20

Alvino dan Kenan larut dalam pekerjaannya, hingga tanpa sadar jam sudah menunjukkan waktunya untuk pulang kerja. Alvino dan Kenan segera membereskan berkas-berkas yang masih berserakan di meja, setelah itu mereka berdua berjalan beriringan keluar dari ruangan.

"Ken, nanti malam kamu akan berangkat ke acara Nathan bersama siapa?" tanya Alvino saat mereka berdua sedang berjalan keluar dari kantor.

"Sebenarnya aku akan datang bersama Rania, tetapi dia mengatakan kalau akan berangkat bersama anggota geng 'Four Angels'," sahut Kenan, dia membukakan pintu mobil untuk Alvino.

"Ada-ada saja mereka, mereka merasa paling hebat sampai membentuk geng begitu," ucap Alvino, Kenan yang baru duduk di belakang setir kemudi, menunggingkan senyumnya mendengar ucapan Alvino.

"Kamu tahu sendiri Al, kalau Cacha dan Nadira merupakan gadis populer di kampus. Jadi, wajar saja kalau mereka membentuk geng, aku yakin pasti banyak lelaki yang mengejar mereka,"

"Cih! Mereka populer karena mereka merupakan keturunan Alexander dan Saputra," ucap Alvino dengan mengejek.

"Ingat Al, Nadira itu adikmu. Aku yakin pasti dulu kamu juga seperti itu sewaktu masih kuliah," cibir Kenan. Alvino hanya diam tidak menanggapi ucapan Kenan.

Suasana di mobil kembali terasa hening, Alvino menyandarkan kepala dan memejamkan matanya untuk mengurangi rasa lelah yang menghinggapi tubuhnya. Namun, baru saja mata Alvino terpejam, tiba-tiba dia membuka kedua bola matanya lebar saat bayangan tatapan mata Rania kembali menghampirinya. Alvino memegang dadanya saat merasakan jantungnya berdetak begitu cepat. Kenan yang melihat dari kaca depan mobil, hanya menautkan kedua alisnya saat mengamati raut wajah Alvino yang terlihat tidak tenang.

"Kamu kenapa, Al?" tanya Kenan, pandangan matanya kembali fokus ke jalanan.

"Tidak apa-apa. Aku hanya merasa tubuhku sangat lelah," sahut Alvino. Kenan hanya terdiam, meski dia yakin kalau ada sesuatu yang mengganggu pikiran Alvino.

Mobil itu berhenti di Mansion Alexander, Alvino segera turun sebelum Kenan membukakan pintu mobil untuknya. Alvino menyuruh Kenan untuk pulang dan bersiap untuk nanti malam. Baru saja Alvino memasuki Mansion, dia melihat Aluna dan Davin yang sedang duduk di ruang tamu, sepertinya kedua orang tuanya sedang menunggunya.

"Mom, Dad," sapa Alvino, dia berjalan mendekati kedua orang tuanya. Tidak lupa, Alvino mencium pipi Aluna dengan lembut, sedangkan Davin hanya menatap tajam ke arah Alvino.

"Jangan menatapku seolah akan menerkamku seperti itu, Dad. Apa Daddy tidak malu, cemburu dengan anak sendiri," ledek Alvino, dia mendudukkan tubuhnya di sofa.

"Sudahlah. Al, jangan memancing amarah Daddy." Aluna berusaha mencegah pertengkaran di antara mereka saat melihat Davin yang hendak mendebat Alvino.

"Tumben sekali Mommy dan Daddy di sini, apa kalian sengaja menungguku?" tanya Alvino menebak.

"Ya, kita memang sengaja menunggu kepulanganmu, Al. Ada yang akan kita bicarakan, ini tentang Rania dan Febian," jawab Davin, wajah Alvino langsung terlihat datar.

"Apa yang perlu di bicarakan dari mereka berdua? Aku tidak ingin Febian salah paham padaku." Alvino bicara seolah tidak peduli.

"Febian tidak di rumah, dia sudah pergi ke rumah Erlando," sahut Aluna. Alvino menghela napasnya dengan panjang.

"Al, apa yang akan kamu lakukan sekarang, saat sudah mengetahui kalau Rania adalah gadis kecil yang menolongmu sedangkan Febian menganggumi Rania sejak kecil. Apa kamu akan merebut hati Rania?" tanya Aluna, Alvino bisa mendengar suara Aluna yang terdengar begitu khawatir.

"Tidak!" jawab Alvino tegas." Alvino tidak akan merebut hati siapapun. Biar Alvino menunggu ada gadis yang mencintai Alvino dengan tulus dan sesuai kemauannya sendiri. Hanya saja, Febian harus menyiapkan hatinya, karena Kenan sepertinya akan segera melamar Rania," sambung Alvino. Aluna dan Davin menatap terkejut ke arah Alvino.

