Mansion Alexander
Alvino baru saja membuka kelopak matanya saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Inilah adalah hari Minggu, jadi Al bisa bermalas-malasan tanpa memikirkan pekerjaan kantor. Alvino tidak memiliki agenda apapun hari ini, hanya saja nanti malam dia dan Ana akan beradu kecepatan di arena balap. Alvino begitu penasaran, sehebat apakah Ana di arena balap, apakah dia sehebat Mommy Aluna?
"Alvino." Terdengar suara Aluna yang memanggilnya dan suara pintu yang di ketuk berkali-kali.
"Al sudah bangun, Mom," sahut Alvino, dia beranjak bangun dengan malas dan segera membukakan pintu kamar.
"Kamu belum bangun?" tanya Aluna begitu melihat muka bantal di wajah Alvino.
"Baru bangun, Mom. Hari ini Al kan libur, Mom. Jadi, Alvino mau bersantai. Alvino capek dan pusing Mom, setiap hari harus berkutat dengan berkas-berkas," keluh Alvino sambil berjalan kembali ke kasur, Aluna pun mengikuti di belakang Alvino.
"Nanti malam kamu jadi balapan?" tanya Aluna, dia mendudukkan tubuhnya di atas kasur milik Alvino.
"Jadilah Mom, aku pengen lihat seberapa hebat Ana. Apa dia sehebat mommy atau tidak," jawab Alvino memeluk erat bantal tidurnya.
"Jangan seperti itu, Mommy yakin kalau Ana pasti hebat. Rania juga hebat." Alvinomenatap bingung ke arah Aluna.
"Kenapa tiba-tiba sampai ke Rania?" tanya Alvino menyelidik.
"Kamu tidak tahu kalau Rania juga pembalap? Dia selalu menggantikan Ana, saat Ana tidak bisa mengikuti balapan." Kedua bola mata Alvino melebar saat mendengar penjelasan Aluna.
"Kenapa Kenan dan Ana tidak pernah bilang kalau Rania juga pembalap?"
"Karena memang itu rahasia, tidak ada yang tahu kalau Rania juga pembalap, orang lain hanya tahu Ana saja yang jadi pembalap,"
"Mommy tahu dari mana?" Alvino belum sepenuhnya percaya pada perkataan Aluna.
"Uncle Jo yang berhasil menyelidiki, tapi Uncle Jo hanya mendapat informasi saat mereka berdua kecil dan lima tahun lalu saja, saat Rania berumur sepuluh tahun sampai sebelum lima tahun lalu, Uncle Jo benar-benar tidak bisa mendapat informasi apapun,"
"Kenapa aneh sekali, Mom?" Alvino bertanya dengan heran, bahkan kedua alisnya ikut menaut.
"Ya, pasti ada rahasia besar di balik informasi yang di tutupi itu," jawab Aluna sambil menghela napas panjang.
"Bagaimanapun caranya, aku harus bisa mendapat informasi itu. Aku sangat penasaran Mom, kenapa Rania selalu takut saat melihatku." Aluna terkejut mendengar ucapan Alvino
"Takut? Kenapa?" tanya Aluna.
"Entahlah Mom, setiap berhadapan denganku dia selalu menunduk, seperti orang ketakutan, Mom. Makanya Al jadi heran," jelas Alvino.
"Al, entah mengapa perasaan Mommy mengatakan kalau mereka ada hubungannya dengan kejadian silam." Alvino terduduk dan menatap Aluna lekat.
"Maksud Mommy?"
"Bisa jadi salah satu di antara mereka adalah gadis kecil yang menolong kamu dulu, melihat bagaimana rapatnya identitas mereka. Mommy yakin gadis yang menolong kamu itu, bukan anak orang sembarangan karena kejadian itu bisa tertutup rapat, bahkan Uncle Jo saja tidak bisa menemukan informasi apapun," terang Aluna. Alvino terdiam bahkan tanpa sadar hatinya mengiyakan ucapan Aluna.
"Al, apa yang kamu ingat dari gadis kecil itu saat dia menolongmu?"
"Aku hanya mengingat tatapan matanya saja, Mom. Aku benar-benar ingat tatapan mata gadis itu sangat meneduhkan hati Al, Mom." Alvino kembali teringat tatapan mata gadis itu, tatapan yang tak pernah ia lupakan dari ingatannya bahkan sampai saat ini.
"Apa kamu melihat tatapan itu di antara mereka berdua?" tanya Aluna menyelidik.
"Aku belum pernah bertatapan langsung dengan Rania, karena dia selalu menunduk saat melihatku. Kalau dengan Ana, aku merasa tatapannya biasa saja." Aluna mengangguk mendengar jawaban Alvino.
"Ya sudah mandi gih, anak bujang jam segini baru bangun," ledek Aluna.
"Nanti lah Mom, aku masih males banget," Alvino kembali merebahkan tubuhnya dan memeluk kembali bantal itu dengan erat.
"Astaga, Al. Kamu mau di marahi daddy kamu?"
"Enggak, sudah biasa daddy marah-marah. Biarin aja cepet tua," ucap Alvino.
"Al, jangan seperti itu, dia itu daddy kamu." Aluna menghela napas panjang, dari dulu Alvino dan Davin memang selalu saja berdebat dan tak pernah mau ada yang mengalah. Meskipun perdebatan mereka hanyalah perdebatan biasa, tetapi Aluna terkadang merasakan kepalanya pusing saat mendengar perdebatan mereka.
