03

Suasana pagi hari di Mansion Alexander, Alvino yang sudah memakai seragam sekolah lengkap, segera bergabung bersama keluarganya untuk sarapan. Dia mendudukkan tubuhnya di atas kursi yang berada di samping Aluna.

"Kamu mau berangkat ke sekolah sama siapa, Al? Kak Queen atau Nathan?" tanya Aluna sambil menaruh nasi ke atas piring Alvino.

"Al berangkat sama Nathan saja, Mom. Kak Queen lama, seperti Tuan Putri." Queen yang duduk di depan Alvino hanya menatap tajam ke arah sepupunya. Namun, Alvino seolah tidak takut dan justru menjulurkan lidahnya. "Lagipula kasihan sopir Kak Queen kalau harus bolak-balik," imbuhnya.

"Salah kamu sendiri, dulu Daddy sudah menyuruhmu satu sekolah dengan Kak Queen, kamu langsung menolak begitu saja," ucap Davin tapi Alvino tidak menanggapi. Setelah semua mendapat jatah mereka masing-masing, Davin segera memimpin doa sebelum memulai sarapannya.

"Selamat pagi, Tuan," sapa Asisten Jo. Davin yang sedang menyuapkan nasi ke dalam mulutnya, segera menolehkan kepalanya ke belakang.

"Kamu sudah datang, Nat?" Justru Alvino yang bertanya dengan heboh.

"Sudah, Tuan Muda," jawab Nathan sopan. Dia menundukkan kepalanya karena menahan tawa saat melihat raut wajah Alvino yang terlihat sebal.

"Apa kamu sudah sarapan, Jo?" tanya Davin sambil menyudahi sarapannya.

"Sudah, Tuan."

"Nathan, hari ini kamu berangkat bersama Al saja ya, nanti kalian berdua biar diantar sopir," suruh Davin. Setelah Nathan mengangguk pelan, Davin bangkit berdiri dari duduknya dan mengecup puncak kepala Aluna dengan lembut.

"Sayang, aku berangkat dulu. Aku mencintaimu," pamit Davin diiringi kecupan lembut di pipi kanan dan kiri istrinya. Aluna menarik kedua sudut bibirnya, membentuk sebuah senyuman simpul.

"Hati-hati di jalan, Mas." Davin menanggapi dengan senyuman dan pergi dari mansion setelah anak-anaknya mencium punggung tangannya.

"Mommy," panggil Alvino lembut, sedangkan Aluna hanya memutar bola matanya malas.

"Mom, mumpung tidak ada daddy. Boleh ya Al bawa motor, sekali saja." Alvino berusaha merayu Aluna.

"Tidak! Sekali Mommy bilang itu artinya kamu dilarang melanggar. Nanti biar diantar Pak Aji saja. Mommy mau berangkat dulu, hari ini ada rapat wali siswa." Aluna mengulurkan tangan kanannya dan Alvino segera menyambutnya lalu mencium punggung tangan itu.

"Yes, Mom." Aluna pergi begitu saja tanpa peduli pada Alvino yang sudah memasang wajah kecewa.

"Nadira, Febian, ayo kita berangkat," ajak Aluna sambil menuntun kedua anaknya yang masih duduk di kelas tiga dan empat SD itu. Queen pun ikut mengekor di belakang Aluna. Saat mereka semua sudah keluar dari mansion, Alvino menatap ke arah Nathan dengan menunjukkan senyum seringai di sudut bibirnya.

"Tuan Muda, bagaimana kalau kita ketahuan?" tanya Nathan ragu. Dia yang paham maksud Alvino, hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Jangan panggil aku Tuan Muda! Tidak ada daddy maupun Uncle Jo sekarang," protes Alvino sambil berjalan masuk ke garasi dan Nathan mengikuti di belakangnya.

"Apa kamu yakin kalau kita tidak akan ketahuan, Al?" tanya Nathan cemas.

