"Abang, buruan..." Seru Zahrana dari depan rumahnya. Ia telah siap dengan keranjang belanjaan di tangannya, menagih janji suaminya yang semalam.
"Iya sebenter, Adik... Perasaan belum jam enam, Kok Adik udah teriak-teriak begitu?" Tanya Ajis dengan terburu-buru menghampiri istrinya.
"Hehehe... Zahra sudah tidak sabar, Abang... Mau belanja..." Ucap Zahra cengengesan.
"Uangnya ada?" Tanya Ajis lembut.
"Ada, ini..." Sahutnya sembari memperlihatkan dompet mini miliknya ke hadapan Ajis.
"Cukup?"
"Sepertinya cukup deh, Bang... Kita kan cuma berdua, jadi belanjaan Zahra nggak banyak-banyak kok..." Ujar Zahrana seraya menarik lengan Ajis.
"Beneran cukup? Belanja di pasar tidak sama dengan belanja di warung loh..." Tanya Ajis lagi.
"Harusnya lebih murah di pasar kan, Bang?" Tanya Zahrana bingung.
"Iya... Tapi orang yang jualan di pasar itu banyak, dan beraneka ragam pula jualannya. Nanti Adik malah pengen beli ini itu, bagaimana?"
"Hemmm... Dua ratus ribu memangnya masih kurang ya, Bang? Sisa cash uang Zahra cuman segitu..." Tanyanya. Dia malah menjadi bingung sendiri.
"Ya sudah, pegang saja itu dulu. Nanti Abang tambah lagi di pasar." Ucap Ajis.
"Oke, Abang... Yuk, kita berangkat..." Zahrana begitu kegirangan. Terlihat sekali kalau dirinya sudah tidak sabaran hendak pergi ke pasar pada pagi itu.
"Pegangan ya... Nanti Adik jatuh..." Perintah Ajis sebelum melajukan motornya.
"Hmmm... Sekarang Abang udah bisa ya, suruh Zahra pegangan segala lagi..." Ledek Zahrana.
"Ya sudah kalau tidak mau. Nanti kalau Adik udah ngerasain kedinginan, Adik juga bakal cari punggung Abang untuk bersandar..." Ucap Ajis ketus.
"Maunya, Abang..." Celutuk Zahrana sambil mencubit manja pinggang suaminya itu.
Memang benar, belum sampai mereka di pasar, Zahrana sudah memeluk pinggang Ajis karena tubuhnya terasa menggigil.
"Abang, dingin..." Rengeknya dengan bibir bergetar dan giginya terdengar bergemelatuk menahan kedinginan.
"Apa Abang bilang? Adik sih nggak sabaran... Harusnya tadi pakai jaket dulu sebelum berangkat..." Ajis melepas tangan kirinya dari pegangan motor, lalu meraih tangan Zahrana yang berselingan di perutnya itu. Dia menggenggam jemari Zahrana untuk memberi kehangatan.
Zahrana merasa nyaman diperlakukan seperti itu oleh suaminya. Diam-diam, dia tersenyum di belakang Ajis dan semakin mempererat pegangannya.
"Di sini, Bang?" Tanya Zahrana ketika menyadari laju motor yang membawanya itu berhenti. Ia mendongakkan wajahnya dan mendapati pusat perbelanjaan sudah berada di hadapannya saat itu.
"Iya... Kita sudah sampai di pasar..." Sahut Ajis. "Ayo turun... Abang mau parkir dulu ke sana sebentar..." Ujar Ajis sembari menunjuk ke arah Area parkir roda dua.
Setelah memarkirkan motor, Ajis kembali menghampiri Zahrana yang sudah menunggu dengan tidak sabaran. "Pegang tangan Abang terus ya... Kalau dilepas, nanti Adik hilang." Ucap Ajis.
"Yee, memangnya Zahra anak kecil?" Tukas Zahrana seolah tidak terima.
"Memang..."
"Heh..." Zahrana berlagak kesal.
"Kecil dari Abang maksudnya... Lagian, Adik nggak mau bergandengan tangan dengan Abang, hm? Abang kan suami Adik... Adik malu?" Ujar Ajis merengut.
"Hehe... Iya... Zahra mau, Abang..." Zahrana menyeringai. Dia dengan cepat menggamit lengan suaminya itu.
"Adik mau beli ikan?"
"Kenapa memangnya? Abang mau Zahra masak ikan?" Zahrana balik bertanya.
"Bukan begitu... Apa pun yang Adik masak, Abang pasti makan."
"Terus, kenapa Abang nanya?"
"Kalau Adik mau beli ikan? Kita lewat sana. Di sana khusus tempat penjualan ikan. Nanti ke sananya lagi, tempat penjualan sayur..." Tutur Ajis.