"Pokoknya kamu harus mandi, habis itu sarapan. Mommy mau turun dulu," ucap Aluna beranjak bangun dan melangkah keluar dari kamar itu, sedangkan Alvino hanya diam saja, seolah tak peduli dengan kepergian Aluna. Saat Aluna sudah keluar dari kamarnya, Alvino langsung membuka kedua bola matanya, dia teringat percakapan dengan Aluna tadi. Apakah benar yang di katakan Mom Aluna itu? Kalau salah satu di antara Rania dan Ana adalah gadis kecil yang menolongnya dulu. Dia juga masih penasaran kenapa Rania selalu menunduk saat berhadapan dengannya. Saat sedang sibuk melamun, ponsel Alvino berbunyi menandakan ada pesan yang masuk. Alvino bergegas mengambil ponsel itu dan membuka pengunci layar
Saya sudah bisa menembus dan mendapat informasi yang anda inginkan, Tuan Muda.
Alvino tersenyum mendengar isi pesan itu, dia langsung membalas pesan itu.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Alvino sudah berada di arena balap dengan motor balap merah kesayangannya. Alvino masih menanti kedatangan Ana yang akan menjadi lawannya kali ini. Beberapa saat kemudian, dua gadis datang berbocengan menggunakan motor. Motor itu berhenti tepat di samping Alvino berdiri. Tatapan mata Alvino menatap lekat ke arah Rania yang sedang turun dari motor, Rania memakai jaket kulit hitam, celana jeans dengan rambut di kucir kuda dan kacamata tebal yang menempel di wajahnya. Alvino menatap heran, melihat gaya berpakaian Rania yang terlihat kontras dengan kacamata tebalnya itu, sedangkan Ana pun tak kalah dari Rania. Dia memakai pakaian yang sama dengan Rania, hanya saja rambut Ana di gerai dan tanpa memakai kacamata hingga menampilkan kesan cantik yang bisa memikat lawan jenis.
"Hai, Al. Kamu sudah dari tadi?" tanya Ana saat sudah turun dari motor.
"Belum terlalu lama kok," jawab Alvino dengan senyum merekah di bibirnya, dia diam-diam melirik Rania yang hanya diam menunduk.
"Wow, cantik sekali kalian. Benar-benar membuat aku terpesona," ucap Nathan yang baru saja datang dengan motor sportnya juga, sedangkan Kenan berhenti di samping mereka dengan mobilnya. Alvino memasang wajah malas menatap mereka berdua.
"Biang rusuh datang," cibir Alvino, tetapi Nathan hanya menunjukkan rentetan gigi putihnya, sedangkan Kenan berdiri di samping Rania dan merangkul pundak Rania. Alvino dan Ana langsung menatap ke arah Kenan dan Rania dengan tatapan yang berbeda.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Kenan lembut, Rania hanya mengangguk pelan.
"Al, kalau sampai kamu kalah, aku akan mencukur gundul rambut kamu," celetuk Nathan sambil meminum minuman kaleng yang berada di tangannya.
"Kenapa aku? Kenapa bukan kamu saja yang cukur gundul?" tanya Alvino kesal. Dia yakin, Nathan pasti akan kembali menaikkan tensi darahnya.
"Ogah! Aku ini pria tertampan di antara kalian, pemikat hati wanita paling jitu. Kalau aku botak, nanti di kira biksu tong. Amitaba, Amitaba. Amit-amit jabang bayi," seloroh Nathan sambil menangkupkan kedua tangannya, setelah itu dia terkekeh geli sendiri.
"Kamu benar-benar konslet, Nat!" ketus Alvino, sedangkan yang lainnya hanya tertawa melihat tingkah Nathan.
Balapan itu pun segera di mulai, Alvino dan Ana telah bersiap di garis start. Alvino dan Ana saling menatap tajam, seolah mereka adalah musuh bebuyutan. Saat bendera telah terangkat, baik Alvino maupun Ana langsung tancap gas, saling beradu kecepatan untuk menjadi yang tercepat sampai di garis finish.
"Kak, Rania mau pipis dulu ya," pamit Rania sambil berdiri dari duduknya. Kenan dan Nathan mengalihkan pandangan mereka ke arah Rania.
"Kakak anter ya," tawar Kenan lembut. Rania menggeleng dengan cepat.
"Rania bisa sendiri Kak, lagipula toiletnya kan dekat. Memang Kakak tidak malu masuk ke toilet perempuan?"
"Bilang saja kamu mau jadi tukang ngintip Ken, pakai alasan mau nganterin Rania segala." Kenan menendang kaki Nathan yang berada di sebelahnya.
"Kamu dan Al benar-benar jahat padaku," kata Nathan sambil mengusap kakinya. Kenan diam tidak menanggapi, dia menatap kepergian Rania yang berjalan menuju ke toilet. Entah mengapa, Kenan merasakan perasaannya sangat gelisah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Sudiyem Selsi
lanjut
2021-12-15
0
Santi Haryanti
wah kenapa Ken ..
2021-11-05
1
Sokhibah El-Jannata
belum pernah saling menatap?? fatal tatapan sama aku aja Al 😆
2021-09-28
0