Setelah selesai makan siang dengan Dicky, Fitri bergegas akan pulang dengan menggunakan taksi.
"Biar aku mengantarmu pulang saja Fit!" tawar Dicky.
"Tidak usah Dokter, di depan sudah ada pasien yang mengantri, aku bisa pulang sendiri, aku bukan anak kecil!" sergah Fitri.
"Baiklah, tapi setelah sampai rumah kau harus langsung hubungi aku ya, supaya aku tenang!" kata Dicky.
"Baik, aku pulang dulu ya Dokter, selamat bekerja!" ucap Fitri sambil menatap dalam wajah teduh Dicky.
Dicky tersenyum sambil melambaikan tangannya.
Fitri lalu keluar dari ruangan Dicky, dia terus berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang cukup panjang itu menuju ke luar rumah sakit.
Baru saja Fitri berjalan ke arah luar jalan raya, tiba-tiba ada seseorang yang mengejarnya dari belakang.
"Fitri!" panggilnya.
Fitri menoleh ke belakang, matanya membulat saat melihat Ranti sudah berdiri sambil tersenyum ke arahnya.
"Ranti? Ada apa ya?" tanya Fitri. Karena Fitri merasa tidak pernah punya urusan dengan Ranti.
"Hei, jangan kaku begitu, bisakah kita mengobrol sebentar saja?" tanya Ranti.
"Mengobrol? Mengobrol apa? Sepertinya tidak ada yang kita obrolkan!" jawab Fitri.
"Sebentar saja Fit, kita mengobrol di lobby biar adem, atau kau mau di cafe?" tanya Ranti.
"Baik, di lobby saja, tapi aku tidak bisa lama-lama!" sahut Fitri.
Ranti kemudian mengajak Fitri mengobrol di lobby rumah sakit itu.
"Apa yang hendak kau obrolkan sekarang?" tanya Fitri.
"Fit, tentunya kau sudah tau siapa aku kan? Aku adalah Ranti, mantan kekasih Dicky dulu, tentu kau juga tau kalau dulu Dicky begitu mencintaiku!" kata Ranti.
"Yah, lalu kenapa kalau aku tau siapa kamu? Maafkan Ranti, sepertinya masih banyak hal yang penting yang harus aku kerjakan!" Fitri akan bangkit namun tangan Ranti mencegahnya.
"Tunggu Fitri, kenapa kau menghindari dariku? Apa kau takut aku akan datang merebut Dicky darimu?" tanya Ranti.
"Bukan seperti itu!" ujar Fitri.
"Fit, seharusnya kau berpikir, atas setiap hal yang menimpamu, mengapa harus Dicky yang menjadi korbannya?" tanya Ranti sambil menatap wajah Fitri.
"Apa maksudmu? Dicky jadi korban apa?" tanya Fitri balik.
"Jadi korban keegoisanmu! Hanya karena kau ingin bunuh diri karena masalahmu, kau libatkan Dicky sampai dia menikahimu!" cetus Ranti.
"Kau salah Ranti! Dicky yang memintaku untuk menikahinya, aku tidak pernah bermaksud memanfaatkan dia! Kau jangan salah paham!" jelas Fitri.
"Semua orang juga tau Fit, Dicky itu hanya kasihan padamu, kalau kau tidak menjadikannya korban, kenapa kau tidak menolaknya? Kenapa kau tidak menolak waktu Dicky akan menikahimu??" seru Ranti.
Tiba-tiba Fitri terdiam, dia tidak dapat lagi menyanggah kata-kata Ranti, Ranti benar, seharusnya bisa saja Fitri menolak menikah dengan Dicky, apalagi Fitri tau, semua berawal dari rasa belas kasihan.
Mana mungkin Dicky bisa dengan begitu mudahnya mencintai Fitri apalagi dalam kondisi Fitri yang hamil anak yang tak jelas.
Tanpa di komando Fitri segera berjalan cepat meninggalkan Ranti, dia terus berjalan setengah berlari meninggalkan lobby yang siang itu terlihat begitu ramai.
"Fitri!!" panggil Ranti. Namun Fitri terus berjalan dengan mengabaikan panggilan Ranti.
****
Waktu sudah menunjukan pukul 4 sore, Dicky segera menanggalkan jas putihnya, hari ini dia sudah selesai praktek, di gantikan dengan dokter yang lain.
Sejak tadi Dicky belum menerima kabar kalau Fitri telah sampai di rumah. Kemudian dia mencoba menghubungi telepon rumahnya.
"Halo!"
"Halo Bi Sumi, apakah Fitri sudah di rumah? Aku hubungi ponselnya tetapi tidak aktif!" kata Dicky.
"Maaf Pak Dokter, tapi Mbak Fitri belum sampai di rumah, ini juga saya lagi nunggu, sore ini kita janjian mau ke minimarket, tapi dia belum pulang juga!" jawab Bi Sumi.
