13

"Al," panggil Ana saat dia melihat Alvino sedang duduk di coffe shop sendirian. Alvino menoleh, seulas senyum tersungging di bibir Alvino.

"Kamu sama siapa, An?" tanya Alvino melirik sekitar Ana.

"Aku sendiri, boleh ya aku gabung di meja kamu, tidak nikmat kalau ngopi sendirian," pinta Ana. Alvino mengangguk pelan, Ana menarik kursi yang berhadapan dengan Alvino dan duduk di sana.

"Kamu juga sendirian, Al?" tanya Ana, tangannya melambai untuk memanggil pelayan.

"Ya, aku bosan terkurung di dalam Mansion," jawab Al, dia menyeruput kopi itu perlahan.

"Cappucino satu, Mbak," pesan Ana saat seorang pelayan sudah berdiri di sampingnya. Setelah Ana memesan, pelayan itu pergi dari meja mereka berdua.

"Kamu tidak kencan dengan kekasihmu, Al?" Alvino menggeleng mendengar pertanyaan Ana.

"Aku tidak punya kekasih," sahut Alvino santai, dia merogoh ponsel di saku celana, dan menatap layar ponsel itu dengan serius.

"Masa' sih?" tanya Ana tidak percaya, tetapi anggukan kepala Alvino membenarkan ucapannya sendiri.

"Kamu sendiri kenapa tidak kencan dengan pacar kamu?" Mendengar pertanyaan Alvino, senyum di wajah Al seketika memudar. Ingatan Ana kembali teringat akan percakapan Rania dan Tuan Sandi tempo hari.

"Kenapa kamu terlihat sedih? Apa kamu baru saja patah hati?" tanya Alvino seraya menatap lekat wajah Ana.

"Bahkan aku merasa patah hati sebelum memiliki hubungan, Al. Cintaku sudah kandas sebelum aku mengungkapkannya," sahut Ana sedih.

"Kenapa begitu?" Alvino mengerutkan keningnya.

"Aku mencintai seseorang tapi orang itu justru mencintai orang lain," ucap Ana menghela napas panjang untuk mengurangi rasa sesak di dalam dadanya.

"Mungkin dia belum jodoh kamu, An." Alvino berusaha menenangkan Ana dan Ana hanya menanggapi dengan senyuman.

"Al, kamu yakin tidak bohong kalau kamu tidak memiliki kekasih atau gebetan?" tanya Ana masih belum percaya.

"Aku masih menunggu seseorang dari masa lalu," jawab Alvino sembari kembali menyeruput kopi yang masih saja mengepulkan asap panas.

"Oh," Ana membulatkan bibirnya. "Al, besok kan tanggal dua lima. Kita jadi adu kecepatan atau tidak?" tanya Ana. Alvino mengangguk dengan cepat.

"Tentu saja, kamu tidak takut kalah?" Alvino menatap lekat wajah Ana yang terlihat sangat manis bagi Alvino. Wajah cantik dan berani, membuat Alvino selalu terpesona.

"Aku tidak akan mengalah sebelum berperang. Kita kan tidak tahu Al, Dewi Fortuna sedang berpihak pada siapa," sahut Ana mantap membuat Alvino tersenyum simpul. Ana benar-benar bisa membuat dia sangat terpesona.

"Jangan tatap aku seperti itu, Al. Kamu tidak takut jatuh cinta padaku?" goda Ana sembari meminum secangkir cappucino yang baru saja tersaji di depannya.

"Sebagai wanita, tingkat kepercayaan dirimu tinggi juga," cibir Alvino.

"Aku belum jadi wanita Al, aku masih gadis," sanggah Ana tak terima.

"Memang apa bedanya? Bukankah sama saja?" Alvino menautkan kedua alisnya.

"Tentu saja berbeda,"

"Kau masih gadis atau sudah janda." Nathan yang berdiri di belakang Ana, menyanyikan lagu yang familiar begitu saja, hingga Ana dan Alvino terjengkit kaget karena tidak menyadari keberadaan Nathan.

"Kamu bener-benar titisan jailangkung, Nat!" ketus Alvino.

"Kamu genderuwo, Al! Malam hari gini kamu berani menculik anak gadis orang," sahut Nathan. Dia mendudukkan tubuhnya di antara Ana dan Alvino.

"Kenan mana?" tanya Alvino yang kembali fokus pada layar ponselnya.

"Tidak ikut. Dia sedang sibuk mempersiapkan acara lamaran gitu," jawab Nathan, dia meminum kopi milik Alvino. Mendengar nama Kenan disebut, perasaan Ana mendadak tidak enak.

"Memang dia mau melamar siapa?" Alvino bertanya tanpa sekalipun menoleh.

"Tidak tahu. Dia tidak mengatakan siapa yang akan dia lamar. Nona manis, bukankah Kenan dekat dengan kembaranmu? Apa jangan-jangan Kenan mau melamar Rania." Satu tonyoran tangan Alvino mendarat di kepala Nathan dengan kencang hingga Nathan mengaduh kesakitan.

