Meskipun hanya berdua, bahkan tak pula saling banyak bicara, tetapi rumah ini tidak sesepi ketika Bang Ajis pergi ke kios. Kenapa aku jadi Kehilangan? Padahal bang Ajiz juga sudah berjanji bakal pulang nanti siang buat makan bareng.
Rindu? Masa iya aku merindukan dia? Nggak... Nggak mungkin... Ini pasti hanya perasaan biasa-biasa saja, aku kan baru kenal dengan Bang Ajis, dan nggak mungkin jika aku ada perasaan lain terhadapnya. Masa secepat itu?
Zahrana menutup wajahnya dengan Kedua telapak tangannya, lalu menggeleng-geleng keras menghentikan pikiran-pikirannya tentang suaminya itu.
"Daripada aku sibuk mikirin yang bukan-bukan, mending aku nulis aja deh..." Gumamnya. Zahrana mengeluarkan sebuah buku tulis dan juga pena dari dalam laci lemari pakaiannya, lalu ia berjalan ke arah jendela kamar itu. Di sana, dia mulai menulis sebuah novel yang sebenarnya sudah lama ia geluti.
Zahrana tampak begitu fokus, tangannya tidak henti-hentinya menulis di buku itu. Dia bahkan sama sekali tidak terlihat kebingungan dalam menulis, bahkan untuk berpikir pun, dia seakan-akan tidak memberi kesempatan untuk itu. Dia seolah-olah telah memiliki alur cerita yang tidak perlu membuatnya pusing-pusing untuk berpikir.
"Hem... Nggak kerasa, ternyata udah sampai di klimaks aja ya... Tapi kenapa aku nggak nangis? Kenapa aku nggak sedih sama sekali? Padahal waktu aku tahu semuanya, aku sampai nggak mau makan, dan bahkan buat keluar dari kamar aja aku malas. Apa bener, aku udah melupakan semuanya?"
Zahrana melirik ke arah jam dinding, wajahnya berubah tegang ketika melihat jarum jam sudah berada pada angka sebelas siang.
"Astaghfirullah... Aku sampai lupa diri..." Ucapnya dengan nada terkejut. Dia bergegas menutup bukunya, lalu beranjak dari sana. Dia tidak menyadari bahwa dia sudah duduk di sana selama empat jam.
*****
Usai salam, Zahrana berlarian ke pintu depan. Dia meniadakan doa dan dzikir setelah shalat zuhur kali itu. Ketukan dan ucapan salam dari luar membuatnya bergegas membukakan pintu rumah.
Zahrana begitu senang mendengar kepulangan Ajis. Setengah hari, serasa seminggu ditinggal oleh suaminya itu. Mungkin itu untuk kali pertama ia merasakannya. Hah, bagaimana dengan esok-esoknya?
"Wa'alaikumussalam..." Jawabnya ketika pintu telah ia buka.
"Adik baru selasai shalat?" Tanya Ajis heran ketika mendapati tubuh istrinya itu masih berbalut mukenah.
"Iya, Abang. Maaf..." Sahutnya merasa bersalah.
"Kok baru shalat?" Tanya Ajis lagi seraya berjalan masuk.
"Tadi Zahra masak dulu, Bang. Jadi tanggung buat menghentikannya..." Jawabnya sembari menutup pintu, lalu berjalan mengikuti langkah suaminya.
"Lain kali, Adik tidak perlu paksakan jika Adik nggak sempat masak." Ujar Ajis lembut.
"Nggak kok, Bang. Sebenarnya tadi Zahra kelupaan waktu. Zahra terlalu asik menulis, hingga Zahra tidak sadar sudah pukul sebelas siang." Tutur Zahrana sejujurnya.
"Adik menulis?" Ajis menghentikan langkahnya lalu menoleh kembali ke belakang, kearah istrinya.
"I-iya, Bang... Zahra menulis novel. A-abang marah?" Zahrana gelagapan. Dia pikir suaminya itu akan marah jika mengetahui aktifitas dirinya di rumah selama suaminya itu pergi mencari nafkah ke luar.
Bukan, bukan itu sebenarnya. Zahrana hanya cemas jika suaminya itu mengetahui tulisannya, dan menyadari bahwa tulisannya itu adalah kenyataan di masa lalunya.
Ajis tersenyum. "Kenapa Adik takut begitu? Abang tidak marah kok..."
"Benar, Abang tidak marah?" Tanya Zahrana kembali terlihat ceria.
"Iya, Adik... Jadi, Adik hobi menulis?" Tanya Ajis terlihat kagum.
"Iya, Abang... Hanya sekedar hobi, masih belepotan juga..." Sahutnya malu-malu.
"Terus, udah selesai?"
"Belum, Bang..."
"Ya sudah, kita makan dulu ya... Nanti pas Abang ke kios lagi, Adik bisa lanjutkan nulisnya." Ajak suami Zahrana.
Zahrana mengangguk. Kali itu sambil tersenyum kearah suaminya.
"Terima kasih, Abang..." Ucapnya senang.
Mereka langsung menuju meja makan. Siang itu mereka makan bersama tanpa sepatah kata pun keluar dari mulut mereka. Suasana begitu hening, namun bagi Zahrana itu lebih baik dari pada sama sekali tidak melihat wajah suaminya.
"Apa Adik bosan di rumah?" Tanya Ajis setelah menyelesaikan makannya.
"Tidak kok, Bang..." Geleng Zahrana.
"Kalau seandainya Adik merasa bosan, Adik main saja ke tempat bu Yanti. Adik bisa melihat-lihat hasil jahitan beliau, sebelum beliau membawanya ke toko." Ujar Ajis memberitahu istrinya itu.
"Bu Yanti menjahit, Bang?" Tanyanya.
"Iya, beliau menjahit di bangunan bagian belakang rumahnya. Ada beberapa orang karyawan perempuan juga di sana..." Sahut suaminya itu.
"Owh... Zahra baru tahu. Lain kali Zahra main ke sana. Zahra lebih betah di rumah saja, tidak mengapa kan, Bang?"
"Iya, tidak mengapa kok Adik..." Sahut Ajis.
Setelah cukup lama, Ajis kembali berpamitan kepada Zahrana hendak ke kios dan memberitahukan bahwa ia akan pulang sebelum maghrib nantinya.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Qiza Khumaeroh
semkin mnarik nih
2021-12-11
0
Salbiyah Mbih
bagus juga alur ceritaya,...d lanjut thor
2021-11-17
1
🎯™SuhaedahE𝆯⃟🚀 ⍣⃝కꫝ🎸
cerita ini bener2 kisah kehidupan se hari2, bagus thor..
2021-10-18
2