"Astaga Fitri, kemana dia? Bukankah dia sudah pulang dari siang tadi?" gumam Dicky cemas.
"Mungkin dia ke rumah temannya pak Dokter!" ujar Bi Sumi.
"Tidak mungkin, di Jakarta ini Fitri jarang sekali mempunyai teman, kalau begitu aku akan mencarinya, kalau ada kabar tolong hubungi aku ya Bu!" ucap Dicky.
"Baik Pak Dokter!" jawab Bi Sumi.
Dengan cepat Dicky lalu keluar dari ruangannya, dia menuju ke parkiran mobil, dia segera melajukan mobilnya berkeliling mencari keberadaan Fitri.
"Fitri, kau di mana sih? Apa yang terjadi padamu?" gumam Dicky cemas.
Beberapa kali berkeliling namun belum ada tanda-tanda Fitri di temukan, Dicky mulai gusar, pikirannya kalut, rasa khawatir menghantuinya.
Kemudian dia merogoh ponselnya, dia berniat menelepon Kevin, temannya, siapa tau ada titik terang.
"Halo!"
"Halo Pak Kevin, apakah kau sedang sibuk? Aku butuh teman untuk menumpahkan semua uneg-uneg ku!" kata Dicky.
"Kau di mana sekarang Dok?" tanya Kevin.
"Aku di jalan, aku sedang mencari Fitri, tadi siang dia batu mengantarkan makan siang untukku, namun sampai saat ini dia belum kembali ke rumah!" ungkap Dicky.
"Kau jangan panik Dok! Kota perlu mencarinya dengan kepala dingin, bagaimana kalau kau tunggu aku di cafe dekat rumah sakit? Aku akan datang ke sana sekarang juga!" kata Kevin.
"Baik! Aku akan menunggumu di sana!"
Kemudian Dicky segera memutar kemudi nya menuju ke cafe yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit.
Dicky duduk di sebuah cafe sambil menyeruput minuman kopi dinginnya, tak lama kemudian Kevin sudah muncul lalu duduk di hadapan Dicky.
"Apa yang bisa aku bantu Dokter?" tanya Kevin.
"Aku bingung mencari keberadaan Fitri, seingatku kami dalam keadaan baik, bahkan siang tadi kami makan bersama!" ungkap Dicky.
"Mungkin ada sesuatu yang mengusik Fitri, sehingga dia sejenak menghindarimu!" kata Kevin.
"Tidak mungkin, selama ini Fitri cukup terbuka padaku, belakangan juga hubungan kami semakin membaik, dia semakin semangat dan bahagia, bahkan ... aku melihat ada harapan di wajahnya!" jelas Dicky.
"Dokter, kurasa Fitri memang telah jatuh cinta padamu, seharusnya kau bisa sedikit peka dengan perasaannya!" kata Kevin.
"Yah, aku memang merasa Fitri begitu perhatian padaku, walau hanya sekedar perhatian-perhatian kecil, tapi kenapa saat ini dia pergi dariku? Aku sudah berpikir, sedikitpun aku tidak pernah menyakiti hatinya!" ucap Dicky.
"Tenang Dok, kita harus berpikir dengan kepala dingin, kau memang tidak pernah menyakitinya, tapi apa kau sadar, orang-orang di sekitarmu? Siapa yang paling berpotensi untuk menyakitinya??" tanya Kevin.
Dicky nampak berpikir apa yang di katakan Kevin.
"Ranti! Sebelum aku makan siang dengan Fitri, Ranti telah mengajakku makan siang di kantin, Ranti sangat ingin kembali padaku, tapi aku sudah tegaskan, bahwa aku telah menikah, aku tak mungkin kembali padanya, apa mungkin Ranti bertemu dengan Fitri?" tanya Dicky.
"Ya, itu jawabannya, bisa jadi mereka saling bertemu dan membicarakan sesuatu yang membuat Fitri pergi darimu!" cetus Kevin.
"Tapi di mana sekarang aku bisa bertemu Fitri?? Di mana dia sekarang??" tanya Dicky frustasi.
"Aku tau di mana keberadaannya! Ayo ikut aku!!" Kevin segera berdiri, lalu di ikuti oleh Dicky. Merekapun bergegas keluar meninggalkan cafe itu.
****
Bagi yang bosan dengan cerita halu, yuk baca cerita baru author yang berjudul "Permadani Cinta"
Terinspirasi dari kisah nyata, yuk kepoin yuk, di jamin baper ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
Mulianah Thalib
aku sangat salut Dicky peria yg berhati malaikat semoga bahagia untuk kehidupan dokter Dicky
2022-06-12
3
Louisa Janis
jal**g juga nih Ranti udah nggak punya harga diri
2022-02-12
2
Jumiah
Dok bertahan lah sm fitri
...semoga bahagia...😘
2022-01-30
2