Hari ini, Angel semangat memulai aktifitas barunya,
“Bi, Angel berangkat ya. Mmuaach.”
Ia mengecup kedua pipi Bibi Ella yang sedang mengandung lima bulan. Lalu, ia mencium punggung tangan Fajar dan pergi berangkat kerja dengan penuh semangat. Semalam, ia pun memberi kabar melalui video call pada sang ayah bahwa dirinya di terima bekerja dan akan memulainya hari ini. Hendra menanggapi dengan senang.
Jarak antara rumah Ella dan pusat perkantoran cukup jauh. Jika menggunakan angkutan umum, Angel membutuhkan waktu satu jam sepuluh menit untuk sampai persis di depan kantornya. Namun, jika menggunakan ojek online, dalam waktu empat puluh menit saja sudah sampai.
“Ekhem.. Jam berapa ini? Baru hari pertama sudah telat sepuluh menit.” Ucap Malik, saat Angel baru akan duduk di meja kerja.
Angel kembali berdiri dan membungkukkan sebagian tubuhnya.
“Maaf, Pak. Tadi saya mencoba naik angkutan umum, ternyata ekspektasi perkiraan waktu saya tidak pas.”
Malik bersidekap dan menaikkan alisnya.
“Ada hukuman untuk itu.” Malik berjalan menuju ruangannya dan melewati Angel begitu saja.
Tidak lama kemudian, ia kembali menghampiri Angel dengan setumpuk kertas yang di bawanya.
“Ini.” Ia membanting kertas-kertas itu persis di meja kerja Angel.
“Kerjakan! Hari ini semua harus selesai.”
Angel meringis melihat tumpukan kertas itu.
“Kenapa? Kok ekspresi kamu seperti itu. Tidak suka?” Tanya Malik.
“Bukan begitu, Pak. Tapi saya kan baru, jadi nanti kalau saya tidak tahu, tolong beri tahu.”
“Hmm.” Malik mengangguk dan meninggalkan Angel dengan wajah kebingungan.
Ia hanya tersenyum, sambil melangkahkan kakinya kembali ke ruangannya.
“Lucu juga, ngerjain anak baru.” Gumamnya.
Setelah beberapa menit kemudian, David pun datang ke kantornya. Sebuah kantor kecil yang baru ia sewa beberapa minggu. Ia pun masih bolak balik Jakarta Bali, mengingat proyek besar di Jakarta baru ia dapatkan tahun ini.
“Angel, mana jadwal saya?” Tanya David pada sekretarisnya.
“Hmm.. jadwal apa, pak?”
“Loh, memang Malik tidak mengajarimu?”
Angel menggeleng.
Lalu, David meraih ponselnya dan meminta Malik datang ke ruangannya.
“Malik, kamu tidak mengajari Angel untuk mengatur jadwalku.”
“Belum, Pak. Dia baru saya ajarkan untuk mengarsip file-file penting.”
“Oh, Oke.” Jawab david mengangguk.
“Oh, iya. Siapkan semua dokumen untuk pertemuan lusa pada Pak Nirwan mengenai tender kedua yang akan kita garap lagi.”
“Siap, Sir.” Jawab Malik, sedangkan Angel masih meraba-raba semuanya.
“Kamu juga harus ikut Angel, supaya kamu tahu.” Kata David.
“Iya, Pak.” Angel mengangguk.
“Target saya, jika tender kita banyak di sini. saya akan menyewa beberapa lantai di pusat bisnis kota untuk kantor pusat kita.” Kata david lagi.
“Bagaimana menurutmu, Lik?”
“That’s good.”
“Oke, kalau begitu kita harus bekerja lebih giat. Kamu siap, Angel?” Tanya David.
“Siap, Pak.” Jawab Angel dengan semangat.
“Good. Let’s start to work!” David memberi semangat dengan mengepalkan tangannya ke atas. Pasalnya ini adalah tahun pertama, ia menerima tender besar di kota ini, dan akan menempatkan kota ini sebagai kantor pusat untuk bisnis yang ia bangun di negeri ini.
Angel dan Malik pun keluar dari ruangan itu.
“Ngel, setelah ini ke ruanganku. Aku akan beri tahu jadwal-jadwal Pak David, karena selanjutnya kamu yang harus mengurus jadwalnya.”
“Iya, Pak. Tapi ini.” Angel menunjuk tumpukan kertas di atas mejanya.
“Bawa semua itu ke ruanganku, aku ajarkan di sana sekalian.”
“Baik.” Angel menghelakan nafasnya, karena harus membawa tumpukan kertas itu lagi ke ruangan Malik, padahal tadi untuk apa pria itu membawa tumpukan kertas ke mejanya kalau akan di bawa ke ruangannya lagi.
Angel membawa tumpukan kertas itu tanpa di bantu oleh Malik, sambil mengekori Malik yang tengah berjalan menuju ruangannya.
