Rania yang baru saja menyelesaikan hajatnya segera keluar toilet dengan wajah lega. Dia berjalan santai keluar dari toilet, tetapi saat di depan toilet tiba-tiba ada orang yang menarik tangan Rania dengan paksa.
"Lepaskan!" teriak Rania berusaha meronta, tetapi cekalan tangan itu begitu kuat. Mereka berhenti setelah cukup jauh dari toilet dan berada di tempat yang sepi.
"Kita dapat mangsa, Bos." Rania mendongak mendengar suara orang yang tak di kenalnya. Tubuh Rania langsung gemetar saat melihat tiga orang dengan wajah garang berdiri di sekitarnya. Mereka menatap Rania dengan tatapan penuh nafsu, terlihat sekali dari salah satu mereka yang menatap Rania sembari menyapu bibir dengan lidahnya.
"Ka-kalian siapa?" tanya Rania gugup, dia benar-benar ketakutan.
"Jangan takut adik kecil, kita hanya akan mengajakmu bersenang-senang," jawab pria penuh tato di tubuh dengan tindik di kedua telinganya.
"Tolong, lepaskan saya," pinta Rania memelas, bahkan matanya mulai terlihat basah.
"Aku tidak akan melepaskanmu, salah siapa kamu berani ke toilet sendiri malam-malam seperti ini, hahaha." Suara tawa mereka terdengar menggelegar di tempat yang sunyi itu membuat tubuh Rania semakin gemetar ketakutan.
"Kakak tolong aku," gumam Rania sambil terisak.
"Panggil saja kakakmu sekeras mungkin, tidak akan ada yang mendengarmu di sini!" Pria itu memegang dagu Rania, dia membuang kaca mata Rania hingga wajah cantik Rania yang selama ini di tutupi benar-benar terpancar.
"Wow, ternyata dia cantik sekali Bos," ucap lelaki yang memegang tangan Rania. Bahkan, mereka tidak peduli pada airmata Rania yang telah mengalir.
"Benar-benar kita tidak salah memilih mangsa. Buka!" titah pria bertato itu, dua orang yang juga bertampang sangar itu mencekal tangan Rania dengan kuat seraya menarik paksa jaket yang membalut tubuh Rania.
"Aku mohon, lepaskan aku! Lepas!" teriak Rania keras, tetapi mereka tetap membuka paksa jaket Rania, saat jaket Rania terbuka, mereka terkejut melihat begitu banyak luka jahitan di tubuh Rania.
"Ternyata hanya wajahmu saja yang cantik, tapi tubuhmu begitu buruk," hina pria bertato itu. "Tapi kita tetap harus mencicipinya, aku yakin dia masih segel," tambah pria itu dengan senyum licik. Airmata Rania semakin mengalir deras di pipinya.
Siapapun tolong aku, aku mohon.
🍀🍀🍀🍀🍀
Ana dan Alvino baru saja mencapai garis finish, Alvino sampai terlebih dahulu dengan selisih waktu beberapa detik saja dari Ana. Mereka berdua menghentikan motor mereka bersebelahan.
"Selamat, Al. Kamu memang hebat," puji Ana dengan senyum simpul di wajahnya. Alvino menatap lekat wajah Ana yang tersenyum itu.
"Kamu juga hebat An. Kita hanya selisih beberapa detik saja," Alvino balik memuji kehebatan Ana. Wajah Ana tiba-tiba terdiam membuat Alvino menjadi heran.
"Kamu kenapa An?" tanya Alvino melihat perubahan raut wajah Ana.
"Aku harus mencari Rania, jantungku berdebar-debar rasanya sangat gelisah, Al," jawab Ana sambil berlari ke tempat Nathan dan Kenan yang sedang duduk berdua. Alvino pun mengikuti Ana di belakangnya.
"Rania di mana, Kak?" tanya Ana begitu dia sudah sampai di tempat Nathan dan Kenan.
"Sedang ke toilet," jawab Kenan, tetapi wajah Kenan terlihat memucat saat teringat kalau Rania sudah ke toilet hampir setengah jam yang lalu. Tanpa banyak bicara, Kenan segera berlari ke toilet bersama Ana, Nathan dan Alvino.
"Rania," panggil mereka berkali-kali, tetapi toilet itu kosong semua.
"Ran, kamu di mana? Jangan tinggalkan Kakak," panggil Ana dengan suara bergetar karena menahan tangis. Kenan memeluk erat tubuh Ana yang terus terisak.
"Kamu tenang ya, An. Rania pasti ketemu," bisik Kenan lirih, dia mengusap punggung Ana yang masih di dalam pelukannya agar Ana tenang.
"Rania di mana Kak? Aku takut Rania kenapa-napa," gumam Ana lirih dengan airmata yang terus berderai di pipinya. Alvino dan Nathan menatap iba kepada Ana.
"Kamu di sini saja jaga Ana, Ken. Biar aku dan Nathan yang mencari Rania." Alvino berjalan cepat menuju motornyadi ikuti Nathan di belakang. Alvino dan Nathan sama-sama menyusuri jalan di sekitar arena balap itu, tetapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Rania sama sekali.
"Gimana, Al?" tanya Nathan saat mereka sedang berhenti di sebuah tempat yang sepi.
