kesal Darren.
Afnan tersenyum ketika mendengar ucapan dan melihat wajah kesal adiknya.
"Ciri-ciri atasan yang tidak disiplin dan tidak bertanggung jawab," ejek Darren.
Afnan lagi-lagi tersenyum mendengar ucapan dari adiknya. Afnan memang sengaja membuat adiknya kesal.
Ketika keduanya sedang asyik mengobrol, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan suara bell.
TING!
TONG!
"Nah, itu pasti pesanannya datang!" seru Afnan.
Afnan langsung berdiri dari duduknya, lalu melangkah menuju pintu. Setelah tiba di depan pintu, Afnan pun membuka pintu itu.
CKLEK!
Pintu di buka. Dan terlihat seorang pengantar makanan.
"Apa benar ini nomor Apartemen atas nama tuan Darren?" tanya pemuda pengantar makanan itu.
"Iya," jawab Afnan.
"Ini pesanan tuan Darren." pemuda itu memberikan beberapa makanan kepada Afnan.
"Berapa?" tanya Afnan.
"Sudah dibayar, tuan!"
"Oke."
Setelah itu, pemuda itu pun pergi dan Afnan langsung menutup pintu Apartemennya.
Kini Afnan dan Darren sedang menyantap sarapan pagi mereka. Walaupun waktu sudah menunjukkan pukul 9, tapi itu tidak masalah bagi keduanya. Mereka sarapan pagi dengan penuh kebahagiaan. Sesekali Afnan menyuapi adiknya.
****
Sebuah mobil Lexus LFA baru saja berhenti di depan sebuah cafe. Kemudian keluarlah seseorang dari dalam mobinya. Ketika tiba diluar langsung mendapat perhatian dari para pejalan kaki. Mereka kagum akan ketampanannya serta mobil mewah yang digunakannya. Pemuda itu adalah Darrendra Smith.
Matanya menatap bangunan-bangunan di sekitarnya. Matanya menyipit tajam kala membaca papan 'CK CAFE AND COFFE' di sebuah bangunan, namun menarik di ujung jalan.
Darren pun segera melangkahkan kakinya menelusuri trotoar untuk menuju bangunan tersebut.
Bunyi lonceng menyapanya ketika Darren membuka pintu. Aroma kopi pun langsung menyapa penciumannya. Matanya kembali menatap suasana siang cafe ini tidak terlalu ramai, tapi cukup banyak orang yang sedang menikmati makan siangnya sembari mengutak-atik tablet atau laptop yang berada di hadapan masing-masing.
Darren memilih untuk duduk paling pojok ruangan di sebelah kanan, tepat di samping jalan. Beberapa detik kemudian pelayan datang menghampirinya dan tersenyum ramah, lalu menyerahkan sebuah buku menu.
Darren memesan Falscher dan Tea. Beruntung cafe yang baru Darren kunjungi menyediakan makan siang kesukaannya. Darren kembali melihat kearah jalanan, lalu menyaksikan orang-orang yang berlalu lalang. Di seberang cafe ada sebuah taman kecil yang cukup indah.
Ketika sedang menikmati makan siangnya sembari sesekali melihat kearah jalanan, tiba-tiba ponselnya berdering. Darren pun mengambil ponselnya yang ada di saku celananya dan melihat siapa yang telah menghubunginya.
Setelah mengetahui nama dari sipenelpon, Darren pun segera menjawabnya.
"Hallo, Chello."
"Hallo, Ren! Kau dimana?"
"Aku saat ini berada di cafe makan siang. Kenapa?"
"Bisa kau ke markas BLACK LION sekarang!"
"Apa terjadi sesuatu?"
" Ada lima pengkhianat di markas."
"Apa? Serius?"
"Iya. Lebih baik kau segera kemari."
"Baiklah. Aku segera kesana."
Setelah selesai berbicara dengan Chello. Darren pun langsung pergi meninggalkan cafe tersebut untuk menuju markas BLACK LION.
***
Darren sudah berada di markas BLACK LION. Dan kini Darren bersama keempat sahabatnya berada di ruangan milik Chello.
Darren dan keempat sahabatnya saat ini sedang memantau kamera pengintai yang dipasang disetiap sudut ruangan yang ada di markas BLACK LION. Di dalam rekaman-rekaman itu terlihat para mafioso yang sedang melakukan tugas mereka masing-masing, termasuk para si pengkhianat.
