Nathan menggigit kuku ibu jarinya, menopangkan sikutnya pada pintu mobilnya. sementara sebelah tangannya yang lain masih fokus memegang kemudi.
Pria itu sedikit merasa kecewa dengan penolakan yang di lontarkan istrinya, namun ia juga tak bisa berbuat apa-apa, apalagi sampai memaksa gadis itu untuk pergi bersamanya, karena ia tahu betul jawaban apa yang akan istrinya berikan padanya.
Di sepanjang sisa perjalanan menuju ke rumah utama keluarga Reyga, keduanya tampak saling terdiam, tak ada lagi yang berbicara, mereka seperti sibuk dengan pikirannya sendiri.
Sampai di halaman rumah besar itu, mereka masih saling terdiam. Zia menoleh pada sang suami yang membukakannya pintu mobil.
"Makasih mas".
Nathan hanya mengangguk seraya tersenyum, pria itu bahkan berjalan lebih dulu tanpa menggandeng tangan istrinya seperti biasanya.
Zia menghela nafas dalam, ia pun tak mau berada dalam situasi ini, ia juga ingin bahagia seperti pasangan suami istri lainnya. Andai tak ada orang ketiga di antara mereka, atau justru Zia lah yang merasa menjadi orang ketiga di antara Nathan dan Zeny.
Mereka di sambut oleh sang mama, suasana rumah besar itu tampak sepi.
"Papa kemana ma? Kok rumah sepi".
Zara menampilkan raut sedihnya, kemudian berucap setelah ia menghela nafas berat. "Papa kamu lagi sakit nak, Abang sama mba kamu juga kumpul di kamar mama".
"Sakit? sakit apa ma? Tadi pagi pas nelpon aku papa gak bilang apa-apa ko?".
"Papa sakit kepala, gak tau kenapa katanya tiba-tiba pusing".
"Bawa ke dokter atu ma, kayanya papa darah tinggi deh".
Zara tampak syok, namun wanita itu merapatkan bibirnya menahan sesuatu yang siap meledak.
"Udah di periksa sama mba kamu kok".
Zia berjalan cepat menaiki tangga menuju ke kamar sang mama, di ikuti oleh mama dan suaminya.
"Papa".
Zia menghampiri sang papa yang tampak berbaring lemas di atas ranjangnya. Rafa, Rea dan Nara juga Oma dan opa berkumpul di sana.
"Papa sakit apa sih? Kok tadi gak bilang sama aku?".
Nathan mengusap bahu sang istri, berusaha memberikan ketenangan agar gadis itu tak panik.
"Papa sakit perut nak, lemes banget". Al memegang perutnya.
Zia mengerutkan dahinya, mendongak pada Nathan yang berdiri di belakangnya. Rasanya ada yang aneh, begitu pikirnya.
"Papa sakit perut??". Zia bertanya menyelidik, dan anggukan dari sang papa membuat sang mama terbatuk-batuk.
"Katanya papa sakit kepala, pusing. Kok jadi sakit perut?".
Al gelagapan, menoleh pada sang istri yang terlihat mengedipkan matanya.
"Aduuuh, pusing, iya papa juga pusing". Al memegang kepalanya, namun hal itu justru membangkitkan rasa curiga di hati sang putri.
Zia menatap satu persatu keluarganya, kemudian kembali menatap sang papa.
"Papa gak usah bohong, apa yang papa mau dari aku?".
Al kembali gelagapan, menyikut lengan sang istri yang dudu di sebelahnya.
"Gak usah sikut-sikutan pa, papa jangan bikin aku khawatir". Zia tampak berkaca-kaca.
"Sayang, maafin papa, papa cuma mau kalian turutin keinginan papa buat pergi berbulan madu."
"Papa tinggal ngomong sama aku, gak usah pura-pura sakit dan bikin aku khawatir."
"Maaf, tapi ini tuh idenya Abang kamu tau." Al mencoba berkelit, melimpahkan kesalahannya pada sang putra yang juga memang ikut andil dalam ide konyol ini.
Zia menatap tajam pada sang Abang, pria itu justru menunjuk sang istri yang berdiri di sebelahnya.
"Abang dapet idenya dari mba kamu dek".
Rea membulatkan matanya, merasa di pojokan ia pun menunjuk sang Oma yang duduk di sofa. "Oma dek, mba di suruh Oma".
"Kenapa jadi Oma?".
Zia menghela nafas jengah, keluarganya itu memang kompak, terlampau kompak hingga berbohong pun bersama-sama.
"Oma mau nunjuk siapa lagi? Nara? Atau opa?". ingin rasanya Zia marah, namun entah mengapa hati kecilnya sangat ingin tertawa melihat raut-raut panik dari keluarganya. "Kalian itu memang cocok, kompak banget bohongin aku. gak usah bohong dan bikin aku khawatir lagi, tanpa kalian bikin drama kaya gini aku juga udah mutusin buat pergi sama suami aku kok".
Al bangkit dengan semangat empat lima, hancur sudah drama sakit yang ia perankan, ia semakin menunjukan jika mereka memang benar berbohong.
"Putrinya papa, sini papa peluk, kamu tuh emang Solehah".
Zia menggelengkan kepalanya, namun ia juga menghampiri sang papa dan memeluknya.
Mereka tersenyum bahagia, terutama Nathan, pria itu menghela nafas lega, akhirnya sang istri mau pergi berbulan madu bersamanya walau harus menyaksikan drama dulu.
Dan satu hal yang baru saja Nathan ketahui, fakta baru tentang keluarga barunya yang ternyata kompak dalam hal apapun. Dia belum mengetahui, fakta yang sesungguhnya tentang ke somplakan keluarga konglomerat itu.
Dukung novel emak dengan cara tekan semua tombol yang ada di akhir episode ini yah. Zia dan Nathan aku ikutin contest/lomba. vote sebanyak-banyak nya ya anak-anak emak🙏🙏🙏
Nih emak bonusin foto babang Nathan yang lagi seneng mau pergi bulan madu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Anyta Djami Lay
yeeeeee
senangnya nhatan
2022-06-04
0
Nana Valentino Gallardiev
tay tawan😅
2022-02-02
1
Nining Rahayu
pada main dakon cari biang kerok nih🤣🤣
2021-12-17
0