"Owh begitu... Ya udah, kita ke sana yuk, Bang... Zahra mau beli ikan dulu deh..."
Zahrana celingak-celingukkan memerhatikan berbagai ikan yang dijual para pedagang di sana. Dia terlihat bingung sendiri memilih ikan mana yang mau dibelinya.
"Abang, kasih tahu Zahra, ikan yang mana yang enak..." Tanya Zahrana tak berhenti melihat-lihat ikan-ikan di sekelilingnya itu.
"Adik maunya yang mana?"
"Ih... Abang kok nanya Zahra balik sih? Zahra bingung..." Rengutnya sambil bergelayut di lengan Ajis.
"Ikan nila saja kalau begitu." Usul Ajis.
"Abang suka?"
"Buat ikan bakar enak kayaknya..."
"Ya sudah... Kita beli ikan nila saja..."
Mereka mendekati pedagang yang menjual ikan nila. "Berapa harganya sekilo, Bang?" Tanya Ajis.
"Tiga puluh lima ribu, Bang..." Sahut pedagang itu.
"Adik yang milih?"
"Abang saja, Zahra takut... Ikannya masih hidup semua..." Ucap Zahrana manja. Dia malah bersembunyi di belakang Ajis sambil menunjuk ikan apa yang harus diambil.
Usai membeli ikan, mereka melanjutkan berkeliling, mencari bahan-bahan dapur untuk dimasak hari itu dan stok beberapa hari ke depannya.
"Abang, Zahra belum beli cabe... Tapi uang Zahra udah habis semua..." Sungutnya.
"Adik butuh berapa lagi? Tiga ratus ribu, cukup?" Tanya Ajis sembari merogoh dompet di dalam saku celananya.
"Kebanyakan malah, Bang..." Sahut Zahrana.
"Nggak apa-apa... Kalau berlebih, Adik kan bisa simpan." Ucap Ajis seraya menyodorkan tiga lembar uang seratusan.
"Terima kasih, Abang... Zahra saaayang, Abang..." Ucap Zahrana. Dia memang tak lagi malu-malu mengungkapkan perasaannya kepada suaminya itu, namun suaminya lah yang dibuat malu olehnya.
*****
Pulang dari pasar, Zahrana langsung membereskan belanjaannya, lalu bersiap untuk ikut suaminya ke kios. Hari itu seperti hari baru baginya. Bebas dan terlepas, itulah yang ia rasakan. Namun bukan berarti selama itu ia merasa terkurung berada di rumah sepanjang hari, melainkan ia akan ikut suaminya, dan bersama-sama dengan suaminya itu lebih lama.
Kios Ajis ternyata cukup besar, namun barang kelontongan yang dijual oleh suami Zahrana begitu padat dan banyak, sehingga kios itu menjadi sesak dan terasa sempit karenanya.
Sesampai di kios, Ajis memperkenalkan Zahrana ke semua kenalannya di sekitar kios. Banyak di antara mereka yang memuji kepiawaian Ajis dalam mencari istri.
"Abang, Zahra harus bantu apa?" Tanya Zahrana mulai suntuk. Sedari tadi, Ajis hanya memintanya untuk duduk di kursi kasir.
"Nggak ada, Adik... Adik duduk saja, ini semua pekerjaan berat..." Ujar Ajis dengan nada lembut.
"Tapi Zahra capek duduk saja... Zahra jadi bingung, mana buku Zahra ketinggalan lagi..." Sungut Zahrana.
"Pakai saja buku kosong itu, Dik..."
"Memangnya tidak mengapa?"
"Masih kosong, nanti bisa dibeli lagi..." Ujar Ajis seraya menyodorkan buku yang ditunjuknya tadi.
"Nanti siang kita pulang ya, Bang... Zahra mau di rumah saja... Dari pada duduk di sini, mending duduk di rumah. Zahra juga bisa masak buat makan malam nanti." Pinta Zahrana. Dia memang sudah mulai bosan saat itu. Padahal masih pukul sembilanan.
"Iya, Adik... Nanti Abang antar ke rumah habis makan siang. Kita makan siang di restaoran depan saja ya..." Ujar Ajis mengerti kejengahan istrinya itu.
Zahrana mengangguk, lalu mulai menulis di buku yang diberikan Ajis barusan. Mungkin dengan begitu pikirannya dapat fokus ke hayalannya saja, tanpa ia harus merasakan kebosanan lagi.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Jafisa98
cerita yg lebih realistis. lebih suka aku yg beginian🌷
2022-05-29
1
Jafisa98
sweetnya sampe kamarku bah😄
2022-05-29
0
Nuraibah
lanjut terus pokonya
2022-05-19
0