“Bram, lo pegang apa?” Tanya Malik, yang sedang makan siang bareng Abram di sebuah cafe yang berada persisi di depan kantornya.
“Oh, ini. brosur apartemen, tadi di depan di bagiin.”
“Apartemen yang depan kantor itu?” Tanya Malik lagi, sambil menunjuk gedung tinggi yang tak jauh dari gedung tempat ia bekerja.
“Yoi, nih.” Abram memberikan brosur itu.
“Bagus juga, deket lagi sama kantor.”
“Lo, mau beli apartemen lagi?” Tanya Abram.
Malik mengangguk. “Tapi, bukan buat gue.”
Malik menjeda perkataannya.
“Buat Angel.”
“Jiah, udah makin serius aja nih romannya.” Ledek Abram.
Malik menyeruput minumannya santai, sambil melihat-lihat brosur yang ia pegang.
“Buruan iket, nanti kalo kabur pusing sendiri kaya bos lu noh. Capek kan lu ngurusin si David, ngejar-ngejar dia ke Singapura sampe di deportasi segala.”
Malik mengangguk. Ia ingat betul, ketika repot mengurusi David yang tengah mengejar-ngejar Sari, hingga ia pun mengabaikan Angel.
“Tapi gue udah iket dia dengan cara lain.” Jawab Malik santai.
“Jangan bilang lo sama Angel udah.." Abram tak melanjutkan perkataannya dengan kata tapi dengan bahasa tubuh, ia menggabungkan jari telunjuknya untuk menunjukkan bawha Malik dan Angel sudah melakukan sesuatu sebelum menikah.
Malik mengangguk.
"Gila lo, kesian cewek lugu seperti Angel ketemu buaya kaya lo.”
Malik tertawa. “Gue bukan buaya. Gue emang cinta kok sama dia. Gue juga mau beliin ini sebagai tanda kalau gue serius.”
“Serius itu di nikahin, Lik.” Jawab Abram.
“Kalau itu, jujur gue belum siap.”
“Hah, terserah lu dah.”
“Gue lebih suka ngejalanin seperti ini.” Kata Malik lagi.
“Iya, tapi ngga ada cewek yang mau ngejalanin hubungan seperti ini, apalagi Angel wanita baik-baik. Dia pasti akan nagih terus janji lu.”
Malik terdiam, karena apa yang Abram ucapkan memang benar. Saat ini, Angel selalu merengek agar ia bertemu ayahnya di Bandung, tapi Malik menolak halus dengan sejuta alasan.
****
“Bee, kamu masih di kantor?” Tanya Malik pada Angel dalam sebuah pesan whtasapp.
Siang ini, Malik tengah bersama David meninjau proyek underpass di daerah Bogor.
Angel langsung membaca pesan itu, setelah mendengar bunyi notofikasi yang tertera nama kekasihnya.
“iya, masih.” Balas Angel.
“Jangan pulang dulu! Sebentar lagi aku sampai kantor. Kita pulang bersama. Ada yang mau aku tunjukkan ke kamu.” Malik langsung membalas pesan itu lagi, karena kebetulan ia sedang berhenti di sebuah lampu merah.
Angel tersenyum membaca balasan pesan Malik.
Matahari semakin menenggelamkan diri. Hari pun berganti malam dan gelap. Angel menunggu Malik di lobby.
“Ngel, belum pulang?” Tanya Yasmin berjalan bersama Fauzi.
Yasmin dan Fauzi kini resmi berpacaran. Fauzi langsung menarik diri, ketika tahu bahwa Angel dan Malik berpacaran, terlebih Malik yang sering mengumbar kemesraannya di depan Fauzi. Untung saja Fauzi belum mengungkapkan perasaannya pada Angel waktu itu.
“Belum, nungguin Kak Malik.”
“Ciye.. ya udah kalau gitu kami duluan ya.” Jawab Yasmin.
“Duluan, Ngel.” Fauzi pun tersenyum ke arah Angel.
Angel membalas senyum kedua temannya itu, sambil melihat ke arah mereka yang lama kelamaan menjauh dan tak terlihat lagi.
Malam semakin larut, gedung kantor itu pun semakin sepi. Tinggal hanya Angel yag duduk di lobby itu.
Malik sampai di lobyy kantor, setelah mengantar David tepat di lobby apartemennya. Ia melihat sang kekasih yang menunggu di sana. Angel tengah menunduk memainkan ponselnya. Malik berjalan mendekati Angel yang sudah menunggu lama di sana. ia membawa sepuket bunga yang berada di belakang tangannya.
“Cantik.” Panggil Malik, membuat Angel langsung menoleh ke arah suara yang sangat ia kenal.
Angel tersenyum sumringah, karena pria yang di tunggu-tunggu akhirnya datang juga.
“Maaf, ya lama, aku antar Pak David sampai apartemennya dulu.”
Angel mengangguk dengan senyum yang sangat manis.
“Ini.” Malik memberikan bunga, seperti biasa yang ia lakukan di setiap jumat sore, tepatnya saat Angel pulang kerja.
