Zahrana duduk di tepi tempat tidurnya yang berhiaskan bunga-bunga di atasnya. Jemarinya dengan kuat meremas pahanya, jantungnya berdebar kencang malam itu.
Tok tok tok...
Terdengar ketukan tiga kali dari arah luar, dan meski tidak disahutinya, pintu itu tetap terbuka. Detak jantungnya semakin kuat tatkala suara langkah kaki terdengar mendekat ke arahnya.
Zahrana menggigit keras bibir bawahnya, mencoba menahan gemetar yang berpacu seiring detak jantungnya saat itu.
"Assalamualaikum, Adik..." ucap seseorang yang datang, dan dia tak lain adalah Ajis, suami yang baru tadi siang menikahi dirinya.
"Wa-wa'alaikumussalam..." sahut Zahrana gugup. Pandangannya tidak Bergerak, tetap menunduk menatap kearah pahanya.
Ajis duduk di samping Zahrana, dia ikut menunduk untuk sejenak, dan hanyut dalam diam yang sama-sama mereka ciptakan.
"Adik..." panggil Ajis lirih.
"I-iya, Bang..." sahut Zahrana tanpa menoleh sama sekali.
"Abang tahu, pernikahan kita bukan didasari hubungan yang diawali dengan pacaran. Takdir lah yang mempertemukan kita, Dik. Tapi, apakah Adik menyesal?" Tanya Ajis sembari memberanikan diri menatap lekat wajah Zahrana.
"Ti-tidak, Bang... Hanya saja, Zahra perlu waktu." Sahut Zahrana masih terdengar gugup.
"Waktu?" Dahi Ajis mengernyit setelah mendengar permintaan istrinya itu.
"Iya, Bang... Sebenarnya, Zahra bukanlah perempuan alim seperti yang Abang lihat, meski Zahra memakai gamis dan kerudung dalam sekalipun, tapi lelaki baik seperti Abang malah dipertemukan dengan perempuan seperti Zahra." Tutur Zahrana merendah.
Ajis tersenyum kecil. "Abang tahu maksud Adik, tapi jika Adik berpikir Abang mencari perempuan sempurna, jelas bukan Adik orangnya..."
Zahrana tersenyum kecut. Ucapan suaminya itu membuat dirinya sedikit tersinggung.
"Semua manusia itu berjalan di muka bumi mencari perbaikan untuk dirinya, dan tidak ada kepuasan untuk hal itu. Menurut Adik, mungkin Abang baik... Tapi Abang tidak ingin menjadi sombong karena merasa kebaikan Abang telah sempurna. Jadi, kita sama-sama ya dalam mencari kebaikan itu. Adik adalah cerminan bagi diri Abang, begitupun sebaliknya." Ajis bertutur lembut, membuat Zahrana terkesima lalu mengangguk perlahan.
"Mandilah... Abang tunggu, Adik. Kita salat bareng ya..."
Zahrana kembali mengangguk, lalu bangkit hendak melakukan yang diperintahkan oleh suaminya itu.
*****
Malam itu, merupakan malam pertama mereka sebagai pengantin baru. Tapi mereka hanya menghabiskannya dengan mengobrol satu sama lain. Tentang agama, keluarga dan pekerjaan.
Sesekali Zahrana mencuri pandang kepada lelaki yang telah sah menjadi suaminya itu, namun ketika didapati Ajis, dia kembali menunduk dan kemudian tersenyum.
"Tidur, yuk... Mudah-mudahan Allah membangunkan kita di pertengahan malam nanti.
Apa? Tidur? Sungguh, dia tidak menginginkan apapun malam ini? Bahkan dia tidak menyentuhku seujung kuku pun... Zahrana bergumam bingung. Namun dia memilih untuk menurut, lalu berbaring tanpa menanggalkan kerudung penutup kepalanya.
Zahrana Habibah Marwan, istriku, Bidadari surgaku... Tidak akan aku merenggut kesucian mu, sampai kamu dengan Ridho melepasnya kepadaku.
Mereka tertidur setelah melafazkan doa secara bersama-sama.
Di pertigaan malam, Zahrana terbangun. Tidurnya yang berubah posisi miring menghadap ke arah Ajis, membuat dirinya lantas terkejut. Tubuhnya setengah bangkit, dan nyaris ia berteriak.
Astaghfirullah... Aku lupa bahwa aku sudah menikah dengan dirinya... Batin Zahrana mulai kembali tenang. Bahkan napasnya sampai terengah-engah dibuatnya.
Perlahan, Zahrana kembali berbaring menghadap ke wajah suaminya itu. matanya menatap lekat wajah teduh milik suaminya itu.
Tampan juga... Kulitnya yang sawo matang, membuat dia terlihat manis meski usianya tujuh tahun lebih tua dariku... Batin Zahrana. Tanpa disadarinya, ia mulai tersenyum ketika mengamati wajah suaminya yang terlelap di sampingnya itu.
Perlahan, mata Ajis mengerjap. Perasaan Zahrana dibuat kalangkabut, dia tertangkap basah sedang mengamati wajah Ajis. Jantungnya berdegup kencang, ingin pura-pura tidur lagi, tapi terlambat. Suaminya itu sudah terlanjur melihat matanya yang nyalang.
"Adik..." Panggil Azis lirih dengan suara masih garau. "Sudah jam berapa?" Tanya suaminya itu seraya bangkit dengan susah payah mengumpulkan kesadarannya. Ajis mengucek kedua bola matanya sembari beristighfar.
Zahrana ikut bangkit dengan wajah masih terlihat gugup.
Tidak mendapat sahutan, Ajis melirik jam dinding yang bergelayut di sisi depannya. "Pukul tiga kurang, kita Tahajud yuk..." Ajaknya.
Zahrana hanya mengangguk, lalu bergegas mempersiapkan diri.
.
.
.
.
.
Hy teman2
Radetsa muncul lagi dalam karya baru nih... Tapi Radetsa akhir-akhir ini perajuk, jadi bijaklah dalam berkomentar.
Sungguh, Radetsa bahkan belum menikmati apa2 kecuali hobi Radetsa dapat tersalurkan disini...
Jika tidak suka tinggalkan, maka dari itu tidak perlu menghujat ya...
Karena Radetsa menghargai kritik, saran dan komentar dari teman2... Kita semua berteman dalam satu layar ini, bukan mencari permusuhan...
Tak lupa, RADETSA ucapin terima kasih banyak kepada teman2 pembaca semua, terutama Pihak pf yang sudah mengizinkan Radetsa menulis disini...
teman2 semua bisa menikmatinya dengan gratis kok...
Juga bukan berarti novel2 Radetsa telah sempurna ya... Kritik saran teman2 membantu Radetsa jadi lebih baik lagi...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
yuliani Aritonang
aku slalu suka karya mu thour
2023-06-23
2
Jafisa98
Baru masuk 2 bab aku udah suka kak😃
moga nyaman sampe end baca🍂
2022-05-29
1
Jafisa98
dahlah🌷
2022-05-29
1