"Aduh...." Tiara merintih kesakitan sebab kaki kanannya tersiram kopi panas milik Daniel, bahkan gelasnya pun sudah pecah berserak menjadi beberapa bagian di lantai.
Daniel refleks berdiri, ia meraih tangan Tiara dan menjauhkannya dari serpihan kaca tersebut, wajahnya seperti biasa kaku dan masih datar tanpa ekspresi, laki-laki ini sama sekali tidak merasa bersalah, bahkan mengucapkan kata maaf pun ia tidak mampu.
Selama ini Daniel tidak pernah meminta maaf kepada siapapun, dalam kamus hidupnya ia tidak pernah salah, selalu benar dan tidak akan pernah mengucapkan kata maaf.
Never
"Daniel loe gila atau apa, gara-gara loe kaki Tiara melepuh." Wira memerhatikan kaki Tiara, meraih tisu di atas meja dan mendekati Tiara.
"Dia urusan gue." Daniel menarik tangan Tiara hingga menciptakan jarak antara Tiara dan Wira, enak saja mau dekat-dekat gadis tawanannya, tidak ada seorang pun yang boleh mendekati rubah kecilnya.
"Bersihkan kakinya di belakang, lalu kita bawa ke dokter kulit supaya lukanya tidak terlalu parah," ucap Yoga memberi solusi.
"Nggak perlu ke dokter, kak. Nanti biar aku olesin salep aja," jawab Tiara, ia tidak punya tenaga untuk melarikan diri sebab Daniel yang gila ini semakin kuat mencengkram tangannya.
"Anggotamu ini nggak bisa kerja, pecat saja dia!" Daniel mengeluarkan titahnya seperti dia yang berkuasa di tempat ini.
"Loe yang salah, niel!" sentak Wira tidak terima, di mana lagi ia bisa melihat paras ayu Tiara kalau bukan di tempat ini.
Daniel tidak perduli dengan beberapa orang yang melihat ke arah mereka, tanpa meminta ijin dari siapapun Daniel menggendong Tiara dan membawanya pergi.
"Jangan kumat Daniel, lepaskan aku!" pekik Tiara, ia memukul dada Daniel si manusia setengah iblis.
"Diam, atau kucium di sini!" ancaman Daniel berhasil membuat Tiara terdiam.
"Ada yang tidak beres di sini."
Wira dan Yoga sependapat kalau sikap yang ditunjukkan Daniel terlalu berlebihan. Mungkin ini yang dinamakan adik ipar rasa pacar.
***
"Duduk!" Daniel mendudukkan Tiara di mobil tepat di samping bangku kemudi. Pintu mobil masih terbuka lebar sebab kaki Tiara masih menggantung hampir menyentuh tanah.
"Biarkan aku pergi."
Tiara tetap memaksa tetapi Daniel mengunci pergerakannya, Daniel merunduk hingga wajah mereka semakin dekat, keduanya saling bersitatap bahkan hembusan nafas mereka pun saling bersentuhan, tiba-tiba Tiara memejamkan mata.
Daniel tersenyum tipis. "Buang jauh pikiran kotormu," ucapnya sinis, ia mengambil botol air mineral tepat di belakang punggung Tiara lalu kembali menegakkan tubuhnya.
"Memangnya apa yang aku pikirkan," gumam Tiara.
Daniel tidak mau mendebat ia merunduk dan membersihkan kaki Tiara dari noda kopi yang masih mebempel di permukaan kulit Tiara.
"Pelan-pelan," Tiara meringis merasakan perih. "Sudah lepaskan, biar aku saja yang membersihkannya!"
Daniel tidak terpengaruh, ia mengambil obat oles untuk luka bakar dari laci dashboard kemudian jongkok dan menumpu kaki Tiara di lututnya, dengan hati-hati ia mengoleskan obat itu hingga menutupi kemerahan di kaki Tiara.
Tiara tertegun mendapatkan perhatian kecil dari Daniel, wajah tampan dan tegas itu masih fokus menunduk memerhatikan luka di kakinya.
'Kalau seperti ini dia terlihat seperti malaikat'
Tiara hampir tesenyum, namun kejadian malam itu kembali berputar di kepalanya, membuat darahnya kembali mendidih.
"Sekarang, rencana jahat apalagi yang kamu rencanakan?" tanya Tiara.
Pertanyaan itu membuat Daniel terusik, ia mengangkat kepala dan menatap bola mata Tiara.
"Tetap pada rencana awalku, menghancurkan Moza dan dirimu," jawab Daniel, suaranya lembut, tapi terdengar menakutkan.
"Kamu tidak akan bisa, kak." Tiara tersenyum remeh. "Aku lah pemenangnya, lihat saja belum apa-apa kamu sudah berlutut di depanku!" Tiara tertawa senang, ya sedari tadi Daniel menunduk di hadapannya.
"Sial! Aku tidak pernah kalah, Tiara!"
Daniel membuang obat itu ke sembarangan arah, wajahnya sudah merah, ia berdiri dan berkacak pinggang di depan Tiara yang masih tertawa, rubah kecil ini harus dikasih pelajaran, Daniel menyeringai jahat, ia meraih kepala Tiara dan menyatukan bibir mereka.