"Kurang kenceng Al. Cowok kok tenaganya lembek," cibir Nathan sambil meminum kopi Alvino, dan hanya tersisa ampasnya saja. Nathan lalu menaruh kembali gelas itu di depan Alvino, sedangkan Alvino tetap fokus pada ponselnya.

"Kamu kenapa sih Al? Dari tadi ponsel mulu, kasian tuh anak gadis orang di anggurin begitu saja. Abang apelin mau ya, Neng," goda Nathan mengerlingkan matanya. Ana hanya terkekeh geli melihat tingkah Nathan, sedangkan Alvino kembali mendaratkan tangan kanan miliknya di kepala Nathan.

"Aku dekat kamu, lama-lama bisa gegar otak deh, Al," kata Nathan, dia mengusap bekas tangan Alvino di kepalanya.

"Makanya punya mulut di rem! Jangan kegenitan! Memang kamu benar-benar keturunan aunty Mila," ucap Alvino, dia mengambil gelas kopinya, hendak meminum kopi itu tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. Namun, Alvino kembali meletakkan gelas itu, mengintip gelas yang tinggal berisi ampas kopi saja. Alvino mengalihkan tatapan tajam matanya ke arah Nathan yang sedang berdiri dari posisi duduknya.

"Aku ke toilet dulu, Tuan Muda," pamit Nathan hendak beranjak pergi dari meja mereka bertiga.

"Nathan!" teriak Alvino, hingga beberapa pengunjung menoleh ke arah mereka, tetapi Nathan hanya menunjukkan rentetan gigi putihnya.

"Maaf, Tuan Muda. Aku tidak sengaja. Aku kira kamu tidak doyan, karena sedari tadi tidak kamu sentuh,"

"Benar-benar ingin ku sumpal mulutmu dengan roti!" Satu tangan Alvino mengambil roti di dekat cangkir kopi itu dan memasukkan paksa ke mulut Nathan.

"Emm Emmm." Nathan berusaha berbicara, tetapi tidak bisa karena roti itu memenuhi mulutnya. Ana yang sedari tadi melihat mereka berdua, hanya menutup tawa di mulutnya dengan telapak tangan.

"Dasar kamu menyebalkan! Jangan pernah panggil aku Tuan Muda!" bentak Alvino kesal. Nathan mengangguk cepat sambil terus mengunyah roti yang masih memenuhi, belum juga roti itu terkunyah halus, Nathan segera menelan dengan paksa dan meminum air mineral yang tersedia di meja itu.

"Ah! Leganya," kata Nathan begitu roti itu sudah berhasil dia telan. "Seret banget Al seperti punya perawan," celetuk Nathan.

"Mulutmu benar-benar busuk, Nat!" umpat Alvino kesal.

"Sudah, sudah. Kalian itu seperti kucing dan tikus. Lucu banget," kata Ana sambil memegangi perutnya yang sudah kram karena terlalu banyak tertawa. Nathan kembali mendudukkan tubuhnya di kursi tadi.

"Kak Nathan. Minggu depan Kakak resmi jadi CEO ya?" tanya Ana berusaha mengalihkan perdebatan mereka berdua.

"Iya dong. Gimana? Kamu mau daftar jadi istri aku? Keren lho bisa jadi istri seorang CEO," ucap Nathan percaya diri.

"Belum resmi saja sombongmu sudah setinggi langit, Nat."

"Bukan sombong tetapi percaya diri, Al. Orang kalau mau sukses itu harus punya tingkat kepercayaan diri yang tinggi loh," timpal Nathan. Alvino hanya berdecih sebal. Melayani ucapan Nathan hanya akan membuat tensi darahnya selalu naik.

"Kamu kenapa sih, Al? Dari tadi sibuk dengan ponselmu," tanya Nathan karena dia melihat Alvino sedari tadi sangat fokus dengan ponsel di tangannya.

"Anak kecil tidak perlu tahu,"

"Jangan panggil aku anak kecil paman. Burungku sudah di sunat loh," sahut Nathan menirukan gaya bicara salah seorang tokoh kartun serial anak.

"Nathan!" teriak Alvino dengan kesal. Nathan tersenyum lebar, sedangkan Ana menggelengkan kepala, berada di dekat mereka berdua membuat perut Ana terasa kram karena terlalu banyak tertawa.

Terpopuler

Comments

guntur 1609

guntur 1609

kenan sebetulnya suka sm ana..tapi dia malah dekati rania...hadeehhh...malah sebaliknya..alvino suka sm rania...tapi dia malah dekat sm ana...padahal yg disuka rania alvino

2023-11-13

0

Abwa Jufry

Abwa Jufry

temen model begini ni yg susah dicari

2022-08-14

0

Maria Dyoyodihardjo

Maria Dyoyodihardjo

🤣🤣🤣🤣bener bener deh Nathan titisan Mila ,Al dan Nathan klo ketemu seperti Tom and Jerry 😂😂😂

2022-01-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!