'Cium katanya?' Mata Tiara terbelalak lebar, jangankan berciuman, pegangan tangan dengan laki-laki dewasa saja ia tidak pernah, kalau pun pernah itu sudah lama sekali, ketika ia masih di kampung dan ketika ayahnya masih ada. Mencium Daniel tidak pernah ada di dalam benaknya, tetapi sepertinya hari ini akan terjadi.
Hembusan napas Tiara membangkitkan semangat Daniel, jangan salahkan dirinya karena dari awal Tiara yang datang menyerahkan diri, ia sudah berniat melepaskan Tiara, tetapi pesona gadis kecil ini bagaikan sihir yang menghionotis dirinya hingga terus-terusan ingin menyentuh Tiara lagi dan lagi.
"Kau berubah pikiran?" Daniel mengamati wajah polos Tiara, kedua alis terukir indah seperti bulan sabit, dua mata indah dengan bulu mata yang lentik, hidung kecil sesuai dengan bentuk wajahnya dan bibir merah yang selalu memakinya, namun membuat Daniel ketagihan ingin meresapinya.
Tiara merasakan panas di sekujur tubuhnya, bahkan ia yakin kalau saat ini wajahnya pun pasti sudah merah seperti buah tomat, keringat dingin sudah mulai mengalir dari keningnya, irama jantungnya berdegup tidak karuan, marah, malu, kesal dan merasa seperti seorang pengkhianat yang sudah lancang mengkhianati kakaknya sendiri.
Tiara bergerak cepat memajukan wajahnya sampai bibirnya menyentuh bibir Daniel di detik itu juga ia menarik kepalanya lagi.
"Su-sudah." Tiara menunduk, kini ia sudah menjilat ludahnya sendiri kenyataannya dialah yang datang dan berakhir menyerahkan diri.
Daniel berdecih. "Apa kau bercanda? Bagian mana yang kau cium? Menyentuh pun tidak."
Daniel membelai pipi Tiara, kulit ini sangat halus seperti kulit bayi,kemudian Daniel meraih dagu Tiara, kini mata mereka saling mengunci satu sama lain.
"Sepertinya kau tidak berpengalaman, mulai hari ini kau bisa belajar dariku!"
Dalam hitungan detik Daniel sudah menguasai Tiara, ia tidak sedetikpun membiarkan Tiara lolos dari pangkuannya, tangan kanannya semakin menahan cengkuk leher Tiara, sementara satu tangannya lagi menarik pinggang ramping Tiara.
Tiara mencengkram kemeja yang dikenakan Daniel, menangispun percuma sebab sudah tidak ada jalan untuk mundur ke belakang, hanya penyesalan yang tidak boleh menghalangi pengorbanannya untuk Moza.
Daniel seperti tersengat aliran listrik, membuatnya sulit mengubah posisinya, ia membiarkan Tiara untuk kembali menghirup oksigen dan menetralkan pernapasannya.
"Kau sudah mulai bisa mengimbangiku," ucap Daniel sembari membersihkan bibir Tiara dengan ibu jarinya, perlahan tapi pasti tangan Daniel sudah masuk ke dalam kaos yang dipakai Tiara.
"Aku rasa sudah cukup, sekarang temui kakakku." Tiara menghentikan aksi Daniel, ia memegang tangan nakal Daniel.
Wajah Daniel seperti murka karena merasa Tiara menolaknya secara halus. "Trik apa lagi ini? Kau menolakku?"
"Bu-bukan, aku sudah terlalu lama pergi. Tidak ada yang menjaga kak Moza di rumah sakit, Daniel tepati janjimu karena aku sudah menyerahkan diri." Tiara harus memelas lagi, ntah sampai kapan seperti ini.
"Kau cari alasan? Aku bahkan belum menyentuhmu." Daniel berpaling muka, ia membiarkan Tiara beranjak dari pangkuannya, ia kesal karena terlihat seperti sedang merayu wanita berhati batu.
"Ki-kita masih punya waktu, lagi pula tidak mungkin melakukannya di sini, Daniel ayolah jangan seperti anak kecil." Tiara menarik tangan Daniel membuat Daniel kembali melihatnya.
Melihat wajah polos Tiara membuat hati Daniel runtuh, ia berdiri dan melangkah tanpa mengatakan apapun lagi.
'Kau harus kuat, Tiara!' Tiara tergesa-gesa mengikuti Daniel yang sudah ke luar dari ruangannya.
***
Andre, begitu ia keluar dari lift seorang reseptionis memberinya informasi kalau ada seorang gadis mencari Daniel. Andre bisa menebak jika perempuan itu adalah Tiara.
Selama ini Andre tidak menutup mata, dari awal ia tidak membenarkan perbuatan Daniel kepada Moza ataupun Tiara, hingga diam-diam timbul penyesalan sudah ikut ambil dalam permainan Daniel.
