"Aku mau ajak kak Diko." Tiara bersedekap dada, kakinya mengetuk-ngetuk lantai yang licin itu, sampai kapanpun Daniel tidak akan bisa membuatnya patuh dan tunduk begitu saja.
Daniel masih duduk santai, jemari tangannya saling bertautan, matanya masih mengunci Tiara, harusnya ia mengurung Tiara di dalam kamar supaya tidak bisa berkeliaran di mana-mana, ah kenapa ia melupakan Diko itu?
"Duduk!" titah Daniel, sepertinya ia harus menatar Tiara di depan Moza agar wanita kecil ini tidak bisa berkutik.
Moza semakin yakin kalau ada yang tidak beres di sini, atau hanya kecurigaanya semata karena memang dasarnya Daniel tidak suka dibantah dan Tiara memang keras kepala.
"Kepalaku pusing ... Daniel maafkan Tiara, dia cuma bercanda," ucap Moza, ia menggenggam tangan Daniel.
"Tiara kita di sana mau liburan, kamu jangan ajak Diko, ya!" Moza mengedipkan mata agar Tiara segera pergi sebelum Daniel lebih marah lagi.
Tiara berdecih dan berlari kecil meninggalkan Moza dan Daniel.
Melihat Tiara pergi, Daniel pun berdiri. "Ya sudahlah, aku juga barus kembali ke kantor, sudah dua hari ini aku meninggalkan pekerjaanku," ucap Daniel.
Moza cemberut, karena selama ini Daniel selalu menyibukkan diri dengan pekerjaannya, hampir tidak ada waktu untuknya.
"Tapi janji besok kita liburan." Moza menyatukan kelingking mereka, Daniel hanya mengangguk lalu pergi begitu saja.
Melihat punggung kokoh itu menghilang di balik pintu, membuat hati Moza terasa nyeri, untuk apa Daniel mengikat hubungan mereka jika tidak pernah meluangkan waktu untuknya.
"Apa memang cuma aku yang mencintaimu?" ucapnya lirih.
***
Terhitung sudah dua hari Daniel tidak menginjakkan kakinya di kantor, itu semua karena ia sibuk berdebat dengan Tiara, lebih tepatnya berdebat di atas ranjang!
Perusahaan Daniel bergerak di bidang tekstil, pembangunan dan insfraktruktur, selama ini Daniel, Andre dan Wira bekerja keras mengumpulkan para infestor dari berbagai daerah dan perusahaan yang sudah lebih maju dari perusahaan mereka, baginya jatuh bangun sudah biasa hingga ia puas dengan hasilnya kedudukan dan kesuksesan yang diraihnya merupakan hasil keringat sendiri bukan hasil dari turun temurun keluarga.
Semua karyawan tunduk dan patuh dengan semua peraturan di perusahaan ini. Daniel tidak pernah memberi ampun pada kesalahan sekecil apapun yang dilakukan karyawannya, ia tidak segan-segan memecat dengan cara tidak hormat bila ada yang berani berkhianat di perusahaannya.
Para karyawan berlari tergopoh-gopoh menuju ruang meeting, karena Daniel sudah menunggu mereka di sana, meeting ini terkesan dadakan membahas saham dan kerja sama dengan para pengusaha yang baru bergabung dengan mereka.
"Jadi sudah berapa orang yang berhasil kalian rekrut selama aku tidak ada? Apa mereka bersedia menanamkan saham di perusahan kita?" tanya Daniel dari bangku kebesarannya.
"Ada sekitar 50 orang yang baru bergabung, mereka tertarik dengan pembangunan di tempat wisata itu, karena mereka yakin akan mendapatkan keuntungan besar dan sebagian dari mereka sudah ikut menyuntikkan dana," jawab Andre yang menghandle perusahaan bila Daniel tidak ada di kantor.
"Bagus! Aku mau lihat data-data mereka, dari perusahaan mana saja?" Daniel mengulurkan tangan dan melihat satu persatu orang di sana. "Wira mana? Bukannya dia yang bertanggung jawab untuk ini?" Daniel menggebrak meja, hari ini ia benar-benar diselimuti emosi.
"Wira sudah meninjau lokasi, dia sudah menunggu kita di sana," jawab Andre.
"Hmm, siapkan semua untuk besok, aku tidak mau ada kesalahan!" Daniel meninggalkan ruang rapat.
"Akhh akhirnya bisa bernapas lagi," ucap salah satu karyawan, kini ruangan itu kembali menghangat karena Daniel sudah hilang dari pandangan mata.
