08

Alvino duduk di kursi penumpang, bersama Kenan yang duduk di balik setir kemudi. Kenan adalah sahabat Alvino dan Nathan saat mereka masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Akan tetapi, saat mereka masuk ke Sekolah Menengah Pertama, Kenan harus mengikuti orang tuanya untuk pindah ke Luar Negeri. Meskipun mereka bertiga terpisah jauh, tetapi komunikasi mereka masih terjalin dengan baik. Bahkan, saat liburan sekolah tiba, mereka akan bergantian untuk saling mengunjungi. Mulai saat ini, Kenan akan menetap di Indonesia, karena dia akan menjadi asisten pribadi Alvino selama menjabat sebagai pemimpin perusahaan.

"Maafkan aku, Al. Aku kemarin tidak bisa hadir saat kamu di lantik menjadi pemimpin perusahaan," ucap Kenan, memecah keheningan di antara mereka.

"Tidak apa, Ken. Aku tahu kamu pasti lelah karena baru saja tiba di Indonesia. Sahabatmu yang dekat saja, dia terlambat datang. Bahkan, dia tidak melihatku saat di lantik," sahut Alvino, suaranya terdengar begitu kesal.

"Bagaimana bisa Nathan terlambat datang di acara pentingmu?" tanya Kenan heran.

"Bukankah sahabatmu itu memang selalu menyebalkan?" Kenan terkekeh geli melihat Alvino yang memasang wajah sebal.

Mobil mereka masuk ke dalam Perusahaan Alexander Group, Alvino turun dari mobil, di ikuti Kenan di belakangnya. Saat mereka berdua masuk, banyak pasang mata yang mencoba mencari perhatian, tetapi baik Alvino maupun Kenan tidak ada yang peduli, mereka tetap berjalan dengan gagah menuju ke ruangan mereka. Alvino membuka pintu ruangan yang masih tertutup, setelah pintu terbuka, dia memasuki ruangan itu. Alvino mengedarkan pandangannya, menyapu seluruh ruangan. Matanya tertuju ke arah meja kerjanya, di mana terdapat papan nama yang berisi tulisan nama lengkapnya beserta jabatan Alvino saat ini. Alvino menghela napas perlahan dan menghembuskan dengan cepat.

"Sekarang, tanggung jawab perusahaan ini ada di tanganku. Aku tidak bisa lagi bermain-main," keluh Alvino seraya mendudukkan tubuhnya di kursi kebesarannya.

Sedangkan, Kenan duduk di meja kerja yang terletak tidak jauh dari meja kerja Alvino. Hari ini, Alvino sangat di sibukkan dengan berkas-berkas yang telah menumpuk untuk di teliti dan di pelajari kembali.

Jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang, tetapi Alvino masih sibuk dengan berkas-berkas di tangannya.

"Sudah waktunya makan siang, Tuan," Kenan berusaha mengingatkan. Alvino melirik jam yang melekat di pergelangan tangannya.

"Ayo Ken, kita makan di luar saja. Aku ingin sekali makan di Restoran XX," ajak Alvino, dia berdiri, lalu berjalan keluar ruangan di ikuti Kenan yang mengekor di belakangnya. Setelah mereka masuk ke dalam mobil, Kenan melajukan mobil itu menuju Restoran XX sesuai keinginan si Tuan Muda.

Alvino dan Kenan menikmati makan siang bersama, karena mereka berada di luar kantor, maka Alvino memperlakukan Kenan sebagai sahabat bukan sebagai asisten pribadi. Makan siang mereka berdua di selingi beberapa obrolan dan candaan ringan.

"Asyik nih yang lagi kencan." Alvino menatap malas ke arah Nathan yang baru saja datang.

"Nat!" panggil Alvino penuh penekanan.

"Iya Tuan Muda dan Tuan Asisten," ledek Nathan sambil duduk di antara Alvino dan Kenan.