"Kamu tenang saja, Nat. Kita tidak akan mungkin ketahuan, bukankah kamu lihat sendiri kalau mereka semua sudah berangkat? Pakai saja helm itu." Alvino menunjuk tempat penyimpanan helm.

"Bagaimana caramu menghidupkan motormu? Bukankah semua kunci motor di simpan Aunty Aluna?" tanya Nathan sambil memakai helm di kepalanya.

"Lihatlah! Aku sudah bikin duplikatnya," jawab Alvino santai sambil menunjukkan sebuah kunci motor di tangannya.

"Astaga! Kamu benar-benar nekat!" Nathan menggelengkan kepalanya tidak percaya pada kelakuan ajaib sahabat sekaligus tuan mudanya itu.

Alvino tidak menanggapi ucapan Nathan, dia hanya mendorong motor merahnya keluar dari garasi. Sepertinya, pagi ini Dewi Fortuna sedang memihak pada mereka, karena saat mereka keluar dari garasi, tepat sekali saat penjaga mansion sedang mengambil sarapan di dalam.

"Cepatlah, Nat! Atau kita akan ketahuan," perintah Alvino. Nathan dengan tergesa duduk membonceng di belakang Alvino. Setelah Nathan sudah duduk di posisinya, Alvino segera melajukan motornya menuju ke sekolah.

"Jangan mengebut! Ingat, kamu bukan sedang berada di arena balap." Nathan berusaha mengingatkan, tetapi Alvino justru semakin melajukan motornya dengan kencang.

Selama dalam perjalanan, bibir Nathan tidak berhenti mengucapkan berbagai doa agar mereka tetap selamat. Meskipun dia yakin akan tetap baik-baik saja, karena Alvino yang sudah terbiasa balapan sejak kecil. Bahkan, dirinya terkadang harus ikut kucing-kucingan dari ayahnya saat mengantar Alvino pergi balapan.

Sesampainya di sekolah, Alvino segera memarkirkan motornya, saat mereka turun dari motor, banyak pasang mata yang menatap takjub ke arah mereka berdua. Bagaimana tidak? Mereka baru kelas satu SMP, tapi sudah mengendarai motor sport sendiri. Walaupun mereka berdua sadar sedang menjadi pusat perhatian, tetapi mereka berdua tetap berjalan santai menuju kelas dengan sikap seolah tidak peduli.

"Nat, kamu apa kamu sudah tahu apa yang menimpaku kemarin?" tanya Alvino.

"Ya, ayahku sudah menceritakan semuanya. Apa yang akan kamu lakukan, Al?

"Sepulang sekolah, kita akan mencari informasi tentangnya."

"Kita aka mencari ke mana? Memang kamu tahu di mana dia bersekolah?" Nathan bertanya lagi, tetapi Alvino hanya menanggapi dengan mengangkat kedua bahunya secara bersamaan.

...***...

Sepulang sekolah, Alvino mengendarai motornya menyusuri jalan di sekitar sekolahnya bersama Nathan yang membonceng di jok belakang. Ketika sampai di depan sekolah dasar ternama, Nathan menyuruh Alvino menghentikan laju motornya, saat ia melihat Cacha-adik perempuannya, sedang duduk sendirian.

"Kenapa kamu sendirian dan belum pulang. Cha?" tanya Nathan, saat ia sudah berdiri di depan Cacha.

"Kak Nathan! Kak Al!" panggil Cacha heboh. "Kenapa kalian di sini?" tanya Cacha heran.

"Kakak ada kepentingan. Nadira dan Febian sudah pulang?"

"Nathan!" Belum juga Cacha menjawab, sebuah teriakan yang begitu melengking datang dari arah belakang. Alvino dan Nathan saling menyenggol lengan mereka tanpa berani menoleh ke belakang.

"Bunda." Cacha berlari menghampiri Mila seraya merentangkan kedua tangannya. Mila menyambut pelukan putri bungsunya itu, lalu membawanya naik ke dalam gendongannya.

"Sayang, Bunda minta maaf ya, sudah terlambat menjemputmu," ucap Mila sambil mendaratkan ciuman di kedua pipi Cacha.