***
Ke esokan harinya.
Tiara membuka deretan pesan yang dikirimkan Diko, namun tidak ada satupun pesan yang ia balas, ia sengaja menghindar sampai masa liburan yang dijanjikan Daniel berakhir. Tiara menarik kopernya ke luar rumah, mobil yang dikirimkan Daniel sudah menunggu lama, bahkan Moza sudah duduk manis di dalam mobil.
"Tiara, berikan koper itu sama dia!" Moza menunjuk seorang laki-laki berbadan kekar. "Dia pengawal Daniel!" imbuhnya dari balik jendela.
Tiara terpaksa menyerahkannya, melihat tampang sangar pria itu membuat nyali Tiara menciut, hingga akhirnya Tiara masuk ke mobil.
Dalam perjalanan Tiara hanya diam dan menatap nanar ke luar jendela.
"Kamu kenapa, sih akhir-akhir ini banyak melamun?" Moza memerhatikan wajah Tiara yang tampak lesu dan pucat.
Tiara melihat Moza. "Aku capek kak, maunya istrahat di rumah aja. Aku nggak jadi ikut, ya!"
"Nggak bisa, kakak nggak tega ninggalin kamu di rumah sendirian, lagi pula di sana kakak bisa bosan karena nggak punya teman, Daniel pasti sibuk sendiri."
Tiara menggenggam tangan Moza. "Aku kasih tau sama kakak, ya! Daniel nggak pernah cinta sama kakak, selama ini dia cuma pura-pura baik, dia laki-laki terjahat yang pernah aku kenal kak!"
"Kenapa kamu ngomong gitu, sih?"
"Ya karena dia cu--
"Ekhmmm...." Pria yang duduk di samping sopir berdehem.
Tiara meliriknya. 'Daniel gila! Dia sengaja ngirim mata-mata untuk mengawasiku?' batin Tiara.
"Daniel kenapa? Apa sih yang kamu sembunyikan?" desak Moza.
"Bukan apa-apa." Tiara memilih diam dan memejamkan mata.
Begitu sampai di Bandara, kedatangan Tiara dan Moza disambut Daniel dengan senyuman manis, pria itu baru saja melakukan chek ini, hari ini penampilannya lebih casual dari biasa, kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya pun semakin menambah ketampanannya.
"Kita pergi sekarang!" Daniel meraih tangan Moza. "Apa kau berubah pikiran, Tiara? Atau kau mau kakakmu kesepian di sana?"
Tiara tidak mau ambil pusing dan malas meladeni Daniel, ia memilih berjalan sampai masuk ke dalam pesawat.
Di dalam kabin pesawat, Moza dan Tiara duduk berdampingan, sementara Daniel duduk sendiri tepat di seberang Tiara.
"Sayang, aku duduk sama kamu, ya?" Moza berpindah tempat duduk.
"Adikmu duduk sendirian." Daniel mengusir secara halus.
"Nggak apa-apa, justru ini lebih nyaman, lebih luas!" Tiara merentangkan tangan, wajahnya mengejek Daniel.
"Dia nggak keberatan, kok." Moza semakin merangkul lengan Daniel, sampai Daniel tidak punya alasan menolaknya.
Dua puluh menit setelah pesawat lepas landas, Tiara merasakan ada yang aneh di dalam perutnya, kepalanya pun terasa pusing semua yang ada disekitarnya seperti berputar-putar, ia membuka tas slempang miliknya dan mencari sesuatu di dalam sana, namun Tiara tidak menemukan apa yang dicari.
"Kak Moza." Tiara memanggil Moza tetapi Moza tidak mendengar sebab telinganya terpasang headsed.
Rasa mual ini benar-benar mengganggu Tiara, perutnya seperti diaduk-aduk sampai ingin memuntahkan isi di dalamnya.
Kening Daniel mengkerut melihat Tiara seperti orang kebingungan, pelan-pelan ia melepaskan tangan Moza yang tertidur di sampingnya, setelah membenarkan posisi Moza, ia mendekati Tiara.
"Kau kenapa?" Daniel memerhatikan wajah Tiara, terlihat pucat pasih.
Tiara menggelengkan kepala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Rdian
moza anak pertama tp malah manca kekanak-kanakan.
2021-12-25
0
Dafha Bhoy
mungkin hamidun
2021-12-12
1
Saripati Sari
Tiara hamil
2021-12-09
1