“Terima kasih.” Angel menerima bunga itu dan menciumnya.
“Kamu cantik.”
Angel mencibir. “Gombal, aku udah kucel gini di bilang cantik.”
Angel mengerucutkan bibirnya, pasalnya malam ini ia sudah seharian bekerja dengan makeup yang semakin pudar dan baju yang belum di ganti dari pagi.
“Parfumku saja sudah tidak ada wanginya.” Angel mencium ketiaknya.
Malik tertawa.
“Kamu tetap kekasihku yang cantik dan wangi.” Malik merangkul kepala Angel dan mengajaknya pulang.
Malik membuka pintu penumpang dan menuntun kekasihnya untuk duduk di sana.
“Kamu mau tunjukkan apa?” Tanya Angel antusias.
“Ada deh.” Jawab Malik sumringah.
Angel sudah berfikir lain. Ia berfikir Malik akan mengajaknya ke sebuah toko perhiasan untuk mengajaknya membeli cincin pernikahan, karena Malik memang selalu berjanji untuk melakukan itu dalam waktu dekat.
Malik melaju mobilnya dengan lambat, karena tempat yang ingin ia tuju jaraknya sangat dekat.
“Kok kita masuk kesini?” Tanya Angel yang semakin bingung.
“Kita mau ketemu siapa di sini?”
“Pokoknya ada deh. Kita masuk dulu yuk!” Malik mematikan mesin mobilnya, setelah merapihkan posisi parkir.
Angel mengikuti langkah Malik yang tak lepas menggenggam tangannya. Lalu, mereka sampai persis di depan pintu apartemen yang Malik beli atas nama Angel.
Malik menekan tombol di gagang pintu itu. “Passwordnya tanggal jadian kita.”
Angel mengangguk dan tersenyum.
Setelah pintu terbuka, Malik menuntun Angel untuk masuk bersama. Ia menyalakan semua lampu di ruangan itu.
“Ini apartemen siapa, Kak? Kok masih kosong?”
“Ini apartemen kamu. Aku sengaja membelikannya untukmu. Belum ada barang-barang, karena aku baru pesan barang-barangnya kemarin dan akan datang besok pagi.”
“Hah.” Angel terkejut dan menutup mulutnya.
“Untukku?” Tanya Angel tak percaya.
Malik mengangguk. “Tinggallah di sini, supaya kamu tidak lelah karena harus menempuh jarak yang jauh untuk sampai ke kantor.”
“Tapi, Apa alasan aku ke bibi Ella, kalau aku tak lagi tinggal di rumahnya. Alasan ke ayah?” Tanya Angel bingung.
Malik merengkuh kepala Angel. Kekasihnya ini memang sangat lugu, ia tak pernah bisa berbohong.
“Bilang pada Bibi Ella, kalau kamu di sewakan apartemen dekat kantor oleh bosmu untuk memudahkan bekerja. Bilang seperti itu juga pada ayahmu.” Jawab Malik, sambil mengecup pucuk kepala Angel.
Angel menengadahkan kepalanya untuk menatap Malik. “Aku ga bisa bohong.”
“Kamu bisa bohong, kalau menginap di apartemenku.”
“Itu terpaksa.”
“Bagaimana kalau aku berkata jujur, bahwa ini hadiah darimu. kamu juga menemui bibi dan ayah.”
Malik menggeleng dan melepaskan rangkulan di kepala Angel.
“Aku belum siap, Bee.”
“Kenapa? Bukankah kamu janji akan menemui ayah, Kak.”
“Iya, aku janji akan menemui ayahmu, tapi tidak sekarang.”
Angel menunduk lemas. Ia tak tahu lagi bagaimana cara mengikat Malik. Sementara ia sendiri belum pernah sekalipun di ajak menemui ibu atau ayah Malik hanya untuk sekedar berkenalan. Malik berdalih, ia jarang bertemu keluarganya, karena keluarganya tidak penting.
“Bee, kamu tidak senang aku belikan apartemen ini?” Tanya Malik yang juga lesu melihat kekasihnya sedih.
“Bukan ini yang aku mau. Aku hanya ingin kita menikah. Aku hanya ingin kamu membuktikan keseriusanmu, Kak.”
“Justru, ini awal bukti keseriusanku, Bee.” Malik meraih kedua tangan Angel dan mengecupnya.
“Percayalah, aku serius. Tapi beri aku waktu untuk mempersiapkan diri. Sabar ya, Bee.”
Kepala Angel mengangguk pelan. Ia mengerti kondisi psikis Malik, karena Malik sering bercerita tentang masa kecilnya, tentang orang tuanya yang selalu bertengkar, hingga akhirnya bercerai. Malik hanya butuh waktu untuk menghilangkan trauma itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Tiwik Wiyono
Sampai kapan traumanya hheemm
2025-02-17
0
strawberry 🍓🍓
udah kabor baru kek david dah ..
2022-06-13
0
Kurnia Dewi
wanita butuh kepastian dan bukti bukan hanya sekedar janji2
2022-05-17
0