"Aku benci mulut busukmu itu!" umpat Alvino kesal, sedangkan Nathan hanya tersenyum seolah tak berdosa.

"Kalian berdua tidak berubah sedari kecil, selalu berdebat tapi sama-sama takut kehilangan," komentar Kenan sambil mengunyah makanan di mulutnya, di antara mereka bertiga, Kenan lah yang memiliki pemikiran paling dewasa.

"Memang kita mau berubah menjadi apa!" sewot Alvino. Tangan Nathan mengusap-usap punggung Alvino.

"Tenang Tuan Muda, orang yang selalu marah-marah biasanya akan lebih cepat mendapat kerutan di wajahnya. Apakah Anda tidak takut menua sebelum waktunya?" Nathan berusaha menenangkan, tetapi ucapan Nathan justru semakin menyulut emosi Alvino hingga naik ke ubun-ubun.

"Nathan! Rasanya aku ingin memutilasi dirimu, lalu aku jadikan kamu makanan piranha!" bentak Alvino marah. Bukannya takut, Nathan dan Kenan justru terkekeh geli.

"Benar-benar keturunan Tuan Davino Alexander." Nathan seolah tak gentar menggoda Alvino.

"Sudah, sudah. Kamu ngapain kesini, Nat?" tanya Kenan menyudahi perdebatan mereka berdua sambil.menyeruput jus alpukat yang berada di depannya.

"Aku? Tentu saja melepas rindu dengan sahabatku," seloroh Nathan sembari menaik turunkan kedua alisnya.

"Cih! Kapan kamu resmi menjadi CEO, Nat?"

"Dua minggu lagi, Tuan Muda jangan lupa datang di acaraku ya, karena si gadis bersuara merdu akan kembali menyumbangkan suaranya," ucap Nathan dengan nada menggoda, membuat Alvino berdecih sebal.

"Gadis bersuara merdu? Siapa?" tanya Kenan penasaran.

"Ya ada pokoknya, nanti juga kamu akan tahu sendiri." Nathan sengaja ingin membuat Kenan penasaran. Tak ayal, sebuah tonyoran mendarat dengan gagah di kepala Nathan.

"Kamu memang benar-benar anak uncle Jo yang menyebalkan," cibir Alvino, Nathan hanya menjulurkan lidah, mengejek Alvino.

"Al, bukankah kamu masih mencari gadis yang dulu menolongmu?" tanya Kenan, karena Alvino maupun Nathan pernah bercerita tentang kejadian yang pernah menimpa Alvino kepada dirinya.

"Ya, sudah sepuluh tahun aku mencarinya, tetapi aku tidak bisa menemukan keberadaanya sama sekali," jelas Alvino. Wajah Alvino mendadak muram, Alvino selalu sedih jika teringat gadis kecil penolongnya, Alvino akan merasakan beban berat di hatinya.

"Kamu sama sekali tidak mengingat wajah gadis itu?" tanya Kenan penasaran.

"Tidak, aku hanya masih ingat tatapan matanya saja." Alvino melirik jam tangannya. Jam makan siang hampir usai, Alvino mengajak Kenan kembali ke kantor bersama Nathan yang ikut mengekor mereka berdua.

🍀🍀🍀🍀🍀🍀

Alvino melajukan mobilnya melewati jalanan yang begitu lengang. Dia ingin sekali menghirup udara segar setelah seharian berkutat di depan layar komputer, sedangkan Kenan pulang ke rumahnya terlebih dahulu karena dia memiliki kepentingan lain. Saat sedang asyik mengemudi, tiba-tiba Alvino merasakan mobil yang di kendarinya melaju dengan sedikit oleng. Mobil Alvino segera menepi, Alvino segera turun dari mobil dan melihat ban mobil belakang telah kempes. Alvino mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat itu, tetapi benar-benar sepi.

"Sial!" umpat Alvino kesal sambil menendang ban mobil yang telah kempes itu.