"Itu mereka," sahut Chello sambil jari telunjuk menunjuk kearah lima mafio yang diklim pengkhianat.
Darren menggeram marah ketika melihat lima anggota mafiosonya yang berkhianat. Darren bersumpah tidak memberikan maaf untuk orang-orang yang telah mengkhianatinya.
"Zidan," panggil Darren.
"Ya, Ren!" jawab Zidan.
"Aku mau kau mencari tahu siapa yang membayar mereka untuk menjadi pengkhianat di kelompok kita. Setelah kau mengetahui dalangnyanya kau cari tahu juga anggota keluarganya dan bawa ke markas."
"Baik, Ren!"
"Lalu akan kita apakan mereka?" tanya Chico.
"Aku memberikan kesempatan pertama untuk kalian jika kalian ingin bermain-main dengan mereka. Tapi jangan sampai mereka mati. Setelah kalian puas bermain-main dengan mereka. Kurung mereka di penjara bawa tanah."
"Baiklah."
***
Di kediaman Austin, Felix beserta putra dan putrinya saat ini berada di ruang tengah. Keadaan mereka tampak kacau, terutama Raka, Satya, Vito, Velly dan Nasya. Beberapa hari ini semenjak Raka dan adik-adiknya mengetahui fakta bahwa mereka hanya satu Ayah dengan Darren. Ibu yang selama ini merawat, menjaga dan membesarkan mereka bukanlah ibu kandung mereka, penyerangan yang terjadi pada ibu dan tantenya atas ulah sekelompok orang yang tak dikenal, ibu yang telah melahirkan mereka pergi meninggalkan mereka hanya demi laki-laki lain kini hanya bisa meratapi penyesalan. Mereka semua menyesal telah menyakiti adik bungsunya. Mereka menyesal telah memaki, menghina dan menyebut adik bungsunya dengan sebutan pembunuh.
FLASHBACK ON
Darren dan kelompoknya sudah berada di rumah sakit. Darren menunggu dengan perasaan yang benar-benar takut. Dirinya berharap ibu dan tantenya baik-baik saja.
Clarissa dan Amanda berada di ruangan operasi yang berbeda dengan masing-masing satu Dokter yang menangani keduanya. Serta beberapa perawat.
"Mama... Tante... Hiks," isak Darren.
Darren duduk di kursi tunggu dengan mata sembab, baju yang berlumuran darah dengan tatapan ke depan. Tersirat amarah yang begitu besar disana.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi menandakan sebuah panggilan masuk. Darren yang mendengar suara ponselnya langsung mengambil ponsel tersebut dan menjawabnya.
"Hallo, Darren! Bagaimana kejutan dariku, hum? Seru bukan? Pasti saat ini kau sedang meratapi kesedihan atas apa yang menimpa ibu dan tantemu."
"Siapa kau?!"
"Jika kau ingin tahu siapa aku. Temui aku di Crown Street. Sekarang!"
TUTT!
TUTT!
Panggilan dimatikan secara sepihak oleh orang yang berada di seberang telepon. Sementara Darren tanpa berpikir dua kali langsung beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan rumah sakit untuk menemui sipenelpon misterius tersebut.
Lima menit kepergian Darren. Seluruh anggota keluarga Austin dan keluarga Fernandez datang. Mereka semua datang dalam keadaan kacau. Mata mereka sembab karena menangis.
Keluarga Austin dan keluarga Fernandez mendapatkan kabar mengenai Clarissa dan Amanda masuk ke rumah sakit dari Andara. Sementara Andara mendapatkan kabar dari seseorang.
Bertepatan keluarga Austin dan keluarga Fernandez datang. Pintu ruang operasi terbuka. Dan keluar lah seorang Dokter dengan wajah lelahnya. Felix langsung menghampiri Dokter tersebut. Dan menanyakan keadaan istri dan adiknya.
"Bagaimana keadaan istri dan adik saya Dokter?" tanya Felix.
"Maafkan saya tuan. Untuk pasien yang bernama Nyonya Clarissa dinyatakan telah meninggal dunia. Nyonya Clarissa sudah tidak bernyawa lagi ketika dibawa kesini. Sementara untuk pasien yang bernama Nyonya Amanda berada di ruang operasi lain dan bersama Dokter lain."
Mendengar jawaban dari Dokter tersebut, Felix, kelima anak-anaknya dan keluarga lainnya syok. Mereka semua menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments