Moza dan Tiara memilih duduk di bawah sinar rembulan, menikmati angin laut yang membuat sebagian rambut halus mereka berhamburan. Saat Tiara merapikan rambutnya, mata Moza menyipit melihat cincin yang berkilau di jari manis Tiara, cincin kecil sederhana namun ia tau memiliki harga yang fantastis. Sejak kapan Tiara memiliki benda itu?
Moza memegang tangan Tiara dan meraba cincinnya. "Cincin dari siapa?" Bahkan ia terpesona dengan berlian ini, kalau tidak salah ini cincin edisi terbatas dan dibandrol mahal dan Tiara beruntung memilikinya.
Mendengar pertanyaan kakaknya membuat Tiara menjadi gugup, kebohongan pertama sudah ia tutupi, kebohongan kedua sudah berhasil ia kubur dan sekarang harus kah ia menciptakan kebohongan yang lain? Sampai kapan mau seperti ini?
Tiara menarik tangannnya dan kembali menatap lurus ombak dilautan. "Aku baru beli pakai uang tabungan selama aku kerja di Resto." Harusnya dari awal ia menyimpan cincin ini.
"Tapi ini cincin mahal, loh! Gaji kamu satu tahun pun belum tentu cukup untuk beli cincin ini?" selidik Moza.
Di saat seperti ini curiga yang coba Moza kubur kembali naik ke permukaan, bahkan semakin terlihat di depan mata, Moza sudah membuang jauh bayangan kemeja putih yang ia temukan itu, karena Andre mengakui itu sebagai kepunyaannya, tetapi ukuran kemeja dan postur tubuhnya jelas berbeda, dan Moza sempat melihat tulisan kecil di kerah kemeja itu DNL, bukankah itu DANIEL?
Lagi, Daniel sangat marah saat Diko mengaku sebagai calon suami Tiara, mata itu tidak bisa menipunya, Daniel menunjukan sikap seperti orang cemburu, tapi kenapa harus cemburu?
"Aku pakai uang dari ATM yang kakak kasih kemarin," ucap Tiara, harus berbohong demi menutupi kebohongan yang lain.
Moza menajamkan mata melihat Tiara satu lagi ATM itu pun menjadi bukti yang nyata, tapi sikap Tiara menunjukkan kenyataan yang berbeda, Tiara sudah sangat membenci Daniel. Haruskah Moza mengemukakan kecurigaannya? Atau perlukah mencari bukti yang lebih kongkrit lagi?
"Ah, kakak hampir lupa tentang ATM itu." Moza meraih tangan Tiara lagi. "Suatu hari nanti, kamu harus melepaskan cincin ini," ucap Moza sembari mengulas senyum dan mengelus rambut Tiara.
"Melepaskannya?" tanya Tiara, kenapa hatinya seperti tidak rela? Atau apa kakaknya sudah mencurigainya?
"Iya, kamu sudah semakin besar, suatu saat nanti akan ada laki-laki yang menyematkan cincin di jari manismu ini dan kakak yakin dia orang yang ada di sana." Moza menunjuk Diko sudah berjalan di belakang Tiara.
"Kamu di sini?" Diko berhenti tepat di samping Tiara. Tadi setelah acara makan malam itu usai, Diko orang pertama yang meninggalkan tempat itu sengaja berlari mencari Tiara.
Moza dan Tiara sama-sama berdiri.
"Kita selalu ketemu tanpa disengaja, ketemu tanpa janjian, ketemu karena dipertemukan takdir dan aku yakin kali ini takdir tidak akan memisahkan kita lagi." Diko menarik bahu Tiara dan memeluknya. "Akau selalu menunggu moment seperti ini, Tia. Aku kangen sama kamu, tolong jangan menghindar lagi." Diko semakin mengeratkan pelukannya.
Belayan lembut tangan Diko saat mengelus rambutnya, membuat Tiara merasa nyaman, aman bahkan betah dipelukan Diko, sebab hati kecilnya juga sangat merindukan Diko yang selalu ada disetiap doanya. 12 tahun mencari dan menunggu kini takdir semakin mendekatkan mereka.
"Apa kakak memang mencari aku?"
"Sumpah, bahkan cintaku masih seperti yang dulu."
"Tapi sekarang keadaanya sudah beda, kakak bukan orang sembarangan, sementara aku masih menjadi upik abu." Bahkan lebih parah dari itu
"Tapi cintaku nggak pernah berubah."