"Kapan?" tanya Davin penasaran.

"Sekitar satu setengah bulan lagi, walau Kenan merahasiakan tentang gadis Tuan Sandi yang akan di lamarnya, tetapi Al yakin kalau yang akan di lamar Kenan adalah Rania, melihat bagaimana Kenan memperlakukan Ana dan Rania dengan sangat berbeda," jelas Alvino masih dengan raut wajah yang terlihat datar.

"Kamu yakin tidak memiliki sedikitpun rasa pada Rania?" tanya Aluna memastikan. Alvino memalingkan wajahnya, tidak berani menatap ke arah kedua orang tuanya.

"Tidak! Al belum ingin berpikir tentang cinta, Al masih ingin fokus pada Alexander Group. Sudahlah, Al capek, mau istirahat dulu sebelum datang ke acara Nathan nanti malam." Alvino beranjak bangun dan berjalan meninggalkan Aluna dan Davin yang hanya menatap punggung Alvino yang perlahan menjauh dari mereka.

"Mas, kenapa aku merasa kalau sebenarnya Al memiliki perasaan kepada Rania," ucap Aluna saat Alvino tidak lagi terlihat oleh pandangan matanya.

"Jangan terlalu di pikirkan, Sayang. Kita berdoa saja untuk kebaikan anak-anak kita," ucap Davin sembari merangkul pundak Aluna dan mencium puncak kepala Aluna dengan lembut.

🍀🍀🍀🍀🍀

Ana memasuki kamar Rania karena mereka akan segera berangkat ke salon. Begitu Ana sudah di dalam kamar Rania, dia menatap heran ke arah Rania yang sedang terdiam di kursi yang berada di meja rias.

"Kenapa melamun, Ran?" tanya Ana. Rania terjengkit kaget, dia melihat bayangan Ana yang sedang berjalan mendekat ke arahnya lewat cermin. Rania hanya terdiam, dia tidak menjawab pertanyaan Ana sama sekali. Saat sudah sampai di dekat Rania, tatapan mata Ana terfokus pada kotak bludru merah yang berada di tangan Rania.

"Cincin dari siapa?" tanya Ana penasaran.

"Bukan cincin Kak, tetapi kalung pemberian Febian," jawab Rania, tangan kanan Rania membuka kotak bludru merah itu. Ana melihat sebuah kalung yang sangat cantik dengan bandul berlian kecil.

"Cantik sekali kalung ini. Febian nembak kamu?" tanya Ana dengan raut wajah berbinar.

"Tidak." Rania menggeleng perlahan. "Aku sudah menolaknya, tetapi Febian mengatakan aku harus menerima karena ini tanda persahabatan kita," sahut Rania lesu, sampai saat ini sebenarnya hati Rania masih sangat ragu untuk menerima kotak itu.

"Terima saja, Ran. Mungkin itu memang tanda persahabatan kalian. Apa kamu tidak memiliki perasaan kepada Febian Atau kak Kenan?" tanya Ana ingin tahu.

"Aku hanya menganggap Febian sebagai sahabat tidak lebih, sedangkan kak Kenan, aku sudah menganggapnya sebagai kakak."

"Tapi Ran, bukankah kata papa, kurang dari dua bulan lagi kak Kenan akan melamarmu?" Wajah Ana sedikit muram, tetapi dia mencoba terlihat biasa saja di depan Rania.

"Kak, kita belum tahu kan siapa yang akan di lamar kak Kenan. Kalau seandainya kak Kenan justru melamar Kakak, bagaimana?" Ana terdiam mendengar pertanyaan Rania. Bolehkah aku berharap apa yang kamu ucapkan itu benar, Ran? Kalau Kenan akan melamarku bukan kamu. Batin Ana.

"Sudahlah, Kak. Lebih baik sekarang kita berangkat. Jangan sampai Cacha sama Nadira meneror kita karena kita terlambat datang," ajak Rania menggandeng tangan Ana keluar dari kamar.

"Apa kamu akan memakai kalung itu?" tanya Ana saat Rania masih memegang kotak berisi kalung itu di tangannya.

"Ya, aku akan memakainya karena aku ingin menghormati Febian yang sudah memberikannya padaku," sahut Rania.

Kenapa banyak sekali orang yang menyayangimu, Ran. Bolehkah aku merasa sedikit iri dengan perhatian orang-orang kepadamu. Ana menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran buruk yang menghampiri otaknya.

Terpopuler

Comments

Santi Haryanti

Santi Haryanti

semoga memang ana yang nnti nya akan dilamar Kenan

2021-11-05

3

Siti Homsatun

Siti Homsatun

Author yg cantik kuberikan sekuntum bunga mawar untukmu 🌹😘😘😘

2021-09-29

0

Ibunya Athifa

Ibunya Athifa

lanjut thor

2021-08-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!