"Bagaimana caraku menggantinya?" gumam Alvino, dia meraih ponsel di dalam mobil dan hendak menghubungi Nathan.

"Mobil Anda kenapa, Tuan?" Alvino menoleh, dia melihat Ana yang berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Lihat sendiri, ban mobilku kempes,"

"Apa Anda membawa ban serep?" tanya Ana, Alvino menggangguk pelan.

"Ada di belakang," jawab Alvino sekenanya. Tanpa banyak bicara, Ana mengambil ban serep dan mendorong ke samping ban yang telah kempes. Tatapan mata Alvino menelisik gerak-gerik Ana.

"Apa Anda membawa dongkrak?" tanya Ana lagi. Alvino bergeming, dia menatap tidak percaya ke arah Ana yang bahkan masih tersenyum manis.

"Tuan?" panggil Ana, menyadarkan Alvino dari lamunannya.

"Aku membawanya, sebentar aku ambilkan." Alvino mengambil dongkrak di belakang jok lalu memberikan kepada Ana. Setelah menerima dongkrak itu, Ana segera mengganti ban mobil Alvino, sedangkan Alvino menatap kagum kepada Ana. Bagaimana tidak? Ana seorang gadis, tetapi dia mampu mengganti ban mobil sendirian tanpa bantuan.

"Sudah, Tuan." Suara Ana berhasil mengagetkan Alvino yang masih terpaku.

"Kamu hebat sekali. Aku saja yang lelaki tidak sehebat itu," puji Alvino membuat Ana menjadi salah tingkah.

"Anda bisa saja, Tuan."

"Bagaimana kalau kita makan malam bersama? Anggap saja sebagai tanda terima kasihku padamu. Satu hal lagi, jangan panggil aku Tuan, tetapi panggil saja Al," suruh Alvino. Ana hanya mengangguk dan tersenyum ke arah Alvino. Senyum yang terlihat begitu manis di mata Alvino.

"Bagaimana? Apa kamu bersedia menemaniku makan malam?" tanya Alvino memastikan, Ana mengangguk pelan. Setelah memberesi semuanya, Ana dan Alvino masuk ke dalam mobil dan mobil itu melaju menuju sebuah restoran yang berada tidak jauh dari tempat mereka.

"Aku tidak menyangka kamu akan sehebat itu." Alvino kembali memuji Ana, sedangkan Ana segera memalingkan wajahnya agar Alvino tidak melihat wajahnya yang telah merona.

"Jangan terlalu memujiku, Al. Aku takut pacarmu marah,"

"Aku tidak punya pacar." Ana menatap tak percaya ke arah Alvino, memastikan jawaban Alvino memang benar.

"Jangan bercanda, Al. Mana mungkin orang setampan kamu, dan menjabat sebagai seorang CEO, tidak memiliki seorang kekasih satupun," ucap Ana benar-benar tak percaya.

"Aku memang sama sekali belum pernah berpacaran." Alvino berusaha meyakinkan Ana.

"Why?" tanya Ana penasaran. Alvino hanya mengangkat kedua bahunya secara bersamaan. Ana langsung terdiam begitu saja, karena dia tidak ingin bertanya terlalu jauh. Suasana mobil itu kembali hening, karena Alvino dan Ana sama-sama hanyut dalam pikiran mereka masing-masing.

Terpopuler

Comments

Otin Frankenstein Jr.

Otin Frankenstein Jr.

msh

2022-06-11

0

Santi Haryanti

Santi Haryanti

ga pernah pacaran ? kalo Nathan gimana ya

2021-11-05

0

Siti Homsatun

Siti Homsatun

jgn sampai Alvino jadian sm Ana thor ,,Aku maunya Alvino sm gadis kecil yg menolong Alvino waktu kecelakaan itu thor ,,maaf ya thor 😀😀😀😀

2021-09-26

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!