"Tidak apa-apa, Bunda. Tadi ada Kak Nathan dan Kak Al yang menemani Cacha." Mendengar ucapan putrinya, Mila menjadi teringat akan putranya tadi. Mila menoleh, tetapi dia heran saat Nathan dan Alvino sudah tidak lagi berdiri di tempatnya.

"Lho, Kak Nathan ke mana?" tanya Mila bingung.

"Bunda! Nathan dan Al pulang dulu ya! Jangan mengadu ke ayah, atau semua rahasia Bunda yang suka menggoda pria tampan, aku bocorin ke ayah, Dadah!" teriak Nathan dari arah samping dan Mila hanya melongo saat melihatnya.

Tanpa menunggu lama, Alvino segera melajukan motornya meninggalkan Mila yang masih berdiri terdiam dengan mulut yang terbuka lebar.

"Bunda." Rengekan Cacha berhasil membuat kesadaran Mila kembali.

"Astaga! Kurang ajar sekali! Kenapa Nathan bisa senakal itu?" gerutu Mila.

"Kenapa, Sayang?" tanya Mila mencoba terlihat tenang saat melihat Cacha yang terus merengek.

"Cacha mau naik motor seperti Kak Nathan," rengek Cacha hendak menangis, tetapi Mila berusaha mencegahnya.

"Kita minta izin sama ayah dulu. Eh iya Cha, apa Nadira dan Febian sudah pulang?" tanya Mila sambil celingukan.

"Sudah, Bunda. Kata Aunty Aluna, mereka ada urusan," sahut Cacha.

"Ya sudah, kalau begitu ayo kita pulang," ajak Mila sambil menggendong Cacha mendekati mobil mereka.

...***...

Alvino mengendarai motornya menuju ke mansion, dia sudah menyiapkan diri untuk menerima jeweran dari Aluna, yang ia yakin sudah berada di mansion. Saat berada di lampu merah, Nathan menghentikan motornya dan fokus melihat ke arah depan.

"Apaan sih, Nat?" tanya Alvino sambil menyingkirkan tangan Nathan yang berkali-kali menepuk pundaknya.

"Arah jam tiga," bisik Nathan. Alvino segera menoleh ke arah samping dan melihat Davin yang sedang duduk di dalam mobil sambil menatap tajam ke arahnya. Alvino menunjukkan rentetan giginya, berusaha terlihat tenang meskipun dia sedang merasa sangat gugup.

"Tiga ... dua ...." Alvino menghitung mundur. "Satu! Dad! Al duluan ya!" teriak Alvino sambil melajukan motornya dengan cepat saat lampu beralih menjadi warna hijau.

"Dasar anak kurang ajar!" umpat Davin kesal saat tidak lagi melihat motor Alvino di depannya.

"Yang sabar, Tuan. Anda sudah berhasil menjinakkan singa betina dan kini saatnya Anda harus berusaha agar bisa menjinakkan anak singa," ledek Asisten Jo.

"Jo!" panggil Davin membentak sambil menendang belakang kursi kemudi.

"Saya tahu, Anda pasti akan mengirim saya ke Antartika. Maaf Tuan, tapi saya sudah bosan," timpal Asisten Jo sambil berusaha menahan tawanya.

"Oh Astaga!" Davin mengusap wajahnya kasar. Berpuluh tahun bersama Asisten Jo, nyatanya tidak membuat mereka berubah. Asisten Jo masih tetap menyebalkan bagi Davin.

...🍫🍫🍫...

Jangan lupa dukungan buat Author ya

salam sayang dari Author recehan

Terpopuler

Comments

guntur 1609

guntur 1609

chaca anak jo yg kedua kan.sepertnya akubsudah pernah baca. cerita alvino menduplikat kunci motornya

2023-11-13

0

Otin Frankenstein Jr.

Otin Frankenstein Jr.

lanjut

2022-06-10

0

IrohAlkafi

IrohAlkafi

Al, boncengin tante dong, pengen ke pasar.. 😘

2021-11-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!