"Kenapa kita bodoh, Nat! Kenapa kita tidak menyuruh Ana mengecek saja GPS ponsel Rania," gerutu Alvino, dia hendak menghidupkan motornya lagi, tetapi telinga Alvino samar-samar mendengar suara wanita yang menjerit minta tolog. Alvino segera turun dari motor, Nathan hanya menatap bingung ke arah Alvino yang berjalan dengan cepat.
"Kenapa, Al?" tanya Nathan penasaran. Alvino meletakkan telunjuk di bibirnya menyuruh Nathan untuk diam. Alvino berjalan pelan mengikuti arah suara teriakan itu, beberapa meter dari tempatn Alvino berdiri, dia melihat seorang wanita yang sedang di cekal dua pria kekar dengan satu orang bertato berdiri di depan mereka. Mata Alvino menajam, mengamati siapa wanita itu, saat penglihatannya sudah jelas, Alvino terkejut melihat wanita itu adalah Rania. Nathan yang berdiri di belakang Alvino pun ikut terkejut. Alvino melangkahkan kakinya lebar mendekati mereka dengan tangan yang mengepal erat.
"Nat, kamu hubungi daddy dan om Ronal suruh mereka datang ke tempat ini, kamu share loc saja," titah Alvino, Nathan pun hanya menurut, dia mengambil ponsel yang berada di saku celana dan mengikuti perintah Alvino.
"PECUNDANG!" teriak Alvino keras, mereka langsung menoleh ke arah Alvino, sedangkan Rania yang tangannya telah terlepas segera berjalan menjauh, dia mencari jaket miliknya yang dibuang, tetapi karena pencahayaan yang minim, Rania tidak bisa menemukan jaket itu. Akhirnya, Rania hanya terduduk di pinggir jalan seraya memeluk kedua lututnya.
"Siapa kamu?! Berani sekali kamu menantangku!" Pria bertato itu membentak Alvino balik, tetapi Alvino tetap terlihat tenang dengan bibir yang terlihat menyeringai.
"Kamu tidak perlu tahu siapa aku, tapi kamu harus menghadapiku karena sudah berani menyentuh wanitaku," kata Alvino mantap untuk meyakinkan para pria sangar itu.
"Cih! Gadis dengan banyak luka jahit di lengannya, kamu bilang wanitamu?!"
Deg
Jantung Alvino terasa berdebar begitu cepat saat mendengar ucapan pria itu. Gadis dengan banyak luka jahit di lengannya. Entah mengapa, kalimat itu terasa berputar-putar di otak Alvino. Dia menatap ke arah Rania yang sedang duduk sambil membenamkan wajahnya di lutut yang di peluknya. Alvino tiba-tiba merasakan sebuah perasaan aneh yang menyergapi hatinya.
BUG. Tubuh Alvino langsung jatuh ke lantai karena pukulan yang kuat dari pria bertato, apalagi Alvino dalam keadaan yang tidak siap.
"SIAL!" umpat Alvino kesal. Pria itu menatap Alvino dengan tatapan mengejek membuat amarah Alvino seketika naik. Alvino berdiri lalu bersiap untuk melayangkan kepalan tangannya ke arah mereka. Belum sempat kepalan tangan Alvino sampai di wajah mereka, suara Ronal berhasil menghentikan gerakan Alvino.
"Jangan main hakim sendiri, Al. Biar Om yang memberi pelajaran untuk mereka," kata Ronal dengan nada tegas. Ketiga pria itu terkejut melihat Ronal, mereka menundukkan kepala karena takut karena Ronal adalah penguasa wilayah arena balap ini.
"Tu-tuan," panggil mereka terbata.
"Berani sekali kalian menyakiti keponakanku!" bentak Ronal marah saat melihat wajah Alvino yang mengeluarkan darah di sudut bibirnya.
"Ma-maaf Tuan. Saya tidak tahu kalau dia adalah keponakan anda," jawab mereka takut.
"Kalian harus mempertanggung-jawabkan perbuatan kalian. Nat! Kamu tahan mereka sampai pihak berwajib datang dan kamu Al, cepat bawa putri Tuan Sandi pergi dari sini, dia pasti sangat ketakutan." Alvino mengangguk mendengar perintah Ronal. Alvino berjalan cepat ke arah Rania yang sedang duduk ketakutan, bahkan wajah Rania masih terbenam di kedua lututnya. Begitu sampai di dekat Rania, tubuh Alvino menegang, bahkan ototnya terasa linu saat melihat begitu banyak bekas luka jahit di lengan Rania. Betapa sakitnya saat dia mendapat luka itu, bahkan bekas luka jahit nya saja membuatku merinding. Batin Alvino, dia memegang kedua bahu Rania yang masih terlihat bergetar.
"Jangan sentuh aku, aku mohon. Papa, Kak Ana, tolong Rania," isak Rania ketakutan.
"Kamu sudah aman," kata Alvino lirih. Rania langsung mendongak dan tatapan mereka berdua akhirnya bertemu. Tubuh Alvino kembali terasa menegang, bahkan jantungnya terasa berdetak berkali-kali lebih kencang, darah di tubuh Alvino terasa berdesir.
Deg deg deg. Tatapan mata itu. Batin Alvino seraya menatap lekat mata Rania.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Sudiyem Selsi
jahitan bekas luka itu karena menolong Alvino thor
2021-12-15
0
Santi Haryanti
akhirnya
2021-11-05
0
Sokhibah El-Jannata
tatap tatapan akhirnya... g jadi menatap aku 😅😅😅
2021-09-28
0