Ciuman itu cukup lama, Daniel meresapi apa yang sudah membuatnya candu, ia semakin menarik cengkuk leher Tiara agar Tiara tidak bisa menghindarinya, setelah merasa Tiara kesulitan bernapas barulah Daniel melepaskannya.
"Jangan perlakukan aku seperti ini!!"
Tiara memukul Dada Daniel, menendang kakinya, mencubit tangannya, mengumpat, mencaci, tetapi Daniel tetap berdiri tegak di depannya.
Daniel menyunggingkan senyuman, tenaga Tiara tidak ada apa-apanya, bahkan sengatan lebah lebih menyakitkan dari pada cubitan yang ditinggalkan Tiara di lengannya. "Aku bukan tandinganmu, Tiara!"
PLAK!
Tiara menampar pipi Daniel, kekaguman dan pujian yang pernah ada untuk calon kakak iparnya ini sudah luntur berubah menjadi benci. 20 tahun Tiara hidup hanya Daniel laki-laki yang berani menyentuh dan menghancurkannya.
"Jangan samakan aku dengan perempuan yang biasa kau tiduri, Daniel!" teriak Tiara.
Rahang Daniel mengeras, matanya memerah bukan karena pipinya yang masih terasa panas, tetapi karena ucapan Tiara membuat harga dirinya jatuh, padahal selama ini ia tidak pernah menyentuh wanita manapun selain Tiara.
"Kau tidak bisa menyentuhku seenaknya," ucap Tiara, ia mendorong Daniel sampai menjauhi pintu mobil lalu pergi meninggalkan Daniel.
Daniel mengejar Tiara. "Tiara, tunggu kau mau ke mana?" Daniel meraih tangan Tiara.
"Bukan urusanmu dan jangan pernah sentuh aku!"
Tidak ada norma kesopanan jika berhadapan dengan Daniel yang usianya sudah 28 tahun, jika Daniel tidak bisa menghargainya maka Tiara pun akan melakukan hal yang sama.
"Aku akan menikahi kakakmu, jadi kau pun menjadi urusanku. Kakakmu sendiri yang datang dan memohon supaya aku menjemput dan membawamu pulang ke rumah, jadi semua ini bukan kemauanku, secara tidak langsung kakakmu sudah menyerahkanmu padaku!"
"Itu urusan kalian! Aku tidak perduli lagi, jadi harus kau tau sampai kapanpun aku nggak akan menginjakkan kakiku di rumah itu lagi, ambil semua pakaian yang pernah kau beli untukku!" Tiara menarik tangannya. "Kalau dari awal aku tau itu uang darimu, aku tidak sudi memakainya."
"Jangan buat aku marah, Tiara!" bentak Daniel, suaranya menarik perhatian beberapa orang di sana, karena saat ini mereka masih berdiri di parkiran mobil.
Mereka seperti tikus dan kucing di tempat yang sama, seperti air dan minyak yang tidak bisa menyatu, sekarang seperti maghnet saling tarik ulur tidak menentu.
"Ikut aku pulang." Daniel mengecilkan suaranya, "Aku tidak mau dengar omong kosongmu lagi, jadi jangan pancing amarahku!"
Tiara masih berpikir, kalau pulang ke rumah itu artinya dia menyeburkan diri ke neraka, tetapi kalau menolak Daniel pasti tidak mau melepaskannya, Tiara memutar otak berusaha mencari jalan keluar yang menguntungkan.
Tiara tersenyum. "Aku pulang, tapi dengan satu syarat ... berikan semua foto-foto sialan itu!" Tiara menengadahkan tangan persis seperti meminta permen kepada kakaknya.
'Perempuan licik ini memanfaatkan kesempatan.'
"Kau janji akan pulang ke rumah lagi?" tanya Daniel, sungguh negoisasi yang tidak menguntungkannya.
"Iya, cepat mana ponselnya?" desak Tiara.
"Sayangnya aku tidak membawa ponsel itu. Kalau kau mau kita bisa ambil di rumahku."
"Rumahmu? Jebakan apa lagi ini?"
"Terserah, kesempatan tidak datang dua kali, ikut aku sebelum aku berubah pikiran." Daniel tersenyum tipis, lalu kembali masuk ke dalam mobil.
Daniel sudah menghidupkan mesin mobilnya, dari kaca spion ia melihat Tiara seperti orang kebingungan.
"Tentukan pilihanmu, gadis kecil," gumam Daniel, ia menekan tombol klakson sampai membuat Tiara terkejut.
"Tunggu, aku ikut!" Tiara tidak punya pilihan lain selain ikut ke rumah Daniel.
***
Jangan lupa like, komen juga ya lope lopeku, biar Tiara dan Daniel betah di Noveltoon. Makasih^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Opung Debora Boru Juntak
Kasihan dengan Tiara yang tidak tau apa apa menjadi korban
2022-04-10
0
ennona bee
waah bodoh bgt c tiara
2022-02-20
0
Osie
tiara bego..gamoang bgt dibodohi si daniel
2022-02-02
0