'Tapi takdir sudah semakin mempermainkan kita,' batin Tiara, tanpa sadar ia memejamkan mata hingga tidak melihat bahaya yang ada di depan mata.
Daniel semakin murka, sedari tadi ia mencari Diko untuk diberi pelajaran, sudah pasti anak itu hidup dengan baik bersama papanya, harta, kuasa dan kedudukan pasti diberikan Remon.
"Sial!" rutuk Daniel ketika melihat Diko memeluk Tiara, kepalan tangan itu semakin kuat ia menarik Diko dan menghantam wajahnya hingga Diko tersungkur di atas pasir yang basah terkena ombak.
"Daniel!" jerit Moza, kejadiannya begitu cepat hingga ia pun tidak menyadari kedatangan Daniel.
"Kak Diko!" Tiara berusaha membantu Diko berdiri, namun Daniel menarik tangannya.
"Minggir! Aku habisi dia di sini!" Daniel menolak Tiara dan kembali menghajar Diko.
"Beraninya kau muncul dihadapanku! Apa Remon yang menyuruhmu, huh!" Daniel menghantam perut dan wajah Diko.
Mendengar nama Remon membuat kesadaran Diko kembali seperti semula, ia menangkis tangan Daniel yang hampir mengenai wajahnya lagi.
"Apa maksudmu?" tanya Diko seperti orang linglung.
Daniel mencengkram kerah baju Diko. "Kau dan ibumu sama-sama tidak punya harga diri!"
Mendengar ibunya dihina membuat Diko tersulut emosi sekuat tenaga ia mendorong dan memukul wajah Daniel.
"Jangan bawa-bawa ibuku!" Keduanya berkelahi dan saling menghajar.
Tiara dan Moza semakin panik dan berlari untuk melerai pertengkaran dua laki-laki itu.
"Daniel, stop!" Moza menarik tangan Daniel, namun Daniel tidak mengubrisnya
"Kak Diko, udah berhenti!" Tiara memegang tangan Diko.
"Minggir!" Daniel mengibaskan tangannya hingga terlepas dari Moza.
"Kak Daniel jangan, kak!" Tiara semakin memeluk pinggang Diko dari belakang ia bermaksud menjauhkan Diko dari Daniel.
"Minggir, Tiara!" bentak Daniel, ia melepaskan Diko dan menarik Tiara. "Kau membela laki-laki ini?" Suara Daniel menggelegar. "Aku habisi dia di depanmu," ucapannya terdengar lirih dan menakutkan.
Satu tamparan mendarat di pipi Daniel, bahkan telapak Tiara pun terasa panas. "Kenapa kau selalu berbuat semaumu?" Tiara menarik kera kemeja Daniel. "Habisi saja aku ... bunuh aku saja!" Tiara menangis dan memukul dada Daniel. "Bunuh aku, Daniel ... bunuh aku."
Daniel mundur beberapa langkah, ditatapnya Diko yang masih berdiri lemah di tempatnya, lalu menoleh lagi kearah Tiara yang masih menangis melihatnya. Tanpa bicara lagi ia melangkah panjang, bahkan mengabaikan Moza yang memanggil namanya.
Moza menghapus air matanya, baru kali ini ia melihat Daniel mengamuk, tubuhnya masih gemetaran saat Daniel melewatinya begitu saja.
"Aku tidak bisa meredamkan amarahmu, bahkan aku tidak tau apa yang membuatmu marah, tapi kenapa Tiara bisa melakukannya? Apa yang sudah aku lewatkan, ada apa denganmu Daniel ... caramu memandang Tiara sangatlah berbeda."
Moza membatin dan menatap pilu punggung Daniel yang semakin menghilang di tengah gelapnya malam, ia kembali ke penginapan membawa curiganya tentang Daniel dan Tiara.
***
Maaf nggak bisa balesin komentar yang ada, tapi Vio baca, kok. Terima kasih sudah mendukung sampai sejauh ini, hayuk kita slow update ya, tapi tenang Daniel dan Tiara tetap tamat di Noveltoon, oke, lope lopeku.
Oh, iya ... jangan lupa jempolin hihihi.
Makasa amat^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Enung Samsiah
sipat danil dah egois ,aplgi cemburu di tmbh cerita masalalu mnyedihkan,,, lngsung mmbaraaaa
2024-01-24
0
Elly Watty
kasihan dg Danil klw diliat dr masa kecilnya tp Diko jg kn g tahu apa2
2023-05-20
0
Efvi Ulyaniek
apik
2022-12-13
0