"Moza dirawat di rumah sakit," ucap manager Moza ketika ia menghubunginya. Sebelum penyesalan dan rasa bersalahnya lebih jauh lagi, ia memutuskan untuk segera mengakhiri permainan ini.
Andre bergegas ke rumah sakit, begitu membuka pintu kamar pasien ia disambut wajah pucat pasi Moza yang sudah duduk di tempat tidur pasien.
"Kenapa kamu yang datang?" Suara lemah Moza lebih dulu menyapanya, Andre meletakkan parcel buah yang ia bawa kemudian berdiri di samping Moza.
"Aku kebetulan lewat jadi sekalian mampir menjengukmu." Andre mengamati wajah Moza, matanya terlihat sembab seperti menangis berjam-jam.
"Kebetulan bawa buah?" Moza menunjuk kusri kecil. "Duduklah ... ada yang mau aku tanyakan."
Tanpa diperintahkan dua kali Andre duduk persis di samping Moza, selama ini hubungan mereka terjalin dengan baik, pertemuan mereka juga cukup intense, sebab di mana ada Daniel maka di situ anda Andre, bahkan saat Moza kencan dengan Daniel pun selalu saja ada Andre di samping Daniel.
"Jangan berpikir terlalu keras, tidak baik untuk kesehatanmu." Andre tau apa yang akan di tanyakan Moza, tidak lain pasti tentang Daniel dan berita yang sedang viral itu.
"Aku harus tau ... supaya aku bisa lebih tenang." Moza menghembuskan napas panjang. "kamu tau kalau aku sangat mencintai Daniel, dan aku juga tau Daniel pun begitu, tetapi aku merasa akhir-akhir ini ada yang beda, Daniel seperti menghindariku, ditambah lagi berita kemesraannya dengan Regina."
Moza memukul dadanya yang terasa sesak. "Apa selama ini aku salah? Apa cuma aku yang mencintainya?" Moza mulai menangis, tidak ada yang bisa mengibati rindu kecuali pertemuan dengan orang yang ia dambakan, tetapi sampai sekarang Daniel belum juga menampakan wujudnya.
Andre berdiri dan menenangkan Moza. "Moza tenanglah ... Daniel mencintaimu, sangat mencintaimu!" Andre memeluk Moza dan menyandarkan kepalanya di dada bidangnya.
"Jangan menghiburku, itu nggak akan berhasil. Kamu pasti berusaha menutupi semua kebohongannya."
'Semua demi kebaikanmu, Moza. Kamu pasti tidak bisa menerima kenyataan kalau selama ini Daniel tidak pernah mencintaimu, dia hanya pura-pura'
Andre cuma bisa membatin sembari mengelus rambut Moza.
Moza menghapus air mata dan menarik diri dari pelukan Andre, ia tatap mata Andre yang juga melihatnya.
"Kenapa sekarang Tiara benci sama Daniel? Padahal dulu dia nggak seperti ini, sekarang mendengar nama Daniel saja dia nggak mau, apa kamu tau sesuatu yang aku nggak tau?"
Andre menjadi gugup tidak karuan, ia merasa seperti maling yang tertangkap basah sedang menyembunyikan sesuatu.
"Kenapa kamu tanyakan itu? Tiara adikmu dan Daniel calon suamimu, lalu apa yang salah dengan mereka sampai aku harus menjaga rahasia mereka?"
Kening Moza mengkerut. "Kenapa kamu gugup? Rahasia apa yang coba kamu tutupi?" Moza sudah mulai tidak bisa mengontrol diri, jangan-jangan kecurigaannya selama ini benar, ingatan Moza kembali pada beberapa hari yang lalu, saat ia menemukan kemeja putih di dalam lemari Tiara.
"Ap-apa kemeja itu milik Daniel? Apa yang sudah mereka lakukan?" Moza melemparkan bantal ke sembarangan arah. "Kemeja itu milik siapa?"
***
Makasih udah mau mampir ya, readers sayang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Becky D'lafonte
tetep aja tiara yg akan disalahkan sm moza
2022-09-12
0
Dewi Kijang
thoor kasian tiara biar lah tiara pergi aja jauh'' buat danil sesal biar kapok...
2022-01-05
1
Rdian
tanpa disadari sepertinya tiara suka sama daniel makanya mau jadi simpenan. ada pilihan lain sebenarnya, moza dikasih tau yg sebenarnya, kalo daniel benar-benar pergi dan moza depresi dibawa ke dokter jiwa, terapi. ini akan sulit daripada tiara jadi simpanan kalo moza tau akan merusak persaudaraan mereka, cepat/lambat bangkai pasti tercium baunya
2021-12-25
0