Bruk
“Aww.” Angel terbentur pintu ruangan Malik yang tertutup, setelah Malik membuka untuk dirinya sendiri. Padahal seharusnya ia menahan pintu itu agar Angel masuk terlebih dahulu.
Malik menoleh kebelakang dan dengan cepat menahan pintunya.
“Sudah saya bilang kalau jalan itu hati-hati.”
“Bapak tega tidak menahan pintunya, saya kan bawa ini.” Arah mata Angel tertuju pada tumpukan kertas yang ia bawa di dadanya.
“Oke.” Jawab Malik tersenyum.
“Sini duduk!” Malik meminta Angel untuk duduk di kursi kerjanya.
“Saya duduk di kursi bapak?” Tanya Angel ragu.
“Iya, karena semua jadwal Pak David ada di laptop ini.” Malik menunjuk benda yang tergeletak di atas mejanya.
Perlahan Angel duduk di sana, melewati Maik yang berdiri persis di samping kursi itu. Setelah Angel duduk, Malik membungkukkan tubuhnya agar sejajar dengan laptop yang berada di depan Angel. Kepala Malik pun tepat berada di belakang telinga kiri Angel, dagunya hampir menyentuh bahu Angel, membuat jantung Angel semakin berdetak kencang.
Malik memberi tahu semua pekerjaan yang harus di kerjakan Angel yang saat ini berada di laptopnya. Ia fokus melihat benda elektronik itu, sementara Angel sesekali menoleh ke arah Malik. Lalu, Malik pun menoleh ke arah Angel. Tiba-tiba pandangan mereka bertemu dengan wajah tanpa jarak.
Lama, Malik menatap wajah cantik itu. Angel benar-benar menggodanya, karena gadis itu menggigit bibirnya yang tipis.
Kruk. Kruk..
Suara perut Angel membuyarkan tatapan mereka.
Malik tersenyum. “Kamu lapar?”
Angel menunduk dan malu.
“Belum sarapan?” Tanya Malik lagi.
Angel menggeleng.
“Tadi pagi saya hanya sempat minum susu.” Jawab Angel polos.
Malik semakin tersenyum melihat wajah Angel yang menggemaskan.
“Baiklah, saya tinggalkan kamu di sini. Saya keluar dulu.” Kata Malik yang sudah menegakkan tubuhnya.
“Oh, iya. Pindahkan data-data yang yang ada di sana ke flash disk itu, karena yang saya ajarkan tadi, selanjutnya kamu yang akan mengerjakan.”
Angel mengangguk. Lalu, melihat Malik yang keluar dari ruangannya. Entah pria galak itu akan pergi ke mana?
Beberapa menit kemudian, Malik kembali masuk ke ruangannya. Ia memperhatikan Angel yang tak lagi duduk di kursinya, karena kini ia beralih merapihkan tumpukan kertas yang tergeletak di atas meja Malik yang cukup besar.
“Ini, makan dulu! Nanti kamu sakit.” Malik menyerahkan bungkusan sterofom putih yang berisi bubur ayam.
Angel tersenyum dan menerima bungkusan makanan itu.
“Ish, pria galak ini bisa perhatian juga.” Gumamnya.
“Jadi? Bapak tadi keluar hanya untuk membelikan makanan ini untukku?” Tanya Angel sumringah.
“Jangan ge-er! Saya keluar karena memang ada urusan.” Jawab Malik berbohong dan kembali duduk di kursinya. Ia memang keluar hanya untuk membeli sarapan untuk Angel.
“Mau kemana?’ Tanya Malik pada Angel yang hendak berjalan keluar ruangan sambil mebawa bungkusan makanan itu.
“Ke pantry.”
“Ini bukan jam makan siang. Yang ada nanti kamu buat iri orang yang lain. Makan di sini! setelah itu lanjutkan pekerjaanmu.”
Angel kembali duduk di depan Malik dan membuka makanan itu perlahan.
“Saya tidak enak makan sendirian.” Kata Angel.
“Kalau tidak enak kasih kucing.” Jawab Malik, dengan mata tertuju pada laptopnya.
“Jangan! karena sepertinya ini enak.”
Malik melirik Angel dan tersenyum.
“Maaf ya pak, saya makan makanannya dan sebelumnya terima kasih.” Angel mulai menyuapi makanan itu ke mulutnya dengan lahap.
Malik kembali melirik gadis polos di depannya itu.
“Ini kota besar, kamu jangan bersikap polos seperti itu. nanti banyak pria yang memanfaatkan.”
“Siapa pria yang memanfaatkan saya, pak?” Tanya Angel menghentikan sebentar aktifitas makannya.
“Mana ku tahu.” Malik mengerdikkan bahunya. Padahal dia lah orang yang akan memanfaatkan kepolosan Angel nantinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Tiwik Wiyono
Malik tu kayak kucing garong yg Nemu mangsa potensial
2025-02-17
0
WaTea Sp
masih polos neh angel....ti ati
2023-01-10
0
nadia
bapak kali yg mau menmanfaatkan kepolosannya 😁😁
2022-08-31
0